Anda di halaman 1dari 19

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Jaringan periodontal adalah jaringan yang mengelilingi gigi dan berfungsi sebagai penyangga gigi, terdiri dari gingiva, sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Sebelum memahami kerusakan jaringan periodontal, sebaiknya dimulai dengan gingival yang sehat dan tulang pendukung yang normal. Gingiva yang sehat dapat menyesuaikan diri dengan keadaan gigi.(Aguiar, 2011) Permulaan terjadinya kerusakan biasanya timbul pada saat plak bacterial terbentuk pada mahkota gigi, meluas disekitarnya dan menerobos sulkus gingiva yang nantinya akan merusak gingiva disekitarnya. Plak menghasilkan sejumlah zat yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam perkembangan penyakit periodontal. Peradangan pada gingiva dan

perkembangannya pada bagian tepi permukaan gigi terjadi ketika koloni mikroorganisme berkembang. (Aguiar, 2011) Penyakit periodontal merupakan penyebab utama tanggalnya gigi pada orang dewasa yang disebabkan infeksi bakteri dan menimbulkan kerusakan gusi, serat perekat dan tulang di sekitar gigi. Penyebab utamanya adalah plak. Umumnya tidak menimbulkan rasa sakit. Kunjungan berkala ke dokter gigi sangat berarti untuk mendapatkan diagnosa dini dan perawatan penyakit periodontal. Kira-kira 15% orang dewasa usia 21 50 tahun dan 30% usia di atas 50 tahun mengalami penyakit ini. Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan periodontitis. Bentuk penyakit periodontal yang paling sering dijumpai adalah proses inflamasi dan mempengaruhi jaringan lunak yang mengelilingi gigi tanpa adanya kerusakan tulang, keadaan ini dikenal dengan Gingivitis. Apabila penyakit gingiva tidak ditanggulangi sedini mungkin maka proses penyakit akan terus berkembang mempengaruhi tulang alveolar, ligamen periodontal atau sementum, keadaan ini disebut dengan Periodontitis.(Aguiar, 2011)

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana perjalanan resiko yang disebabkan karena penyakit periodontal. 2. Faktor apa saja yang memperburuk penyakit periodontal. 3. Bagaimana resiko klinis penyakit periodontal 1.3 Tujuan 1. Mengetahui perjalanan resiko penyakit yang disebabkan penyakit periodontal 2. Dapat mengetahui factor yang menyebabkan ataupun yang memperburuk penyakit periodontal 3. Mengetahui resiko klinis dari penyakit periodontal 1.4 Manfaat Makalah ini di harapkan dapat berguna bagi mahasiswa yang mengambil skripsi dan juga pengetahuan juga disasarkan pada masyarakat dapat mengetahui tanda-tanda dari penyakit periodontal dan juga dapat menghindari makanan yang beresiko sebagai factor terbentuknya penyakit periodontal.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Risk Assessment 2.1.1 Risk Factor Penyakit Periodontal Lingkungan rongga mulut yang abnormal merupakan salah satu risk factor bagi penyakit periodontal. Dibawah ini merupakan keadaan lingkungan rongga mulut yang abnormal yang dapat memicu terjadinya penyakit periodontal, yaitu : 1. Oral Hygiene yang buruk Oral hygiene yang buruk dapat menyebabkan adanya penumpukan bakteri dan pembentukan plak sehingga dapat menyebabkan resiko terjadinya penyakit periodontal. 2. Gula dan asam Bakteri yang menyebabkan penyakit periodontal dapat berkembang biak dalam lingkungan yang asam. Oleh karena itu, konsumsi gula dan makanan yang dapat meningkatkan keasaman dalam rongga mulut dalam jumlah yang berlebih, dapat meningkatkan kadar asam dalam rongga mulut sehingga bakteri berkembang biak dan jumlahnya bertambah. 3. Kontur Restorasi yang buruk Kontur restorasi yang buruk, menyebabkan debris terjebak pada gigi dengan restorasi yang buruk sehingga terjadi pembentukan plak. 4. Anatomi Gigi yang abnormal Anatomi gigi yang abnormal dapat meningkatan resiko penyakit periodontal 5. Wisdom Teeth Wisdom teeth, atau yang disebut dengan gigi molar ketiga, dapat menjadi tempat yang baik bagi bakteri yang menyebabkan penyakit periodontal, untuk berkembang biak. Faktanya, pada pasien dengan umur 20an, penyakit periodontal kebanyakan terjadi disekitar gigi molar ketiga. Periodontitis dapat terjadi pada gigi molar tiga yang impaksi. Penyakit periodontal juga dapat terjadi pada pada pasien yang sedang mengalami erupsi gigi molar ketiga tanpa adanya impaksi(Kinane dkk, 2006).
3

Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sangat meluas dalam kehidupan masyarakat, sehingga mereka menganggap penyakit ini sebagai sesuatu yang tidak terhindari. Seperti karies gigi, penyakit periodontal juga lambat perkembangannya dan apabila tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan gigi. Namun studi epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit ini dapat dicegah dengan pembersihan plak dengan sikat gigi teratur serta menyingkirkan karang gigi apabila ada. Ada dua tipe penyakit periodontal yang biasa dijumpai yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah bentuk penyakit periodontal yang ringan, dengan tanda klinis gingiva berwarna merah, membengkak dan mudah berdarah. Gingivitis yang tidak dirawat akan menyebabkan kerusakan tulang pendukung gigi atau disebut periodontitis. Sejalan dengan waktu, bakteri dalam plak gigi akan menyebar dan berkembang kemudian toksin yang dihasilkan bakteri akan mengiritasi gingiva sehingga merusak jaringan pendukungnya. Gingiva menjadi tidak melekat lagi pada gigi dan membentuk saku (poket) yang akan bertambah dalam sehingga makin banyak tulang dan jaringan pendukung yang rusak. Bila penyakit ini berlanjut terus dan tidak segera dirawat maka lama kelamaan gigi akan longgar dan lepas dengan sendirinya. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang mempunyai prevalensi yang tinggi di Indonesia. Bahkan di Amerika dan Jepang, perhatian dokter gigi mulai beralih lebih kepada penegakan diagnosis penyakit periodontal daripada karies. Penyebab utama penyakit periodontal adalah plak sehingga penyakit periodontal sering juga disebut penyakit plak. Plak gigi adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Diperkirakan bahwa 1mm plak gigi dengan berat 1mg mengandung 200 juta sel mikroorganisme. Lokasi dan laju pembentukan plak adalah bervariasi di antara individu. Faktor yang mempengaruhi laju pembentukan plak adalah oral hygiene, serta faktor-faktor pejamu seperti diet, dan komposisi serta laju aliran saliva. Selain plak gigi sebagai penyebab utama penyakit periodontal, ada beberapa faktor yang menjadi faktor resiko penyakit periodontal. Faktor ini bisa berada di dalam mulut atau lebih sebagai faktor sistemik terhadap host. Secara umum faktor resiko penyakit periodontal adalah oral hygiene yang buruk, penyakit sistemik, umur, jenis kelamin, taraf pendidikan dan penghasilan.

1. Higiene oral (oral hygiene) Beberapa ahli menyatakan bahwa penyakit periodontal dihubungkan dengan kondisi oral hygiene yang buruk. Loe, et al. melaporkan bahwa pada individu yang mempunyai gingiva sehat akan segera mengalami gingivitis bila tidak melakukan pembersihan rongga mulut selama 2-3 minggu. Sebaliknya, bila dilakukan pemeliharaan kebersihan mulut maka keradangan akan hilang dalam waktu 1 minggu. Semua penelitian yang dilakukan menunjukkan pentingnya melakukan kontrol plak bila tidak ingin terjadi kerusakan pada jaringan periodontal. 2. Umur Banyak penelitian yang menyatakan bahwa keparahan penyakit periodontal akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Penyakit periodontal lebih banyak dijumpai pada orang tua daripada kelompok yang muda, walaupun keadaan ini lebih sering dikaitkan sebagai akibat kerusakan jaringan yang kumulatif selama hidup (proses aging). 3. Jenis Kelamin Faktor jenis kelamin masih diragukan, ada yang mengatakan bahwa kondisi periodontal wanita lebih baik daripada pria dan sebaliknya. 4. Penyakit sistemik Penyakit periodontal juga berhubungan dengan Diabetes melitus (DM) dan penyakit sistemik lainnya. Insiden DM dilaporkan cukup tinggi di beberapanegara yang artinya berdampak negatif bagi kesehatan rongga mulut. Penderita DM lebih rentan terhadap infeksi terutama pada penderita diabetes yang tidak terkontrol. Bila dilakukan skeling pada penderita diabetes tanpa tindakan profilaksis dapat menyebabkan timbulnya abses periodontal (Fehrenbach,2008). 2.1.2 Risk Determinant Penyakit Periodontal Risk determinant disebut juga dengan background characteristic yaitu faktor2 resiko yang tidak dapat dimodifikasi yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit. (Brian BA, 1998)

Risk determinant mencakup berbagai hal antara lain : 1. genetik 2. usia 3. jenis kelamin 4. status sosial ekonomi 5. stress (Carranza, 2006) A. Faktor genetik Faktor genetik berbeda pada setiap individu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik mempengaruhi keparahan kondisi klinis gingivitis, kedalaman probe poket, loss of attachment, dan tinggi tulang interproksimal. Jumlah total keluarga yang menderita localized atau generalized aggressive periodontitis juga mengindikasikan bahwa factor genetik juga terlibat dalam penyakit (Carranza, 2006). Menurut sebuah penelitian tahun 2000, faktor genetik mungkin memainkan peran penting dalam setengah kasus penyakit periodontal. Sampai dengan 30% dari populasi mungkin memiliki beberapa kerentanan genetik terhadap penyakit periodontal. Sebagai contoh, beberapa orang dengan penyakit periodontal yang memiliki faktor genetik yang mempengaruhi faktor kekebalan interleukin-1 (IL-1), sebuah sitokin yang terlibat dalam respon inflamasi. Perubahan pada gen IL 1 mungkin merupakan penanda yang valid untuk periodontitis, tetapi penggunaan IL-1 sebagai penanda genetik pada populasi yang lebih besar masih jarang (Carranza,2006). B. Usia Penyakit periodontal pada umumnya dapat menurunkan kualitas hidup pada orang tua. Tingginya prevalensi penyakit periodontal pada orang tua mendapat perhatian karena penyakit periodontal pada pasien secara langsung dapat meningkatkan risiko terbentuknya karies akar, sama halnya dengan kehilangan gigi yang akan menghasilkan defisiensi asupan nutrisi, penurunan kemampuan pengunyahan dan berbicara yang dapat memperburuk kualitas hidup pasien. Pada umumnya, orang-orang yang mengalami permasalahan yang berhubungan dengan pernapasan kronis memiliki imunitas rendah. Sehingga menyebabkan bakteri rongga mulut dengan mudah melekatkan diri pada permukaan dan tepi gingiva yang tidak memiliki sistem pertahanan. Keadaan ini tidak hanya mempercepat perkembangan penyakit periodontal.
6

Oleh karena itu, pada orang tua dengan sejumlah gigi dapat dihubungkan dengan prevalensi bakteri periodontal dalam rongga mulut. Banyak penilitian yang menyatakan bahawa keparahan periodontal akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Penyakit periodontal lebih banyak dijumpai pada orang tua dari pada kelompok yang muda, walaupun keadaan ini lebih sering dikaitkan sebagai akibat kerusakan jaringan yang kumulatif selama hidup (proses aging). Status periodontal dengan usia dan jenis kelamin Gambar 2 menunjukkan status periodontal dengan usia dan jenis kelamin. Pasien laki-laki dan perempuan menunjukkan karakteristik usia, persentase pasien dengan kantong-kantong periodontal melalui peningkatan kelompok usia yang lebih tua sampai usia 65. Persentase yang lebih tinggi dari pasien laki-laki memiliki pocket periodontal dibandingkan dengan pasien perempuan dalam setiap kelompok usia, dengan perbedaan lebih menonjol di antara pasien yang lebih muda dan tua.

Pada penelitian yang telah dilakukan di universitas Adelaide di Australia telah menyatakan bahawa persentase pasien dengan kantong mm 4-5 meningkat dalam kelompok usia lebih tua dari 6,6% selama 18-24 tahun sampai dengan 24,0% selama 45-64 tahun, dan 22,9% untuk +65 tahun. pocket periodontal 6 + mm peningkatan kelompok usia yang lebih tua dari
7

5,3% antara 18-24 tahun sampai dengan 15,5% antara 45-64 tahun-usia, dan 13,3% di antara +65 tahun. Pasien yang lebih muda memiliki kemungkinan lebih rendah memiliki pocket 6 + mm, 0,37 kali lebih rendah selama 18-24-year-olds dan 0,67 kali lebih rendah selama 25-44 tahun dibandingkan dengan 65 + tahun. Pria memiliki kemungkinan lebih tinggi dari pocket 6 + mm (1,39 kali) dibandingkan dengan pasien perempuan (AIHW, 2002). C. Jenis Kelamin Jenis kelamin berperan dalam penyakit periodontal. Survei National U.S. tahun 1996 menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak kehilangan perlekatan daripada wanita.

Kenyataannya, oral hygeni pria lebih rendah daripada wanita, terkait keberadaan plak dan kalkulus. Karenanya, perbedaan jenis kelamin dalam prevalensi dan keparahan periodontitis menunjukkan hubungan pencegahan daripada faktor genetik lain (Onya Andinisari, 2011). D. Stress Stress adalah respon tubuh normal terhadap sesuatu peristiwa yangmemicu seseorang untuk menjadi terancam. Stress didefinisikan sebagaiproses dinamis dan interaksi dari suatu system dengan formulasi dan operasionalisasi komponen komponen pada berbagai tingkat ( Lazarus , 2000 ). Definisi dari stress ini sangat penting untuk dijabarkan karena penggunaankalimat ini sering disalahgunakan. Stress berasal dari kata latin Stringere yang berarti ketat atau tegang. Cannon menggambarkan stress sebagai hasil darisuatu proses homeostasis dan menunjukkan system simpatis (Carranza,2006). Sekarang stress didefinisikan sebagai kebingungan secara fisiologi danmetabolis yang diakibatkan oleh berbagai agent yang progresive danmerupakan psiko-fisiologi dari organisme yang menghadapi situasi persepsi menantang atau yang menakutkan. Yang merupakan stressor adalah segala situasi yang memberikan sumbangsih suatu keadaan yang aggresive. Berbagai stressor ini misalnya timbul dari suatu yang diadaptasi setiap hari sampai menciptakan suatu accident (Carranza, 2006). Pengaruh stress terhadap penyakit periodontal Pada rongga mulut stress akan menekan aliran saliva dan meningkatkan pembentukan dental plak. Stress emosional akan memodifikasi ph dari saliva dan komposisi kimianya seperti adanya sekresi dari IgA (ReenersM, 2007 ). Ig A mempunyai peranan salah satunya sebagai imunitas mukosa.Bila sekresi dari IgA ini terganggu atau adanya suatu kelainan maka imunitas dari mukosa akan terganggu, sehingga
8

bakteri pathogen yang seharusnya bisa ditekan oleh imunolglobulin ini akan meningkat patogenitasnya oleh karena tidak ada yang menekan efek dari toksin yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut. Selain itu juga dental plak merupakan pangkalan dari bakteri,dengan adanya pangkalan ini , toksin dari bakteri akan bermuara disini danakan semakin mengiritasi jaringan periodontal. Hal ini juga diperparah oleh keadaan seseorang yang mengalami stress yang melupakan kebersihan rongga mulutnya.Stress dihubungkan juga oleh suatu hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal yaitu kortisol. Kortek adrenal juga menghasilkan glukokortikoid dan mineralokortikoid.Dalam jangka pendek, hormon kortisolini bermanfaat untuk memobilisasi cadangan energy sehingga efek dari stress yang merusak jaringan bisa diminimalkan.Hormone kortisol diatur oleh hypothalamus dan glandula ptiutary.Peningkatatan hormone kortisol dalam jangka panjang mempunyai efek yang merugikan (ReenersM, 2007 ). Axtelius pada tahun 1998 menunjukkan adanya peranan kortisol padacairan crevicular gingival yang menunjukkan bahwa konsentrasi kortisol padacairan crevicular adalah lebih tinggi pada seseorang yang menunjukkan depresi. Hubungan penyakit periodontal terhadap stress dikemukakan oleh Page et all ( 1983) yang menggambarkan periodontitis aggressive sebagaipenyakit yang mempunyai hubungan dengan psiko sosial dan hilangnya nafsumakan. Pada tahun 1996, monteira da silva menunjukkan bahwa seseorangdengan Agresive periodontitis lebih tertekan dan secara sosial terisolasidibandingkan dengan orang yang normal.Stress psikologi merangsang juga pada otak, pada tahap ini coping yang tidakadaptive menguatkan stimulasi otak dan coping adaptive akan menghambatnya.

2.1.3 Risk Indicator Penyakit Periodontal A. HIV/AIDS HIV/AIDS: Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu tisk indicator dari penyakit periodontal. Setiap penyakit yang berhubungan dengan system kekebalan tubuh merupakan predisposisi dari penyakit periodontal. Infeksi hiv diasosiasikan dengan lesi rongga mulut serta gingivitis yang parah (linear gingival erytema) dan periodontitis (NUP) (Weinberg, 2006).

HIV diasosiasikan dengan gingivitis telah dilaporkan sebanyak 15%-50% pada pasien yang menderita HIV atau AIDS. Pada pasien dengan HIV positif terdapat sejumlah besar bakteri penyakit periodontal (candida albicans, P.gingivalis, bakteri anaerob berpigmentasi hitam, dan A. actinomycetemcomitans) daripada orang yang tidak menderita HIV.Hal ini terjadi karena adanya pimuni supresan pada pasien dengan HIV sehingga meningkatkan jumlah bakteri pathogen dalam rongga mulut. Rasa sakit yang parah merupakan karakteristik utama yang diikuti dengan bau mulut, pendarahan spontan, ulcers, bengkak, serta gingiva yang merah cerah.

Walaupun inflamasi tidak dapat berkurang, namun halitosis dan fase akut dapat di tangani dengan perawatan pembersihan konvensional. Pada keadaan yang parah yang disebut dengan necrotizing stomatitis dapat didiagnosis sebagai AIDS. Sebagai tambahan terjadi pendarahan, Dan gusi bagian depan berwarna kuning-keabuabuan, dan terdapat tulang alveolar yang terekspose (Weinberg, 2006) . Gingivitis yang diasosisasikan dengan HIV (HIV-gingivitis) kini dikenal dengan nama gingival erytema (LGE), merupakan kondisidi mana terdapat garis kemerahan sepanjang garis gingiva. LGE dapat sagat sakit dan terjadi pendarahan dan dapat berkembang menjdi penyakit periodontal. LGE kadang salah di diagnosis sebagai inflamasi gingiva biasa, yang kadang sangat sakit namun tidak berubah menjadi penyakit periodontal ( Rosenstein, 2004). B. Osteoporosis Pada penderita penyakit osteoporosis, tulang menjadi titpis dan rapuh dan pada akhirnya akan patah. Wanita beresiko tinggi menderita osteoporosis setelah menopause karena terhentinya produksi estrogen. Estrogen merupakan hormon utama pada wanita yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang, Keseimbangan antara pembentukan resorbsi tulang pada proses remodeling tulang membutuhkan jumlah kalsium yang cukup. Gangguan pada proses remodeling tulang akan menyebabkan wanita yang telah mengalami menopause beresiko tinggi ,menderita osteoporosis. Jumlah estrogen yang berkurang akan menyebabkan resorbsi tulang berlangsung lebih cepat dibandingkan peembentukan tulang, sehingga masa tulang menjadi berkurang. Kondisi berkurangnya estrogen akan mengakibatkan osteoblas menjadi hipoaktif dan terjadi peningkatan jumlah osteoklas. Perubahan jumlah osteoklas yang meningkat dan kondisi osteoblas menjadi hipoaktif akan mengakibatkan proses resorbsi tulang tidak dapat diimbangi

10

oleh proses pembentukan tulang,sehingga proses remodeling tulang menjadi terganggu pada penderita osteoporosis. Kehilangan tulang alveolar yang berhubungan dengan osteoporosis membuat host rentan terhadap penyakit periodontal.Tanda-tanda dalam mulut, antara lain berupa resorpsi tulang alveolar, berkurangnya ketebalan korteks mandibula dan hilangnya sejumlah gigi. Tanda awal osteoporosis dapat terlihat pada rontgen gigi yang ditunjukkan dengan perluasan lamina dura, hilangnya gigi pada mandibula dan hilangnya perlekatan jaringan periodontal.Radiografi tulang basal dan tulang alveolar pada wanita penderita osteoporosis memperlihatkan adanya perubahan morfologi tulang trabekula mandibula dan maxilla. Tingginya kehilangan perlekatan disertai oleh besarnya kedalaman probing dan resesi ginggiva pada tempat-tempat osteoporosis lebih banyak di mandibula daripada maksila. Parameter periodontal dipengaruhi oleh pemeriksaan faktor penumpukan plak, lokasi gigi,dan rahang. Mereka juga mendukung bahwa osteoporosis pasca menopause mempunyai peranan dalam patogenesis penyakit periodontal, khususnya pada mandibula, walaupun penyebab dari penyakit periodontal masih tetap multifaktorial.ketika gigi masih lengkap, tulang alveolar merespon tekanan fisiologik dengan membentuk trabekula dengan baik. Namun setelah gigi hilang, massa tulang berkurang. Hal ini disebabkan oleh atrofi karena tidak aktifnya tulang sehingga mempengaruhi pergantian tulang pada saat remodeling.

C. Infrequent Dental Visits Mengidentifikasi kegagalan untuk mengunjungi dokter gigi secara teratur sebagai faktor risiko periodontitis adalah controversial. Satu penelitian menunjukkan peningkatan risiko periodontitis parah pada pasien yang belum pernah mengunjungi dokter gigi selama 3 tahun atau lebih, sementara yang lain menunjukkan bahwa tidak ada kerugian lebih atau tulang keropos pada individu yang tidak mencari perawatan gigi daripada mereka yang tidak mengunjungi dokter gigi selama periode 6 tahun. Namun, perbedaan dalam usia subjek dalam kedua studi dapat menjelaskan hasil yang berbeda. Studi longitudinal dan intervensi tambahan diperlukan untuk menentukan apakah kejarangan gigi kunjungan merupakan faktor risiko untuk penyakit periodontal. (Carranza, 2006)

11

2.1.4 Risk Marker / Predictors Penyakit Periodontal A. Adanya Riwayat Penyakit Periodontal Sebelumnya Adanya riwayat penyakit periodontal sebelumnya merupakan prediksi klinis yang baik untuk mengetahui adanya faktor resiko timbulnya penyakit periodontal lagi di kemudian hari. Contohnya, pasien dengan loss of attachment yang parah memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami loss of attachment lagi dikemudian hari. Sebaliknya pada pasien yang saat ini tidak mengalami periodontitis memiliki resiko yang rendah untuk mengalami loss of attachment dibandingkan orang yang saat ini mengalami periodontitis. Informasi tentang adanya riwayat penyakit periodontal sebelumnya penting untuk menentukan frekuensi perawatannya. Jumlah penyakit yang dapat dicegah tergantung dari keberhasilan dalam mengurangi faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit tersebut (Newman et al,2006). B. Bleeding on Probing Perdarahan saat probing adalah indikator klinis pada saat peradangan gingival. Meskipun indikator ini saja tidak berfungsi sebagai prediksi hilangnya perlekatan. Perdarahan saat probing ditambah dengan meningkatnya kedalaman poket dapat berfungsi sebagai prediktor yang sangat baik untuk loss attachment berikutnya . jika perdarahan saat probing tidak ada maka kesehatan periodontal sangat baik(Newman et al,2006). Bleeding on Probing akan timbul perdarahan jika gingiva meradang dan epitel poket mengalami atrofik atau ulserasi.Bleeding on Probing tidak terjadi pada daerah yang tidak mengalami peradangan. Dalam kebanyakan kasus, bleeding on probing adalah tanda awal peradangan dari perubahan warna gingiva. Namun, perubahan warna pada ginggiva bisa tanpa perdarahan saat probing. Tergantung pada tingkat keparahan peradangan, perdarahan dapat bervariasi dari garis merah renggang sepanjang sulkus gingiva untuk perdarahan hebat. Jika perawatan periodontal sukses, perdarahan saat probing bisa tidak terjadi. Bleeding on probing biasanya ditemukan pada penderita dengan keadaan kebersihan rongga mulut yang buruk sehingga terjadi penumpukan plak dan kalkulus. Bleeding on probing banyak ditemukan pada penderita penyakit sistemik seperti DM, leukimia. Ditemukan juga pada penderita dengan
12

malnutrisi (defisiensi vitamin C) dan pendrita dengan ketergantungan terhadap obat-obatan seperti aspirin dan obat antikoagulan (warfarin dan heparin).

Gambar . Bleeding on Probing

Gambar. Cara Probing

Cara Bleeding on probing yaitu probe dimasukkan kebagian bawah kantong dan bergerak dengan lembut ke arah lateral disepanjang dinding poket. kadang-kadang perdarahan muncul segera setelah probing dan penyusuran poket bisa dilanjutkan setelah bebebrapa detik setelah terjadi perdarahan. Oleh karena itu dokter harus memeriksa kembali untuk perdarahan 30 sampai 60 detik setelah dilakukan probing. Bleeding on probing bukan terapi prediktor yang baik dari kehilangan perlekatan progresif namun langkah ini dilakukan sebagai langkah untuk mengetahui ada/tidaknya kelainan pada jaringan periodontal pada daerah yang mengalmi peradangan. Bleeding on probing adalah indikator yang baik dari kehilangan perlekatan progresif (Newman et al,2006). 2.2 Clinical Significance 2.2.1 Tangible vs Intangible Benefits Tangible benefits adalah hasil dari perawatan yang mencerminkan bagaimana pasien merasa, fungsi, atau bertahan. Kata "tangible" didefinisikan sebagai "mampu tepat diidentifikasi atau disadari oleh pikiran." Contoh tangible benefits dapat memberi peningkatan pada kesehatan mulut yang terkait kualitas hidup, penurunan gejala yang dilaporkan sendiri (misalnya, Perdarahan) setelah menyikat gigi, mencegah kehilangan gigi, atau penghapusan abses periodontal menyakitkan. Contoh-contoh manfaat dari pengobatan dapat secara tepat diidentifikasi atau disadari oleh pikiran pasien, yaitu tangible. Tangible benefits juga dapat disebut manfaat "klinis yang relevan" atau "klinis signifikan" (Carranza, 2006).

13

Intangible benefits tidak dapat diwujudkan oleh pikiran pasien. Perubahan pada attachment level sebagai akibat dari scaling, perubahan tingkat mineralisasi enamel sebagai akibat dari fluorida, dan perubahan dalam ukuran radiolusensi periapikal sebagai akibat dari perawatan saluran akar adalah contoh dari perubahan pikiran yang tidak dapat mengidentifikasi atau mengenali, yaitu intangible benefits. Intangible benefits dari pengobatan sering dapat diukur secara obyektif oleh dokter atau dengan metode laboratorium. Langkah pertama dalam menilai signifikansi klinis pengobatan adalah untuk menentukan apakah manfaat pengobatan didokumentasikan tangible atau tidak intangible. Pembedaan ini penting karena intangible tidak selalu dapat diterjemahkan menjadi tangible (Carranza,2006). Pengobatan untuk memberikan tangible benefits memiliki tingkat yang lebih tinggi dari signifikansi klinis bahwa ada pengobatan yang mempunyai bukti bahwa wujud dari intangible benefits. (Carranza, 2006). 2.2.2 Size of the treatment effect Sebuah kriteria penting untuk menilai signifikansi klinis adalah ukuran efek pengobatan. Ukuran efek pengobatan adalah perbandingan dari tingkat keberhasilan dari pengobatan eksperimental dan perlakuan kontrol. Perbandingan pengobatan ini dapat menjadi pengurangan tingkat keberhasilan, sebuah divisi dari tingkat keberhasilan atau beberapa operasi matematika lainnya (Dawson, 1989). Ukuran efek pengobatan terlepas dari bagaimana hal itu dihitung, telah lama diakui sebagai bagian penting dari menilai signifikansi klinis. Semakin besar kemungkinan memperoleh manfaat yang diharapkan dari pengobatan (relatif terhadap perlakuan kontrol), yang lebih klinis penting adalah pengobatan. Kami menyarankan bahwa jika rasio yang terkait dengan perbandingan pengobatan 0,25 atau lebih kecil (bila dibandingkan dengan kontrol), ukuran efek pengobatan dapat dianggap besar. Para peneliti mendapatkan manfaat pengobatan (relatif terhadap kontrol) menentukan untuk sebagian besar kekakuan metodelogi dan analitik yang dibutuhkan untuk membangun efektivitas pengobatan. Dalam semua-atau-tidak ada bukti yang dapat dipercaya situasi mungkin hasil dari pengamatan pada sejumlah kecil pasien. Sebagai contoh, tidak ada uji terkontrol bersamaan dilakukan untuk menilai efektivitas anestesi umum. Menentukan efektivitas untuk perawatan yang mencapai efek dramatis dan segera langsung, dan hanya prinsip-prinsip ilmiah yang penting (misalnya, konsistensi dari pengamatan di seluruh operator yang berbeda) dianggap cukup bukti efektivitas pengobatan. Kabarnya, kata-kata,
14

"Gentleman, ini bukan omong kosong" sudah cukup untuk meyakinkan pendengar bahwa anestesi umum yang efektif. Di lain ekstrim, jika kemungkinan memperoleh manfaat pengobatan yang diharapkan adalah kecil, ketelitian ekstrim baik dalam desain dan analisis dari uji klinis terkontrol diperlukan. Manfaat dari skrining mamografi untuk deteksi dini kanker payudara, manfaat dari satu obat "gumpalan-buster" lebih dari yang lain setelah gejala miokard, dan manfaat dari antibiotik lokal dalam pengobatan periodontitis semua begitu kecil bahwa percobaan terkontrol besar dibutuhkan untuk memberikan bukti yang dapat diandalkan apakah manfaat kecil memang berhubungan dengan pengobatan. Kemungkinan memperoleh manfaat pengobatan adalah penentu signifikansi klinis; semakin besar kemungkinan, pasien lebih percaya diri dapat merasa bahwa pengobatan akan berhasil. Meskipun mungkin untuk memiliki definisi, yang jelas tegas tentang apa yang merupakan manfaat yang berhubungan dengan pengobatan, itu tidak mungkin untuk memiliki definisi yang ketat serupa apa yang dapat dianggap sebagai kemungkinan besar. Didefinisikan sebuah "efek pengobatan yang besar" sebagai rasio 0,25, yang dipercaya dapat diidentifikasi baik menggunakan epidemiologi metodologi ( Dawson, 1989).

2.2.3 Level Clinical Significance Signifikansi statistik Signifikansi statistik cenderung digunakan dalam konteks signifikansi hipotesis nol pengujian (NHST). NHST menjawab pertanyaan, jika hipotesis bahwa efek tersebut adalah nol dalam populasi adalah benar (hipotesis nol), berapakah probabilitas memperoleh data yang menunjukkan efeknya tidak nol, NHST sering disalahpahami dalam beberapa cara: bahwa nilai p adalah probabilitas bahwa hipotesis nol adalah palsu, bahwa hal itu terkait dengan probabilitas replikasi, dan bahwa jika hipotesis nol ditolak, hipotesis alternatif yang diusulkan harus diterima. Mengingat sifat NHST, dan penyalahgunaan umum nya, signifikansi statistik tidak menghasilkan informasi tentang besarnya efek, signifikansi praktis, maupun signifikansi klinis.. NHST hanya menghasilkan informasi tentang apakah hasil secara statistik kemungkinan diberikan beberapa asumsi tentang populasi (Rose, 2004).

Signifikansi praktis

15

Dalam hal pengujian perawatan klinis, signifikansi praktis secara optimal menghasilkan informasi diukur tentang pentingnya penemuan, menggunakan metrik seperti efek

ukuran , jumlah yang diperlukan untuk mengobati (NNT), dan fraksi pencegahan . Signifikansi praktis juga dapat menyampaikan penilaian semi-kuantitatif, komparatif, atau kelayakan utilitas.Efek ukuran adalah salah satu jenis signifikansi praktis. Ini mengkuantifikasi sejauh mana sampel menyimpang dari harapan. Efek ukuran dapat memberikan informasi penting tentang hasil studi, dan direkomendasikan untuk dimasukkan di samping signifikansi statistik . Efek ukuran mereka sendiri memiliki sumber bias, dapat berubah berdasarkan variabilitas populasi variabel dependen, dan cenderung untuk fokus pada efek kelompok, bukan perubahan individu. Meskipun signifikansi klinis dan signifikansi praktis yang sering digunakan secara sinonim, yang membatasi penggunaan lebih teknis menunjukkan ini sebagai salah. ini menggunakan teknis dalam psikologi dan psikoterapi tidak hanya hasil dari presisi ditarik dengan hati-hati dan partikularitas bahasa, namun memungkinkan pergeseran dalam perspektif dari kelompok efek ke spesifik perubahan dalam individu. Sebaliknya, bila digunakan sebagai istilah teknis dalam psikologi dan psikoterapi, signifikansi klinis pada menghasilkan informasi apakah pengobatan sudah cukup efektif untuk mengubah label diagnostik pasien (Seymour, 2009). Perhitungan signifikansi klinis Seperti halnya ada banyak cara untuk menghitung signifikansi statistik dan signifikansi praktis, ada berbagai cara untuk menghitung signifikansi klinis. Lima metode umum adalah metode Jacobson-Truax, metode Gulliksen-Tuhan-Novick, metode Edwards-Nunnally, metode Hageman-Arrindell, dan pemodelan linear hirarkis (Carranza, 2006). Jacobson-Truax Jacobson-Truax adalah metode umum menghitung signifikansi klinis. Ini melibatkan menghitung Indeks Keandalan Perubahan (RCI). Para RCI sama dengan perbedaan antara pretest peserta dan pasca tes skor, dibagi dengan standard error dari perbedaan. Skor cutoff yang didirikan untuk menempatkan peserta menjadi salah satu dari empat kategori-sembuh, membaik, tidak berubah, atau memburuk-tergantung pada directionality dari RCI dan apakah skor cutoff bertemu (Carranza, 2006). Gulliksen-Tuhan-Novick

16

Metode Gulliksen-Tuhan-Novick adalah serupa dengan Jacobson-Truax, kecuali bahwa ia memperhitungkan regresi. Hal ini dilakukan dengan mengurangkan nilai pre-test dan post-test dari rata-rata populasi, dan membaginya dengan deviasi standar populasi (Carranza, 2006). Edwards-Nunnally Metode Edwards-Nunnally menghitung signifikansi klinis adalah alternatif yang lebih ketat dengan metode Jacobson-Truax. ]Keandalan skor digunakan untuk membawa skor pre-test lebih dekat dengan berarti, dan kemudian dikembangkan interval kepercayaan untuk skor pre-test disesuaikan. Interval keyakinan digunakan ketika menghitung perubahan dari pra-tes untuk posttest, perubahan yang sebenarnya, sehingga lebih besar dalam skor yang diperlukan untuk menunjukkan signifikansi klinis, dibandingkan dengan metode-Truax Jacobson (Carranza, 2006). Hageman-Arrindel Para Hageman-Arrindel perhitungan signifikansi klinis melibatkan perubahan indeks kelompok dan perubahan individu. Keandalan perubahan menunjukkan apakah pasien telah membaik, tetap sama, atau memburuk. Sebuah indeks kedua, signifikansi klinis perubahan, menunjukkan empat kategori yang sama dengan yang digunakan oleh Jacobson-Truax: memburuk, tidak andal berubah, membaik namun tidak sembuh, dan sembuh (Carranza, 2006).

17

DAFTAR PUSTAKA Margaret J. Fehrenbach. 2008. Risk Factor for Periodontal disease. Available from www.youngdental.com/pdf/TPAV6I2.pdf Kinane,dkk. 2006. Environmental and other modifying factors of the periodontal disease. Periodontology 2000 40: 107-119. Newman, Michael G. Carranzas Clinical Periodontology.10 ed.2006. Burt, BA.Risk factor, risk marker, and risk indicators (editorial). Community Dent Oral Epidemiol 1998;26:219 Risk Factor.2005. Available at http://health.nytimes.com/health/guides/disease/periodontitis/riskfactors.html) Accessed on November 18 2011 http://www.arcpoh.adelaide.edu.au/publications/report/research/pdf_files/rr11_perio.pdf Reners M, Breex M. stress and Periodontal disease . Int J dent Hygiene 2007; 5; 199-204 Weinberg, Mea A. Periodontal Diseases and Systemic Health.Clinical Associate Professor of Periodontics, New York University College of Dentistry, New York,

NYhttp://www.perioseal.com/systemicuspharmacist.html Periodontal disease Risk Factors

http://www.umm.edu/patiented/articles/who_gets_periodontal_disease_000024_4.htm Rosenstein, David I. D.M.D., M.P.H. 2004. San Francisco AIDS Foundation.Oral Health and HIV.http://www.thebody.com/content/art2537.html (Anonymus. Pengaruh osteoporosis pada kesehatan rongga mulut.

http://www.scribd.com/doc/62883397/Pengaruh-Osteoporosis-Pada-Kesehatan-Rongga-Mulut) Newman, MG, Takei, HH, et al. 2006. Carranzas: Clinical Periodontology. 10th ed. St. Louis. Missouri: Saunders. p 605-606 Carranzas clinical periodontology. Saunders, an imprint of elsevier inc. St louis, Missouri. 11th ed. h: 392-395)

18

19

Anda mungkin juga menyukai

  • Non Platis
    Non Platis
    Dokumen12 halaman
    Non Platis
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • Smile Design
    Smile Design
    Dokumen16 halaman
    Smile Design
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • Tipus 203.3
    Tipus 203.3
    Dokumen80 halaman
    Tipus 203.3
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Dan 3
    Bab 1 Dan 3
    Dokumen2 halaman
    Bab 1 Dan 3
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii Tipus
    Bab Iii Tipus
    Dokumen75 halaman
    Bab Iii Tipus
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • BRUKSIM
    BRUKSIM
    Dokumen7 halaman
    BRUKSIM
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • Tipus Alergi Penicillin
    Tipus Alergi Penicillin
    Dokumen11 halaman
    Tipus Alergi Penicillin
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan Rampant
    Pendahuluan Rampant
    Dokumen2 halaman
    Pendahuluan Rampant
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • Bikuspidasi Gigi 36
    Bikuspidasi Gigi 36
    Dokumen1 halaman
    Bikuspidasi Gigi 36
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • 305.1 Cedera Gigi 1 Topik 1
    305.1 Cedera Gigi 1 Topik 1
    Dokumen57 halaman
    305.1 Cedera Gigi 1 Topik 1
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • KETEBALAN DENTIN BRIDGE
    KETEBALAN DENTIN BRIDGE
    Dokumen6 halaman
    KETEBALAN DENTIN BRIDGE
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • Klasifikasi Endodontik
    Klasifikasi Endodontik
    Dokumen6 halaman
    Klasifikasi Endodontik
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • Traslate Part 3
    Traslate Part 3
    Dokumen2 halaman
    Traslate Part 3
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • Diskusi
    Diskusi
    Dokumen4 halaman
    Diskusi
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • Laporan
    Laporan
    Dokumen8 halaman
    Laporan
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • Pico
    Pico
    Dokumen5 halaman
    Pico
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • An Dalam Muamalah Sesama Muslim
    An Dalam Muamalah Sesama Muslim
    Dokumen6 halaman
    An Dalam Muamalah Sesama Muslim
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • Alergi
    Alergi
    Dokumen7 halaman
    Alergi
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat
  • Denah Pasien
    Denah Pasien
    Dokumen1 halaman
    Denah Pasien
    FauziahDiajeng
    Belum ada peringkat