Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEPERAWATAN JIWA PADA SITUASI BENCANA


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Ajar Psychiatric Nursing

Disusun oleh:
Kelompok 4

Bella Anggita Indriani 4002180166 Mochamad Khaedar 4002180051


Dwi Maryani 4002180060 Nurul Aeni Oktavya 4002180084
Fadil 4002180048 Reni Santika 4002180137
Friska Dwi Aryani 4002180003 Riski Nadilah Lubis 4002180039
Melania Nurul Majidah 4002180035 Wardah Handayani 4002180022

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN A


STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
APRIL, 2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongannya-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafaatnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpah nikmat sehatnya baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas mata ajar Psychiatric Nursing.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak trdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini. Supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen
yang terlibat mendukung dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr wb

Bandung, 21 April 2020

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang................................................................................................................1

1.2Rumusan Masalah...........................................................................................................2

1.2.1Tujuan Umum..............................................................................................................2

1.2.2Tujuan Khusus.............................................................................................................2

1.3Tujuan.............................................................................................................................3

1.3.1TujuanUmum.….……………………………………………………………....2

1.3.2 Tujuan Khusus....………………………...……………………………………..2

1.4Manfaat...........................................................................................................................3

1.4.1Bagi Profesi..................................................................................................................3

1.4.2 Bagi Institusi...............................................................................................................3

1.4.3 Bagi Masyarakat.........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN I

2.1Pengertian.......................................................................................................................4

2.2Batasan Usia Perimenopouse..........................................................................................4

2.3Patofisiologis...................................................................................................................5

2.4Penyebab.........................................................................................................................7

2.5Gejala..............................................................................................................................4

2.6Komplikasi......................................................................................................................9

2.7Pencegahan.....................................................................................................................9

BAB III Analisa Jurnal..................................................................................................................10

BAB IV PENUTUP

ii
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................13

3.2Saran.......................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses bencana alam seringkali tidak terduga. Bencana alam memakan jiwa yang
jumlahnya tidak sedikit, sehingga banyak yang tidak siap dan tanggap dalam memperkirakan
bencana alam yang datang tiba-tiba. Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala
kondisi, dimana perawat tidak hanya terbatas pada pemberian asuhan di rumah sakit saja
melainkan juga dituntut mampu bekerja dalam kondisi siaga tanggap bencana. Situasi
penanganan antara keadaan siaga dan keadaan normal memang sangat berbeda, sehingga
perawat harus mampu secara skill dan teknik dalam  menghadapi kondisi seperti ini.
Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga bencana dapat dilakukan
oleh profesi  keperawatan. Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki seorang
perawat bisa melakukan pertolongan siaga bencana dalam berbagai bentuk. Aspek Psikologis
erat kaitannya dengan proses kehilangan, tidak hanya fisik: kehilangan barang milik,
kehilangan orang yang dikasihi tetapi juga sosial: kehilangan aktivitas, kehilangan ikatan
kekeluargaaan dan lain-sebagainya. Mengingat dampak psikologis bencana sangat besar
dalam arti jumlah mereka yang mengalami dampak besar namun jumlah profesional
kesehatan mental terbatas (jumlah psikolog klinis dan psikiater sedikit). Belum lagi proses
penanganan aspek psikologis bencana tidak singkat melainkan merupakan proses yang relatif
panjang. Sehingga perlu dirancang sebuah strategi penanganan bencana untuk mengatasi
masalah psikologis yang berkelanjutan dengan menggunakan suatu sistem teknologi modern.
Dalam penulisan makalah ini akan dijelaskan pentingnya peran perawat dalam situasi
tanggap bencana, bentuk dan peran yang bisa dilakukan perawat dalam keadaan tanggap
bencana. Terutama permasalahan dalam mengatasi masalah psikis dari penderita bencana
alam yang dapat mengganggu dan berpengaruh terhadap masalah kesehatan dari klien.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pentingnya peran mahasiswa keperawatan dalam situasi tanggap bencana?
2. Bagaimana bentuk kegiatan yang bisa dilakukan?

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pada analisis jurnal ini adalah untuk mengetahui keperawatan jiwa
dalam situasi bencana.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui peran penting mahasiswa dalam proses keperawatan jiwa
dalam situasi tanggap bencana
2. Untuk mengetahui bentuk peran dan kegiatan yang bisa dilakukan oleh mahasiswa
dalam proses keperawatan jiwa dalam situasi tanggap bencana

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Bencana

Definisi Bencana menurut WHO (2002) adalah setiap kejadian yang menyebabkan
kerusakan gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya derajat
kesehatan atau pelayanan kesehatan dalam skala tertentu yang memerlukan respon dari luar
masyarakat dan wilayah yang terkena. Dalam setiap bencana yang terjadi, selalu ada
implikasi kesehatan jiwa-baik dalam kasus bencana alam, misalnya gempa bumi, tsunami,
angin ribut, atau pada bencana yang diakibatkan oleh manusia, misalnya perang atau
kekerasan interpersonal. Kebutuhan langsung dari populasi yang terkena bencana alam
seringkali merupakan kebutuhan fisik ; perlindungan, air, makanan dan pelayanan kesehatan
dasar. Namun perlu diingat bahwa semua orang yang mengalami dan hidup dalam situasi
yang tidak menentu akan menderita trauma. Banyak permasalahan migran dan orang-orang
terlantar lainnya, berhubungan dengan konsekuensi dari bencana itu sendiri. Disini adalah
pentingnya pokok masalah kesehatan jiwa trans-kultural bersama-sama dengan masalah fisik
bagi korban bencana.

Bencana alam dapat menyebabkan dampak serius dan berkepanjangan terhadap


kesehatan fisik maupun psikologis pada korban bencana yang selamat. Stres pasca tauma
(post traumatic stress disorder (PTSD) merupakan kelainan psikologis yang umum diteliti
setelah terjadinya bencana. PTSD dicirikan dengan adanya gangguan ingatan secara
permanen terkait kejadian traumatik, perilaku menghindar dari rangsangan terkait trauma,
dan mengalami gangguan meningkat terus-menerus. Angka kejadian PSTD pada korban
yang mengalami bencana langsung yang selamat kurang lebih 30% sampai
40%. Pengamatan pada 262 korban tsunami di Aceh menunjukkan bahwa 83,6% mengalami
tekanan emosi berat dan 77,1% menunjukkan gejala depresi. Bencana dapat juga
didefinisikan sebagai situasi dan kondisi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Jenis-jenis bencana:

3
1) Bencana alam (natural disaster), yaitu kejadian-kejadian alami seperti banjir, genangan,
gempa bumi, gunung meletus dan lain sebagainya.
2) Bencana ulah manusia (man-made disaster), yaiut kejadian-kejadian karena perbuatan
manusia seperti tabrakan pesawat udara atau kendaraan, kebakaran, ledakan, sabotase dan
lainnya.

Bencana berdasarkan cakupan wilayahnya terdiri atas:

1) Bencan lokal, bencana ini memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang
berdekatan, misalnya kebakaran, ledakan, kebocoran kimia dan lainnya.
2) Bencana regional, jenis bencan ini memberikan dampak atau pengaruh pada area
geografis yang cukup luas dan biasanya disebabkan oleh faktor alam seperti alam,
banjir, letusan gunung dan lainnya.

2.2 Fase-Fase Bencana

Menurut Barbara santamaria (1995),ada tiga fase dapat terjadinya suatu bencana yaitu fase
pre impact, impact, dan post impact :

1) Fase pre impact  merupakan warning phase, tahap awal dari  bencana. Informasi didapat
dari badan satelit dan meteorologi cuaca. Seharusnya pada fase inilah segala persiapan
dilakukan dengan baik oleh pemerintah, lembaga dan masyarakat.
2) Fase impact merupakan fase terjadinya klimaks bencana, inilah saat-saat dimana manusia
sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup. Fase impact ini terus berlanjut hingga
tejadi kerusakan dan bantuan-bantuan yang darurat dilakukan.
3) Fase post impact merupakan saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari fase
darurat. Juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi kualitas
normal.Secara umum pada fase post impact para korban akan mengalami tahap respons
fisiologi mulai dari penolakan (denial), marah (angry), tawar-menawar (bargaing),
depresi (depression), hingga penerimaan (acceptance).

2.3 Permasalahan dalam Penanggulangan Bencana

Secara umum masyarakat Indonesia termasuk aparat pemerintah didaerah memiliki


keterbatasan pengetahuan tentang bencana seperti berikut :

4
1) Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya
2) Sikap atau prilaku yang mengakibatkan menurunnya kualitas SDA
3) Kurangnya informasi atau peringatan dini yang mengakibatkan ketidaksiapan
4) Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya

2.4 Kelompok Rentan Bencana

Kerentanan adalah keadaan atau sifat (perilaku) manusia atau masyarakat yang
menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman dari potensi bencana
untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan dan menanggapi dampak bahaya tertentu.
Kerentanan terbagi atas:

1) Kerentanan fisik, kerentanan yang dihadapi masyarakat dalam menghadapi ancaman


bahaya tertentu, misalnya kekuatan rumah bagi masyarakat yang tinggal di daerah
rawan gempa.
2) Kerentanan ekonomi, kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam
pengalokasian sumber daya untuk pencegahan serta penanggulangan bencana.
3) Kerentanan sosial, kondisi social masyarakat dilihat dari aspek pendidikan,
pengetahuan.
4) Kerentanan lingkungan, keadaan disekitar masyarakat tinggal. Misalnya masyarakat
yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah
longsor. 

2.5 Paradigma Penanggulanngan Bencana

Konsep penanggulangan bencana telah mengalami pergeseran paradigma dari


konvensional yakni anggapan bahwa bencana merupakan kejadian yang tak terelakan dan
korban harus segera mendapatkan pertolongan, ke paradigma pendekatan holistik yakni
menampakkan bencana dalam tatak rangka menejerial yang dikenali dari bahaya, kerentanan
serta kemampuan masyarakat. Pada konsep ini dipersepsikan bahwa bencana merupakan
kejadian yang tak dapat dihindari, namun resiko atau akibat kejadian bencana dapat
diminimalisasi dengan mengurangi kerentanan masyarakat yang ada dilokasi rawan bencan
serta meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pencegahan dan penangan bencana.

5
2.6 Pengurangan Risiko Bencana

Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:

1) Pra bencana, pada tahapan ini dilakukan kegiatan perencanaan penanggulangan


bencana, pengurangan risiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan
pembangunan, persyaratan analisis risiko bencana, penegakan rencana tata ruang,
pendidikan dan pelatihan serta penentuan persyaratan standar teknis penanggulangan
bencana (kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana).
2) Tanggap darurat, tahapan ini mencakup pengkajian terhadap lokasi, kerusakan dan
sumber daya; penentuan status keadan darurat; penyelamatan dan evakuasi korban,
pemenuhan kebutuhan dasar;  pelayanan psikososial dan kesehatan.
3) Paska bencana, tahapan ini mencakup kegiatan rehabilitasi (pemulihan daerah bencana,
prasaranan dan saran umum, bantuan perbaikan rumah, sosial, psikologis, pelayanan
kesehatan, keamanan dan ketertiban) dan rekonstruksi (pembangunan, pembangkitan
dan peningkatan sarana prasarana termasuk fungsi pelayanan kesehatan.

2.7 Peran Mahasiswa Keperawatan Dalam Tanggap Bencana

Pelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan pada instansi pelayanan


kesehatan seperti rumah sakit saja. Tetapi, pelayanan keperawatan tersebut juga sangat
dibutuhkan dalam situasi tanggap bencana. Mahasiswa keperawatan tidak hanya dituntut
memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar praktek keperawatan saja, Lebih dari itu,
kemampuan tanggap bencana juga sangat dibutuhkan saaat keadaan darurat. Hal ini
diharapkan menjadi bekal bagi mahasiswa keperawatan untuk bisa terjun memberikan
pertolongan dalam situasi bencana.

Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda, kita lebih banyak melihat
tenaga relawan dan LSM lain yang memberikan pertolongan lebih dahulu dibandingkan
dengan mahasiswa keperawatan, walaupun ada itu sudah terkesan lambat.

6
2.8 Jenis Kegiatan Siaga Bencana

Kegiatan penanganan siaga bencana memang berbeda dibandingkan pertolongan


medis dalam keadaan normal lainnya. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian penting.
Berikut beberapa tindakan yang bisa dilakukan oleh mahasiswa keperawatan dalam situasi
tanggap bencana:

1) Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik


Bencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan memakan korban dan
kerusakan, baik itu korban meninggal, korban luka-luka, kerusakan fasilitas pribadi dan
umum, yang mungkin akan menyebabkan isolasi tempat, sehingga sulit dijangkau oleh
para relawan. Hal yang paling penting dibutuhkan oleh korban saat itu adalah
pengobatan dari tenaga kesehatan. Mahasiswa keperawatan bisa turut andil dalam aksi
ini, baik berkolaborasi dengan tenaga perawat atau pun tenaga kesehatan profesional,
ataupun juga melakukan pengobatan bersama mahasiswa keperawatan lainnya secara
cepat, menyeluruh dan merata di tempat bencana. Pengobatan yang dilakukan pun bisa
beragam, mulai dari pemeriksaan fisik, pengobatan luka, dan lainnya sesuai dengan
profesi keperawatan.
2) Pemberian bantuan
Mahasiswa keperawatan dapat melakukan aksi galang dana bagi korban bencana,
dengan menghimpun dana dari berbagai kalangan dalam berbagai bentuk, seperti
makanan, obat-obatan, keperluan sandang dan lain sebagainya. Pemberian bantuan
tersebut bisa dilakukan langsung oleh mahasiswa keperawatan secara langsung di lokasi
bencana dengan memdirikan posko bantuan. Selain itu, hal yang harus difokuskan
dalam kegiatan ini adalah pemerataan bantuan di tempat bencana sesuai kebutuhan yang
di butuhkan oleh para korban saat itu, sehinnga tidak akan ada lagi para korban yang
tidak mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan bantuan yang menumpuk ataupun
tidak tepat sasaran.
3) Pemulihan kesehatan mental
Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma psikologis akibat
kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa berupa kesedihan yang mendalam,
ketakutan dan kehilangan berat. Tidak sedikit trauma ini menimpa wanita, ibu-ibu, dan

7
anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Sehinnga apabila hal ini terus
berkelanjutan maka akan mengakibatkan stress berat dan gannguan mental bagi para
korban bencana. Hal yang dibutukan dalam penanaganan situasi seperti ini adalah
pemulihan kesehatan mental yang dapat dilakukan oleh mahasiswa keperawatan. Pada
orang dewasa, pemulihannya bisa dilakukan dengan sharing dan mendengarkan segala
keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya diberikan sebuah solusi dan diberi
penyemangat untuk tetap bangkit. Sedangkan pada anak-anak, cara yang efektif adalah
dengan mengembalikan keceriaan mereka kembali, hal ini mengingat sifat lahiriah anak
anak yang berada pada masa bermain. Mahasiswa keperawatan dapat memdirikan
sebuah taman bermain, dimana anak anak tersebut akan mendapatkan permainan, cerita
lucu, dan lain sebagainnya. Sehinnga kepercayaan diri mereka akan kembali seperti
sedia kala.
4) Pemberdayaan masyarakat
Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca bencana
biasanya akan menjadi terkatung katung tidak jelas akibat memburuknya keaadaan
pasca bencana., akibat kehilangan harta benda yang mereka miliki. sehinnga banyak
diantara mereka yang patah arah dalam menentukan hidup selanjutnya. Hal yang bisa
menolong membangkitkan keadaan tersebut adalah melakukan pemberdayaan
masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas dan skill yang dapat menjadi bekal
bagi mereka kelak. Mahasiswa keperawatan dapat melakukan pelatihan pelatihan
keterampilan yang difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang
bergerak dalam bidang itu. Sehinnga diharapkan masyarakat di sekitar daerah bencana
akan mampu membangun kehidupannya kedepan lewat kemampuan yang ia miliki.

Untuk mewujudkan tindakan di atas perlu adanya beberapa hal yang harus dimiliki
oleh seorang mahasiswa keperawatan, diantaranya:

1) Mahasiswa keperawatan harus memilki skill keperawatan yang baik.


Sebagai mahasiswa keperawatan yang akan memberikan pertolongan dalam
penanaganan bencana, haruslah mumpuni dalam skill keperawatan, dengan bekal
tersebut mahasiswa akan mampu memberikan pertolongan medis yang baik dan
maksimal.

8
2) Mahasiswa keperawatan harus memiliki jiwa dan sikap kepedulian.
Pemulihan daerah bencana membutuhkan kepedulian dari setiap elemen
masyarakat termasuk mahasiswa keperawatan, kepedulian tersebut tercermin dari rasa
empati dan mau berkontribusi secara maksimal dalam segala situasi bencana. Sehingga
dengan jiwa dan semangat kepedulian tersebut akan mampu meringankan beban
penderitaan korban bencana.
3) Mahasiswa keperawatan harus memahami manajemen siaga bencana
Kondisi siaga bencana membutuhkan penanganan yang berbeda, segala hal yang
terkait harus didasarkan pada managemen yang baik, mengingat bencana datang secara
tak terduga banyak hal yang harus dipersiapkan dengan matang, jangan sampai tindakan
yang dilakukan salah dan sia sia. Dalam melakukan tindakan di daerah bencana,
mahasiswa keperawatan dituntut untuk mampu memilki kesiapan dalam situasi apapun
jika terjadi bencana alam. Segala hal yang berhubungan dengan peralatan bantuan dan
pertolongan medis harus bisa dikoordinir dengan baik dalam waktu yang mendesak.
Oleh karena itu, mahasiswa keperawatan harus mengerti konsep siaga bencana.

9
BAB III
ANALISIS JURNAL

PENGALAMAN ADAPTASI REMAJA PASCA BENCANA GEMPA DI LOMBOK NUSA


TENGGARA BARAT

Kejadian bencana dapat menimbulkan kerugian baik dari aspek fisik, psikologis, properti
dan lingkungan. Bencana mempengaruhi kesejahteraan psikologis dan kesehatan mental
individu, baik orang dewasa maupun anak-anak dan remaja. Diperlukan proses adaptasi pasca
bencana untuk mencapai respon yang adaptif bagi remaja sehingga stress pasca trauma tidak
menjadi patologis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pengalaman adaptasi
remaja pasca bencana gempa di Lombok Nusa Tenggara Barat tahun 2018. Remaja dalam
kondisi bencana berisiko mengalami kekerasan seksual, kekerasan fisik-psikologis, eksploitasi
dan kemiskinan, serta berisiko menjadi korban perdagangan orang. Remaja kadang merasa takut,
stress, bosan atau tidak mempunyai kegiatan apapun. Remaja menemukan dirinya dalam situasi
berisiko dan tiba-tiba harus mengambil alih peran orang dewasa tanpa persiapan dan dukungan
dari orang dewasa (Kemenkes RI, 2017).

Kun et al., (2009), menyatakan bencana alam dapat mempengaruhi kesejahteraan


psikologis dan kesehatan mental individu, baik orang dewasa maupun anak-anak dan remaja.
Tingkat paparan bencana karena kerusakan properti, kematian, dan cedera serius dapat
memprediksi prevalensi gangguan stres pasca trauma (PTSD) dan gejala depresi dapat
menghambat adaptasi individu untuk hidup sesudahnya (Galea, et al. 2002; Norris, 2005;Wu,
2013). Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan proses adaptasi pasca bencana untuk mencapai
respon yang adaptif bagi remaja sehingga stress pasca trauma tidak menjadi patologis.

Penelitian ini menggunakan Desain penelitian kualitatif fenomenologi yaitu penelitian


yang dilakukan dengan mendeskripsikan pengalaman hidup individu tentang sebuah konsep atau
fenomena. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 18 orang, rekruitmen partisipan
menggunakan teknik snowball sampling yang merupakan salah satu bentuk dari non randomized
sampling. Partisipan yang pertama kali ditemui sebanyak tiga orang, masing masing adalah
partisipan dari wilayah kerja puskesmas pemenang, satu orang partisipan dari Pondok Pesantren
Al-Hikmah dan satu orang lainnya dari wilayah kerja Puskesmas Nipah, dalam pertemuan

10
tersebut dijelaskan bahwa setiap orang akan dimintai rekomendasi calon partisipan selanjutnya
yang sesuai dengan kriteria partisipan dalam penelitian ini. Analisis data yang digunakan
mengacu pada sembilan langkah teknik analisis data collaizi. hasil dari penelitian ini diperoleh
11 tema:

1) Perubahan cara bersosialisasi


2) Perubahan peran
3) Menggali kemampuan lain
4) Respon terhadap gempa
5) Upaya mengatasi dampak bencana
6) Sumber Dukungan
7) Jenis Dukungan
8) Makna kejadian bencana
9) Harapan untuk Lombok
10) Harapan pada diri sendiri
11) Harapan pada pihak berwenang

Upaya menghadapi dampak gempa atau Strategi koping yang digunakan remaja berupa
perubahan spiritual dan distraksi. Mendekatkan diri kepada tuhan dengan melakukan berbagai
bentuk ibadah sesuai dengan agama yang dianut memiliki peranan penting untuk dapat
beradaptasi dengan dampak yang ditimbulkan oleh bencana gempa pada remaja.

Keadaan pasca bencana membuat remaja mengalami perubahan cara bersosialisasi,


terjadi kedekatan pada hubungan sosial dengan keluarga, tetangga dan teman sebaya. Bencana
mengganggu banyak aspek dalam keidupan termasuk aspek ekonomi sehingga menyebabkan
remaja melakukan peran lain untuk memenuhi kebutuhan yaitu dengan menjadi tulang punggung
keluarga.

11
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Bencana alam dapat menyebabkan dampak serius dan berkepanjangan terhadap
kesehatan fisik maupun psikologis pada korban bencana yang selamat. Menurut Barbara
santamaria ada tiga fase dapat terjadinya suatu bencana yaitu fase pre impact, impact, dan
post impact. Pelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan pada instansi pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit saja. Tetapi, pelayanan keperawatan tersebut juga sangat
dibutuhkan dalam situasi tanggap bencana. Untuk mewujudkan tindakan di atas perlu
adanya beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa keperawatan, diantaranya:
Mahasiswa keperawatan harus memilki skill keperawatan yang baik, Mahasiswa
keperawatan harus memiliki jiwa dan sikap kepedulian, mahasiswa keperawatan harus
memahami manajemen siaga bencana.

4.2 Saran
Sebagai seorang calon tenaga kesehatan, mahasiswa keperawatan diharapkan bisa
turut andil dalam melakukan kegiatan tanggap bencana. Sekarang tidak hanya dituntut
mampu memiliki kemampsuan intelektual namun harus memilki jiwa kemanuasiaan melalui
aksi siaga bencana.

12
DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi, dkk. (2014). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Yogyakarta : EGC

Anika, N., Ah Yusuf, dan Rr Rian Tristiana. (2019). Pengalaman Adaptasi Remaja Pasca

Bencana Gempa di Lombok Nusa Tenggara Barat. Psychiatric Nursing Journal Vol. 1 No.
1

13
Lampiran

FORMAT PENILAIAN SEMINAR

TANGGAL : _____________________________________________________

MATA AJARAN :______________________________________________________

JUDUL :______________________________________________________

KELOMPOK PENYAJI :______________________________________________________

NAMA KELOMPOK :______________________________________________________

Nilai KET
No ASPEK YANG DINILAI
0 1 2 3 4

1 Kejelasan isi makalah

2 Penggunaan tata bahasa yang tepat

3 Ketepatan dalam pemberian penjelasan dan jawaban


yang rasional

4 Kemempuan kelompok memotivasi peserta diskusi

5 Kreativitas dalam pelaksanaan penyajian

6 Metode atau media dalampenyajian kelompok

7 Peran serta anggota kelompok

8 Kelengkapan penggunaan daftar pustaka

9 Bahan (referensi) dibagikan kepada peserta

10 Ketepatan dalam penggunaan waktu

Keterangan :

Nilai = Jumlah nilai

10

Nilai 4 = baik sekali Penilai

3 = baik

2 = cukup

1 = kurang

0 = tidak dilakukan (____________________________)

14

Anda mungkin juga menyukai