Anda di halaman 1dari 7

SKENARIO ROLEPLAY

KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN SP 1


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Ajar Psychiatric Nursing

Disusun Oleh:
Kelompok 1

Adam Azzan 4002180108 Nur Annisa Wardani 4002180033


Bella Anggita Indriani 4002180166 Riska Divta Safira 4002180014
Faiqotul Hariroh 4002180100 Silvy Hayati 4002180025
Indriyani 4002180037

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
APRIL, 2020

TOKOH DAN PEMERAN


Perawat 1 : Faiqotul Hariroh
Perawat 2 : Bella Anggita
Pasien : Silvy Hayati
Kaka Tiri : Indriyani
Ibu Tiri : Nur Anisa Wardani
Supir : Adam Azzan
Narator : Riska Divta

Pada suatu hari terdapat seorang anak perempuan yang hampir melakukan
tidakan kekerasan pada ibu tiri dan kaka tirinya karena pasien tidak mendapat
perlakuan yang baik.
Ibu Tiri : “Heh, Yati kamu tuh ga pantes ada lagi di rumah ini. Kamu tuh
cocoknya diem tuh di panti asuhan!”
Kaka Tiri : “Denger tuh Yati, yang dibilang mamah gua tuh bener, lu ada disini
cuman nambah beban kita doang tau ga!”
Pasien : “Apa salah saya? Kalian selalu saja memperlakukan saya seperti ini,
kalian menghina orang tua saya yang sudah tidak ada, kalian ga inget
apa yang udah orang tua saya lakuin untuk kalian? Dasar kalian manusia
ga punya hati ga tau terima kasih!”
Kaka Tiri : “(Mendorong pasien) Heh lu berani yah ngelawan sama kita?”
Ibu Tiri : “(Memukul Pasien) Heh anak gatau diuntung yah, sekarang mending
kamu beres-beres sana jangan pernah ngebantah sama kita atau ga saya
usir kamu.”
Pasien yang merasa kesal dan marah karena selalu mendapat tindakan dan
perilaku yang tidak baik melemparkan barang-barang yang ada didekatnya dan
memecahkannya.
Pasien : “ Kalian emang ga punya hati.” (dengan amarah Yati mengambil pisau
dan akan menusukan pisau ke ibu tirinya)
Supir : “Non Yati jangan lakukan itu, non Yati sadar itu tidak baik.”
Pasien : “Lepaskan saya, mereka sudah keterlaluan pak.”
Ibu Tiri : “Heh Yati kamu bener-bener ga waras yah, iket dia sekarang pak kita
bawa dia ke rumah sakit jiwa udah ga waras dia bikin susah terus.”
Akhirnya pasien pun di bawa paksa ke RSJ karena tindakannya tersebut dan
selama di RSJ saat di kaji oleh perawat, pasien pun terbuka dan mau mengikuti
pengobatan untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.

SP 1 PASIEN
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya
serta cara mengontrol secara fisik.

Pagi hari pukul 09:30 Pagi di suatu Rumah Sakit Jiwa di wilayah Bandung
Barat, tepatnya di dalam ruang perawatan pasien, sebelum masuk ke dalam
ruangan, perawat yang bertugas (dinas) di ruangan tersebut mempersiapkan
diri untuk berhadapan langsung dengan pasien, yaitu kesiapan fisik, mental,
pengetahuan serta teknis.

FASE ORIENTASI
Perawat 1 :“Selamat pagi Bu, perkenalkan nama saya Perawat Faiqoh dan rekan
saya perawat Bella, Ibu bisa memanggil saya Iqoh. Saya adalah
mahasiswi praktik dari STIKes Dharma Husada Bandung di rumah sakit
ini, jadi jika Ibu memerlukan bantuan, saya akan siap membantu. Kalau
boleh tau nama Ibu siapa, dan ibu senangnya dipanggil apa?”
Pasien : “Yati.”
Perawat 2 : “Iya Bu Yati, bagaimana perasaan Ibu saat ini? Apakah masih ada
perasaan kesal atau marah?”
Pasien : (Diam)
Perawat 2 : “Baiklah, sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan
marah Ibu. Berapa lama Ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 10 menit?”
Pasien : “Jangan lama-lama, bosan saya di sini.”
Perawat 1 : “Baik Bu, Ibu maunya kita bincang-bincang di mana? Bagaimana kalau
di sana saja?” (Berpindah duduk dari dalam kamar pasien menuju tempat
duduk di luar kamar sambil menggiring pasien)
Pasien : “Iya.”

FASE KERJA
Perawat 1 :“Apa yang menyebabkan Ibu marah?”
Pasien : “Mereka itu tidak pernah menghargai perasaan orang. Saya tahu, saya
hanya anak angkat (yatim piatu) dan saya tidak tamat SD, tapi saya juga
manusia. Bahkan saya tidak bisa sekolah karena uang orang tua kami
dipakai buat sekolahnya mereka. Harusnya mereka berterima kasih, saya
sudah mau berkorban untuk mereka, mereka malah menganggap saya
beban dalam keluarga, selalu menatap saya dengan tatapan sinis, seolah-
olah saya memang sudah tidak bisa apa-apa lagi.. yang jelas saya merasa
tidak dihargailah... Betul-betul kurang ajar mereka.”
Perawat 1 : “Mereka itu Kakak tiri-nya Ibu ya?”
Pasien : “Dan istrinya, sama saja tidak ada bedanya...”
Perawat 2 : “Apakah sebelumnya Ibu pernah marah? Apakah penyebabnya sama
dengan sekarang?”
Pasien : “Iya”
Perawat 2 : “Oh... Jadi Ibu marah karena tidak dihargai dalam keluarga. Pada saat
Ibu marah, apa yang Ibu rasakan? Apakah Ibu merasakan kesal
kemudian dada Ibu berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup rapat,
dan tangan mengepal?”
Pasien : “Yaiyalah, namanya juga lagi marah, gimana sih kamu ini?” (Muka
meremehkan)
Perawat 1 : “Setelah itu apa yang Ibu lakukan?”
Pasien : “Apa yang ada disekitar saya, saya lempar dan saya pecahkan”
Perawat : “Oh..iya, jadi Ibu memecahkan barang-barang yang ada disekitar Ibu,
apakah dengan cara ini mereka akan lebih menghargai Ibu?”
Pasien : “Tidak, tapi rasanya puas,”
Perawat 2 : “Iya, tentu tidak. Apa kerugian dari cara yang Ibu lakukan?”
Pasien : “Mereka ketakutan. Mereka pikir saya pasti akan membunuh mereka
semua.”
Perawat 2 : “Betul, keluarga jadi takut kepada Ibu, barang-barang pecah, harus
mengeluarkan uang untuk membeli barang baru lagi. Menurut Ibu
adakah cara lain yang lebih baik? Maukah Ibu belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
Pasien : “Bagaimana?”
Perawat 1 : ”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, Bu. Bagaimana
kalau kita belajar satu cara dulu?”
Pasien : ”Iya”
Perawat 1 : ”Begini Bu, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Ibu rasakan maka Ibu,
lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan-
lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi,
tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5
kali. Bagus sekali, Ibu sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
Pasien : “Agak lebih tenang.”
Perawat 2 : “Nah, sebaiknya latihan ini Ibu lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul Ibu sudah terbiasa melakukannya”

FASE TERMINASI
Perawat 2 : “Bagaimana perasaan Ibu setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan Ibu?”
Pasien : ”Lumayan lebih tenang,”
Perawat 1 : ”Iya, jadi penyebab dari kemarahan Ibu adalah karena tidak dihargai,
dan yang Ibu rasakan adalah kesal kemudian dada Ibu berdebar-debar,
mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal. Yang Ibu
lakukan adalah membanting dan memecahkan barang-barang yang ada
disekitar Ibu dan mereka semua ketakutan, semua barang juga pecah dan
berhamburan,”
Perawat 2 : ”Coba selama saya tidak ada, saat ibu tiba-tiba mengingat-ingat
kejadian itu ibu latihan napas dalamnya ya Bu? Sekarang kita buat
jadwal latihannya ya Ibu, berapa kali sehari Ibu mau latihan napas
dalam?”
Pasien : “3 kali”
Perawat 1 : “Jam berapa saja Bu?”
Pasien : ”Jam 9 pagi, jam 12, dan jam 4 sore”
Perawat 1 : ”Baik Bu, bagaimana kalau 2 jam lagi kami datang dan kita latihan cara
yang lain untuk mencegah/mengontrol marah Ibu. Tempatnya disini saja
ya Bu, selamat pagi dan selamat beristirahat kembali.”

Anda mungkin juga menyukai