Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL

Analisis Gaya Belajar Siswa Hiperaktif di SDN Barunai Baru

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF


Dosen Pengampu : Dr. Abd Khair Amrullah, S.Sos.I, M.Pd.I

OLEH :
PGSD (B)
Sabila (1802034)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


STKIP ISLAM SABILAL MUHTADIN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian.
Gaya belajar atau learning style adalah suatu karakteristik kognitif, afektif dan
perilaku psikomotoris, sebagai indikator yang bertindak yang relatif stabil untuk pelajar
merasa saling berhubungan dan bereaksi terhadap lingkungan belajar (NASSP dalam
Ardhana dan Willis, 1989 : 4). Menurut Drummond (1998:186), gaya belajar dapat
dikatakan sebagai, “an individual’s preferred mode and desired conditions of learning.”
Artinya adalah suatu gaya belajar yang dianggap sebagai cara belajar atau kondisi belajar
yang disukai oleh pembelajar. Willing (1988) mendefinisikan gaya belajar sebagai kebiasaan
belajar yang disenangi oleh pembelajar. Gaya belajar merupakan kecenderungan siswa
untuk beradaptas dengani strategi tertentu dalam belajar, sebagai bentuk tanggung jawabnya
untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di
kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran (Fleming dan Mills 1992).
Perilaku siswa-siswi usia sekolah saat ini beragam, salah satu perilakunya adalah
anak-anak yang sangat sulit di atur, tidak bisa diam dan seolah-olah tidak memperhatikan
pelajaran di kelas. Anak hiperaktif merupakan anak yang mengalami gangguan pemusatan
perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Deficit and Hyperactivity Disorder
(ADHD) (Zaviera, 2014:11). Gangguan perilaku ini ditandai dengan pemusatan perhatian,
pembicaraan yang lepas kontrol, serta gerakan yang berlebihan melebihi gerakan yang
dilakukan anak pada umumnya (Wiyani, 2014). Anak-anak pada usia sekolah dasar
memiliki kecenderungan banyak bergerak dan sangat aktif. Namun yang membedakan anak
hiperaktif dengan anak lainnya adalah tingkah anak hiperaktif muncul setiap saat, di segala
kondisi, dan dengan setting yang berbeda-beda (Priyatna, 2010). Anak hiperaktif juga
memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan anak-anak lainnya untuk memperoleh
pendidikan, sehingga pemerintah melaksanakan sekolah inklusi untuk anak-anak
berkebutuhan khusus terkhusus hiperaktif untuk mendapatkan kesempatan belajar. Sekolah
inklusi adalah sekolah reguler yang di dalamnya terdapat anak-anak berkebutuhan khusus
(Chatib dan Said, 2012:22).
Terhadap siswa hiperaktif, biasanya para guru kesulitan mengatur dan mendidiknya.
Dikarenakan keadaan siswa yang sangat sulit untuk tenang, sering mengganggu orang lain,
suka memotong pembicaraan guru atau teman, dan mengalami kesulitan dalam memahami
sesuatu yang diajarkan guru kepadanya. Sehingga, prestasi belajarnya pun tidak bisa
maksimal. Untuk itulah dibutuhkan suatu pendekatan yang bertujuan agar dapat membantu
siswa yang hiperaktif supaya dapat memaksimalkan potensi diri dan meningkatkan
prestasinya. Dr. Seto Mulyadi dalam bukunya “Mengatasi Problem Anak Sehari-hari“
mengatakan pengertian istilah anak hiperaktif adalah : Hiperaktif menunjukkan adanya suatu
pola perilaku yang menetap pada seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan sikap tidak mau
diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif. Sani
Budiantini Hermawan, Psi., “Ditinjau secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah
laku yang tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu
memusatkan perhatian.
Ditinjau dari segi psikologis, hiperaktif merupakan suatu gangguan tingkah laku
yang tidak normal, disebabkan karena disfungsi saraf dengan gejala utama tidak mampu
memusatkan perhatian. Sehingga dapat dikatakan bahwa siswa adalah anak yang mengalami
gangguan pemusatan perhatian. Gangguan ini disebabkan oleh kerusakan kecil pada sistem
saraf pusat dan otak, sehingga rentang konsentrasi penderita menjadi sangat pendek dan sulit
dikendalikan. Penyebab lainnya dikarenakan temperamen bawaan, pengaruh lingkungan,
malfungsi otak, serta epilepsi. Atau bisa juga karena gangguan di kepala seperti geger otak,
trauma kepala karena persalinan sulit atau pernah terbentur, infeksi, keracunan, gizi buruk,
dan alergi makanan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di salah satu SD Perahu mulai bulan Juli
hingga Desember 2015, peneliti menemukan seorang siswa kelas II bernama Fito yang
diduga mengalami hiperaktif. Peneliti mendapatkan informasi bahwa Fito adalah anak
hiperaktif melalui wawancara dengan wali kelas II, guru pendamping umum yang
disediakan oleh sekolah, dan guru pendamping pribadi. Selain itu, peneliti juga melakukan
wawancara dengan kedua orang tua Fito untuk menyeimbangkan data yang peneliti peroleh
dari para guru. Selain melakukan wawancara, peneliti juga melakukan observasi terhadap
Fito. Saat pertama kali peneliti bertemu dengan Fito, sepintas peneliti melihat bahwa siswa
tersebut cukup tenang dan tidak menampakkan perbedaan yang mencolok dengan teman-
teman satu kelasnya. Namun setelah pelajaran berlangsung, peneliti mulai melihat tingkah
Fito yang cenderung berbeda dan berlebihan dibanding dengan teman-temannya. Peneliti
juga menyebarkan lembar observasi kepada wali kelas II, guru pendamping umum, dan guru
pendamping pribadi terkait perilaku si anak. Berdasarkan lembar observasi tersebut, peneliti
melihat para guru memiliki pandangan bahwa Fito merupakan siswa hiperaktif. Alasan
peneliti memilih judul tentang "Analisis Gaya Belajar Siswa Hiperaktif di SDN Barunai
Baru" adalah karena peneliti ingin mengetahui gaya belajar seperti apa saja yang digunakan
oleh siswa hiperaktif. Apakah siswa hiperaktif memiliki kesamaan dalam gaya belajarnya
dengan siswa yang normal, ataupun semua siswa hiperaktif memiliki kesamaan dalam gaya
belajarnya.
B. Fokus Penelitian/Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang yang ada diatas, maka rumusan masalah yang
menjadi fokus penelitian dalam pembahasan proposal yang akan diajukan adalah:
1. Bagaimanakah gaya belajar siswa hiperaktif di SDN Barunai Baru ?
2. Apakah gaya belajar siswa hiperaktif sama dengan gaya belajar siswa normal di SDN
Barunai Baru ?
3. Apakah gaya belajar sesama siswa hiperaktif sama di SDN Barunai Baru ?
Dari uraian rumusan masalah yang ada, peneliti bertujuan untuk :
1. Mengkaji dan memahami bagaimana gaya belajar siswa hiperaktif di SDN Barunai Baru.
2. Mengkaji dan memahami gaya belajar siswa hiperaktif dengan gaya belajar siswa normal
di SDN Barunai Baru.
3. Mengkaji dan memahami gaya belajar sesama siswa hiperaktif di SDN Barunai Baru.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dibidang
pemikiran dan pengetahuan terhadap perkembangan gaya belajar siswa hiperaktif. Selain
itu juga untuk menambah wawasan mengenai gaya belajar siswa hiperaktif.
2. Manfaat Praktis
 Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat memperluas pengetahuan serta memberikan pengalaman
secara langsung tentang fakta di lapangan dengan teori yang telah diperoleh selama di
bangku perkuliahan.
 Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan guru dalam menangani anak
hiperaktif berdasarkan gaya belajarnya.
 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan peneliti selanjutnya
untuk melakukan penelitian tentang gaya belajar anak hiperaktif atau penelitian yang
sejenis.
 Bagi Orang Tua yang Memiliki Anak Hiperaktif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi orang tua yang
memiliki anak hiperaktif. Selain itu, dapat digunakan sebagai penambah pengetahuan
orang tua dalam mendidik dan membimbing anaknya yang mengalami hiperaktivitas.
D. Definisi Istilah
Pada penelitian ini, peneliti akan memberikan pengertian-pengertian agar tidak terjadi
kesalah pahaman, maka definisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hiperaktif adalah gangguan pada seseorang yang sulit mengkontrol perilakunya, sehingga
seseorang tersebut melakukan aktivitasnya secara berlebihan.
2. Gaya belajar merupakan bagaimana anak dapat menyerap dan mengolah informasi yang
diterima dengan caranya masing-masing.
3. Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah suatu gangguan yang
biasanya dialami seorang anak, juga sering disebut sebagai gangguan pemusatan
perhatian hiperaktif.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori.
1. Gaya Belajar.
a. Pengertian Gaya Belajar.
Siswa akan lebih mudah menerima materi jika belajar menggunakan gaya
belajarnya sendiri. Gaya belajar siswa satu dengan siswa lainnya berbeda. Guru perlu
mengetahui gaya belajar dari masing-masing anak didiknya agar dapat memadukan
gaya mengajarnya dengan gaya belajar anak didiknya. Gaya belajar adalah sebuah
pendekatan yang menjelaskan bagaimana sesorang belajar atau cara yang ditempuh
oleh masing-masing orang untuk berkonsentrasi pada proses menguasai informasi
yang sulit dan baru melalui persepsi yang berbeda (menurut Ghufron dan Rini,
2013:42) Sedangkan Porter dan Hernacki (2006), mengungkapkan bahwa gaya belajar
seseorang adalah gabungan dari bagaimana seseorang menyerap dan mengolah suatu
informasi. Selain itu gaya belajar merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja
dalam pekerjaan, di sekolah, dan dalam situasi-situasi antar pribadi.
Suyono dan Hariyanto (2012:147) mengungkapkan bahwa dengan mengetahui
gaya belajar setiap siswa, guru mampu mengkondisikan kelas dengan baik sebagai
respon terhadap kebutuhan setiap anak didiknya. Maksud dari pernyataan Suyono dan
Hariyanto di atas adalah apabila seorang dan guru mengetahui atau mengenali gaya
belajar seorang siswa, maka siswa akan mendapatkan kebutuhan belajar yang cukup
saat pembelajaran dan siswa akan dapat belajar dengan menggunakan gaya belajarnya
sendiri, sehingga siswa merasa lebih nyaman saat melakukan kegiatan belajarnya,
serta guru juga dapat memberikan tindakan sesuai dengan gaya belajar anak didiknya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa gaya belajar merupakan suatu cara
bagaimana siswa menerima dan mengolah pengetahuan atau informasi yang
didaptkannya dengan caranya masing-masing. Siswa perlu mengetahui gaya belajar
mana yang sesuai dengan dirinya agar lebih mudah menerima dan mengolah
pengetahuan atau informasi yang didapatkanya. Begitu juga dengan guru. Guru perlu
mengetahui gaya belajar siswa agar dapat menyesuaikan metode pembelajaran yang
digunakan sehingga memudah siswa memahami materi yang diajarkan.
b. Jenis-jenis Gaya Belajar.
Porter dan Hernacki (Suyono dan Hariyanto, 2012:148) mengemukakan bahwa
ada tiga jenis gaya belajar siswa, yaitu gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik.
1) Gaya belajar visual.
Gaya belajar visual dapat diketahui melalui kebiasaan siswa ketika belajar
antara lain sebagai berikut :
 Siswa lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar.
 Siswa mudah mengingat dengan hal-hal yang terkait dengan visual.
 Siswa memiliki hobi membaca cepat, dan tekun ketika membaca.
 Siswa lebih suka membaca secara mandiri daripada dibacakan.
 Siswa mudah lupa dengan instruksi verbal, kecuali jika dituliskan.
 Siswa dapat mengeja kata demi kata dengan baik.
 Siswa menjawab pertanyaan hanya dengan jawaban singkat.
 Siswa mempunyai kebiasaan rapi dan juga teratur.
 Siswa memiliki kemampuan dalam perencanaan dan pengaturan jangka panjang
yang baik.
 Siswa yang memperhatikan hal-hal kecil.
 Siswa yang tidak terganggu dengan suara ribut.
 Siswa yang lebih suka melakukan demonstrasi daripada pidato.
 Siswa yang lebih menyukai seni rupa daripada seni musik.
 Siswa yang sering mencoret-coret tanpa arti.
2) Gaya belajar auditori.
Gaya belajar auditori dapat diketahui melalui kebiasaan siswa ketika belajar,
antara lain sebagai berikut :
 Siswa belajar dengan mendengarkan dan lebih mengingat materi yang
disampaikan melalui diskusi.
 Siswa sering bicara sendiri saat belajar.
 Siswa yang bersuara ketika membaca.
 Siswa yang menggerakkan bibir ketika membaca atau menulis.
 Siswa yang suka berbicara, berdiskusi, dan berbicara panjang lebar.
 Siswa yang kesulitan dalam menulis, tetapi lancar dalam bercerita.
 Siswa yang sulit berkonsentrasi dan mudah terganggu dengan suara berisik.
 Siswa yang ebih menyukai humor secara lisan daripada membaca dari komik.
 Siswa yang cenderung menyukai seni musik daripada seni rupa.
3) Gaya belajar kinestetik.
Gaya belajar kinestetik dapat diketahui melalui kebiasaan siswa ketika belajar,
antara lain sebagai berikut :
 Siswa lebih melakukan aktivitas yang melibatkan fisik.
 Siswa yang mengungkapkan sesuatu menggunakan bahasa tubuh.
 Siswa yang menggunakan jari sebagai penuntun ketika membaca.
 Siswa yang menghafalkan sesuatu dengan berjalan.
 Siswa yang gelisah ketika terlalu banyak duduk dan diam.
 Siswa yang mencari perhatian orang lain dengan cara menyentuh.
 Siswa yang mendekatkan tubuh ketika berbicara dengan orang.
 Siswa yang sulitr mengingat letak suatu tempat, kecuali jika pernah mendatangi
tempat tersebut.
 Siswa yang menyukai permainan yang dapat membuat tubuhnya bergerak.
Ketiga gaya tersebut dilandasi oleh pandangan neuro linguistik, di mana pandangan
tersebut mengasumsikan bahwa setiap anak memiliki gaya dominannya sendiri. Dalam
kenyataannya banyak didapati gaya belajar anak yang merupakan kombinasi dari gaya
visual, auditori, dan kinestetik (VAK). Flemming (Suyono dan Hariyanto, 2012:153)
mengungkapkan bahwa ada pengembangan gaya VAK menjadi VARK, di mana
Flemming menyisipkan huruf R. Huruf R tersebut mengartikan anak menyukai baca
dan tulis dalam gaya belajarnya (reading/writing). Dengan demikian terciptalah empat
tipe belajar yang mengasumsikan bahwa setiap anak cenderung memiliki tipe belajar
gabungan/kombinasi. Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa gaya
belajar pada anak sangat beragam. Anak yang belajar atau mengikuti proses
pembelajaran dengan gaya mereka sendiri akan lebih mudah dalam menerima dan
memahami materi yang diberikan oleh gurunya.
2. Hiperaktif.
a. Pengertian Hiperaktif.
Tin Suharmini (2005: 7), mengunggkapkan bahwa istilah hiperaktivitas berasal
dari dua kata, yaitu hyper berarti banyak, di atas, tinggi dan activity berarti keadaan
yang selalu bergerak, mengadakan eksplorasi serta respon terhadap rangsangan dari
luar. Dengan demikian istilah dari hiperaktivitas berarti aktifitas yang dimiliki sangat
tinggi tidak bertujuan dan cenderung bersifat negatif. Hiperaktif atau yang juga sering
disebut dengan Atention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah sebuah
gangguan di mana respons menjadi terhalang dan mengalami fungsi ganda pelaksana
yang mengarah pada kurangnya pengaturan diri, lemahnya kemampuan untuk
mengatur perilaku untuk tujuan sekarang dan masa depan, serta sulit beradaptasi
secara sosial dan perilaku dengan tuntutan lingkungan (Barkley (Wood, 2007:78)).
Maksud dari pernyataan Barkley tersebut adalah seorang ADHD memiliki gangguan
dalam mengkontrol perilakunya, sehingga sulit menyesuaikan perilakunya sesuai
dengan tuntutan lingkungan.
Supratekyo (1995), mengemukakan bahwa hiperaktif adalah suatu gangguan
pada anak yang sulit berkosentrasi, perhatiannya sangat mudah beralih, motorik
berlebihan, dan susah mengikuti perintah. Menurut Mudzakkir Hafidz (2010),
hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal yang disebabkan disfungsi
neurologia dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. Sedangkan
menurut Marlina, (2008: 5) hiperaktif yaitu perilaku yang mempunyai kecendrungan
melakukan suatu aktivitas yang berlebihan, baik motorik maupun verbal.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hiperaktif
adalah gangguan pada seseorang yang sulit mengkontrol perilakunya, sehingga
seseorang tersebut melakukan aktivitasnya secara berlebihan. Dan juga dapat
dikatakan bahwa hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang ditandai dengan
tingginya aktifitas yang tidak bertujuan dan bersifat negatif yang disebabkan oleh
disfungsi neurologia. Hiperaktif ini ditandai dengan gejala utama tidak mampu
memusatkan perhatian.
b. Ciri-ciri Anak Hiperaktif.
Zaviera (2014:15) mengemukakan ada tujuh ciri anak hiperaktif, yaitu :
1) Tidak fokus.
Anak dengan gangguan hiperaktivitas tidak bisa berkonsentrasi lebih dari lima
menit. Batshaw dan Pereet (Delphie, 2006:74), mengatakan bahwa anak hiperaktif
paling lama bisa tinggal di tempat duduknya sekitar 5 sampai 10 menit. Dengan
kata lain, ia tidak bisa diam dalam waktu lama dan mudah teralihkan perhatiannya
kepada hal lain.
2) Menentang.
Dimana anak dengan gangguan hiperaktivitas umumnya memiliki sikap tidak
mau dinasehati. Penolakannya juga bisa ditujukan dengan sikap tidak acuh.
3) Destruktif.
Anak hiperaktif biasanya merusak barang yang ada disekitarnya. Oleh karena
itu, anak hiperaktif sebaiknya dijauhkan dari barang-barang yang mudah dipegang
dan dirusak.
4) Tidak kenal lelah.
Hal tersebut ditunjukkan dengan perilaku bergerak kesana kemari sepanjang
hari, lompat, lari, berguling, dan sebagainya.
5) Intelektualitas rendah.
Seringkali intelektualitas anak dengan gangguan hiperaktivitas berada dibawah
rata-rata anak normal.
c. Faktor-faktor Penyebab Anak Hiperaktif
Maria ulfa (2015:104), mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan anak
menjadi hiperaktif ialah sebagai berikut :
1) Faktor Genetik.
Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga
dengan anak hiperaktif, kurang lebih sekitar 25-35% dari orangtua dan saudara
yang masih kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak,hal ini juga terlihat pada
anak kembar. Anak laki-laki dengan ekstra kromosom Y yaitu XXY, kembar satu
telur lebih memungkinkan hiperaktif disbanding kembar telur.
2) Faktor Neurologi.
Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi lahir dengan
masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan,distress fetal,
persalinan dengan cara ekstraksi forcep,toksmia gravidarum, atau eklamsia
dibandingkan dengan kehamilan dan persalinan normal. Di samping itu faktor-
faktor seperti bayi yang lahir dengan berat badan rendah, ibu yang terlalumuda,serta
ibu yang merokok dan minum alcohol juga meninggikan insiden. Beberapa studi
menunjukkan terjadinya gangguan perfusi darah di daerah tertentu pada anak
hiperaktif yaitu di daerah striatum, daerah orbital-prefrontal, dan daerah orbital-
limbik otak khususnya sisi sebelah kanan.
3) Faktor Toksin.
Beberapa zat dalam makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet
memiliki potensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Disamping itu
kadar timah dalam serum darah anak yang meningkat, ibu yang merokok dan
mengonsumsi alkohol, serta terkena sinar x pada saat hamil juga dapat melahirkan
calon anak hiperaktif.
Chaerani (2005:22-23) mengungkapkan ada beberapa faktor yang
menyebabkan seseorang memiliki perilaku hiperaktif, yaitu :
 Faktor neurologik, proses persalinan dengan cara ekstraksi forcep, bayi yang
lahir dengan berat badan dibawah 2500 gram, ibu melahirkan terlalu muda, ibu
yang merokok dan minum minuman keras.
 Faktor genetik, sekitar 25-35% dari orang tua dan saudara yang masa kecilnya
hiperaktif akan menurun pada anak.
 Faktor makanan, zat pewarna, pengawet dan kekuarangan vitamin.
 Faktor psiko sosial dan lingkungan.
Hal tersebut didukung dengan pernyataan Zaviera (2014:52-53) yang menjelaskan
bahwa berbagai virus, zat-zat kimia berbahaya yang banyak dijumpai di lingkungan
sekitar, faktor genetika, masalah selama kehamilan dan kelahiran, atau hal-hal lain
yang dapat menimbulkan kerusakan perkembangan otak berperan penting sebagai
faktor penyebab hiperaktif. Betty B. Osman (2002: 26- 32) menyatakan bahwa
penyebab anak hiperaktif ada 4 yaitu sebagai berikut :
4) Faktor Kelemahan Saraf Sensor.
Faktor kelemahan saraf sensor yaitu lemahnya saraf sensor yang ada di otak
dapat mengacu pada sistem kerja mata dan telinga anak, atau pada hubungan saraf
pusat sehingga sering terjadi kesalahan dalam menyampaikan pesan-pesan ke saraf
pusat.
5) Faktor Genetik.
Salah satu faktor penyebab hiperaktif adalah faktor genetik. Faktor genetik
merupakan faktor internal yang diwariskan dari keluarganya.
6) Faktor Prenatal.
Faktor prenatal yaitu kondisi yang dialami ibu saat kehamilan seperti kelahiran
prematur, berat badan turun pada masa kehamilan, atau luka fisik serius yang dapat
mempengaruhi kondisi anak yang dilahirkan mengalami hiperaktif. Namun hal ini
masih dalam penelitian lebih lanjut.
7) Faktor Lingkungan.
Lingkungan dapat menyebabkan perilaku anak menjadi hiperaktif. Hal ini
dikarenakan lingkungan yang negatif meliputi pengabaian, penyiksaan, kurang gizi
dan deprivasi budaya dapat menyebabkan anak mengalami gangguan hiperaktif.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab anak hiperaktif
dibedakan menjadi 2, yaitu faktor dari dalam diri anak dan faktor dari luar diri anak.
Faktor dari dalam diantaranya, neorologik, dan genenik. Sedangkan faktor dari luar
adalah masa parental, zat makanan dan lingkungan.
B. Penelitian yang Relevan.
Penelitian yang pertama dilakukan oleh Aprilia Putri Wening (2015) berjudul
"Persepsi Guru Terhadap Gaya Belajar Anak Hiperaktif di SD Perahu". Ada lima partisipan
dalam penelitian tersebut. Dalam penelitian tersebut menjelaskan tentang bagaimana
sebenarnya persepsi guru mengenai anak hiperaktif. Penelitian yang kedua yaitu “Visual,
Auditori, Kinaesthetic Learning Styles and Their Impact on English Language Teaching”,
ditulis oleh Gilakjani (2012). Tujuan penelitian untuk meningkatkan kesadaran fakultas dan
memahami pengaruh dari gaya belajar dalam proses pengajaran. Penelitian tersebut
mengungkapkan setiap mahasiswa EFL Iran memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Ada
tiga gaya belajar umum yang sudah dikenal secara umum yaitu gaya belajar visual, auditori,
dan kinestetik. Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari seratus mahasiswa telah mengisi
kuesioner untuk menentukan gaya belajar mereka dan didapatkan bahwa 50% mahasiswa
menyukai gaya belajar visual, 35% menyukai gaya belajar auditori, dan 15% menyukai gaya
belajar kinestetik.
Kedua penelitian tersebut memiliki relevansi terhadap penelitian yang peneliti
lakukan. Jika pada penelitian pertama untuk mengetahui bagaimana persepsi guru terhadap
gaya belajar anak hiperaktif. Sedangkan pada penelitian kedua untuk mengetahui tentang
gaya belajar.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian.


1. Pendekatan Penelitian.
Penelitian ini diarahkan pada pendekatan deskriptif kualitatif, karena data
penelitian ini tidak menggunakan perhitungan angka, melainkan dengan kata-kata dan
lebih menekankan pada proses dan makna. Bogdan dan Taylor (dalam Prastowo,
2011:23), menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah sebuah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati. Peneliti meneliti bagaimana gaya belajar siswa hiperaktif dengan
menggambarkan data yang didapat melalui penjabaran kata-kata.
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif,
dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono
(2014:1)). Adapun tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat pencandraan
secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah
tertentu.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif,
karena penelitian kualitatif mendeskripsikan suatu hal hasil dari penelitiannya. Peneliti
memilih jenis penelitian ini didasarkan pada tujuan penelitian, yaitu ingin meengetahui
bagaimana gaya belajar siswa hiperaktif. Melalui penelitian ini, peneliti berusaha untuk
memaparkan, menggambarkan, dan mendeskripsikan gaya belajar siswa hiperaktif.
2. Jenis Penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif
studi kasus. Menurut John W. Creswell, studi kasus merupakan strategi penelitian dimana
didalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas,
proses, atau sekelompok individu. Kasus-kasus dalam penelitian ini dibatasi oleh waktu
dan aktivitas. Peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap, dengan menggunakan
berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Studi
kasus pada intinya adalah kegiatan penelitian yang meneliti kehidupan satu atau beberapa
komunitas, organisasi atau perorangan yang dijadikan unit analisis, dengan menggunakan
pendekatan kualitatif.
Langkah-langkah penelitian studi kasus, sebagai berikut :
1) Pemilihan kasus.
Dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan dan bukan secara
sembarang.
2) Pengumpulan data.
Terdapat beberapa teknik dalam pengumpulan data, tetapi yang lebih dipakai dalarn
penelitian studi kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi.
3) Analisis data.
Setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengorganisasi dan mengklasifikasi data
menjadi unit-unit yang dapat dikelola.
4) Perbaikan.
Meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus hendaknya
dilakukan penyempurnaan atau penguatan data baru terhadap kategori yang telah
ditentukan.
5) Penulisan laporan.
Laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, mudah dibaca, dan mendeskripsikan
suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas.
Adapun alasan peneliti menggunakan penelitian studi kasus, karena beberapa hal yaitu
memiliki batas, lingkup, dan pola pikir tersendiri. Bertujuan agar dapat menangkap
realitas, detail, makna dibalik kasus sehingga bermanfaat untuk memecahkan masalah-
masalah spesifik, suatu studi untuk mendukung studi-studi yang besar dikemudian hari
dan studi kasus dapat digunakan sebagai contoh ilustrasi baik dalam perumusan masalah,
penggunaan statistik dalam menganalisis data, serta cara-cara perumusan generalisasi dan
kesimpulan.
B. Kehadiran Peneliti.
Kehadiran peneliti dalam suatu penelitian sangatlah penting dan mutlak. Hal ini
karena peneliti merupakan alat atau instrumen utama dalam suatu proses penelitian. Dengan
terjun langsung kelapangan, peneliti dapat langsung mengetahui segala sesuatu peristiwa
yang ada dilokasi penelitian. Sebagai instrumen dan pengumpul data, peneliti bertugas
menjadi observer yang mengadakan observasi serta melakukan wawancara kepada
partisipan untuk memperoleh data terperinci dan benar-benar objektif. Kehadiran peneliti
langsung diketahui oleh para siswa SDN Barunai Baru. Dalam penelitian ini, peneliti
mengamati semua perilaku, sikap, maupun peristiwa-peristiwa yang terjadi dilokasi
penelitian.
C. Tempat dan Waktu Penelitian.
1. Tempat Penelitian.
Penelitian ini dilakukan di SDN Barunai Baru dengan alasan dan pertimbangan
bahwa peneliti tertarik karena ingin meneliti bagaimana gaya belajar siswa hiperaktif.
2. Waktu Pelaksanaan.
Penelitian ini dilaksanakan pada Maret 2019 sampai dengan Agustus 2019.
D. Sumber Data.
Menurut Lofland sebagaimana yang telah dikutip oleh Lexy. J. Moleong dalam
bukunya yang berjudul “Metodologi Penelitian Kualitatif”, mengemukakan bahwa sumber
data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya berupa data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud sumber data dalam
penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Artinya adalah apabila peneliti
menggunakan wawancara dalam mengumpulkan datanya, maka sumber datanya disebut
informan, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan baik secara
tertulis maupun lisan. Apabila peneliti menggunakan observasi dalam mengumpulkan
datanya, maka sumber datanya adalah berupa benda, gerak, atau proses sesuatu. Apabila
peneliti menggunakan dokumentasi dalam penelitiannya, maka dokumen atau catatanlah
yang menjadi sumber datanya.
Sumber data sendiiri terbagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data
sekunder. Dalam penelitian ini sumber data primer berupa kata kata yang didapat dari
wawancara dengan para partisipan/informan yang telah ditentukan, meliputi berbagai hal
yang berkaitan dengan gaya belajar siswa hiperaktif di SDN Barunai Baru. Sedangkan
sumber data sekunder dalam penelitian berupa daftar gaya belajar siswa hiperaktif, profil
SDN Barunai Baru, serta foto-foto kegiatan belajar mengajar siswa hiperaktif dengan gaya
belajarnya di SDN Barunai Baru tersebut.
E. Teknik Pengumpulan Data.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode-metode obsevasi, wawancara, dan dokumentasi.
1. Observasi.
Nasution (1998) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu
pengetahuan. Metode Observasi digunakan peneliti untuk mengetahui ilmu pengetahuan,
di tempat penelitian dengan cara mengamati dan mendapatkan data yang berhubungan
dengan tempat, aktivitas, kejadian, waktu, perilaku, tujuan, dan perasaan, terhadap
sasaran penelitian. Penggunaan metode ini, secara khusus dimanfaatkan untuk
menyimpan data yang berhubungan dengan keadaan siswa, proses pembelajaran, dan
berbagai aktivitas yang ada disekolah tersebut tentang Gaya Belajar Siswa Hiperaktif di
SDN Barunai Baru. Adapun beberapa instrumen yang dapat dilakukan ketika melakukan
observasi, yaitu anecdotal, cheklist, dan lain-lain.
2. Wawancara.
Wawancara adalah salah satu alat yang paling banyak digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian kualitatif, wawancara memungkinkan peneliti
mengumpulkan data yang beragam dari para responden dalam berbagai situasi dan
konteks. Meskipun demikian wawancara perlu digunakan dengan berhati-hati karena
perlu ditriangulasi dengan data lain. Menurut Kahn dan Cnnell (1957), wawancara
didefinisikan sebagai diskusi antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu.
Dengan adanya wawancara peneliti dapat memperoleh banyak data yang berguna
bagi penelitiannya melalui diskusi antara peneliti dengan guru kelas, dan guru
pendamping, terkait dengan gaya belajar siswa hiperaktif di SDN Barunai Baru.
3. Dokumentasi.
Menurut Esterberg (2002), dokumen adalah segala sesuatu materi dalam bentuk
tertulis yang dibuat oleh manusia. Metode dokumentasi ini sangat berguna karena dapat
memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai tentang pokok penelitian. Metode
dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data-data tertulis yang sudah ada pada
obyek penelitian, kegiatan ini selain untuk mencatat semua arsip dan dokumen juga
dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang lengkap tentang Gaya Belajar Siswa
Hiperaktif di SDN Barunai Baru.
F. Teknik Analisis Data.
Menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2015 : 336), ada tiga kegiatan yang
dilakukan dalam menganalisis data, yaitu sebagai berikut.
1. Reduksi Data.
Pada kegiatan ini peneliti melakukan reduksi data dengan cara merangkum
catatan lapangan yang belum diolah dan memilih hal yang penting, agar peneliti
mendapatkan data yang valid.
2. Penyajian Data.
Pada kegiatan ini peneliti menyajikan hasil dari keseluruhan penelitian. Baik
berupa uraian, bagan, matriks dari hasil reduksi data. Selain itu, peneliti juga
mengkategorikan data berdasarkan tema yang telah ada.
3. Penarikan Kesimpulan.
Tahap ini merupakan kegiatan akhir dari analisis penelitian kualitatif. Peneliti
harus sampai pada kesimpulan dan melakukan verifikasi, baik dari segi makna maupun
kebenaran kesimpulan yang disepakati oleh tempat penelitian itu dilaksanakan. Makna
yang dirumuskan peneliti dari data harus diuji kebenaran, kecocokan, dan kekokohannya.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif diharapkan dapat menjadi temuan baru yang
belum pernah ada.
G. Pengecekan Keabsahan Data.
Keabsahan suatu data dapat diuji melalui dua tingkatan yaitu :
1. Uji Kredibilitas
Uji kredibilitas mempunyai dua fungsi dalam penelitian kualitatif yaitu untuk
melaksanakan pemeriksaan agar kepercayaan data penelitian dapat dicapai dengan jalan
pembuktian terhadap data yang sedang diteliti. Ada tiga teknik yang digunakan dalam
penelitian ini untuk menguji keabsahan data, yaitu dengan perpanjangan pengamatan,
triangulasi, dan menggunakan bahan referensi (Moleong (Prastowo, 2014:266)).
a) Perpanjangan pengamatan.
Menurut Sugiyono (2014:123), perpanjangan pengamatan adalah tahap di
mana peneliti memeriksa kembali data yang telah diberikan oleh narasumber apakah
merupakan data yang sudah benar atau tidak. Dalam penelitian ini peneliti
melakukan perpanjangan pengamatan, dengan kembali lagi ke lapangan untuk
memastikan apakah data yang telah penulis peroleh sudah benar atau masih ada yang
salah.
b) Triangulasi.
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Ada empat
macam triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik, triangulasi waktu,
dan triangulasi penyidik. Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber. Prastowo
(2014:269) mengungkapkan bahwa triangulasi sumber adalah cara pemeriksaan
kredibilitas data dengan melalui beberapa sumber.
Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber. Triangulasi sumber
digunakan untuk pengecekan data tentang keabsahannya, membandingkan hasil
wawancara dengan isi suatu dokumen dengan memanfaatkan berbagai sumber data
informasi sebagai bahan pertimbangan. Dalam hal ini penulis membandingkan data
hasil observasi dengan data hasil wawancara, dan juga membandingkan hasil
wawancara dengan wawancara lainnya.
c) Bahan Referensi.
Bahan referensi dalam penelitian kualitatif digunakan sebagai rujukan
berdasarkan teori-teori yang ada untuk memperkuat data-data yang diperoleh
peneliti. Selain itu bahan referensi juga merupakan bahan-bahan pendukung untuk
membuktikan data yang telah ditemukan (Prastowo, 2014:273). Bahan referensi yang
ada dalam penelitian ini adalah hasil wawancara, transkrip hasil wawancara, dan
lembar observasi yang telah diisi oleh partisipan penelitian.
2. Pengujian Transferabilitas.
Menurut Sugiyono (Prastowo,2014:273), mengatakan nilai transferabilitas
berhubungan dengan hasil penelitian yang dapat diterapkan dalam situasi lain. Pengujian
transferbilitas dilakukan agar pembaca dapat memahami hasil dari penelitian kualitatif.
Maka dari itu peneliti harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat
dipercaya.
H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian.
Secara operasional prosedur penelitian dapat dikemukakan dalam tiga tahap yang
meliputi:
1. Tahap persiapan.
a) Survey lapangan.
Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti terlebih dahulu survey lapangan yang akan
dijadikan tempat penelitian yaitu di SDN Barunai Baru.
b) Tahap perizinan.
Pelaksanaan penelitian diawali dengan mengurus izin penelitian lapangan serta mulai
mengadakan observasi mengenai populasi dan sampel penelitian.
2. Tahap pelaksanaan.
Peneliti mengadakan observasi siswa selama di sekolah dan melakukan
wawancara dengan guru kelas, guru pendamping, dan orang tua siswa.
3. Tahap pasca pelaksanaan.
Tahap pasca pelaksanaan ini merupakan tahap terakhir. Disini semua data yang
telah diperoleh mulai diolah. Pengolahan data ini melibatkan aktivitas pengumpulan data
yang ada, penyederhanaan data dan pendeskripsian data.
Prosedur Pelaksanaan Penelitian.
Prosedur pelaksanaan penelitian merupakan penjabaran terhadap ruang lingkup
penelitian yang terdiri dari tahap-tahap pelaksanaan sebagai berikut :
1. Kegiatan Persiapan dan Pengumpulan Data.
Kegiatan persiapan dan pengumpulan data terdiri dari beberapa kegiatan sebagai berikut :
a) Pengumpulan Data-data Sekunder.
Data-data sekunder adalah data-data yang diperoleh dari pihak-pihak lain atau
instansi terkait, dari referensi atau dari penelitian terdahulu. Data-data sekunder
dibutuhkan sebagai data dasar atau data awal untuk pelaksanaan penelitian yang
kemudian disempurnakan dengan data-data primer. Keberadaan data-data sekunder
ini cukup penting bagi peneliti terutama untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian.
b) Pengumpulan Data-data Primer.
Data-data primer adalah data yang didapat oleh peneliti dengan cara survey
langsung kelapangan. Data-data primer dibutuhkan untuk menyempurnakan data-
data sekunder yang telah didapat.
2. Kegiatan Observasi Lapangan.
Kegiatan Observasi Lapangan adalah kegiatan yang dilakukan langsung oleh
peneliti ke lapangan untuk mendapatkan data – data sekunder dan primer yang diperlukan
untuk penelitian ini.
3. Kegiatan Analisis data.
Kegiatan analisis data dilakukan berdasarkan data-data yang diperoleh.

Anda mungkin juga menyukai