Anda di halaman 1dari 3

1.

penentuan cairan pembawa untuk kromatografi lapis tipis berdasarkan polaritas


senyawa yang / zat aktif yang akan kita tentukan Rf nya ya bu atau ada parametre
lainnya lagi ?kemudia.perbandingan cairan pembawanya apakah sdh distandarkan
atau kita harus uji lagi sebelum melakukan KLT?
Jawab:
untuk simplisia atau tanaman yang sudah ada di Farmakope Herbal Indonesia (FHI),
maka kita bisa menggunakan fase gerak yang ada di FHI tersebut. Jadi FHI bisa
menjadi referensi untuk memudahkan prosedur standardisasi. Jika simplisia kita
belum ada di FHI, kita bisa menggunakan refernsi lain, misal artikel penelitian dari
jurnal atau bisa juga mencoba optimasi sendiri

Untuk proses optimasi fase gerak bisa memberikan gambarannya bu? atau ada advice
referensi yg bisa saya baca?
Jawab:
Optimasi itu seperti trial and error hingga diperoleh hasil terbaik. Agar trial and
errornya terarah, efektif dan efisien, bisa merujuk pada artikel penelitian, jadi browsing
artikel dengan kata kunci nama tanaman tersebut, kemudian bisa menggunakan fase
gerak yang digunakan oleh peneliti tersebut. Adakalanya hasil tidak selalu bagus atau
sama dengan yg dilaporkan di artikel, jd kita cari lagi artikel lain. Begitu, jadi tdk
ngarang dan nyoba asal

2. ibu ijin bertanya untuk menghindari tailing pada saat tahap standarisasi menggunakan
pola kromatografi bagaimana ya bu?
Jawab: Optimasi dulu Mbak. Tailing bisa terjadi karena fase gerak belum jenuh, atau
karena konsentrasi sampel yang terlalu tinggi. Jadi bisa optimasi dulu

Ijij bertanya bu, dulu waktu praktikum pda saat KLT bercaknya berekor (memanjang
sekitar 2cm), kenapa bisa seperti itu ya bu dan apakah hasil bercaknya bisa dianalisa
lebih lanjut? Dulu jka seperti itu diminta untuk mengulang klt kembali
Jawab:
Ini pertanyaannya mirip dengan Tias Eka ya? Jadi tailing (berekor) bisa disebabkan
oleh hal-hal tersebut di atas, dan diatasi dengan optimasi; pastikan fase gerak sudah
jenuh di dalam chamber dan konsentrasi sampelnya cukup

3. Bu, saya mau bertanya. Untuk simplisia yang nantinya akan dicampur dengan
macam2 simplisia, apakah akan ada standarisasi lagi ? atau langsung standarisasi
produk ?
Jawab:
Tergantung campuran simplisianya mau dibuat menjadi produk apa. Jika akan dibuat
menjadi OHT atau Fitofarmaka, maka semua bahan baku harus terstandar, sehingga
masing-masing simplisia juga harus distandardisasi
jadi proses standarisasi komprehensif ya bu. Terimakasih bu

4. Apakah perbedaan cara pengeringan suatu bahan akan berpengaruh terhadap


standarisasi? Misal dalam hal ini biji pala dikeringkan menggunakan oven 105°C
selama 30 menit, sedangkan penelitian kita hanya menggunakan cahaya matahari.
Namun hasil yg diperoleh sama yaitu tdk lebih dari 19%, itu bisa dikatakan standar
nda ya bu? Begitupun dg proses2 lainnya.
Jawab:
Oh, kalau pengeringan simplisia, bisa menggunakan metode apa saja. Nah kalau di
standardisasi, menurut FHI, kita harus melakukan uji-uji (parameter2) tersebut. Uji
susut pengeringan, ya harus dilakukan dengan metode tersebut (meskipun
simplisianya dikeringkan dengan metode apapau, baik alamiah maupun oven), tetapi
uji susut pengeringan tetap dilakukan dengan prosedur oven (105 derajat), nah
kemudian kita hitung hasilnya, jika memenuhi syarat FHI, kita bisa
mengatakan/menyimpulkan bahwa simplisia kita, susut pengeringannya terstandar
menurut FHI
Oh ya bu paham, intinya semua proses standarisasi harus sesuai dg FHI ya bu.
Terimakasih bu

5. Mau bertanya bu untuk parameter susut pengeringan itu bobot tetap selisih 2 kali
penimbangan tidak lebih dari 0,25%, ketika lebih itu harus di ulang atau gimana ya
bu?
Jawab: Ya betul, diulang hingga mencapai bobot tetap

6. Kalau Standardisasi simplisia diantaranya kan mengacu konsep simplisia sebagai


bahan dan produk siap pakai yang harus memenuhi Quality, Safety dan juga efficacy,
itu maksudnya bagaimana ya bu, saya masih belum jelas..
Jawab:
Dalam teknologi produk bahan alam, jadi luaran atau outputnya kan obat. Nah kriteria
obat yang baik kan harus memenuhi 3 kriteria tersebut kan? Aman, manjur(berefek)
dan berkualitas. Nah karena obat bahan alam itu bahan bakunya adalah simplisia,
maka simplisia ini juga harus terstandar agar memenuhi 3 kriteria tersebut

jadi simplisia sebagai bahan dan produk siap harus memenuhi trilogi itu ya bu. quality-
safety-efficacy.
Jawab:
Ya, jika simplisianya akan dibuat menjadi OHT dan Fitofarmaka. Jika simplisia akan
dibuat menjadi jamu, menurut peraturan perundan-undangan, simplisia tidak harus
distandardisasi

Tapi banyak industri jamu besar, yang juga melakukan standardisasi simplisia bahan
baku produk jamunya. Jadi sifatnya untuk jamu "tidak wajib", tapi boleh saja dilakukan.
Untuk OHT dan Fitofarmaka, sifatnya "wajib"

7. boleh tidak melakukan modifikasi pengeringan menggunakan freeze dry sementara


dalam standarnya tidak dianjurkan?
Jawab:
Untuk pengeringan simplisia, bisa pakai metode apa saja Mbak, bisa pakai freeze
dryer, oven, matahari dll. Untuk mengetahui berapa susut pengeringannya, barulah
metodenya mengacu FHI

8. acuan selain FHI untuk standarisasi bahan alam ? soalnya dulu saya standarisasi dan
karakterisasi pati bonggol pisang untuk bahan tambahan sediaan farmasi sulit
menemukan nya. saya waktu itu hanya mengacu Handbook of pharmaceutical exipient
dan standarisasi untuk estrak kering saja tidak ada spesifikasinya untuk bahan
tambahan obat.
Jawab: Bisa pakai yang standar WHO

9. pada suhu penentuan kada abu suhunya harus 450 derajat celcius itu plus minus?
Jawab: Menurut WHO, maksimal 600 derajat celsius

Oya, di materi tersebut, saya mengambil contoh simplisia biji pala ya, jadi tidak berarti yang
terstandar hanya biji pala. Simplisia lain banyak, silakan bisa melihat di file FHI, FHI edisi 1
berisi kurang lebih 30 simplisia, edisi berikutnya berisi tambahan tanaman/simplisia lain,
begitu seterusnya. Jadi FHI edisi 1, isinya beda dengan edisi berikutnya (tidak ada tanaman
yang monografinya double di FHI 1 dengan 2 misalnya)

Anda mungkin juga menyukai