Anda di halaman 1dari 10

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER ANALISIS OBAT

MAKANAN DAN KOSMESTIK

DISUSUN OLEH :
NAMA :RIA OKTARIANI
NIM :174820103054
KELAS :5B FARMASI
DOSEN PEMBIMBING :GERRY NUGRAHA S.Si,M.Sc

PRODI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH
PALEMBANG TAHUN AJARAN
2019 - 2020
PENDAHULUAN
A. Tujuan
1. Agar mengetahui analisis obat dan kosmetik pada kandungan merkuri di bedak dan
obat asam mefanat
B. Dasar teori
 Tablet asam mefanat
Sediaan tablet Asam mefenamat dijumpai dengan nama dagang dan nama generik. Harga
obat generik lebih murah dari obat merek dengan jenis dan kegunaan yang sama. Harganya
yang terbilang murah membuat masyarakat tidak percaya bahwa obat generik sama
kualitasnya dengan obat bermerek, dengan anggapan bahwa obat yang lebih mahal
harganya, mutunya lebih baik dari pada obat yang murah (Wibowo, 2009).
Persyaratan kadar asam mefenamat menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995), yaitu
tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110%. Untuk melakukan penetapan kadar obat
dalam suatu sediaan dibutuhkan suatu metode yang teliti dan akurat.
asam mefenamat dalam sediaan tablet dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri
ultraviolet pada serapan maksimum 285 nm. Selain itu, menurut Hahne (2002),
mengggunakan metode spektrofotometri UV terdapat banyak keuntungan, yaitu lebih
mudah, cepat dan spesifik untuk analisis zat uji.
asam mefenamat dalam sediaan tablet dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri
ultraviolet pada serapan maksimum 285 nm. Selain itu, menurut Hahne (2002),
mengggunakan metode spektrofotometri UV terdapat banyak keuntungan, yaitu lebih
mudah, cepat dan spesifik untuk analisis zat uji.
Suatu metode analisis baru dapat dipakai atau digunakan bila telah dilakukan validasi dan
kondisinya disesuaikan dengan laboratorium dan peralatan yang tersedia, meskipun metode
yang akan dipakai tersebut telah di publikasikan pada jurnal, buku teks atau buku resmi
seperti farmakope (Indrayanto, 1994). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan dan
keterbatasan alat, bahan kimia, atau kondisi lain yang menyebabkan metode tersebut tidak
dapat diterapkan secara keseluruhan. Sehingga sering dilakukan modifikasi, penyederhanaan
maupun perbaikan metode (Nasution, 2006). Maka dilakukan modifikasi penentuan kadar
Asam mefenamat secara spektrofotometri Ultraviolet yang disesuaikan dengan parameter
validasi.
Asam mefenamat adalah obat untuk mengobati rasa sakit ringan hingga sedang. Sering
digunakan sebagai obat sakit gigi, sakit kepala, dan meringankan rasa nyeri pada masa
menstruasi.
C. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV Merk Shimadzu 00787, Neraca analitik
KERN ACJ 220-4M, alat –alat gelas, mortir dan stamper. Bahan yang digunakan adalah
zat aktif, asam mefenamat, 2 sampel tablet asam mefenamat dagang, 2 sampel tablet
asam mefenamat generik , metanol p.a, Aquabidestilata (Otsuka).

D. Cara Kerja
Pembuatan larutan baku Asam mefenamat konsentrasi 250 ppm
 Ditimbang 12,5 mg zat aktif asam mefenamat dimasukkan kedalam labu ukur dan
tambahkan 50 mL metanol, dikocok hingga homogen sehingga diperoleh
konsentrasi 250 ppm yang akan digunakan untuk pembuatan seri konsentrasi.

Penetapan panjang gelombang maksimum

 Dari larutan baku asam mefenamat 250 ppm diambil 0,36 mL lalu diencerkan
dengan metanol sampai volume 10 mL hingga diperoleh konsentrasi 9 ppm.
Larutan dengan konsentrasi 9 ppm tersebut dikocok hingga homogen dan
dimasukkan kedalam kuvet kemudian dibaca absorbansinya pada panjang
gelombang 200 – 400 nm.

Pembuatan Kurva Baku

 Dari larutan baku 250 ppm dibuat seri konsentrasi 5, 7, 9, 11 dan 13 ppm dengan
cara diambil 0,2 mL larutan baku kemudian encerkan dengan metanol sampai 10
mL untuk konsentrasi 5 ppm selanjutnya untuk konsentrasi 7, 9, 11 dan 13 ppm
dilakukan cara yang sama lalu dibaca absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum. Dari data hasil absorbansi dapat dihitung persamaan kurva bakunya
sehingga diperoleh persamaan garis y = bx+a.

Ketepatan (Accuracy)

 Ditimbang 12,5 mg zat aktif asam mefenamat secara duplo dan masing – masing
dimasukkan kedalam labu takar, pada salah satu labu takar ditambahkan 5 mL
larutan baku asam mefenamat konsentrasi 250 ppm. Kedua sampel tersebut
ditambahkan metanol hingga volume 50 mL. Dikocok hingga homogen kemudian
dari masing – masing larutan tersebut diambil 0,2 mL dan diencerkan dengan
metanol hingga volumenya tepat 10 mL lalu dibaca absorbansinya pada panjang
gelombang maksimum. Uji ketepatan metode dilakukan dengan penambahan
larutan baku 250 ppmdengan 5 kali pengulangan. Hasil absorbansi digunakan
untuk menghitung persen perolehan kembali.

Penetapan Kadar Sampel


 Timbang 12,5 mg zat aktif asam mefenamat lalu dilarutkan dengan metanol
hingga volumenya 50 mL dari larutan tersebut diencerkan dengan metanol seperti
pada pembuatan seri konsentrasi hingga 11 ppm. Selanjutnya 20 tablet yang telah
memenuhi keseragaman bobot digerus hingga halus dan homogen lalu sampel
serbuk ditimbang dan dilarutkan hingga konsentrasi 250 ppm lalu encerkan
hingga konsentrasi 11 ppm, kemudian dibaca absorbansinya. Penetapan kadar
dilakukan dengan pengulangan sebanyak 3 kali dan dilakukan terhadap 2 sampel
tablet asam mefenamat generik dan 2 sampel asam mefenamat dagang.
 Contoh kasus
Pemeriksaan kadar zat aktif merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk
menjamin kualitas sediaan obat, untuk melakukan penetapan kadar obat
dibutuhkan suatu metode yang telah divalidasi. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan validitas dan menentukan kadar asam mefenamat dalam sediaan
tablet menggunakan metode spektrofotometri UV serta mengetahui kesesuaian
kadar tablet asam mefenamat nama dagang dan generik dengan persyaratan kadar
menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995).
 Merkuri pada krim pemutih

Krim pemutih merupakan campuran bahan kimia dan bahan lainnya dengan khasiat bisa
menyamarkan noda hitam pada kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah krim
pemutih wajah tidak terdaftar mengandung merkuri (Hg) dan mengetahui jumlah kadar merkuri
(Hg) pada krim pemutih wajah yang beredar di Pasar Inpres Kota Palu. Sampel krim pemutih
wajah yang diteliti sejumlah 10 sampel dengan menggunakan metode purposive sampling.
Pengujian kandungan merkuri dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap pertama secara kualitatif
(uji warna) dan tahap kedua secara kuantitatif Spektrofotometri Serapan Atom beserta alat
tambahanMPU(MercuryVaporizerUnit).
Krim pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau bahan lainnya dengan
khasiat bisa memucatkan noda hitam pada kulit. Tujuan penggunaannya dalam waktu lama dapat
menghilangkan dan mengurangi hiperpigmentasi pada kulit, tetapi penggunaan yang terus–
menerus justru akan menimbulkan pigmentasi dengan efek permanen (Anonim, 20122).
Merkuri anorganik dalam krim pemutih (yang mungkin tidak dicantumkan pada labelnya) bisa
menimbulkan keracunan bila digunakan untuk waktu lama. Hal ini didasarkan pada sifat toksik
merkuri yang tinggi. Krim yang mengandung merkuri, awalnya memang terasa manjur dan
membuat kulit tampak putih dan sehat, tetapi lama kelamaan, kulit dapat menghitam dan
menyebabkan jerawat parah. Selain itu,pemakaian merkuri dalam jangka waktu yang lama dapat
mengakibatkan kanker kulit, kanker payudara, kanker leher rahim, kanker paru-paru, dan jenis
kanker lainnya (Christiani, 2009).
 Alat dan Bahan
Spektrofotometer Serapan Atom AA- 6200 dengan alat tambahan MVU-1A (Mercury
Vaporizer Unit), neraca analitik (Sartorius), gelas kimia (Pyrex®), erlenmeyer (Pyrex®),
labu ukur (Pyrex®), pipet, pipet volume (Pyrex®), batang pengaduk, corong (Pyrex®),
corong pisah (Pyrex®), tabung reaksi (Pyrex®), sendok tanduk dan kertas Whatman no. 40.
Asam Nitrat (HNO3) 65%, Akuades (H2O), Asam Sulfat (H2SO4)10 N , Kalium Iodida
(KI) 20%, Petroleum eter, Stannum Klorida (SnCl2)10%, dan 10 sampel krim pemutih
wajah.
 Cara kerja

Pengambilan Sampel
Sampel penelitian yang diambil adalah krim pemutih wajah tidak terdaftar yang beredar di
pasar Inpres Kota Palu. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive
samplingdengan kriteria krim pemutih wajah, yang paling banyak diminati dan tidak
terdaftar.

Preparasi Sampel (Standar BBLK, Makassar 2014)


Ditimbang dengan teliti sebanyak 4,00000 g sampel. Dilarutkan dengan petroleum eter
hingga 25 mL, lalu kocok hingga homogen, tambahkan dengan HNO3 5N 30 mL kocok
kembali, didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan. Kemudian diambil lapisan bawah dan
disaring menggunakan kertas whatman No. 40, lalu ditambahkan dengan HNO3 5N sampai
volume 100 ml, dikocok dan dipindahkan dalam wadah botol kaca (larutan sampel).
Pembuatan HNO3 1000 mL
Diukur dengan seksama 348,67 mL ke labu ukur 1000 mL yang telah diisi dengan 500 mL
akuades di dalam lemari asam, dinginkan. Ditambahkan akuades sampai batas tanda,
kocok hingga homogen.
Pembuatan HNO3 5N
Diukur dengan saksama 500 mL, diukur 348,67 mL ke labu ukur 500 mL yang telah diisi
dengan 100 mL akuades di dalam lemari asam, dinginkan. Ditambahkan akuades sampai
batas tanda, kocok hingga homogen.
Pembuatan Larutan Merkuri (Hg)
Larutan induk merkuri (Hg) 1000 ppm (mg/L) Larutan induk Hg 1000 ppm, di pipet 10 mL
ke labu ukur 100 mL. Ditambahkan dengan akuades hingga batas tanda. Pembuatan larutan
baku merkuri (Hg) 100 ppm (mg/L) Larutan induk 1000 ppm diatas, di pipet 10 mL ke
labu ukur 100 mL. Ditambahkan dengan akuades hingga batas tanda.
Pembuatan kurva Kalibrasi
Sebanyak 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL dan 5 mL masing-masing diencerkan pada labu ukur
100 mL dengan akuades hingga batas tanda sehingga konsentrasinya adalah 10 ppm, 20
ppm, 30 ppm, 40 ppm dan 50 ppm.

 Contoh kasus
Penggunaan merkuri sebagai zat pemutih dalam kosmetik masih terus berlangsung dan
bahkan semakin banyak dipasarkan di toko-toko kosmetik maupun di pasar modern atau
tradisional. Berdasarkan hasil survei Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI
pada tahun 2014 terdapat 68 item kosmetik yang mengandung bahan berbahaya bagi
kesehatan seperti zat warna merah K.3 (CI 15585), merah K.10 (Rhodamin B), logam berat
timbal (Pb) dan merkuri (Hg), untuk kosmetik TIE (Tidak Izin Edar) dari data Balai POM
di Kota Palu Sulawesi Tengah pada tahun 2013 terdapat 32 item kosmetik yang terdiri dari
14 krim wajah, 1 krim mata, 1 krim jerawat, 1 lipstik, 4 bedak, 2 eyeliner, 2 pensil alis, 1
parfum, 1 lulur, 2 sabun wajah, 1 masker dan 1 food care.
 Gelatin
Gelatin adalah bahan tambahan yang dibutuhkan dalam pembuatan obat,
bentuk sediaan tablet dan kapsul. Sebagian besar gelatin yang beredar di Indonsia
diragukan kehalalannya. Gelatin dalam obat dapat diidentifikasi menggunakan
teknik spektrofotometri, seperti metode Biuret, Lowry, dan Bradford. Penelitian
ini bertujuan untuk membandingkan antara ketiga metode tersebut dalam
mengidentifikasi gelatin pada obat berbentuk tablet; dan untuk mengetahui
keberadaan gelatin dalam sampel yang digunakan. Penelitian ini menggunakan 24
sampel obat berbentuk tablet dengan dua kali pengulangan.
Gelatin banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang
farmasi. Peran gelatin dalam bidang farmasi diantaranya adalah sebagai bahan baku
pembuatan kapsul (kapsul keras ataupun kapsul lunak) dan bahan pengikat pada
pembuatan tablet (Poppe 1992). Pembuatan tablet menggunakan gelatin menjadikan tablet
cukup keras dan melarut secara perlahan tanpa mengalami disintegrasi. Hal ini disebabkan
oleh sifat gelatin yang dapat mengikat partikel-partikel dalam tablet tersebut sehingga
membentuk granula yang mempunyai kohesifitas dan kompresibilitas yang cukup tinggi.
Jenis-Jenis Gelatin
Berdasarkan cara pembuatannya, gelatin dibedakan atas dua jenis yaitu gelatin tipe A
(gelatin A) dan gelatin tipe B (Gelatin B) (Hinterwaldner 1977). Gelatin A dibuat dengan
cara ekstraksi menggunakan asam asam organik seperti asam klorida (HCl), asam sulfat
(H2SO4), asam sulfit (H2SO3), dan asam fosfat (H3PO4). Berdasarkan beberapa
penelitian yang telah dilakukan, asam yang paling baik digunakan adalah HCl dengan
konsentrasi 1-5% (v/v) dan masa perendaman selama 10-48 jam. Asam klorida memiliki
kelebihan yaitu dapat menguraikan serat kolagen lebih banyak dan lebih cepat tanpa
mengurangi kualitas gelatin yang dihasilkan, serta mengubah serat kolagen tripel heliks
menjadi rantai tunggal (Ward dan Courts 1977).
 Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya adalah obat-obat batuk dan
antiinfluenza dalam bentuk sediaan tablet atau tablet salut buatan pabrik farmasi di
Indonesia (24 merek), coomassie brilliant blue G-250, metanol 95%, asam fosfat 85%,
gelatin, Na-K tartrat, natrium karbonat, natrium hidroksida, tembaga sulfat, pereaksi Folin-
Ciocalteu, gelatin babi, gelatin sapi, dan akuades. Alat-alat yang digunakan adalah mortar,
corong, kertas saring, penangas air, spektrofotometer UV/Vis Beckman DU Series 500,
kuvet, autopipet, tips, dan peralatan gelas.
 Cara kerja
Preparasi Sampel
Obat bentuk sediaan tablet digerus sampai menjadi serbuk halus menggunakan mortar.
Obat bentuk sediaan tablet salut, bahan salutnya dipisahkan dan sisa bahan obat digerus
sampai halus. Serbuk obat sebanyak 1 gram kemudian dilarutkan dalam 20 ml akuades 60
˚C. Suspensi ini diaduk lalu disaring menggunakan kertas saring dan diambil filtratnya.
Filtrat kemudian ditambah dengan arang aktif sebanyak 2 gram dan disaring dengan kertas
saring biasa. Hasil filtrat inilah yang akan digunakan sebagai larutan sampel.
Identifikasi Protein Sampel dengan Metode Biuret (Gornall et al 1948) Pembuatan
Kurva Standar dan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum.
Larutan standar gelatin dibuat dalam berbagai konsentrasi dari 0, 1, 2, 4, 5, 6, 8, dan 10
mg/ml. Sebanyak 0.5 ml setiap standar dimasukkan dalam tabung reaksi berbeda. Setiap
tabung ditambah dengan 4.5 ml pereaksi biuret, kemudian segera diaduk dengan vorteks.
Campuran kemudian didiamkan selama 10-15 menit lalu diukur absorbansinya pada
panjang gelombang maksimum, yaitu 555 nm. Panjang gelombang maksimum diperoleh
dengan mengukur campuran standar dan pereaksi pada panjang gelombang 450-650 nm
dengan selang 10 nm. Panjang gelomang yang memiliki absorbansi maksimum merupakan
panjang gelombang maksimum.
Pengukuran Sampel. Sebanyak 0.5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi
yang bersih dan kering. Sebanyak 4.5 ml pereaksi biuret kemudian ditambahkan ke dalam
sampel. Campuran ini segera diaduk dengan vorteks dan didiamkan selama 10-15 menit.
Campuran ini kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum standar
yang diperoleh (555) nm. Pengukuran sampel dilakukan dengan dua kali ulangan (duplo).
Identifikasi Protein Sampel dengan Metode Lowry (Lowry et al 1951) Pembuatan
Kurva Standar dan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum.
Larutan standar gelatin dibuat dalam berbagai konsentrasi dari 0.125, 0.25, 0.5, 0.75, 1.0
mg/ml. Sebanyak 1.6 ml standar dimasukkan ke dalam tabung reaksi berbeda. Setiap
larutan standar ditambah dengan 0,6 ml pereaksi C, diaduk dan didiamkan pada suhu
kamar selama 10 menit. Setelah itu, setiap campuran tersebut ditambah dengan pereaksi D
sebanyak 0,2 ml, kemudian diaduk dan didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit.
Setelah itu, campuran diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum (750
nm). Panjang gelombang maksimum dicari dengan mengukur larutan standar BSA dengan
konsentrasi 0,5 mg/ml pada panjang gelombang 450-800 nm dengan selang 10 nm.
Panjang gelombang yang menghasilkan absorbansi maksimum digunakan sebagai panjang
gelombang maksimum. Pengukuran Sampel. Tabung reaksi yang bersih dan kering diisi
dengan 1.6 ml larutan sampel dan 0,6 ml pereaksi C. Campuran kemudian diaduk dan
didiamkan pada suhu kamar selama 10 menit. Setelah itu, campuran tersebut ditambah
dengan 0,2 ml pereaksi D, lalu diaduk dan didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit.
Setelah itu, campuran tersebut diukur absorbansinya pada panjang gelombang 750 nm.
Pengukuran sampel dilakukan dengan dua kali ulangan (duplo).
 Contoh kasus
Seiring dengan makin berkembangnya industri pangan, farmasi dan kosmetik di Indonesia,
kebutuhan akan gelatin pun makin meningkat. Namun sayangnya, meningkatnya
kebutuhan gelatin di Indonesia ternyata belum banyak direspons positif oleh industri dalam
negeri untuk memproduksinya secara komersial. Karena itu, Indonesia banyak mengimpor
gelatin dari luar negeri. Data BPS (2004) menyebutkan bahwa tercatat dari tahun 1995
hingga tahun 2003 Indonesia selalu mengimpor gelatin dari luar negeri dengan jumlah
lebih dari 1000 ton setiap tahunnya, bahkan pada tahun 2001 jumlah impor gelatin lebih
dari 3000 ton.
Kondisi seperti ini sangat mengkhawatirkan. Selain biaya yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah untuk mengimpor gelatin sangat besar, gelatin yang beredar di pasaran dunia
juga tidak terjamin kehalalannya. Menurut Gelatine Market of Europe (2006), pemasaran
gelatin di dunia didominasi oleh gelatin yang bersumber dari kulit babi, yaitu sebesar
45,8%. Pemasaran di eropa juga didominasi oleh gelatin kulit babi yaitu sebesar 68,8%
Penggunaan gelatin dalam industri di dunia tahun 1999 (BPS 2004) Industri Penggunaan
(ton) Pangan 144.000 Farmasi 54.400 Fotografi 27.000 Teknik 6.000
Tabel 4 Impor gelatin Indonesia tahun 1995 2003 (BPS 2004)
Tahun Gelatin (kg) US$
1995 1 169 197 5 503 803
1996 2 673 500 7 406 426
1997 2 148 415 8 831 742
1998 1 851 328 6 781 571
1999 2 371 738 9 095 440
2000 2 712 345 9 119 997
2001 3 115 382 8 683 771
2002 1 925 732 6 102 019
2003 1 102 019 6 962 237
Tabel 5 Pemasaran gelatin di dunia dan Eropa Persen Sumber (%) Jumlah (ton)
gelatin Dunia Eropa Dunia Eropa Kulit Babi 45,8 68,8 144.300 82.450 Kulit Sapi 28,4
10,1 89.500 12.150 Tulang 24,2 18,9 76.300 22.700 Lainlain 1,6 2,1 4.900 2.500 Sumber :
Gelatine Market of Europe (2006)
Obat Bentuk Sediaan Tablet Tablet berasal dari kata “tabuletta” yang berarti piring pipih
atau papan tipis. Tablet adalah salah satu bentuk sediaan obat berbentuk padat, kompak,
dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya
rata atau cembung (Voight 1994). Tablet dapat berbentuk silinder, kubus, batang, cakram,
seperti telur, atau seperti peluru (Gambar 1). Tablet pada umumnya memiliki garis tengah
5-17 mm dan bobot 0,1-1 gram (Voight 1994). Tablet biasanya mengandung berbagai
bahan tambahan. Zat tambahan yang digunakan dalam pembuatan tablet dapat berfungsi
sebagai zat pengisi, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah, atau zat lain yang cocok
(Lachman et al 1994).
PENUTUP

KESIMPULAN
Bahwa dari 3 analisis tersebut sudah menjelaskan dari dasar kemudian penetapan kadar
asam metafenamat,Gelatin,dan Merkuri pada krim wajah sehingga ketiga dalam analisis
tersebut menggunakan spektrofotometri dan penerapan itu tidak izin dari bpom dan proses
cara kerja pada preparasi sampel hingga pebuatan sampel.

DAFTAR PUSTAKA

Abudarin. 2002. Bahan Ajar Analisis Kualitatif (Pemisahan dan Identifikasi Kation). FKIP
UNPAR: Palangka Raya

Anonim. 1998.Permenkes RI No.445/Menkes/Per/V/1998 tentang Kosmetik Yang Mengandung


Bahan Dan Zat Warna Yang Dilarang. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Anonim. 20122. Pengujian Raksa pada Krim Pemutih Wajah. http://elisa bethdeta.blogspot.com /
2012 / 06 / pengujian - raksa - pada - krim - wajah html. Diakses tanggal 15 Pebruari 2015.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2011. Persyaratan Teknis Bahan Kosmetik. Keputusan
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.
03.1.23.08.11.07517. Diakses tanggal 3 Agustus 2015 Balai Besar Laboratorium Kesehatan,
2014. Standar Preparasi Sampel Merkuri (Hg) Makassar.

Christiani. 2009. Analisis Kandungan Logam Merkuri (Hg) dalam Krim Pemutih yang Beredar
di Kota Palu Sulawesi Tengah. Palu.
Connors, K.A. 1982. A Textbook of Pharmaceutical Analysis. New York: John Wiley & Sons
Inc.
Dieki, R. 2012. Pengaruh Suhu Pembentukan Kristal Terhadap Karakteristik Kokristal Asam
Mefenamat Dengan Asam Tartrat. UI press : Depok.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan RI :Jakarta.
Hahne, R. M. A. 2002. Fundamentals of Industrial Hygiene. Edisi 5. National Safety council :
New York.
Lowry OH ,Rosbrough NJ, Farr AL, Randall RJ. 1951. Protein measurement with the folin fenol
reagent. J Biol Chem 23: 265-275.

Mark EM, Stewart GF. 1957. Advances in Food Resesearch. New York: Academic Pr.

Parker AL. 1982. Principles of Biochemistry. Maryland: Worth Publishers.

Perkins AP. 1999. Esophageal transit of


risedronate cellulose-coated tablet and gelatin capsule formulations. J Pharmaceutical
186:169-175.
Pomory CM. 2008. Color development time of the Lowry protein assay. J Anal Biochem
378:216-217.

Poppe J. 1992. Thickening and Gelling Agents for Food. New York: Academic Press.

Sugiyartono, Radjaram A, Isadiartuti D.


2003. Pengembangan formulasi tablet hisap ekstrak jahe (Zingiber officinalis)
dengan bahan pengikat etil selulosa dan gelatin B [Laporan Penelitian].Surabaya: Fakultas
Farmasi,Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai