Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Laporan HIV/AIDS” Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin

Gorontalo, mei 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................................1
KONSEP MEDIS.....................................................................................................................1
1.1 Definisi...........................................................................................................................1
1.2 Etiologi...........................................................................................................................2
1.3 Manifestasi Klinis..........................................................................................................2
1.4 Patofisiologi...................................................................................................................4
1.5 Pemeriksaan Diagnostic.................................................................................................5
1.6 Penatalaksanaan Medis..................................................................................................5
1.7 Komplikasi.....................................................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................................7
KONSEP KEPERAWATAN...................................................................................................7
2.1 Pengkajian......................................................................................................................7
2.2 Patway............................................................................................................................8
2.3 Diagnosa Keperawatan...................................................................................................8
2.4 Intervensi.......................................................................................................................9

ii
BAB I

KONSEP MEDIS

1.1 Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang
bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai
sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4
dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya
berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan
yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang
terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun
(bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).

HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup.
Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan.
Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit
maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006). HIV adalah
virus yang menumpang hidup dan merusak sistem kekebalan tubuh. Sedangkan AIDS (Acquired
Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV.
(Brunner&Suddarth; edisi 8)

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala
atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia
mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit.
AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah
berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).

AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya
penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan,
obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya (Laurentz, 2005).

1
AIDS adalah suatu gejala penyakit yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh
atau gejala penyakit infeksi tertentu/keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya
tahan tubuh (kekebalan). (H. JH. Wartono, 1999 : 09)

1.2 Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV
pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di
Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi
infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Di atas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B
menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai sistem tubuh, dan manifestasi
neurologist.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk
kelompok resiko tinggi adalah :

1. Lelaki homoseksual atau biseks.

2. Orang yang ketagian obat intravena.

3. Partner seks dari penderita AIDS.

4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

1.3 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai setiap sistem
organ, salah satunya sistem pernapasan. Pneumonia Pneumocystis carinii. Gejala napas yang pendek,
sesak napas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada dan demam akan menyertai berbagai infeksi oportunitis,

2
seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium aviumintracellulare (MAI), sitomegalovirus (CMV) dan
Legionella. Walaupun begitu, infeksi yang paling sering ditemukan di antara penderita AIDS adalah
Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP) yang merupakan penyakit oportunis pertama yang
dideskriPasienikan berkaitan dengan AIDS. Pneumonia ini merupakan manifestasi pendahuluan
penyakit AIDS pada 60% pasien. Tanpa terapi profilaktik, PCP akan terjadi pada 80% orang-orang
yang terinfeksi HIV P. carinii awalnya diklasifikasikan sebagai protozoa, namun sejumlah penelitian
dan pemeriksa¬an analisis terhadap struktur RNA ribosomnya menunjukkan bahwa mikroorganisme
ini merupakan jamur (fungus). Kendati demikian, struktur dan sensitivitas antimikrobanya sangat
berbeda dengan jamur penyebab penyakit yang lain. P. carinii hanya menimbulkan penyakit pada
hospes yang kekebalannya terganggu. Jamur ini menginvasi dan berproliferasi dalam alveoli
pulmonalis sehingga terjadi konsolidasi parenkim paru.

Gambaran klinik PCP pada pasien AIDS umumnya tidak begitu akut bila dibandingkan dengan pasien
gangguan kekebalan karena keadaan lain. Periode waktu antara awitan gejala dan penegakan diagnosis
yang benar bisa beberapa minggu hingga beberapa bulan. Penderita AIDS pada mulanya hanya
memperlihatkan tanda-tanda dan gejala yang tidak khas seperti demam, menggigil, batuk nonproduktif,
napas pendek, dispnea dan kadangkadang nyeri dada. PCP dapat ditemukan kendati tidak terdapat
krepitasi. Konsentrasi oksigen dalam darah arterial pada pasien yang bernapas dengan udara ruangan
dapat mengalami penurunan yang ringan; keadaan ini menunjukkan hipoksemia minimal.

Bila tidak diatasi, PCP akan berlanjut dengan menimbulkan kelainan paru yang signifikan dan pada
akhirnya, kegagalan pernapasan. Beberapa pasien memperlihatkan awitan yang dramatis dan perjalanan
penyakit yang fulminan yang meliputi hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan perubahan status
mental. Kegagalan pernapasan dapat terjadi dalam waktu 2 hingga 3 hari setelah timbulnya gejala
pendahuluan.

Diagnosis pasti PCP dapat ditegakkan dengan mengenali mikroorganisme dalam jaringan paru atau
sekret bronkus. Penegakan diagnosis ini dilaksanakan dengan prosedur seperti induksi sputum, lavase
bronkial-alveolar dan bioPasieni transbronkial (melalui bronkoskopi serat optik). Kompleks
Mycobacterium avium. Penyakit kompleks Mycobacterium avium (MAC; Mycobacterium avium
Complex) muncul sebagai penyebab utama infeksi bakteri pada pasien-pasien AIDS. Mikroorganisme
yang termasuk ke dalam MAC adalah M. avium, M. intracellulare dan M. scrofulaceum. MAC, yaitu
suatu kelompok baksil tahan-asam, biasanya menyebabkan infeksi pernapasan kendati juga sering
dijumpai dalam traktus gastrointestinal, nodus limfatikus dan sumsum tulang. Sebagian pasien AIDS
3
sudah menderita penyakit yang menyebar luas ketika diagnosis ditegakkan dan biasanya dengan
keadaan umum yang buruk. Infeksi MAC akan disertai dengan angka mortalitas yang tinggi.

M. tuberculosis yang berkaitan dengan HIV cenderung terjadi di antara para pemakai obat bius IV dan
kelompok lain dengan prevalensi infeksi tuberkulosis yang sebelumnya sudah tinggi. Berbeda dengan
infeksi oportunis lainnya, penyakit tuberkulosis (TB) cenderung terjadi secara dini dalam perjalanan
infeksi HIV dan biasanya mendahului diagnosis AIDS. Terjadinya tuberkulosis secara dini ini akan
disertai dengan pembentukan granuloma yang mengalami pengkijuan (kaseasi) sehingga timbul
kecurigaan ke arah diagnosis TB. Pada stadium ini. penyakit TB akan bereaksi dengan baik terhadap
terapi antituberkulosis. Penyakit TB yang terjadi kemudian dalam perjalanan infeksi HIV ditandai
dengan tidak terdapatnya resposn tes kulit tuberkulin karena sistem kekebalan yang sudah terganggu
tidak mampu lagi bereaksi terhadap antigen TB. Dalam stadium infeksi HIV yang lanjut, penyakit TB
disertai dengan penyebaran ke tempat-tempat ekstrapulmoner seperti sistem saraf pusat, tulang,
perikardium, lambung, peritoneum dan skrotum. Strain multipel baksil TB yang resisten obat kini
bermunculan dan kerapkali berkaitan dengan ketidakpatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
antituberkulosis.

1.4 Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang.
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD
4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut
dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer
penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi
genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan
kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim
inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga
keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV
yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing,
mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi
limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu,

4
mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk
menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti
berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar
1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik )
muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus
berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila
jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau
dimensia AIDS

1.5 Pemeriksaan Diagnostic


1. Tes untuk mendiagnosa infeksi HIV , yaitu :
- ELISA
- Western blot
- P24 antigen test
- Kultur HIV
2. Tes untuk mendeteksi gangguan sistem imun, yaitu :
- Hematokrit
- LED
- Rasio CD4 / CD Limposit
- Serum mikroglobulin B2
- Hemoglobin

1.6 Penatalaksanaan Medis


1. Pengobatan Suporatif
Tujuan :
- Meningkatkan keadaan umum pasien
- Pemberian gizi yang sesuai
- Obat sistometik dan vitamin
- Dukungan Pasienikologis
5
2. Pengobatan infeksi oportunistik
a. Untuk infeksi :
- Kardidiasis eosofagus
- Tuberculosis –
- Toksoplasmosis –
- Herpes –
- Pcp –
- Pengobatan yang terkait AIDS , limfoma malignum , sarcoma Kaposi dan sarcoma servik,
disesuaikan dengan standar terapi penyakit kanker

b. Terapi : -

- Flikonasol –
- Rifamfisin, INH , Etambutol, Piraziramid, Stremptomisin –
- Pirimetamin, Sulfadiazine, Asam folat –
- Ansiklovir –
- Kotrimoksazol
3. Pengobatan anti retro virus
Tujuan:
- Mengurangi kematian dan kesakitan –
- Menurunkan jumlah virus –
- Meningkatkan kekebalan tubuh –
- Mengurangi resiko penularan

1.7 Komplikasi
Komplikasi dengan penyakit HIV-AIDS, yaitu Penurunan sistem kekebalan tubuh akibat virus HIV
(Human Immuno Deficiency Virus), menyebabkan tubuh mudah diserang penyakitpenyakit

1. Tuberkulosis Paru
2. Pneumonia Premosistis
3. Berbagai macam penyakit kanker

6
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
a. Identitas : Meliputi nama, umur, tempat dan tanggal lahir
b. Riwayat Test HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obatobatan
c. Penampilan umum Pucat, kelaparan
d. Gejala subyektif Demam kronik dengan atau tanpa mengigil, keringat malam hari berulang kali,
lemah, lelah, anoreksia
e. Pasienikososial Kehilangan pekerjaaan dan penghasilan, perubahan pola hidup
f. Status mental Marah atau pasrah, depresi , ide bunuh diri, halusinasi
g. HEENT Nyeri perorbital, sakit kepala, edema muka, mulut kering
h. Pemeriksaan persistem - Sistem persyarafan - Sistem pernafasan - Sistem musculoskeletal -
Sistem kardiovaskuler - Sistem integument i.
i. Pola fungsi kesehatan - Pola persePasieni dan pemeliharaan kesehatan - Pola nutrisi - Pola
eliminasi - Pola istirahat tidur - Pola aktivitas dan latihan

7
2.2 Patway

2.3 Diagnosa Keperawatan


a. Resiko tinggi infeksi b/d malnutrisi dan pola hidup beresiko
b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, pertukaran oksigen malnutrisi
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang, menurunnya absorbs zat
gizi
d. Diare b/d infeksi GI (GastroIntestinal)

2.4 Intervensi
N SDKI SLKI SIKI
8
O
1 Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infesi
berhubungan malnutrisi dan keerawatan diharapkan Tujuan
pola hidup beresiko tingkat infeksi dapat Menurunkan resiko terseran
menurun, dengan kriteria organisme patogenik
hasil: Tindakan
1. Nafsu makan, Observasi
meningkat  Monitor tanda dan
2. Nyeri, menurun gejala infeksi local
3. Sputum, menurun dan sistemik
4. Gangguan kognitif, Terapeutik
menurun  Batasi jumblah
Pengunjung
 Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan etika batuk
 Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
 Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen energy
berhubungan dengan keperawatan diharapkan Tujuan
kelemahan, pertukaran toleransi aktifitas dapat Mengelola penggunaan

9
oksigen malnutrisi meningkat, dengan kriteria Energy untuk mengatasi atau
hasil: mencegah kelelahan dan
1. Saturasi oksigen, mengoptimalkan proses
Meningkat pemulihan
2. Kemudahan dalam Tindakan
melakukan aktifitas, Observasi
meningkat  Identifikasi gangguan
3. Jarak berjalan, fungsi tubuh yang
meningkat mengakibatkan
4. Keluhan lelah, kelelahan
menurun  Monitor kelelahan
5. Tekanan darah, fisik dan emosional
Membaik  Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan
selama melakukan
Aktifitas
Terapeutik
 Berikan aktfitas
distraksi yang
menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah
dan berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktifitas secara
bertahab
 Anjurkan strategi
koping untuk
mengurangi kelelahan
10
kolaborasi
 Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
3 Perubahan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
kebutuhan tubuhberhubungan keperawatan diharapkan Tujuan
dengan intake yang kurang, status nutrisi dapat membaik, Mengelola asupan nutrisi
menurunnya absorbs zat gizi dengan kriteria hasil: yang seimbang
1. Porsi makan yang Tindakan
dihabiskan, meningkat Observasi
2. Sikap terhadap  Identifikasi status
makanan/minuman nutrisi
sesuai dengan tujuan  Identifikasi makanan
kesehatan, meningkat yang disukai
3. Perasaan cepat  Monitor asupan
kenyang, menurun Makanan
4. Nyeri abdomen,  Monitor berat badan
menurun  Monitor hasil
5. Diare, menurun
Pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
 Sajikan makanan
secara menarik
 Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Edukasi
 Ajurkan posisi duduk,
jika mampu
11
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antlemetik,
jika), jika perlu
 Kolaborasi dengan
ahli gizi
4 Diare berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen diare
infeksi GI (GastroIntestinal) keperawatan diharapkan Tujuan
eliminasi fekal dapat Mengelola diare dan
membaik, dengan kriteria dampaknya
hasil: Tindakan
1. Control pengeluaran Observasi
feses, meningkat  Identifikasi penyebab
2. Konsistensi feses, diare (mis. inflmasi
membaik gastrointestinal, iritasi
3. Frekuensi defekasi, gastrointestinal,pross
membaik infeksi)
4. Peristaltic usus,  Identifikasi riwayat
membaik pemberian makanan
 Monitor warna,
volume, frekuensi,
dan konsistensi tinja
 Monitor jumlah
pengeluaran urine
Terapeutik
 Berikan asupan cairan
oral (mis.larutan
garam gula, oralit)
 Pasang jalur intravena
 Berikan cairan

12
Intravena
 Ambil sempel darah
untuk pemeriksaan
darah lengkap dan
elektrolit
Edukasi
 Anjurkan porsi makan
kecil dan sering secara
bertahap
 Anjurkan menghindari
makanan pembentuk
gas, pedas dan
mengandung laktosa
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
obat antimotilitas
 Kolaborasi pemberian
obat pengeras feses

13

Anda mungkin juga menyukai