Anda di halaman 1dari 16

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

INFEKSI TORCH

Pengertian TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gahungan dari 4 jenis


penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes.
Keempat jenis penyakit infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila
infeksi diderita oleh ibu hamil. Kini diagnosis untuk penyakit infeksi telah
berembang antara lain kearah pemeriksaan secara imonologis. Prinsip dari
pemeriksan ini adalah deteksi adanya zat anti (Anti Body) yang spesifik
terhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhdap
adanya benda asing (kuman, antibody yang terburuk dapat berupa
imonoglobin M (lgM) dan imonoglobin G (lgG).

a. Toxoplasma
Disebabkan oleh parasite yang disebut Toxoplasma Gondi. Pada
umumnya infers ini terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik.
Toxoplasma yang disertai gejala ringan mirip gejala influenza, bisa
timbul rasa lelah demam, dan umumnya tidak menimbulkan masalah.
Infeksi toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau
pada orang dengan sisitem kekebalan tubuh terganggu. Jika wanita
hamil terinfeksi toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah
abortus spontan atau keguguran 4% atau lahir mati 3% atau bayi
menderita toxoplasma bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa.

b. Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan
pembesaran kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus
Rubella, dapat menyerang anak-anak dan dewasa muda. Infeksi
Rubella berbahaya bila terjadi pada wanita hamil muda, karena dapat
menyebabkan kelainan pada bayinya.jika infeksi terjadi pada bulan
pertama kehamilan maka resiko terjadinya kelainan adalah 50%,
sedangkan jika infeksi terjadi trimester pertama maka resikonya
menjadi 25% (menurut America College of Obstatrician and
Gvnecologists,1981).

c. Cytomegalovirus
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini
termasuk golongan virus keluarga herpes. Seperti halnya keluarga
herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan
CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi
janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Jika ibu terinfeksi, maka
janin yang dikandung mempunyai resiko tertular sehingga mengalami
gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian
retardasi mental, dan lain-lain.

d. Herpes
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh herpes
simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten,
menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem
syaraf otonom. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II
biasanya memperlihatkan lepuh pada kuli, tetapi hal ini tidak selalu
muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi
yang baru lahir dapat berakibat fatal (lebih dari 50 kasus).

Etiologi a. Toxoplasma
Infeksi toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma
gondi. Tokoplasma gondi adalah protozoa yang dapat ditemukan pada
pada hampir semua hewan dan unggas berdarah panas. Akan tetapi
kucing adalah inang primernya. Kotoran kucing pada makanan yang
berasal dari hewan yang kurang masak, yang mengandung oocysts
dari toxoplasma gondi dapat menjadi jalan penyebarannya. Contoh
lainnya adalah pada saat berkebun atau saat membenahi tanaman
dipekarangan, kemudian tangan yang masih belum dibersihkan
melakukan kontak dengan mulut.

b. Rubella
Virus ini pertama kali ditemukan di amerika pada tahun 1966,
Rubella pernah menjadi endemic di banyak negara di dunia, virus ini
menyebar melalui droplet. Periode inkubasinya adalah 14-21 hari.

c. Cytomegalovirus
Penularan CMVakan terjadi jika ada kontak langsung dengan ciran
tubuh penderita seperti air seni, air ludah, air mata, sperma dan aiSr
susu ibu. Bisa juga terjadi karena transplatasi organ.Kebanyakan
penularan terjadi karena cairan tubuh penderita menyentuh tangan
individu yang rentan.Kemudian diabsorpsi melalui hidung dan
tangan.Teknik mencuci tangan dengan sederhana manggunakan sabun
cukup efektif untuk membuang virus dari tangan.Golongan sosial
ekonomi rendah lebih rentan terkena infeksi.Rumah sakit juga
marupakan tempat penularan virus ini, terutama unit dialisis,
perawatan neonatal dan ruang anak.Penularan melalui hubungan
seksual juga dapat terjadi melalui cariran semen ataupun lendir
endoserviks. Virus juga dapat ditularkan pada bayi melalui sekresi
vagina pada saat lahir atau pada ia menyusu. Namun infeksi ini
biasanya tidak menimbulkan tanda dan gejala klinis.Resiko infeksi
kongenital CMV paling besar terdapat pada wanita yang sebelumnya
tidak pernah terinfeksi dan mereka yang terinfeksi pertama kali ketika
hamil.Meskipun jarang, sitomegalovirus kongenital tetap dapat
terulang pada ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan
sitomegalovirus kongenital pada kehamilan terdahulu.Penularan dapat
terjadi pada setiap saat dalam kehamilan tetapi semakin muda umur
kehamilan semakin berat gejala pada janinnya.Infeksi CMV lebih
sering terjadi di negara berkembang dan di masyarakat denga status
sosial ekonomi lebih rendah dan merupakan penyeirus paling
signifikan cacat lahir di negara-negara industri. CMV tampaknya
memiliki dampak besar pada parameter pada kekebalan tubuh di
kemudian hari dan dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan
kematian.

d. Herpes
Virus herpes simpleks tipe I dan II merupakan virus horminis DNA.
Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada
media kultur, antigenic, dan lokasi klinis (tempat predileksi)

Patofisiologi a. Toxoplasma
Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa yang merupakan salah satu
penyebab kelainan kongenital yang cukup dominan dibandingkan
penyebab lainnya yang tergolong dalam TORCH. Hospes primernya
adalah kucing. Kucing ini telah mempunyai imunitas, tetapi pada saat
reinfeksi mereka dapat menyebarkan kembali sejumlah kecil ookista.
Ookista ini dapat menginfeksi manusia dengan cara memakan daging,
buah-buahan, atau sayuran yang terkontaminasi atau karena kontak
dengan faeces kucing. Dalam sel–sel jaringan tubuh manusia, akan
terjadi proliferasi trophozoit sehingga sel–sel tersebut akan membesar.
Trophozoit akan berkembang dan terbentuk satu kista dalam sel, yang
di dalamnya terdapat merozoit. Kista biasanya didapatkan di jaringan
otak, retina, hati, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kelainan pada
organ-organ tersebut, seperti microcephali, cerebral kalsifikasi,
chorioretinitis, dll. Kista toksoplasma ditemukan dalam daging babi
atau daging kambing. Sementara itu, sangat jarang pada daging sapi
atau daging ayam. Kista toksoplasma yang berada dalam daging dapat
dihancurkan dengan pembekuan atau dimasak sampai dagingnya
berubah warna. Buah atau sayuran yang tidak dicuci juga dapat
menstranmisikan parasit yang dapat dihancurkan dengan pembekuan
atau pendidihan. Infeksi T.gondii biasanya tanpa gejala dan berlalu
begitu saja. Setelah masa inkubasi selama lebih kurang 9 hari, muncul
gejala flu seperti lelah, sakit kepala, dan demam yang dapat muncul
hampir bersamaan dengan limpadenopati, terutama di daerah serviks
posterior.

b. Rubella
Kematian pada post natal rubella biasanya disebabkan oleh
enchepalitis. Pada infeksi awal, virus akan masuk melalui traktus
respiratorius yang kemudian akan menyebar ke kelenjar limfe sekitar
dan mengalami multiplikasi serta mengawali terjadinya viremia dalam
waktu 7 hari. Janin dapat terinfeksi selama terjadinya viremia maternal.
Saat ini, telah diketahui bahwa infeksi plasenta terjadi pada 80% kasus
dan risiko kerusakan jantung, mata, atau telinga janin sangat tinggi
pada trisemester pertama. Jika infeksi maternal terjadi sebelum usia
kehamilan 12 minggu, 60% bayi akan terinfeksi. Kemudian, risiko akan
menurun menjadi 17% pada minggu ke-14 dan selanjutnya menjadi 6%
setelah usia kehamilan 20 minggu. Akan tetapi, plasenta biasanya
terinfeksi dan virus dapat menjadi laten pada bayi yang terinfeksi
kongenital selama bertahun-tahun.

c. Cytomegalovirus (CMV)
Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat terjadi secara
kongenital saat bayi atau infeksi pada usia anak. Kadang-kadang, CMV
juga dapat menyebabkan infeksi primer pada dewasa, tetapi sebagian
besar infeksi pada usia dewasa disebabkan reaktivasi virus yang telah
didapat sebelumnya. Infeksi kongenital biasanya disebabkan oleh
reaktivasi CMV selama kehamilan. Di negara berkembang, jarang
terjadi infeksi primer selama kehamilan, karena sebagian besar orang
telah terinfeksi dengan virus ini sebelumnya. Bila infeksi primer terjadi
pada ibu, maka bayi akan dapat lahir dengan kerusakan otak, ikterus
dengan pembesaran hepar dan lien, trombositopenia, serta dapat
menyebabkan retardasi mental. Bayi juga dapat terinfeksi selama
proses kelahiran karena terdapatnya CMV yang banyak dalam serviks.
Penderita dengan infeksi CMV aktif dapat mengekskresikan virus
dalam urin, sekret traktus respiratorius, saliva, semen, dan serviks.
Virus juga didapatkan pada leukosit dan dapat menular melalui
tranfusi.

d. Herpes
HSV merupakan virus DNA yang dapat diklasifikasikan ke dalam HSV
1 dan 2. HSV 1 biasanya menyebabkan lesi di wajah, bibir, dan mata,
sedangkan HSV 2 dapat menyebabkan lesi genital. Virus
ditransmisikan dengan cara berhubungan seksual atau kontak fisik
lainnya. Melalui inokulasi pada kulit dan membran mukosa, HSV akan
mengadakan replikasi pada sel epitel, dengan waktu inkubasi 4 sampai
6 hari. Replikasi akan berlangsung terus sehingga sel akan menjadi lisis
serta terjadi inflamasi lokal. Selanjutnya, akan terjadi viremia di mana
virus akan menyebar ke saraf sensoris perifer. Di sini virus akan
mengadakan replikasi yang diikuti penyebarannya ke daerah mukosa
dan kulit yang lain2,4,9,10.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, herpes genital telah mengalami
peningkatan. Akan tetapi, untungnya herpes neonatal agak jarang
terjadi, bervariasi dari 1 dalam 2.000 sampai 1 dalam 60.000 bayi baru
lahir. Tranmisi terjadi dari kontak langsung dengan HSV pada saat
melahirkan. Risiko infeksi perinatal adalah 35--40% jika ibu yang
melahirkan terinfeksi herpes genital primer pada akhir kehamilannya.

Tanda dan  Toxoplasma


Gejala 1. Pada ibu
Terkadang Toxoplasma dapat menimbulkan beberapa gejala seperti
gejala influenza, timbul rasa lelah, malaise, dan demam.Akan tetapi
umumnya tidak menimbulkan masalah yang berarti.Pada umumnya,
infeksi Toxoplasma tarjadi tanpa disertai gejala yang spesifik.
Walaupun demikian, ada beberapa gejala yang mengkin ditemukan
pada orang yang terinfeksi toksoplasma, gejala-gejala tersebut adalah :
a) Terlihat lemas dan kelelahan, sakit kepala, rash,myalgia perasaan
umum ( tidak nyaman atau gelisah)
b) Pembesaran kelenjar limfe pada serviks posterior
c) Infeksi menyebar ke saraf, otak, korteks dan juga dapat menyerang
sel retina mata.
Infeksi Toxoplasma berbahaya bils terjadi saat ibu sedang hamil atau
pada orang dengan system kekebalan tubuh tergantung (misalnya
penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapat obat penekan
respon imun).

2. Pada janin
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat
terjadi pada janinnya adalah abortus spontan atau keguguran, lahir
mati, atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan.Pada awal kehamilan
infeksi toksoplasma dapat menyebabkan aborsi dan biasanya terjadi
secara berulang.Namun jika kandungan dapat dipertahankan, maka
dapat mengakibatkan kondisi yang lebih buruk ketika lahir.
Diantaranya adalah :
a) Lahir mati (still birth)
b) Icterus, dengan pembesaran hati dan limpa
c) Anemia
d) Perdarahan
e) Radang paru
f) Penglihatan dan pendengaran kurang
g) Dan juga gejala yang dapat muncul kemudian, seperti kelainan
mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis
selain itu juga dapat merusak otak janin.
h) Resiko terbentuk dari terjangkitnya infeksi ini pada janin adalah
saat infeksi maternal akut terjadi di trimester ketiga

 Rubella
Rubella menyebabkan sakit yang ringan dan tidak spesifik pada orang
dewasa, ditandai dengan cacar-seperti ruam,demam dan infeksi saluran
pernafasan atas. Sebagian besar Negara saat ini memiliki program
vaksin rubella untuk bayi dan wanita usia subur dan hal ini merupakan
bagian dari screening prakonsepsi. Ibu hamil secara rutin diperiksa
untuk antibody rubella dan jika tidak memiliki kekebalan akan segera
diberikan vaksin rubella pada periode postnatal. Fakta-fakta terkini
menganjurkan bahwa kahamilan yang disertai dengan pemberian
vaksin rubella tidak seberbahaya yang dipikirkan.Infeksi terberat terjadi
pada trimester pertama dengan lebih dari 85% bayi ikut terinfeksi.Bayi
mengalami vireamia, yang menghambat pembelahan sel dan
menyebabkan kerusakan perkembangan organ.Janin terinfeksi dalam 8
minggu pertama kehamilan.Oleh karena itu memiliki resiko yang
sangat tinggi untuk mengalami multiple defek yang mempengaruhi
mata, system kardiovaskuler, telinga, dan system saraf.Arbosi spontan
mungkin saja terjadi. Ketulian neurosensory seringkali dsebabkan oleh
infeksi setelah gestasi 14 minggu dan beresiko kerusakan janin sampai
usia 24 minggu. Pada saat lahir, restriksi pertumbuhan intrauterine
biasanya disertai hepatitis, trombositopenia, dan penyakit nerologis
seperti mikrosefali atau hidrosefali.

 Cytomegalovirus
Gejala CMV yang muncul pada wanita hamil minimal dan biasanya
mereka tidak akan sadar bahwa mereka telah terinfeksi. Namun jika ini
merupakan infeksi primer, maka janin biasanya juga beresiko
terinfeksi.Infeksi tersebut baru dapat di kenali setelah bayi
lahir.Diantara bayi tersebut baru dapat dikenali setelah bayi lahir.
Diantara bayi tersebut hanya ada 30% diketahui terinfeksi di dalam
Rahim dan kurang dari 15% akan menampakan gejala pada saat lahir.
Hanya pada individu dengan penurunan daya tahan dan pada masa
pertumbuhan janin sitomegalovirus menampakan virulensinya pada
manusia. Pada wanita normal sasimptomatik atau subkliik, tetapi bila
menimbulkan gejala akan tampak gejala antara lain :
- Mononucleosis-like syndrome yaitu demam selama 3 minggu.
Secara klinis timbul gejala lethargi, malaise dan kelainan
hematologi yang sulit dibedakan dengan infeksi mononucleosis
(tanpa tonsillitis atau faringitis dan limfadenopati servikal).
Kadang-kadang tampak gambaran seperti hepatitis dan limfositosis
atipik. Secara klinis infeksi sitomegalovirus juga mirip dengan
infeksi virus Epstein – bar dan dibedakan dari hasil tes heterrofil
yang negative. Gejala ini biasanya self limitting tetapi komplikasi
serius dapat pula terjadi seperti hepatitis, peneumonitis, ensefalitis,
miokarditis, dan lain-lain. Penting juga dibedakan dengan tokso
plasmosis dan hepatitis B yang juga mempunyai gejala serupa.
- Sendroma post transfusi. Viremia terjadi 3-8 minggu setelah
transfusi. Tanpak gambaran panas kriptogenik, splenomegali,
kelainan biokimia dan hematologi. Sindroma ini juga dapat terjadi
pada tranplantasi ginjal.
- Penyakit sistemik luas antara lain neomonits yang mengancam
jiwa yang dapat pasien dengan infeksi kronis dengan thymoma
atau pasien dengan kelainan sekunder dari proses imonologi
( seperti HIV tipe 1 atau 2)

 Herpes
Tidak seperti virus rubella, sitomegalovirus dapat menginfeksi hasil
konsepsi setiap saat dalam kehamilan. Bila infeksi terjadi pada masa
organogenesis (trimester I) atau selama periode pertumbuhan dan
perkembangan aktif (trimester II) dapat terjadi  kelainan yang serius.
Juga didapatkan bukti adanya korelasi antara lamanya infeksi
intrauterine dengan embriopati. Pada trimester I infeksi kongenital
sitomegalovirus dapat menyebabkan premature, mikrosefali, IUGR,
klasifikasi intracranial pada ventrikel lateral dan traktus olfaktoris,
sebagian besar terdapat korioretinitis, juga terdapat retardasi mental,
hepatosplenomegali, ikterus, purpora trombositopeni, DIC. Infeksi pada
trimester III berhubungan dengan kelainan yang bukan disebabkan
karena kegagalan pertumbuhan somatic atau pembentukan psikomotor.

Pemeriksaan Proses diagnosa medis merupakan langkah pertama untuk


Diagnostik menangani suatu penyakit. Tetapi diagnosa berdasarkan pengamatan
gejala klinis sering sukar dilaksanakan, maka dilakukan diagnosa
laboratorik dengan memeriksa serum darah, untuk mengukur titer-titer
antibodi IgM atau IgG-nya. Penderita TORCH kadang tidak menunjukkan
gejala klinis yang spesifik, bahkan bisa jadi sama sekali tidak merasakan
sakit. Secara umum keluhan yang dirasakan adalah mudah pingsan,
pusing, vertigo, migran, penglihatan kabur, pendengaran terganggu,
radang tenggorokan, radang sendi, nyeri lambung, lemah lesu, kesemutan,
sulit tidur, epilepsi, dan keluhan lainnya. Untuk kasus kehamilan: sulit
hamil, keguguran, organ tubuh bayi tidak lengkap, cacat fisik maupun
mental, autis, keterlambatan tumbuh kembang anak, dan
ketidaksempurnaan lainnya. Namun begitu, gejala diatas tentu belum
membuktikan adanya penyakit TORCH sebelum dibuktikan dengan uji
laboratorium.

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian 1. Identitas klien


2. Keluhan utama :Merasakan nyeri di ekstermitas, demam
3. Riwayat kesehatan:
·    Suhu tubuh meningkat
·    Malaise
·    Sakit tenggorokan
·    Mual dan muntah
·    Nyeri otot
4. Riwayat kesehatan dahulu:
- Pasien sering berkontak langsung dengan binatang
- Pasien sering mengkonsumsi daging setengah matang
- Pasien pernah mendapatkan tranfusi darah
 Pemeriksaan fisik
·         Mata : Nyeri
·         Perut : Diare, mula dan muntah
·         Integument: suka berkeringat malam, suhu tubuh meningkat,
timbulnya rash pada kulit
·         Muskuloskletal: Nyeri dan kelemahan

Diagnosa a. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan system


Keperawata imun, aspek kronis penyakit.
n b. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit
c. Kurang pengetahuan mengenai penularan, penanganan dan
perjalanan penyakit.

Intervensi a. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan system


imun, aspek kronis penyakit.
Tujuan dan kriteria hasil :
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi :
 Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
 Pertahankan tehnik isolasi
 Batasi pengunjung bila perlu
 Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung meniggalkan pasien
 Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
 Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
 Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
kencing
 Tingkatkan intake nutrisi
 Berikan antibiotic bila perlu
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit menular
 Pertahankan tehnik aspesis pada pasien yang beresiko
 Pertahankan tehnik isolasi k/p

b. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit


Tujuan dan kriteria hasil :
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi :
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Gunakan tehnik komunikasi teraupetik untuk mengetahui
pengalaman nyeri
 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
 Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontol nyeri masa lampau
 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan interpersonal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital signsebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

c. Kurang pengetahuan mengenai penularan, penanganan dan


perjalanan penyakit.
Tujuan dan kriteria hasil :
 Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan
 Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
 Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

Intervensi :
 Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik
 Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
tepat.
 Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat
 Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
 Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
 Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara
yang tepat
 Hindari harapan yang kosong
 Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
 Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
 Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second
opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara
yang tepat
 Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
 Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberian perawatan kesehatan, dengan cara
yang tepat

DAFTAR PUSTAKA

Reeder, S.J., Leonide, LM., Deborah, K.G. 2011. Keperawatan Maternitas Kesehatan
Wanita,Bayi & Keluarga Volume 2. Edisi 18.Jakarta. EGC

Bobak, I.M., Deitra, L.L., Margaret,D.J., Snannon, E.P.2004. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Edisi 4. Jakarta. EGC

NANDA.2010.Nursing Diagnosis – Definition And Clasification 2009– 2011.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai