Disusun Oleh :
FAKULTAS PSIKOLOGI
UKSW
SALATIGA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota salatiga dikenal sebagai Indonesia Mini sekaligus kota pendidikan. Kota
pendidikan adalah kota yang mampu menerima proses pembaruan budaya dari berbagai
etnis pendatang. Kota ini menyediakan sarana pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga
tingkat Universitas.Universitas Kristen Satya Wacana merupakan salah satu dari
Universitas besar yang ada di Salatiga dan termasuk dalam Universitas yang sudah lama
ada di Indonesia. Mahasiswa-mahasiswanya sendiri datang tidak hanya dari pulau jawa
saja, datang dari berbagai daerah, suku, etnis dan tersebar di berbagai sudut kota Salatiga
dan ada disekitaran kampus, setiap tahunnya selalu dituju banyak mahasiswa yang ingin
meneruskan pendidikannya di kota ini. Hidup diluar daerah asal dan berhadapan dengan
budaya baru dipandang sebagai pengalaman yang menarik, selain itu dengan adanya
tuntutan mendapatkan pendidikan yang lebih baik, maka banyak mahasiswa memutuskan
untuk belajar diluar daerah asalnya. Biasanya pelajar di berbagai provinsi di luar pulau
Jawa memilih perguruan tinggi di pulau Jawa untuk meneruskan pendidikan tingginya.
Selain banyaknya perguruan tinggi, kualitas perguruan tinggi di pulau Jawa dinilai lebih
baik dibanding perguruan tinggi di luar pulau Jawa (Niam, E. K. et al., 2009). Pada saat
memasuki dunia perkuliahan, tentu banyak perubahan yang dialami sehingga mahasiswa
dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tinggal atau kuliah di
tempat masyarakat yang berbeda secara sosial dan budaya kemungkinan memunculkan
dampak sosial dan psikologis tertentu. Salah satu dampak sosial-psikologis yang biasa
terjadi pada mereka adalah kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Perbedaan bahasa, nilai, dan kebiasaan, di luar persoalan iklim geografis, menjadi
hambatan utama. Perbedaan tersebut terkadang menjadi salah satu kesulitan yang
dihadapi oleh para mahasiswa baru khususnya mahasiswa perantau yang datang dari luar
pulau jawa. Mereka perlu untuk melakukan penyesuaian diri untuk dapat
mengimbanginya. Ketika penyesuaian diri tersebut tidak berhasil, hal itu akan
menimbulkan respon yang negatif seperti kesedihan, kesepian, hilangnya kepercayaan
diri, dan perilaku menyimpang lainnya. Penyesuaian diri lintas budaya yang perlu diatasi
tidak hanya lingkungan kerja, tetapi juga kondisi cuaca, makanan lokal, keragaman
linguistik, perbedaan budaya, dan komunikasi dengan masyarakat sekitar.
Banyak kasus yang terjadi ketika mahasiswa perantau baru pertama kali
memasuki dunia perkuliahan di UKSW Salatiga, seperti halnya yang dialami mahasiswa
UKSW yang berasal dari papua, ambon, kalimantan, sumatera, peneliti melakukan
wawancara tatap muka dengan mereka, dan mengakui bahwa berada di daerah orang
tidaklah mudah dan mereka mengalami beberapa kesulitan. Salah satu kesulitan yang
mereka hadapi adalah kesulitan bahasa, kemudian budaya yang jauh berbeda akhirnya
mereka mengalami kesulitan saat mencoba berinteraksi. Mahasiswa Papua, dan Sumatera
yang terbiasa dengan pembawaan nada bicara yang lantang dan keras, kadang merasa
sedikit tidak nyaman ketika diharuskan berbicara dengan pelan dan halus, kemudian
mahasiswa Kalimantan yang terbiasa dengan cepat juga mengakui kesulitan dalam
berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang dominan menggunakan bahasa Jawa. Pada
dasarnya, proses penyesuaian memang akan dihadapi oleh individu yang memasuki
lingkungan yang baru dan akan lebih sulit jika perbedaan tersebut cukup jauh (Kennedy,
1999). Namun ada juga mahasiswa yang sudah bisa menyesuaikan dirinya dengan mudah
dan cepat.
Penyesuaian diri terhadap budaya dan lingkungan yang baru disebut juga dengan
penyesuaian kontkes budaya berbeda (sociocultural adjustment) (Searle, 1990).
Sociocultural adjustment didefinisikan sebagai suatu kompetensi perilaku untuk
mengatasi permasalahan sehari-hari dan interaksi sosial dalam konteks lingkungan
budaya yang baru. Penyesuaian dri terhadap budaya, ditafsirkan dari perspektif
pembelajaran budaya, sebagian besar terdiri dari komponen perilaku dan kognitif
pembelajaran budaya untuk bekerja secara efektif dalam lingkungan baru. Adaptasi
sosiokultural, sebaliknya, lebih kuat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dengan
pembelajaran budaya dan perolehan keterampilan spesifik budaya (Zlobina et al., 2006).
Selain itu, Sociocultural adjustment juga dapat diprediksi melalui seberapa besar
pengetahuan dan kompetensi individu tersebut terhadap budaya di wilayah yang
ditempati (Kin et al., 2017) berdasarkan uraian tersebut peneliti ingin lebih fokus pada
hubungan hubungan kecerdasan budaya dengan penyesuaian diri dalam konteks budaya.
Kecerdasan budaya (CQ) sebagai kemampuan untuk mempelajari pola-pola baru dalam
interaksi budaya dan memberikan respons perilaku yang benar terhadap pola-pola ini.
Sebenarnya, kecerdasan budaya adalah kemampuan untuk menghasilkan yang interaktif
dan efektif reaksi terhadap orang-orang yang berasal dari berbagai budaya latar belakang.
Kecerdasan budaya memungkinkan orang untuk mengenali perbedaan budaya melalui
pengetahuan dan pemahaman dan berperilaku tepat dalam menghadapi budaya yang
berbeda (Van Dyne & Ang,dlm Karroubi et al., 2014). Dalam penelitian mengenai
hubungan kecerdasan budaya dengan penyesuaian diri sosial budaya oleh (Nunes et al.,
2017) Berdasarkan sampel 217 ekspatriat dari 26 negara yang tinggal di Brasil, penelitian
ini mengungkapkan hubungan positif antara kecerdasan budaya dan adaptasi lintas
budaya. Penelitian lain oleh (Karroubi et al., 2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
CQ memiliki efek positif pada penyesuaian lintas budaya. Penelitian yang juga dilakukan
oleh (Ghaniyy & Akmal, 2018) Kecerdasan Budaya dengan Penyesuain diri konteks
budaya menujukan adanya hubungan yang positif, kemudian penelitian oleh (Lin et al.,
2012) menujukan ada pengaruh hubungan postif CQ dengan Penyesuaian diri budaya
berbeda
Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara
kecerdasan budaya dengan penyesuaian diri dalam konteks budaya yang berbeda pada
mahasiswa perantau yang kuliah di UKSW
1.2. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara rasa kecerdasan budaya dengan socialcultural adjustment?
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk membuktikan adanya hubungan antara kecerdasan dengan socialcultural
adjustment
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Membantu penelitian sejenis yang akan dilakukan di kemudian hari
2 Manfaat Praktis menambah pengetahuan terkait adanya hubungan kecerdasan
dengan Sociocultural adjustment
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kecerdasan Budaya
Kecerdasan Budaya adalah kemampuan individu untuk mengerti, memahami masalah, dan
mampu beradaptasi serta berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam lingkungan yang
memiliki perbedaan budaya sehingga membentuk pemikiran individu yang lebih simpatik
dan lebih terampil ketika berinteraksi dengan budaya lain. Melupti kecerdasan metakognisi
(CQ drive), kecerdasan kognisi (CQ Knowledge), kecerdasan motivasi (CQ Strategy), dan
kecerdasan perilaku (CQ Action)
3.7 Prosedur
Prosedur pengambilan data penelitian diawali dengan melakukan adaptasi terhadap kedua
alat ukur, yaitu dengan melakukan terjemahan ke bahasa Indonesia,. Penyesuaian diri dalam
konteks budaya (Sociocultural Adjustment) diukur dengan menggunakan alat ukur Sociocultural
Adjustment Scale (SCAS) yang disusun oleh Ward dan Kennedy (1999). Alat ukur tersebut
terdiri dari 29 butir dan berskala 1–5 (1 = tidak sulit; 2 = sedikit sulit; 3 = cukup sulit; 4 = sulit; 5
= sangat sulit.
Aspek Indikator Nomor aitem Jumlah
b. cultural 1.Memahami Prespketif 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9, 11, 22
empath and Perbedaan Antar 12, 13, 14, 15, 16,
relatedness) Budaya 17, 19, 20, 21, 22,
2.Mampu bernteraksi 24, 25, 27, 28
antar budaya
3.Mampu menjalin
pertemanan,
4.memahami diri sendiri
Bu, J., Furrer, O., & Lin, Y. (2015). Measuring cultural intelligence ( CQ ): A new test of the CQ
scale. https://doi.org/10.1177/1470595815606741
Culture, M., Di, S., Muhammadiyah, U., & Niam, E. K. (2009). Koping terhadap stres pada
mahasiswa luar jawa yang mengalami culture shock di universitas muhammadiyah
surakarta. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi, 11(1), 69–77.
Ghaniyy, A. Al, & Akmal, S. Z. (2018). Kecerdasan Budaya Dan Penyesuaian Diri Dalam
Konteks Sosial-Budaya Pada Mahasiswa Indonesia Yang Kuliah Di Luar Negeri. Jurnal
Psikologi Ulayat, 5(2), 123–137. https://doi.org/10.24854/jpu02018-179
Karroubi, M., Hadinejad, A., & Mahmoudzadeh, S. M. (2014). A study on relationship between
cultural intelligence and cross-cultural adjustment in tour management. Management
Science Letters, 4(6), 1233–1244. https://doi.org/10.5267/j.msl.2014.4.021
Kin, T., Wan, K., Wang, C., & Chan, W. (2017). International Journal of Intercultural Relations
Acculturation and cross-cultural adaptation : The moderating role of social support.
International Journal of Intercultural Relations, 59(April), 19–30.
https://doi.org/10.1016/j.ijintrel.2017.04.012
Lin, Y., Chen, A. S., & Song, Y. (2012). International Journal of Intercultural Relations Does
your intelligence help to survive in a foreign jungle ? The effects of cultural intelligence and
emotional intelligence on cross-cultural adjustment. International Journal of Intercultural
Relations, 36(4), 541–552. https://doi.org/10.1016/j.ijintrel.2012.03.001
Nunes, I. M., Felix, B., & Prates, L. A. (2017). Cultural intelligence , cross-cultural adaptation
and expatriate performance : a study with expatriates living in Brazil. Revista de
Administração. https://doi.org/10.1016/j.rausp.2017.05.010
Zlobina, A., Basabe, N., & Furnham, A. (2006). Sociocultural adjustment of immigrants :
Universal and group-specific predictors Sociocultural adjustment of immigrants : universal
and group-specific predictors. November 2017.
https://doi.org/10.1016/j.ijintrel.2005.07.005