Makalah PDF
Makalah PDF
Makalah PDF
KELAS A
Kelompok V
Oleh :
1. Mia Mayesvi (C1B006001)
2. Astrinova (C1B006009)
3. Ely Hary Yansen (C1B006028)
4. Nana Paskanita (C1B006030)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JAMBI
2008
DAFTAR ISI
Karena karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai
sumber pendapatan kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi
sentra–sentra baru diwilayah sekitar perkebunan karet, maupun pelestarian lingkungan
5
dalam merebut pasar tidak lepas dari harga. Harga karet alam sendiri tidak lepas dari
harga barang lain yang diikutsertakan dalam proses produksi. Jika harga output tinggi,
berarti biaya akan tinggi dan harga barang akan tinggi pula.
Tingkat konsumsi karet alam Indonesia belum sampai pada tingkat kejenuhan,
paling tidak sampai pada beberapa dasawarsa mendatang. Pada saat tingkat kejenuhan itu
tercapai, industri karet alam sangat diharapkan tetap menggunakan karet alam untuk
sebagian besar industri. Dengan demikian angka konsumsi karet menjadi berimbang.
Sekarang yang harus dipertahankan adalah harga karet alamnya.
Konsumsi karet alam dunia dalam dua dekade terakhir meningkat secara drastis,
walaupun terjadi resesi ekonomi dunia pada awal tahun 1980an dan krisis ekonomi asia
pada tahun 1997-1998. Penawaran karet alam dunia pun meningkat lebih dari 3 % per
tahun dalam dua dekade terakhir dimana mencapai 8.81 juta ton per tahun.
Untuk perkembangan harga karet sintetik sebagai produk hasil industri harganya
relatif stabil dibanding dengan karet alam. Selain itu, karet sintetik harganya cenderung
naik sejalan dengan harga bahan baku, kenaikan biaya produksi dan tingkat inflasi dari
negara produsen. Hal ini berbeda dengan harga karet alam yang berfluktuasi yang
dipengaruhi oleh kondisi alam (cuaca/iklim), nilai tukar dan perkembangan ekonomi
negara konsumen.
Seiring dengan terbentuknya kerja sama tripartite antara tiga negara produsen
karet alam dunia (Thailand, Indonesia, dan Malaysia), harga karet alam di pasaran dunia
memperlihatkan kecenderungan yang membaik. Pada akhir tahun 2001 harga karet alam
berkisar antara US $ 46 sen per kg – US $ 52 sen per kg. Setelah masing-masing negara
anggota melaksanakan AETS (Agreed Export Tonnage Scheme) dan SMS (Supply
Management Scheme). Harga merangkak naik. Pada bulan Januari 2002 mencapai US $
53,88 sen per kg dan pada bulan Agustus 2003 mencapai US $ 83, 06 sen per kg.
Berdasarkan proyeksi jangka panjang (2010-2020) harga karet alam diperkirakan
akan dapat mencapai sekitar US $ 2,5 per kg. Hal ini diharapkan akan merupakan daya
tarik bagi pelaku bisnis di bidang agribisnis karet di Indonesia.
b. Sumber Dana
Adanya keterbatasan modal yang dihadapi oleh petani dalam membeli bibit
unggul maupun sarana produksi lain seperti herbisida dan pupuk, selain itu bahan tanam
karet unggul hanya tersedia di Balai penelitian melalui sistem Waralaba si sentra-sentra
pembibitan yang juga madih sasngat terbatas jumlahnya.
c. Kurangnya dukungan dan penyuluhan pemerintah
Dalam hal ini pemerintah kurang memberikan penyuluhan mengenai pengelolaan
karet dengan benar sehingga bagi petani biasa yang memiliki areal perkebunan yang
hanya beberapa hektar kurang menghasilkan karet yang berkualitas jika dibandingkan
6
perkebunan besar milik pemerintah dan swasta dan pemerintah juga telah menghentikan
pengutan CESS (dana untuk pengembangan, promosi, dan peremajaan) ekspor komoditi
karet sejak tahun 1970.
d. Kurangnya IPTEK.
Kurangnya IPTEK para petani karet yang ada di pedesaan, membuat produktivitas
dan kualitas karet yang di hasilkan rendah dan kurang bersaing di pasaran dunia.
e. Adanya hukum dan perundang-undangan penebangan
Pemerintah mengeluarkan peraturan dimana dalam membuka lahan baru, petani
diwajibkan memiliki surat izin penebangan. Diman proses mendapatkan surat izin
tersebut sangat rumit apalagi pada petani rakyat.
f. Kurangnya pemanfaatan kayu karet
Masalah lain yang dihadapi dalam komoditas karet adalah pemanfaatan kayu
karet baru sebatas kayu olahan, papan artikel, dan papan serat. Hal ini terjadi karena
lokasi pengolah kayu jauh dari sumber bahan baku sehingga biaya transportasi menjadi
tinggi. Oleh karena itu, harga kayu karet di tingkat petani masih rendah dan tidak menarik
bagi petani.
B. Subsistem On Farm/Produksi Pertanian
Arah kebijakan pada sisten on-farm adalah terwujudnya suatu kondisi dimana
ketersediaan sarana produksi, spesialisasi subsistem on-farm terletak pada produktivitas
hasil lateks dan kayu.
Masalah utama yang dihadapi oleh petani dalam sistem ini ketersediaan bahan
baku yang tidak kontinue.
C. Subsistem/pengolahan/Agroindustri/hilir
a. Rendahnya daya saing produk-produk industri lateks Indonesia bila dibandingkan
dengan produsen lain terutama Malaysia.
b. Adanya penurunan areal hutan, eksploitasi kayu hutan yang berlebihan, tidak adanya
program reboisasi yang berkesinambungan sehingga membuat permintaan akan karet
tidak dapat terpenuhi karena bahan baku yang kurang.
7. Subsistem Agribisnis
a. Farming
Untuk menanam dan menghasilkan karet yang unggul dan berkualitas serta
mempunyai produktivitas yang tinggi tidaklah mudah, semuanya harus diperhatikan
secara seksama dimulai dari ;
Asal Bibit
Bibit yang bagus untuk karet unggul adalah bibit yang berasal dari penyerbukan
sendiri maupun silang yang dibantu serangga jenis (Nitudulidae, Phloeridae,
Eurculionidae) setelah sebulan terjadinya pembuahan sekitar 30-607 akan gugur
secara berangsur-angsur dan sisanya berkembang hingga masak, ini adalah bibit yang
bagus.
Seleksi Bibit
Setelah mendapatkan bibit, tidak langsung dapat disemai tetapi terlebih dahulu
diseleksi untuk memisahkan antara bibit yang bagus dengan bibit yang kualitasnya
jelek, hal ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemantulan dan perendaman,
apabila bijinya dipantulkan biji tersebut melenting maka biji tersebut berkualitas
bagus dan memiliki daya kecambah + 807. Sedangkan untuk perendaman apabila biji
tersebut direndam dan tidak mengapung/tenggelam maka biji tersebut bagus dan
mempunyai daya kecambah + 80-92%.
Penyemaian
Penyemaian ini tidak bisa dilakukan sembarangan, sebelum penyemaian harus
disediakan media seperti pasir sungai yang bersih dan halus barulah disemai bibit
yang telah disediakan dengan cara menekan biji kedalam media pasir.Penyiapan
lahan
7
Dewasa ini budidaya karet dikenal beberapa istilah teknis yang berhubungan
dengan penyiapan lahan. Yaitu :
- New Planting (bukaan baru), penanaman karet yang dilaksanakanpada lahan yang
sebelumnya tidak ada penanaman karet.
- Replanting (pembukaan ulang), yaitu penanaman karet pada lahan yang
sebelumnya telah ditanami tanaman karet.
- Konversi, yaitu penanaman karet pada lahan yang sebelumnya ditanami jenis
tanaman keras/perkebunan lain.
Jarak Tanam
Agar pertumbuhan dari karet yang ditanam bagus maka harus ditentu oleh jarak.
Jarak yang biasanya dipakai umum sempit yakni 3m x 3m atau 4m x 4m yaitu dengan
hubungan segitiga sama sisi sehingga jumlah tanaman tiap hektar cukup banyak.
Tetapi dewasa ini jarak yang digunakan 7m x 3m atau 7,14m x 3,33 m atau 8m x
2,5m.
b. Procesing
Setelah umur karet yang ditanam sudah mencapai 5-6 tahun maka karet tersebut
sudah bisa untuk disadap, penyadpan adalah mata rantai pertama dalam proses produksi.
Karet penyadapan dilaksanakan dikebun produksi dengan menyayat atau mengiris
(dewasa ini juga dengan cara menusuk) batang dengan cara tertentu dengan maksud
untuk memperoleh lateks atau getah.
Untuk memperoleh karet yang bermutu tinggi, pengumpulan lateks hasil
penyadapan dikebun harus bersih, proses pengolahan ini dimulai dari mengumpulkan
lateks dikebun penerimaan lateks. Pengangkutan lateks, pengumpulan gumpalan karet
mutu rendah menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lateks serta bahan-
bahan kimia dan air sebagain bahan pengolahan.
c. Marketing
Setelah semua rangkaian dari proses telah dilaksanakan, kemudian sampai pada
proses/tahap pemasaran. Yang dipasarkan adalah lateks pekat hasil penguapan, yang
disebut Revertex Standar, memiliki kadar zat padat sekitar 73% dan kadar karet kering
68%. Untuk melakukan pemasaran harus memenuhi standar yaitu standar ISO dan dapat
juga menggunakan mutu standar menurut ASTN atau BS, meskipun demikian dalam
transaksi acapkali spesifikasi mutu lateks pekat ditentukan atas persetujuan antara penjual
dan pembeli.
8
d. Penelitian dan Pengembangan (R & D)
Dengan kondisi harga karet sekarang ini yang cukup tinggi, maka momen
tersebut perlu dimanfaatkan dengan melakukan peremajaan karet rakyat dengan
menggunakan klon klon unggul, mengembangkan industri hilir untuk meningkatkan
nilai tambah, dan meningkatkan pendapatan petani.
Strategi di tingkat on farm yang diperlukan adalah :
(a) penggunaan klon unggul penghasil lateks dan kayu yang mempunyai prosuktivitas
lateks potensial lebih dari 3000 kg/ha/th, dan menghasilkan produktivitas kayu
karet lebih dari 300 m3/ha/siklus
(b) percepatan peremajaan karet tua seluas 4000 ha sampai dengan tahun 2009 dan 1.2
juta ha sampai dengan 2025;
(c) Diversifikasi usaha tani karet dengan tanaman pangan sebagai tanaman sela dan
ternak untuk meningkatkan pendapatan petani;
(d) peningkatan efisiensi usaha tani.
9
7. Analisis SWOT
10
pengeksporan untuk mengekspor karet ke pasar luar negeri. Hasil panen dari
karet tersebut berupa lateks segar yang dijual ke tengkulak atau pabrik
pengolahan.selanjutnya lateks tersebut diencerkan dengan air sampai kadarnya
20% setelah lateks diencerkan jadilah crepe, setelah kering crepe di pak atau
dibuat bandela-bandela dengn berat 50 kg bandela untuk selanjutnya dipasarkan
ke konsumen dalam dan luar negeri. Budidaya karet dapat mendukung program
pemerintah dibidang sektor pertanian dan perkebunan dan juga menambah
devisa negara.karet merupakan penyumbang terbesar devisa bagi negara.
Penetapan Harga (pricing)
Dalam memproduksi karet ini para petani atau pengusaha berusaha untuk
meminimalkan biaya-biaya dengan cara melakukan perawatan tanaman secara
intensif untuk mengurangi resiko gagal panen. Sehingga produksi karet ini tidak
memakan banyak biaya. Pada akhirnya karet tersebut dapat dijual dengan harga
yang relatif terjangkau bagi konsumen. Selain itu penetapan harga karet juga
berfluktuasi atau berpengaruh terhadap harga dolar saat ini.bila mana dolar
mengalami kenaikan maka harga karet juga akan naik begitu juga sebaliknya
yang terjadi.
Promosi (promotion)
Untuk memperkenalkan karet hal ini dirasa tidak perlu akan tetapi kegiatan
promosi disini dilakukan untuk memberitahu kepada konsumen tentang kualitas
dari produk karet tersebut. Kegiatan promosi dan publikasi karet dilakukan
melalui media cetak elektronik yaitu internet. Promosi dilakukan secara teratur
bertujuan untuk memberitahu kepada konsumen tentang kualitas yang
dihasilkan.perusahaan karet menggunakan promosi dalam bentuk :
o Internet, perusahaan akan membuat web-site tentang produk karetnya dan
hal-hal lain mengenai perusahaan penghasil. Media internet dipilih
karena saat ini internet merupakan sarana periklanan yang sangat efektif
mengingat target pasar dari karet adalah kalangan menengah atas serta
perusahaan negara asing.
Lokasi (place)
Luas areal perkebunan karet di indonesia telah mencapai 3.262.291 hektar.areal
perkebunan karet di indonesia menyebar cukup merata karena terdapat 22
propinsi dari 30 propinsi. Propinsi yang memiliki areal perkebunan karet yang
terluas pada tahun 2004 adalah sumatera selatan yakni mencapai 671.920
hektar.dari total areal perkebunan karet di indonesia tersebut 84,5% diantaranya
merupakan kebun milik rakyat,8,4%milik swasta dan hanya 7,1% yang milik
negara.
11
ini. Kurang stabilnya perekonomian di negara itu mengakibatkan industri dalam
negerinya mengalami hambatan perkembangan. Belum lagi saingan industri mobil dari
Jepang yang memiliki industri mobil negara paman sam tersebut.
Produsen atau eksportir karet alam umumnya adalah negara-negara yang sedang
berkembang seperti Malaysia, Indonesia, Birma ,Thailand, dll.Maka persaingan terjadi
antara sesama negara yang sedang berkembang tersebut.
Untuk memperkuat daya saing karet alam Indonesia di pasaran internasional,
perlu diambil langkah-langkah sebagai tindak lanjut yang konkret. Langkah-langkah ini
diantaranya adalah meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengusahaan karet yang
meliputi berbagai bidang:
1. Bidang kultur teknis dan teknologi
Peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam bidang ini meliputi
peningkatan produktivitas tanaman dan peningkatan mutu. Produktivitas
tanaman karet di Indonesia masih relatif rendah. Untuk memperbaiki
teknologi dan manajemen pengusahaan tanaman karet, fungsi dan partisipasi
balai penelitian karet hendaknya semakin di tingkatkan. Dalam hal ini perlu
digalakan peneliitan terutama dala hal budidaya karet. Cara lain untuk
memperkuat daya saing karet alam Indonesia dipasaran internasional adalah
dengan peningkatan mutu. Mutu karet harus ditingkatkan, baik mutu
produksi, mutu kemasan, maupun mutu pelayanannya.
2. Bidang pembiayaan dan keuangan
Peningkatan efektivitas dan efisiensi dibidang pembiayaan dan keuangan
merupakan upaya penggunaan dana seefektif dan seefisien mungkin agar
harga pokmok kaet yang dihasilkan cukup rendah. Dengan demikian,
poroduk karet itu mampu bersaing pada setiap tingkat harga jual yang terjadi
di pasaran internasional.
3. Bidang pemasaran sebagai ujung tombak.
Tujuan akhir setiap produk adalah penjualan. Oleh karena itu, suatu hal yang
harus dilaksanakan untuk menunjang keberhasilan yang sudah dibuat untuk
mencapai efektifitas dan efisiensi biaya dan mutu adalah pemasaran. Dengan
adanya pemasaran yang baik, maka semua aktivitas yang menyebabakan
tersedotnya dana dan daya perusahaan akan dikembalikan. Bahkan, akan
menaikan modal usaha dengan perolehan peruntungan yang tidak jauh
berbeda dengan yang direncanakan.
10. Atribut Kualitas Karet
Agar kualitas karet yang dihasilkan sesuai dengan standar internasional maka
diperlukan perlengkapan atau sarana yang berkualitas baik dalam memproses karet
menjadi berbagai macam produk. Perlengkapan yang digunakan antara lain adalah :
- Bahan baku yang dipakai memiliki kualitas yang baik
- Mesin dan peralatan yang canggih
- Keahlian karyawan atau tenaga kerja yang terampil
- Sistem perencanaan.
Kualitas karet alam :
- Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna
- Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah
- Mempunyai daya aus yang tinggi
- Tidak mudah panas
- Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakkan
Kualitas karet sintetis :
- Tahan terhadap berbagi zat kimia
12
- Harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil.
-
KESIMPULAN
Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber
pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-
sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan
sumberdaya hayati. Namun sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi
kedua terbesar dunia, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya
produktivitas, terutama karet rakyat yang merupakan mayoritas (91%) areal karet
nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet
remah (crumb rubber). Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh
banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul
serta kondisi kebun yang menyerupai hutan. Oleh karena itu perlu upaya percepatan
peremajaan karet rakyat dan pengembangan industri hilir.
Melihat perkembangan baik dari segi konsumsi maupun produksi karet dunia,
dalam tahun-tahun mendatang dipastikan masih akan terus meningkat. Indonesia
merupakan penghasil karet sekaligus sebagai salah satu basis manufaktur karet dunia.
Tersedianya lahan yang luas memberikan peluang untuk menghasilkan karet alami yang
lebih besar lagi dengan menambah areal perkebunan karet. Tetapi lebih utama dari itu,
produksi karet alam bisa ditingkatkan dengan meningkatkan teknologi pengolhan karet
untuk meningkatkan efisiensi, dengan demikian output (latex) yang dihasilkan dari input
(getah) bisa lebih banyak dan menghasilkan material sisa yang semakin sedikit.
Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet dikelola oleh rakyat,
perkebunan negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat masih positif
walaupun lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta
sama-sama menurun 0,15%/th. Oleh karena itu, tumpuan pengembangan karet akan
lebih banyak pada perkebunan rakyat. Namun luas areal kebun rakyat yang tua, rusak
dan tidak produktif mencapai sekitar 400 ribu hektar yang memerlukan peremajaan.
Persoalannya adalah bahwa belum ada sumber dana yang tersedia untuk peremajaan. Di
tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet sudah cukup, namun selama lima tahun
mendatang diperkirakan akan diperlukan investasi baru dalam industri pengolahan, baik
untuk menghasilkan crumb rubber maupun produk-produk karet lainnya karena
produksi bahan baku karet akan meningkat dan ini dapat dilihat pada tahun 2005
perdagangan karet di Indonesia mengalami surplus sebesar US $ 2,9 juta dimana nilai
ekspor lebih besar dibanding nilai impor. Potensi surplus ini masih bisa naik lagi
mengingat kebutuhan karet dunia yang terus meningkat, ditambah lagi apabila didukung
pengurangan volume impor karet dengan tercukupinya kebutuhan karet dalam negeri.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. www.google.com
2. Makalah Chairil Anwar (pusat penelitian karet), “Perkembangan Pasar dan
Prospek
Agribisnis Karet di Indonesia” ; 2006.
3. Makalah Cut Fatimah Zuhra, “Karet” ; 2006.
4. Tim Penulis PS, “KARET : Budi Daya Dan Pengolahan , Strategi
Pemasaran”,
PT Penebar Swadaya, anggota Ikapi, Jakarta ; 2006.
5. Setiawan Heru Didit dkk, “Petunjuk Lengkap Budidaya Karet” agromedia
Pustaka, Solo ; 2005.
14
Jalur pemasaran karet rakyat secara umum
KUD
Rumah-rumah asap
Atau pabrik yang mengolah
bokar
15
Bahan olah karet rakyat Lateks
(BOKAR) kebun
Perkebunan besar
Pabrik pengolahan
PTP
Swasta
Kantor pemasaran
bersama
Lelang
Industri yang
menggunakan bahan
baku karet di dalam
negeri
Pembelian
langsung oleh
pihak luar
negeri/
perwakilannya
eksportir
dealer
Perusahaan
pengangkutan
importir
16
TABEL VOLUME DAN NILAI EKSPOR IMPOR KARET ALAM INDONESIA TAHUN 1969
– 1990
Ekspor Impor
Tahun
Volume Nilai Volume Nilai
( ton) ( 000 US$ ) ( ton ) ( 000 US$ )
1 2 3 4 5
1969 657314 171750 0 0
1970 581190 185164 0 0
1971 580232 166476 0 0
1972 755960 161601 0 0
1973 866638 391372 0 0
1974 7947541 476076 0 0
1975 788292 358240 0 0
1976 789892 535693 0 0
1977 781967 575555 0 0
1978 865960 718045 1031 197
1979 865321 940603 1209 245
1980 976131 1165321 1980 458
1981 812800 835849 2324 1155
1982 797608 602148 1847 570
1983 938032 843465 365 124
1984 1009558 948391 24 37
1985 987771 708498 44 49
1986 958692 711612 151 106
1987 1092525 958047 0 0
1988 1132132 1243422 0 0
1989 1151409 1007198 823 1089
1990 1077331 846876 792 708
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan,1991. ( Tim Penulis PS, “Budidaya dan Pengolahan,
Strategi Pemasaran”, 2006 )
17