Anda di halaman 1dari 59

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Di Indonesia ada sikap seakan - akan pasrah dalam menghadapi masalah korban
Gawat Darurat. Kalau ada orang meninggal / cacat kita cenderung menganggapnya
sebagai nasib atau sudah merupakan kehendak Tuhan. Sebenarnya angka kejadian,
kematian dan kecacatan dapat di cegah dan di turunkan bila kita memahami cara- cara
penanggulangan Kegawat Daruratan.

Penderita gawat darurat adalah penderita yang memerlukan pertolongan segera dan
bila tidak mendapat pertolongan segera dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan
cacat permanent.

Penanggulangan Penderita Gawat Darurat ( PPGD ) Upaya untuk mengatasi keadaan


gawat darurat agar pasien tidak meninggal, memburuk keadaannya atau mencegah /
mengurangi kecacatan.

Gawat Darurat dalam system perkemihan yang terjadi adalah suatu kondisi dimana
mengancam nyawa mengandung resiko cacat dengan aspek waktu yang mendesak yang
terjadi pada system perkemihan. Ketika mendapatkan riwayat kesehatan, kita harus
menggunakan bahasa serta istilah yang dapat dipahami pasien dan menyadari perasaan
sungkan atau tidak nyaman yang dirasakan pasien dalam memebicarakan fungsi serta
gejala ureginetal. Pasien mungkin “lupa” atau menyangkal gejala tersebut karena rasa
cemas atau sungkan. Penyakit renal harus dibedakan dengan penyakit urinarius.penyakit
renal terjadi ketika ginjal terkena. Disfungsi ginjal dapat menimbulkan serangkaian gejala
yang kompleks dan tampak di seluruh tubuh.Riwayat sakit harus mencakup informasi
berikut yang berhubungan dengan fungsi renal dan urinarius.

Di Indonesia ada sikap seakan - akan pasrah dalam menghadapi masalah korban
Gawat Darurat. Kalau ada orang meninggal / cacat kita cenderung menganggapnya
sebagai nasib atau sudah merupakan kehendak Tuhan. Sebenarnya angka kejadian,
kematian dan kecacatan dapat di cegah dan di turunkan bila kita memahami cara- cara
penanggulangan Kegawat Daruratan.

Penderita gawat darurat adalah penderita yang memerlukan pertolongan segera dan
bila tidak mendapat pertolongan segera dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan
cacat permanent.

Penanggulangan Penderita Gawat Darurat ( PPGD ) Upaya untuk mengatasi keadaan


gawat darurat agar pasien tidak meninggal, memburuk keadaannya atau mencegah /
mengurangi kecacatan.

Gawat Darurat dalam system perkemihan yang terjadi adalah suatu kondisi dimana
mengancam nyawa mengandung resiko cacat dengan aspek waktu yang mendesak yang
terjadi pada system perkemihan. Ketika mendapatkan riwayat kesehatan, kita harus
menggunakan bahasa serta istilah yang dapat dipahami pasien dan menyadari perasaan
sungkan atau tidak nyaman yang dirasakan pasien dalam memebicarakan fungsi serta
gejala ureginetal. Pasien mungkin “lupa” atau menyangkal gejala tersebut karena rasa
cemas atau sungkan. Penyakit renal harus dibedakan dengan penyakit urinarius.penyakit
renal terjadi ketika ginjal terkena. Disfungsi ginjal dapat menimbulkan serangkaian gejala
yang kompleks dan tampak di seluruh tubuh.Riwayat sakit harus mencakup informasi
berikut yang berhubungan dengan fungsi renal dan urinarius.
1.2. TUJUAN
1.2.1 TUJUAN UMUM
Mahasiswa dapat menerapkan usaha mempertahankan kehidupan
pasien dalam keadaan gawat darurat

1.2.2. TUJUAN KHUSUS

- Mahasiswa menguasai cara meminta bantuan pertolongan

- Mahasiswa menguasai teknik bantuan hidup dasar

- Mahasiswa menguasai teknik evakuasi dan tranportasi

- Mahasiswa dapat memperioritaskan klien sesuai dengan tingkat


kegawatdaruratan
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TRIAGE

2.1.1. PENGERTIAN

Triage adalah pengelompokan korban/pasien berdasarkan berat


ringannya trauma atau penyakit serta kecepatan penanganan atau pemindahan

Hal itu diatur untuk mendapatkan :

- Pasien yang benar ke ….


- Tempat yang benar pada ….
- Waktu yang benar dengan ….
- Tersedianya perawatan yang benar ….

Urutan kegawatan

B1 Breath Gawat Nafas

B2 Bleed Gawat Sirkulasi

B3 Brain Gawat Otak

(coma, Kejang)

B4 Bladder Gawat Ginjal

(pre,Post,renal)

B5 Bowel Gawat sistem pencernaan

B6 Bone Gawat Tulang


Warna Merah True Emergency (Prioritas Pertama)

Warna Kuning True Emergency (Prioritas Kedua)

Warna Hijau Non Emergency (Prioritas Ketiga)

2.1.2. TUJUAN

- Dapat menangani korban/pasien dengan cepat, cermat dan tepat sesuai


dengan sumber daya yang ada
- Memilah pasien berdasarkan tingkat kegawatannya.
- Menentukan tujuan kemana akan merujuk pasien berdasarkan
tingkat kegawatannya. ( tipe RS : A, B, C atau D).
- Memilih alat /sarana yang sesuai untuk memindahkan pasien.

2.1.3. PRINSIP TRIAGE

“Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sependek mungkin),


The Right Patient, to The Right Place at The Right Time serta melakukan yang
terbaik untuk jumlah terbanyak” dengan seleksi korban berdasarkan :

 Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit


 Dapat mati dalam hitungan jam
 Trauma ringan
 Sudah meninggal

2.1.4. PRIORITAS TRIAGE

Prioritas : penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan


pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul

Tingkat prioritas :

 Prioritas I (prioritas tertinggi) warna merah untuk berat dan biru untuk
sangat berat. Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan
tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar.
Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan
nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas,
tension pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong pada tangan
dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat II dan III > 25%
 Prioritas II (medium) warna kuning. Potensial mengancam nyawa atau
fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat.
Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah
tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma
thorak/abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.
 Prioritas III(rendah) warna hijau. Perlu penanganan seperti pelayanan
biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat
terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan
 Prioritas 0 warna Hitam. Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka
sangat parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis,
trauma kepala kritis.

2.1.5. MACAM-MACAM TRIAGE

- Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak


melampaui kemampuan RS. Dalam keadaan ini penderita dengan
maslah gawat darurat dan multi trauma akan dilayani terlebih dahulu.
- Jumlah penderita dan beratnya perlukaan melampaui kemampuan RS.
Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu adalah
penderita dengan kemungkinan hidup lebih besar (survival) dan
membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga paling sedikit.

2.1.6. PENILAIAN DALAMTRIAGE

 Primary survey (A,B,C) untuk menghasilkan prioritas I dan seterusnya


 Secondary survey (Head to Toe) untuk menghasilkan prioritas I, II,
III,0 dan selanjutnya
 Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan
pada A, B, C, derajat kesadaran dan tanda vital lainnya.
 Perubahan prioritas karena perubahan kondisi korban
2.1.7. PERENCANAAN TRIAGE

 Persiapan sebelum bencana


 Pengorganisasian personal (bentuk tim triage)
 Pengorganisasian ruang/tempat
 Pengorganisasian sarana/peralatan
 Pengorganisasian suplai
 pelatihan
 komunikasi

2.1.8. SISTEM ORGANISASI DAN DOKUMENTASI TRIAGE

Pemimpin triage

Hanya melakukan :

 Primary survey
 Menentukan prioritas
 Menentukan pertolongan yang harus diberikan

Keputusan triage harus dihargai. Diskusi setelah tindakan. Hindari untuk tidak
memutuskan sesuatu. Pemimpin triage tidak harus dokter, perawat pun bisa
atau orang yang terlatih tergantung sumber daya manusia di tempat kejadian.

Tim triage

 Bertanggung jawab
 Mencegah kerusakan berlanjut atau semakin parah
 Pilah dan pilih korban
 Memberi perlindungan kepada korban.

Dokumentasi/rekam medis triage


 Informasi dasar : nama, umur, jenis kelamin, cedera, penyebab cedera,
pertolongan pertama yang telah diberikan
 Tanda-tanda vital : tensi, nadi, respirasi, kesadaran
 Diagnosis singkat tapi lengkap
 Kategori triage
 Urutan tindakan preoperatif secara lengkap

2.1.4. KEUNTUNGAN

1. dari sisi petugas :

- Kerja lbh efektif dan efisien k/ tdk tumpang tindih


- Mdh m’ttukan Dx dan p’nangan s/ prioritas
- Terhindar dari kesalahan:

 Penanganan di t4 kejadian /di RS


 Tujuan Rujukan ke fasilitas yg sesuai
 Pemilihan alat yg sesuai dgn kondisi ps
2. Dari sisi pasien :
- Menadapat layanan cepat, tepat sesuai prioritas
- Terhindar dari kesalahan tindakan & hemat biaya
- Terhindar dari cacat & bahkan kematian karena :
layanan cepat,tepat akurat
3. Bagi masyarakt/keluarga :
- mudah mendapat informasi yang dibuthkan

2.1.5. SKORING TRIAGE

1. Pasien langsung dibawa ke ruang Resusitasi apabila terdapat :


a. Henti jantung dan henti napas mendadak.
b. Adanya Shock/renjatan.
c. Distres pernapasan mendadak
d. Penurunan kesadaran(koma) : CVD, Koma diabetikum.
e. Kejang : epilepsi, febril convulsi,
2. Pasien langsung ke ruang tindakan bedah :
a. Mayor condition ( Strecher Patient )
- luka berat,Usaha bunuh diri, perdarahan non
traumatik,dll.
b. Minor condition ( Walking patient ).
- perlukaan,cedera pd tangan, CKR,luka bakar ringan, benda asing,
gigitan sengatan,dll
3. Pasien langsung ke ruang observasi non bedah :
a. Mayor condition ( Strecher Patient )
- batuk & sesak,asma,aritmia jantung , nyeri kepala dan
leher,GED,CVD.
b. Minor condition ( Walking Patient ).
- Demam tinggi,Coliq abdomen
4. Pasien langsung keruang Tindakan kebidanan dan penyakit kandungan

  Perdarahan pre dan post partum

-  Pre eklamsia berat

-  KET

-  Trauma pada alat kelamin wanita yang berat

-  Kehamilan dengan komplikasi : hamil dengan penyulit.


2.1.6. GAMBAR SKEMA TRIAGE

Gambar skema triage lapangan :


Gambar Skema triage rumah sakit
2.2. PENANGANAN BENCANA
2.2.1. PENGERTIAN

Bakir Abisudjak & Helman Hamdani (1990)

Bencana alam adalah gangguan ekologis yang melampaui kapasitas


penyesuaian sekelompok makhluk hidup dengan lingkungannya.

Arjono Djuned Pusponegoro (1990)

Bencana adalah situasi yang gawat di mana kehidupan sehari-hari mendadak


terganggu dan banyak orang yang terjerumus dalam keadaan yang tidak
berdaya dan menderita sebagai akibat dari padanya membutuhkan pengobatan,
perawatan, perlindungan, makanan, pakaian dan lain kebutuhan.

2.2.2.PENANGANAN BENCANA DI RS DAN LAPANGAN

Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana

1. Belajar dari penanggulangan bencana-bencana sebelumnya

2. Jangan menolong korban secara acak-acakan

3. Pergunakan sistem triage.

4. Buat perencanan yang baik untuk penanggulangan bencana

5. Buat katagori bencana

a. katagori I jumlah korban di bawah 50 orang

b. katagori II jumlah korban antara 51-100 orang

c. katagori III jumlah korban antara 101-300 orang

d. katagori IV jumlah korban di atas 300 orang

6. Tentukan katagori rumah sakit yang mampu menampung korban


7. Harus ada sistem komunikasi sentral untuk satu kota atau daerah dengan
nomor telpon khusus seperti 118

8. Sistem ambulance dengan petugas dinas 24 jam dan mampu melakukan


resusitasi dan life support seperti ambulan 118 yang dapat dimanfaatkan
untuk menolong penderita gawat dan korban kecelakaan

9. Dari segi medis melaksanakan tindakan-tindakan yang mudah cepat dan


menyelamatkan jiwa

10. Lebih mencurahkan perhatian pada penderita yang mempunyai harapan


yang lebih baik, seperti perdarahan luar, traumatik, amputasi, gangguan
jaIan napas dan lain-lain

11. Kerjasama yang baik di bawah seorang pimpinan yang disebut dengan
petugas triage

12. Menggunakan buku pedoman bagi petugas polisi, dinas kebakaran dan
medis/para medis, satuan SAR dalam penanggulangan bencana.

Langkah-Langkah dalam Penanggulangan Bencana

1. Pengkajian awal terhadap korban bencana, yang mencakup:

a. Keadaan jalan napas, apakah terdapat sumbatan napas? Sifat


pernapasan cepat, lambat, tidak teratur.

b. Sistem kardiovaskular, meliputi tekanan darah; tinggi atau rendah; nadi


cepat, lambat atau lemah

c. Sistem musladoskeletal, seperti luka, trauma, fraktur

d. Tingkat kesadaran, komposmentis-koma

2. Pertolongan darurat

Evaluasi melalui sistem triage sesuai dengan urutan prioritas.


a. Atasi masalahjalan napas, atur posisi (semi Fowler, Fowler tinggi),
bebaskan jalan napas dari sumbatan, berikan oksigen sesuai kebutuhan,
awasi pernapasan.

b. Atasi perdarahan, bersikan luka dari kotoran dan benda asing,


desinfeksi luka, biarkan darah yang membeku, balut luka.

c. Fraktur atau trauma, imobilisasikan dengan memasang spalak, balut.

d. Kesadaran terganggu, bebaskan jalan napas, awasi tingkat kesadaran


dan tanda-tanda vital.

3. Rujukan segera ke puskesmas/rumah sakit

Dengan menyiapkan ambulan dan melakukan komunikasi sentral ke pusat


rujukan.

Persiapan Perlengkapan

1. Perlengkapan jalan napas

a. Resusitasi (manual, otomatik, laringoskop, nasotrakeal, gudel)

b. Oksigen set lengkap

c. Suksion

2. Alat-alat perlengkapan intravena

a. Infus set

b. blood set

c. cairan infus (NaCL, glukosa, ringer laktat, plasma fusin, dsb.)

d. spuit 5- 10 cc
e. standar infuse

f. gunting, plester, manset, venaseksi set

3. Bahan-bahan untuk keperluan trauma

a. bidai dengan segala ukuran untuk kaki, tangan, leher, tulang,


punggung

b. verban dengan segala ukuran

c. kain kasa

d. gips

e. benang, catgut dan jarum berbagai ukuran

f. larutan desinfektan (alkohol, betadin, obat merah, dsb.)

4. Perlengkapan lain

a. Selimut

b. Pembalut

c. kain segitiga

d. tensimeter

e. usungan dsb.

5. Obat-obatan

a. analgesic antikoagulan

b. antiinflamsi

c. vitamin, dll.

Peranan Perawat
1. Melakukan asuhan keperawatan penderita gawat darurat

2. Kolaborasi dalam pertolongan gawat

3. Pengelolaan pelayanan perawatan di daerah bencana dan ruang gawat


darurat.

Kemampuan yang diharapkan

1. Melakukan resusitasi dan dukungan hidup dasar

2. Pertolongan pada syok

3. Menghentikan perdarahan

4. Perawatan luka dan patah tulang

5. Memasang bidai dan balutan

6. Rujukan

a. Ambulan

b. Komunikasi dan penyampaian informasi ke sentral.

c. Pertolongan pertama.

2.2.3.MENGORGANISASI PENANGANAN BENCANA DI RS DAN LAPANGAN

SIAGA I

- Jumlah pasien yang masuk 25-50 orang

- Tenaga dari dan perawat masih dapat dipenuhi oleh dari dan
perawat yg bertugas

- Bila perlu mendatangkan siswa SPK dan Akper


- Penyediaan fasilitas dan logistik masih dapat ditanggulangi oleh
IGD.

SIAGA II

Jumlah korban 50 –100 orang

- Perlu tambahan tenaga dari luar


- Perlu dibuka kamar bedah sentral.
- Instalasi farmasi perlu diikut sertakan.

SIAGA III

- Jumlah korban lebih dari 100 orang


- Perlu bantuan penampungan olh RS lain.

2.2.4. MOBILISASI DAN EVAKUASI

a. Pengetian
1. Pemindahan pasien – pasien dari tempat kejadian ketempat yang memungkinkan
dapat pertolongan yang lebih baik.
2. Suatu proses usaha memindahkan dari satu tempat ke tempat lain tanpa ataupun
mempergunakan bantuan alat, tergantung situasi dan kondisi lapangan.
b. Tujuan : memindahkan penderita gawat darurat dengan aman tanpa memperberat
keadaan penderita kesarana kesehatan yang memadai.
c. Sarana transportasi terdiri dari :
1. Kendaraan pengangkat
2. Peralatan medis dan non medis
3. Petugas ( tenaga medis atau paramedic )
4. Obat – obat life saving dan life support
d. Persaratan Transportasi Penderita Gawat Darurat
1. Sebelum diangkat
- Gangguan respirasi dan cv telah ditanggulang
- Perdarahan telah dihentikan
- Luka – luka telah ditutup
- Patah tulang telah di fiksasi
2. Selama perjalanan harus selalu deperhatikan dan dimonitor
- Kesadaran
- Pernafasan
- Tekanan darah
- Denyut nadi
- Keadaan luka
e. Perencanaan Dan Persiapan
1. Menentukan jenis transportasi ( mobil, perahu, pesawat )
2. Menentukan tenaga kesehatan yang mendampingi pasien
3. Menentukan peralatan dan persediaan obat yang diperlukan selama perjalanan
baik kebutuhan rutin maupun darurat
4. Menentukan kemungkinan penyulit
5. Menentukan pemantauan pasien selama transportasi
f. Beberapa Aturan Dalam Pengangkatan Dan Pemindahan Korban
1. Pemindahan korban dilakukan apabila diperlukan betul dan tidak membahayakan
penolong.
2. Terangkan secara jelas pada korban apa yang akan dilakukan agar korban
kooperatif.
3. Libatkan ponolong lain, yakinkan penolong lain mengerti apa yang akan
dikerjakan.
4. Pertolongan pemindahann korban dibawah satu komando agar dapat dikerjakan
bersamaan.
5. Pakailah cara mengangkat korban dengan teknik yang benar agar tidak membuat
cidera punggung penolong

2.2.5. JENIS ALAT TRANSPORTASI

Adalah proses memindahkan kasus gawat darurat dari satu tempat ketempat
lain.
Syarat : Keadaannya stabil, Jalan nafas dijamin terbuka/bebas, Monitor
(pengawasan
ketat) dari Nadi dan Pernafasan.

Alat :
1. Tenaga Manusia : Satu orang, dua orang, tiga orang, empat orang

2. Tandu kasur : Kasur, papan, dahan/bambu, matras

3. Kendaraan : Darat, laut, udara

Satu orang ; terutama untuk anggota pemadam kebakaran kalau menolong


korban yang tidak sadar didalam gedung yang terbakar atau yang melewati
jalan / lorong sempit. Catatan: Cara seperti ini tidak boleh dilakukan pada
penderita yang mengalami patah tulang punggung.

Dua orang ; kedua tangan korban pada bahu penolong yang berdiri di kanan
dan dikiri, posisi setengah duduk pada keempat tangan penolong dapat juga
menggunakan kursi.

Tiga orang ; tiga penolong saling berhadapan dan berpegangan tangan


dibawah si korban

Empat orang ; empat penolong saling berhadapan dan berpegangan tangan


dibawah si korban

Enam orang ; cara mengangkat korban dengan menggunakan kain sprei,


terutama kalau ada kecurigaan adanya patah tulang punggung.

Sarana transportasi terdiri dari :

a. Kendaraan pengangkat
b. Peralatan medis dan non medis
c. Petugas (tenaga medis/ paramedis)
d. Obat-obat life saving dan life support

2.2.6. CARA MELAKUKAN EVAKUASI DENGAN ATAU TANPA ALAT

1. Tanpa alat : proses pemindahan atau transportasi dilakukan oleh satu penolong,
dua penolong atau lebih tanpa menggunakan alat- alat bantu .

1 penolong :
- Dipapah ( human crutch )
- Diseret ( drag )
- Ditimang ( cradle )
- Digendong di punggung ( pick a back )
1 penolong dapat dilakukan dengan cara :
- dua tangan menyangga paha korban dan dua tangan yang lain menyangga
punggung korban
- satu penolong mengangkat korban dari arah punggung korban sedangkan
penolong yang lain menyangga tungkai korban.
- Oleh tiga atau 4 penolong dapat dilakukan dengan cara korban diangkat bersama –
sama dengan kondisi korban terbaring
2. Dengan bantuan alat
- Dengan mengguanakan kursi kayu
- Dengan mengguanakan tandu atau usungan
- Dengan menggunakan usungan beroda atau tempat tidur beroda.
- Dengan menggunakan kendaraan berupa : motor, mobil umum, ambulance,
pesawat terbang dll.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GAWAT DARURAT PADA SISTEM


UROGENITAL (KHOLIK, TRAUMA GINJAL)

3.1 PENGERTIAN KOLIK RENAL

Kolik adalah rasa sakit hebat yang hilang timbul akibat hiperperistaltik dan
spasme otot polos organ berongga yang berbentuk tabung (Wikipedia. 2010. Batu
Ginjal. http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_ginjal. di akses pada tanggal 5 april 2010).

Kolik renal adalah nyeri hebat yang hilang timbul pada organ ginjal. Biasanya
disebabkan karena adanya penyumbatan atau infeksi pada ginjal (Qimindra. 2010.
nyeri kolik akibat batu saluran kencing.

3.2 ETIOLOGI

 Batu
 Bekuan darah
 Pecahan tumor yang terlepas
 Benda asing lain

3.3 MEKANISME TERJADINYA KOLIK GINJAL

Kolik ginjal biasanya disebabkan karena adanya batu. Batu ini bisa terbentuk
di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih).
Pembentukan batu ini biasanya disebabkan karena kurang minum, diet banyak
mengandung kalsium atau oksalat, kadar asam urat darah yang tinggi, sumbatan pada
saluran kemih, riwayat keluarga menderita saluran kemih, pekerjaan banyak
duduk/kurang aktifitas, faktor lingkungan. Proses pembentukan batu ini disebut
urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis). Pembentukan batu ini menyebabkan obstruksi
pada ginjal sehingga terjadi hambatan aliran darah pada organ tersebut. Akibat
hambatan ini, terjadilah spasme pada otot polos yang terdapat pada ginjal dan juga
hipoksia pada jaringan dinding ginjal yang akhirnya menyebabkan nyeri kolik.
Karena kontraksi ini berjeda maka kolik dirasakan hilang timbul. Biasanya disertai
perasaan mual bahkan muntah serta demam. Saat serangan, penderita sangat gelisah,
kadang berguling-guling ditempat tidur atau jalan. Trias kolik, tanda khas yang terdiri
dari serangan nyeri perut yang kumatan disertai mual atau muntah yang disertai gerak
paksa.

3.4 PATWAY

Kurang diet banyak kurang sumbatan


minum mngndng kalsium aktivitas saluran kemih

pembentukan batu ginjal

obstruksi ginjal

hambatan aliran darah

spasme otot polos hipoksia jaringan dinding ginjal

kolik ginjal

Nyeri Mual
Demam
hebat dan muntah

3.5 TANDA DAN GEJALA

1. Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di


daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah
kemaluan dan paha sebelah dalam.
2. mual
3. muntah,
4. perut menggelembung,
5. demam,
6. menggigil
7. darah di dalam air kemih.

3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Urinalisa
- Pengambilan urine
- Karakteristik (warna-Kepekatan)
- BJ & osmolaritas: 1.003-1.030 & 300-1400 Osm/kg H2O
- Cemobality: fungsi ginjal yang adekuat untuk memekatkan
dan mengencerkan urine
- pH normal: 4,6 – 8 (rata2 6,0)
- Glukosa: Glukosuria, Keton: ketonuria, proteinuria
- Bila produksi urine > 150 mg/24 jam
- Aminoacid urine meningkat: gangguan hepar, gangguan
tubulus ginjal, protein meningkat

- Urikacid : diet + metabolisme protein


- Hiperurikosuria: batu, keganasan
- Sedimen : kristal - karena asam
b. USG (ultrasonografi)
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginja
c. FPA (foto polos abdomen) / UIV (urografi intravena)
kontur, ukuran, dan posisi kedua ginjal. Dapat pula dilihat kalsifikasi dalam
kista dan tumor, batu radioopak dan perkapuran dalam ginjal.
d. RPG (retrograde pyelography)
Untuk mengetahui penilaian fungsi ekskresi dan kerusakan ginjal.
e. CT Scan
Untuk mengetahui Adanya anomali ginjal, massa pada traktus urinarius,
peradangan, dilatasi traktus urinarius, sampai pada penilaian fungsi ekskresi dan
kerusakan struktur ginjal.
f. MRI
Untuk mengetahui adanya invasi lokal, pembesaran kelenjar limfe, dan
deposit sekunder pada hati atau paru.

3.7 PENGKAJIAN KHOLIK


a. Pengkajian Umum
Pada kasus kolik renal dan ureter klien mengeluh sakit yang sangat
hebat pada bagian pinggang sesuai dimana letak batu, klien juga mengeluh
mual muntah, serta sulit berkemih. Sehingga pada pengkajian ini klien dengan
kolik renal tergolong sakit berat pada pengkajian umum gawat darurat.
b. Pengkajian Kesadaran ( AVPU )
 Alert ( sadar lingkungan )
Pada kasus ini klien masih dalam keadaan sadar, bahkan klien juga
bisa syok akibat nyeri yang dirasakan.
 Verbal ( menjawab pertanyaan )
Klien masih mampu menjawab pertanyaan dari tim medis karena
pada kasus ini klien lebih sering dalam keadaan sadar sehingga klien
mampu mengatakan keluhannya.
 Pain ( nyeri )
Langkah dalam pengkajian nyeri menggunakan PQRST , yaitu :
- P ( provoked ) : klien mengatakan nyeri timbul ketika klien
beraktivitas berat dan pada klien berkemih.
- Q ( quality ) : pada kasusu ini klien mengatakan nyeri yang dirasakan
seperti ditusuk-tusuk.
- R ( radian ) : Klien mengatakan nyeri dirasakan pada daerah abdomen
kuadran kanan dan kiri menjalar ke testis, paha, disekitar sudut
kostavertebrata.
- S ( severity ) : Nyeri yang dirasakan klien adalah nyeri sangat hebat
dengan menggunakan skala intensitas nyeri deskritif sederhana.
- T ( time ) : Klien mengatakan nyeri terasa hilang timbul, nyeri dating
ketika klien melakukan aktivitas yang berat, stress dan saat berkemih.

c. Pengkajian primer
 Kesadaran : Pada kasus kolik renal dan ureter klien juga bisa dalam
keadaan syok, kolaps. Sehingga kita selaku perawat harus tetap
memperhatikan pernafasan klien tetap adekuat.
 Look, listen and feel
 Ada nafas : Klien pada kolik renal dan ureter masih mampu bernafas
dengan normal.
 Gerak dada : Gerak dada simetris
 Gerak otot , nafas tambahan : tidak ada suara nafas tambahan
 Warna kulit , mukosa, kuku.
d. Pengkajian sekunder
 Riwayat pasien
- S ( signs and symptom )
- A ( allergies )
- M ( Medication )
- P ( Pentinant past medical histori
- L ( Last oral intake solid liquid )
- E ( Event leading to injuri ilmes )
 TTV
- Tekanan Darah : tekanan darah pada pasien kolik renal cendrung
meningkat sekitar 160/120 mmHg
- Irama dengan kekuatan nadi : nadi meningkat diatas 160x/mnt
- Irama, kedalalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan : klien
dengan kolik mengalami peningkatan frekuensi pernafasan dan sering
menggunakan otot pernapasan.
- Suhu tubuh klien meningkat diatas 37,8oC.
3.8 PENGGOLONGAN SESUAI TRIAGE

Nyeri kolik merupakan nyeri akut dan dapat mempengaruhi vital sign
seseorang sehingga memerlukan tindakan medis dan apabila tidak segera
tertangani maka akan memperburuk keadaan pasien. Untuk itu maka kolik
ginjal termasuk ke dalam P2 (urgent).

3.8 PERENCANAAN

- Atasi masalah A,B,C,D bila ditemukan

- Berikan pertolongan segera pada pasien

- Posisikan pasien dengan aman

- Rujuk fasilitas kesehatan sesuai triage

- Monitor keadaan umum pasien setiap 15 menit bila perlu

3.9 EVALUASI
- Evaluasi KU pasien
- Pantau terus kesadaran pasien
-
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN

DENGAN TRAUMA RENAL

4.1 Definisi

Trauma Renal adalah berbagai tipe cedera yang yang dapat menyebabkan
memar laserasi, atau ruptur aktual pada ginjal, ureter, buli-buli,dan uretra.(Brunner
dan Suddarth,2001:1468)

Renal trauma is the most common urologic trauma and occurs in 8-10% of
patients with significant blunt or penetrating abdominal trauma. In most cases, major
renal injuries are associated with injuries to other major organs.( Kevin Smith,2010)

4.2 Etiologi

Dapat disebabkan oleh trauma langsung baik tajam atau tumpul, di daerah
perut bagian depan, samping maupun daerah lumbal. Dapat pula di akibatkan
trauma tidak langsung seperti jatuh terduduk, jatuh berdiri dan kkontraksi otot perut
yang berlebihan pada hidronefrosis.

a) Cedera dari luar


b) Rudapaksa tumpul
c) Fraktur /patah tulang panggul.

4.3 anda dan Gejala

 Pada rudapaksa tumpul dapat ditemukan jejas di daerah lumbal,


sedangkan pada rudapksa tajam tampak luka.
 Pada palpasi di dapat nyeri tekan, ketegangan otot pinggang,
sedangkan massa jarang teraba. Massa yang cepat meluas sering
ditandai tanda kehilangan darah yang banyak merupakan tanda cedera
vaskuler.
 Nyeri abdomen pada daerah pinggang atau perut bagian atas.
 Fraktur tulang iga terbawah sering menyertai cedera ginjal.
 Hematuria makroskopik atau mikroskopik merupakan tanda
utama cedera saluran kemih.

4.4 Patofisiologi

80-85% trauma ginjal disebabkan trauma tumpul yang secara langsung mengenai
abdomen, pinggang atau punggung. Trauma tersebut disebabkan karena kecelakaan
lalu lintas, perkelahian, jatuh dan olahraga kontak. Tabrakan kendaraan pada
kecepatan tinggi bisa menyebabkan trauma pambuluh darah utama karena deselerasi
cepat. Luka karena senjata api dan pisau merupakan luka tembus terbanyak yang
mengenai ginjal sehingga bila terdapat luka pada pinggang harus dipikirkan trauma
ginjal sampai terbukti sebaliknya. Pada luka tembus ginjal, 80% berhubungan dengan
trauma viscera abdomen. (Geehan , 2003; McAninch , 2000).

4.5 Komplikasi

Komplikasi awal terjadi I bulan pertama setelah cedera.

a) Urinoma

Terjadi < 1% kasus trauma ginjal. Jika kecil dan noninfeksius maka tidak
membutuhkan intervensi bedah. Bila besar perlu dilakukan pemasangan tube
ureter atau nefrostomi perkutan /endoskopik.

b) Delayed bleeding
Terjadi dalam waktu 2 minggu cedera. Bila besar dan simtomatik
dilakukan embolisasi.

c) Urinary fistula
Terjadi karena adanya urin yang tidak didrain atau infark segmen besar
parenkim gunjal.
d) Abses
Terdapat ileus, panas tinggi dan sepsis. Mudsah didrainase perkutan.
e) Hipertensi
Pada periode awal pasca operasi biasanya karena rennin mediated, transient
dan tidak membutuhkan tindakan .

4.6 PENGKAJIAN

1. Identitas

Biasanya lebih sering terjadi pada pria karena pria cenderung lebih aktif dalam
melakukan aktivitas. Lebih sering terjadi pada orang dewasa karena cenderung resiko
mengalami kecelakaan lebih tinggi.juga biasanya terjadi saat seseorang melakukan
aktifitas,pada jam-jam kerja cenderung karena ketidak hati-hatian dan sering juga
akibat kecelakaan lalulintas dijalan

( Ini untuk semua jenis Trauma)

2. Keadaaan Umum

Keadaan umum klien akan tampak sakit berat apabila pasien mengalami
Cedera ginjal mayor dan cedera ginjal kritikal yang prognosisnya akan lebih berat
apabila menimbulkan syok hipovolemik. Keadaan umum klien tampak sedang apabila
mengalami cedera ginjal minor.( Trauma Ginjal)

Apabila klien mengalami perforasi pada ureter, kandung kemih dan uretra
klien akan tampak sakit berat karena menekan persyarafan yang ada pada daerah
tersebut,selain itu klien tampak ketakutan melihat perdarahan yang terjadi.(Terjadi
pada trauma ureter,buli-buli,dan uretra)

3. Keluhan utama
Klien akan mengeluh nyeri hebat pada abdomen di daerah retroperineal pada
trauma ginjal. Mengeluh nyeri suprapubik pada trauma Buli-Buli dan Trauma
Uretra.Nyeri hebat terutama timbul pada malam hari.
4. Riwayat Trauma
Biasanya Trauma terjadi setelah klien mengalami kecelakaan, mendapatkan
benturan pada daerah abdomen atau Fraktur iga dan vertebra lumbal atau Fraktur
pelvis yang menimbulkan trauma pada abdomen dan organ di dalamnya terutama
organ perkemihan.Juga biasanya terjadi saat seseorang melakukan aktifitas,pada jam-
jam kerja cenderung karena ketidak hati-hatian dan sering juga akibat kecelakaan
lalulintas dijalan

5. Kaji tingkat nyeri dengan P. Q. R. S. T.

 Provoking : Penyebab apa yang menimbulkan nyeri ( aktivitas, spontan, stress,


setelah makan dll)?
Klien biasanya mengatakan nyeri timbul setelah mengalami
trauma,Nyeri timbul akibat trauma yang terjadi saraf yang mempersyarafi
saluran perkemihan tersebut tersentuh atau terkena akiba trauma yang terjadi.

 Quality : Kwalitas, apakah tumpul, tajam, tertekan, dalam, permukaan dll?


Apakah pernah merasakan nyeri seperti itu sebelumnya?
Klien akan tampak sakit berat apabila pasien mengalami Cedera ginjal
mayor dan cedera ginjal kritikal yang prognosisnya akan lebih berat apabila
menimbulkan syok hipovolemik..( Trauma Ginjal)

Bila sampai menimbulkan robekan,serta menyebabkan perdarahan


biasanya pada trauma tajam,pasien akan merasakan nyeri yang sangat hebat.

 Region : Lokasi apakah menyebar ( abdomen, punggung, dll)? Apa yang


membuat lebih baik ( posisi) ? apa yang mempertambah buruk (inspirasi,
pergerakan)?
Klien akan mengeluh nyeri hebat pada abdomen di daerah
retroperineal pada trauma ginjal. Mengeluh nyeri suprapubik pada trauma
Buli-Buli dan Trauma Uretra.Nyeri hebat terutama timbul pada malam hari.
 Severate : Skala jelaskan skala nyeri dan frekuensn. Apakah disertai dengan
gejala seperti ( mual, muntah, pusing, diaphoresis, pucat, nafas pendek, sesak,
tanda vital yang abnormal dll)?
Apabila klien mengalami perforasi pada ureter, kandung kemih dan
uretra klien akan tampak sakit berat karena menekan persyarafan yang ada
pada daerah tersebut,selain itu klien tampak ketakutan melihat perdarahan
yang terjadi.(Terjadi pada trauma ureter,buli-buli,dan uretra)

Klien akan tampak sakit berat apabila pasien mengalami Cedera ginjal
mayor dan cedera ginjal kritikal yang prognosisnya akan lebih berat apabila
menimbulkan syok hipovolemik. (Pada trauma ginjal)

 Time : Waktu kapan mulai nyeri? Apakan konstan atau kadang – kadang?
Bagaimana lama ? tiba – tiba atau bertahap? Apakah mulai setelah anda
makan? Frekuensi?
Nyeri biasanya timbul pada malam hari saat tidak melakukan
aktifitas,nyeri mulai terjadi setelah klien mengalami trauma,dan bertambah
berat bila pasien ingin melakukan miksi.

5. Pemeriksaan Fisik / Pengkajian Persistem

a) Sistem Pernapasan / Respirasi

Perlu diperiksa sumbatan pada jalan nafas, sesak napas,terdapat


retraksi klavikula/dada,pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas
yang berkurang/menghilang,gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

b) Sistem Cardiovaskuler
Takhikardia, lemah ,pucat, hb turun /normal.hipotensi.

c) Sistem Persyarafan / neurology


Kesadaran klien, Syok akibat perdarahan hebat.
d) Sistem perkemihan.

Klien biasanya akan mengalami disuria, urgensi, hesitensi, nuktoria,


retensi

e) Sistem Pencernaan / Gastrointestinal


Perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan ifeksi saluran
pencernaan bawah.

f) Sistem integumen
perdarahan Hebat akan menimbulkan kerusakan turgor kulit akibat
penurunan cairan dan elektrolit tubuh

6.Pengkajian Bio-Psiko-Sos-Spiritual (Gordon)

a) Pola Persepsi Kesehatan


- Adanya riwayat trauma sebelumya.
- Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
- Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
- Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
- Hygiene personal yang kurang.
- Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.

b) Pola Nutrisi Metabolik


- Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali sehari
makan.
- Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
- Jenis makanan yang disukai.
- Napsu makan menurun.
- Muntah-muntah.
- Penurunan berat badan.
- Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
- Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa terbakar atau
perih.
c) Pola Eliminasi
- Sering berkeringat adanya adanya kesulitan dalam berkemih
- Tanyakan pola berkemih dan bowel.

d) Pola Aktivitas dan Latihan


- Pemenuhan sehari-hari terganggu.
- Kelemahan umum, malaise.
- Toleransi terhadap aktivitas rendah.
- Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan.
- Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.

e) Pola Tidur dan Istirahat


- Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
- Mimpi buruk.

f) Pola Persepsi Kognitif


- Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
- Pengetahuan akan penyakitnya.

g) Pola Persepsi dan Konsep Diri


- Perasaan tidak percaya diri atau minder.
- Perasaan terisolasi.

h) Pola Hubungan dengan Sesama


- Hidup sendiri atau berkeluarga
- Frekuensi interaksi berkurang
- Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran

i) Pola Reproduksi Seksualitas


- Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
- Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.

j) Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress


- Emosi tidak stabil
- Ansietas, takut akan penyakitnya
- Disorientasi, gelisah
k) Pola Sistem Kepercayaan
- Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
- Agama yang dianut

7. Prioritas Triage

a) Prioritas I:
a. Cedera Ginjal Mayor dan Cedera Ginjal Renal Kritikal karena
Apabila klien mengalami Trauma ginjal mayor yang menibulkan
kerusakan kapsula Ginjal dan cedera vaskuler perkemihan yang dapat
menimbulkan syok hipovolemik.
b. Trauma uretra ureter dan buli-buli total dengan perdarahan,karena
terputusnya ureter atau uretra yang termasuk cedera vaskuler perkemihan
yang dapat menimbulkan syok hipovolemik

b) Prioritas II

a. Cedera ginjal minor karena tidak menimbulkan rupture kapsula ginjal


dan biasanya menimbulkan laserasi korteks ginjal.
b. Trauma ureter dan uretra partial (anterior atau posterio),karena
potensial akan mengancam jiwa apabila perdarhan tidak dihentikan dan
apabila hematom tidak dilakukan maka akan beresiko infeksi dan
kesulitan dalam eliminasi urin

c) Prioritas III
Hematuria mikroskopik, pasien masih mampu untuk eliminasi urine
tanpa rasa nyeri.

d) Prioritas IV
Klien tidak dapat merespon semua rangsangan, tidak ada respirasi
spontan, akitivitas jantung klien sudah tidak ada dan respon pupil terhadap
cahaya hilang.
4.7 DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Analisa Data
Symtom Etiologi Problem

a. Letih yang adanya trauma pada ureter Gangguan rasa nyaman


berlebihan atau pada ginjal. nyeri
b. Lemas, mual,
muntah, keringat dingin
c. Hematoma,
hematuri
makroskopis/mikroskop
is
a. Penurunan tekanan sperdarahan saluran kemih Resiko deficit volume
darah cairan
b. Penurunan volume/
tekanan nadi
c. Penurunan haluaran
urine
d. Penurunan turgor
kulit/ lidah
e. Membrane mukosa
kering
f. Frekuensi nadi
meningkat
g. Penurunan berat
badan

a. Disuria Adanya trauma, hematoma Gangguan eliminasi urine


b. Urgensi
c. Hesitensi
d. Nuktoria
e. Retensi
a. Perubahan sensasi Adanya Trauma ketidakefektifan perfusi
b. Perubahan jaringan; ginjal
karakteristik kulit
c. Perubahan tekanan
darah pada
ekstremitas
d. Perlambatan
penyembuhan
a. nyeri kepala infark parenkim ginjal resiko hipertensi
b. tekanan darah diatas
normal
c. Adanya pucat,
dingin, kulit lembab
dan pengisian
kapiler lambat
d. Peningkatan ransang
simpatis

b) Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: adanya rasa nyeri yang berlebihan pada daerah pinggang b.d
adanya trauma (pada ginjal,Ureter, Kandung Kemih,Uretra)
ditandai dengan:
Letih yang berlebihan
Lemas, mual, muntah, keringat dingin
Hematoma, hematuri makroskopis/mikroskopis
2. Resiko deficit volume cairan b.d perdarahan saluran kemih (pada ginjal,Ureter,
Kandung Kemih,Uretra)
Ditandai dengan :

a. penurunan tekanan darah


b. penurunan volume/ tekanan nadi
c. penurunan haluaran urine
d. penurunan turgor kulit/ lidah
e. membrane mukosa kering
f. frekuensi nadi meningkat
g. penurunan berat badan
3. Diagnosa Gangguan eliminasi urine b/d trauma (pada ginjal,Ureter, Kandung
Kemih,Uretra)
Ditandai dengan :

a) Disuria
b) Urgensi
c) Hesitensi
d) Nuktoria
e) retensi
4. Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan; ginjal b/d trauma (pada trauma ginjal)
Ditandai dengan :

a) perubahan sensasi
b) perubahan karakteristik kulit
c) perubahan tekanan darah pada ekstremitas
d) perlambatan penyembuhan
5. Diagnosa resiko hipertensi b/d infark parenkim ginjal (pada trauma ginjal)
Ditandai dengan :

a) nyeri kepala
b) tekanan darah duatas normal
c) Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan pengisian kapiler lambat
d) Peningkatan ransang simpatis

4.8 INTERVENSI

Diagnosa 1 : Gangguan rasa nyaman: adanya rasa nyeri yang berlebihan pada daerah
pinggang b.d adanya trauma pada ureter atau pada ginjal

Tujuan dan Kriteria Hasil

Rasa sakit dapat diatasi/hilang.


Kriteria:
· Kolik berkurang/hilang

· Pasien tidak mengeluh sakit

· Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi Rasional

a. membantu evaluasi derajat


ketidak nyamanan dan deteksi dini
a. Kaji nyeri meliputi lokasi , karakteristik
terjadinya komplikasi.
, lokasi, intensitas ( skala 0-10 )
b. penurunan aliran
b. Perhatikan aliran dan karakteristik urine
menunjukkan retensi urine ( s-d
c. Dorong dan ajarkan tehnik relaksasi
edema ), urine keruh mungkin
d. Kolaborasi medis dalam pemberian
normal ( adanya mukus ) atau
analgesik
mengindikasikan proses infeksi.
e. Lakukan persiapan pasien dalam
c. mengembalikan perhatian
pelaksanaan tindakan
dan meningkatkan rasa control
medispemasangan DKdrainase
d. menghilangkan nyeri
cistostomy
e. persiapan secara matang
akan mendukung palaksanaan
tindakan dengan baik

Diagnosa 2: Resiko deficit volume cairan b.d perdarahan saluran kemih

Tujuan dan Kriteria Hasil

cairan tubuh tetap seimban

Kriteria :

- Vital signs dalam batas normal

- Tidak terdapat hematuri


- Pemeriksaan laboratorium hematologis dalam batas normal (Hb, ht)

Intervensi Rasional

a. Memberikan posisi yang


nyaman
1. Atur posisi tidur klien (pre Syok)
b. Mendapat informasi
2. Monitor TTV
untuk mrlakukan tindakan lebih
3. Monitor urin output
lanjut
4. Berikan cairan oral untuk meningkatkan
c. Mengetahui jumlah
deuresis
output untuk menentukan dan
5. Kerjasama dengan tim kesehatan :
manyesuaikan tindakan lebih lanjut
- Antibiotik
d. Meningkatkan output dan
- Hemostatik
volume cairan tubuh
- Pembedahan
e. Menghindari
infeksi,mengatasi defisit volume
cairan
I Diagnosa 3 : Diagnosa Gangguan eliminasi urine b/d trauma

Tujuan dan Kriteria Hasil

Eliminasi urine cukup atau kembali normal

kriteria hasil:

 pola pengeluaran urin dapat diperkirakan


 berkemih > 150cc
 bau, jumlah, dan warna urin dalam rentang yang diharapkan
 pengeluaran urine tanpa nyeri

Intervensi Rasional

a. Monitor asupan dan keluaran urine a. mendapatkan informasi


b. Monitor paralisis ileus (bising usus) untuk tindakan lebih lanjut
c. Amankan inspeksi, dan bandingkan b. mendapatkan informasi
setiap specimen urine untuk tindakan lebih lanjut
d. Lakukan kateterisasi bila di indikasikan c. mendapatkan informasi
e. Pantau posisi selang drainase dan untuk tindakan lebih lanjut
kantung sehingga memungkinkan ridak d. mengurangi penyebab
terhambatnya alirann urine. retensi urine
e. mengurangi retensi dan
membantu sirkulasi urine

Diognasa 4: Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan; ginjal b/d trauma

Tujuan dan Kriteria Hasil

a. Mempertahankan fungsi renal agar maksimal


b. Menunjukkan keseimbangan cairan
c. Menunjukkan integritas nyerinya
d. Menunjukkan perfusi jaringan
Kriteria hasil :

a. tekanan darah normal


b. nadi perifer teraba
c. edema perifer tidak ada
d. hidrasi kulit
e. tingkat sensai normal
f. suhu ekstremitas hangat
Intervensi Rasional

a. Kaji tanda-tanda vital a. Mendapatkan informasi


b. Kolaborasi dalam terapi nutrisi dan untuk melakukan tindakan lebih
vitamin yang tepat lanjut
c. Kaji daerah abdomen, dada dan b. Meningkatkan dan
punggung memenuhi kebutuhan nutrisi dan
d. perdarahan atau ekstravasasi urine. suplai jaringan perifer
Beri tanda lingkaran masssa dengan c. Mengetahui tingkat perfusi
pena daerah abdomen,dada,dan
e. Berikan cairan intra vena punggung
f. Monitor hematuria d. Mengetahui daerah dan
g. Anjurkan pasien untuk meningkatkan prediksi jumlah output abnormal
asupan cairan bila di indikasikan. e. Meningkatkan volume vena
dan perfusi jaringan perifer
f. Monitor kemungkinan
perdarahan yang masih terjadi
g. Meningkatkan nutrisi guna
perfusi perifer yang adekuat

Diagnosa 5: Diagnosa resiko hipertensi b/d infark parenkim ginjal

Tujuan dan Kriteria Hasil

untuk meminimalkan resiko/ mencegah hipertensi.

criteria hasil:

a. nyeri kepala berkurang


b. tekanan darah normal
c. tidak ada pucat, dingin, kulit lembab dan pengisian kapiler lambat
Intervensi Rasional

a. Awasi denyut jantung, tekanan darah a. Mengetahui informasi


dan CVP untuk menetukan tindakan lebih
b. Amati warna kulit, kelembapan, suhu lanjut
dan masa pengisian kapiler b. Mengetahui tingkat
c. Berikan lingkungan tenang dan suplai perifer sebagai indikasi
nyaman tingkat kerja jantung
d. Pertahankan pembatasan aktivitas, c. Mengurangi kepanikan
seperti istirahat ditempat tidur atau dan memberikan ketenangan
kursi, jadwal periode istirahat tanpa d. Mengurangi kerja
gangguan. jantung
e. Kolaborasi terapi obat-obatan e. Menurunkan tekanan
darah
4.9 IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun
dan direncanakan.
4.10 EVALUASI
Diagnosa Evaluasi

Rasa sakit dapat diatasi/hilang.

Kriteria:

I · Kolik berkurang/hilang

· Pasien tidak mengeluh sakit

· Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

cairan tubuh seimbang

Kriteria :

II - Vital signs dalam batas normal

- Tidak terdapat hematuri

- Pemeriksaan laboratorium hematologis dalam batas normal (Hb,


ht)

Eliminasi urine cukup atau kembali normal


kriteria hasil:

 pola pengeluaran urin dapat diperkirakan


III  berkemih > 150cc
 bau, jumlah, dan warna urin dalam rentang yang
diharapkan
pengeluaran urine tanpa nyeri

a. tekanan darah normal


b. nadi perifer teraba

IV c. edema perifer tidak ada


d. hidrasi kulit
e. tingkat sensai normal
f. suhu ekstremitas hangat
V a. nyeri kepala berkurang
b. tekanan darah normal
c. tidak ada pucat, dingin, kulit lembab dan pengisian
kapiler lambat
BAB V
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR DAN DISOKASI

5.1 PENGERTIAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya. (Smelter&Bare,2002).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari


trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang
menyebabkan fraktur yang patologis (Barret dan Bryant, 1990).

5.2 DISLOKASI
Pengertian

Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan


secara anatomis (tulang lepas dari sendi). (brunner&suddarth).

Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan


suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000).

5.3 ETIOLOGI FRAKTUR

Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

Trauma Langsung : Kecelakaan lalu lintasTrauma tidak langsung: Jatuh dari


ketinggian dengan berdiri atau duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang.Proses
penyakit (osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang patologis).
Menurut Oswari E (1993), fraktur terjadi karena adanya :

a. Kekerasan langsung Terkena pada bagian langsung trauma.


b. Kekerasan tidak langsung Terkena bukan padabagian yang terkena trauma.
c. Kekerasan akibat tarikan otot.
Sedangkan MenurutBarbaraCLong(1996), fraktur terjadi karena adanya :
a. Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)
b. Fraktur patofisiologi (oleh karena patogen, kelainan)
c. Patah karena letih

5.4 Etiologi Dislokasi


Dislokasi terjadi saat ligarnen memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang
berpindah dari posisinya yang normnal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan
oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir
(kongenital).
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan.

Dislokasi disebabkan oleh :

1. Cedera Olah Raga : Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak
bola, hoki, serta olah raga yang beresiko jauth misalnya : terperosok akibat bermain ski,
senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi
pada tangan dan jari-jari kaki karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain
lain.

2. Trauma yamg tidak berhubungan dengan olah raga, benturan keras pada sendi saat
kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi

3. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.

4. Patologis, terjadinya ”tear” ligament dan kapsul articuler yang merupakan


komponen vital penghubung tulang.

5.5 TANDA DAN GEJALA FRAKTUR

a. Look
Deformitas
- Penonjolan yang abnormal misalnya fraktur condylus lateralis humerus
- Angulasi
- Rotasi
- Pemendekan
- Odema
- Echymosis
- Laserasi
- Fungsi laesa : Hilangnya fungsi misalnya pada fraktur cruris tidak dapat berjalan
dan pada fraktur antebrachi tidak dapat menggunakan lengan.
b. Feel
- Terdapat nyeri tekan dan nyeri sumbu
- Kejang otot
- Hilang sensasi
c. Move Krepitasi
Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang
halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran / beradunya ujung-ujung tulang kortikal.
Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.
d. Nyeri
Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.
Gangguan Fungsi
Gerakan yang tidak normal
Gerakan yang terjadi tidak pada sendi misalnya pertenganhan femur dapat
digerakkan. Ini adalah bukti yang paling penting adanya fraktur yang
membuktikan adanya “putusnya kontuinitas tulang” sesuai defenisi fraktur. Hal ini
penting untuk membuat visum misalnya bila tidak ada fasilitas pemeriksaan
rontgen.

5.6 DISLOKASI
a. Deformitas Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya trauma ekstensi
dan eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu. Pemendekan astau
pemanjangan (misalnya dislokasi anterior sendi panggul) Kedudukan yang khas
untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi panggul kedudukan
endorotasi, fleksi dan aduksi.
b. Nyeri
c. Functio Laesa, misalnya bahu tidak darat endorotasi pada dislokasi anterior
bahu.

Bagaimana Mengetahui Adanya Patah Tulang


1. Riwayat: Setiap patah tulang umumnya mempunyai riwayat trauma yang
diikuti pengurangan kemampuan anggota gerak yang terkena. Ingat bahwa fraktur
tidak selalu terjadi pada daerah yang mengalami trauma (tekanan).

2. Pemeriksaan:

Inspeksi (Lihat) bandingkan dengan sisi yang normal, dan perhatikan hal-
hal dibawah ini:

1. Adanya perubahan asimetris kanan-kiri


2. Adanya Deformitas seperti Angulasi (membentuk sudut) atau; Rotasi
(memutar)dan Pemendekan
3. Jejas (tanda yang menunjukkan bekas trauma);
4. Pembengkakan
5. Terlihat adanya tulang yang keluar dari jaringan lunak;

Palpasi (Meraba dan merasakan)

Perlu dibandingkan dengan sisi yang sehat sehingga penolong dapat


merasakan perbedaannya. Rabalah dengan hati-hati !

a. Adanya nyeri tekan pada daerah cedera (tenderness);

b. Adanya crepitasi (suara dan sensasi berkeretak) pada perabaan yang sedikit kuat;

c. Adanya gerakan abnormal dengan perabaan agak kuat.

Perhatian:

Jangan lakukan pemeriksaan yang sengaja untuk mendapat bunyi crepitasi


atau gerakan abnormal, misal meraba dengan kuat sekali.

3. Gerakan

Terdapat dua gerakan yaitu :

Aktif: Adalah pemeriksaan gerakan dimana anda meminta korban


menggerakkan bagian yang cedera.
Pasif: Dimana penolong melakukan gerakan pada bagian yang cedera.

Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:

Terdapat gerakan abnormal ketika menggeerakkan bagian yang cedera

Korban mengalami kehilangan fungsi pada bagian yang cedera. Apabila


korban mengalami hal ini, maka dapat disebabkan oleh dua kemungkinan yaitu akibat
nyeri karena adanya fraktur atau akibat kerusakan saraf yang mempersarafi bagian
tersebut (ini diakibatkan oleh karena patahan tulang merusak saraf tersebut).

Pemeriksaan Komplikasi

Periksalah di bawah daerah patah tulang, Anda akan menemukan:

1. kulit berwarna kebiruan dan pucat;

2. denyut nadi tak teraba.

3. Selain itu pada bagian yang mengalami fraktur, otot-otot disekitarnya mengalami
spasme

5.8 JENIS FRAKTUR

a. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran.
b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke
patahan tulang.
e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya
membengkak.
f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang)
j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada
daerah perlekatannnya.

5.9 PEMBIDAIAN

Pertolongan Pertama pada Patah Tulang

Prinsip Pertolongan

1. mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri;


2. mencegah gerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak
sekitarnya seperti: pembuluh darah, otot, saraf dan lainnya.

Penanganan Secara Umum

1. DRABC
2. Atasi perdarahan dan tutup seluruh luka
3. Korban tidak boleh menggerakkan daerah yang terluka atau fraktur
4. Imobilisasi fraktur dengan penyandang, pembalut atau bidai
5. Tangani dengan hati-hati
6. Observasi dan atasi syok bila perlu
7. Segera cari pertolongan medis

Fraktur dan dislokasi harus diimobilisasi untuk mencegah memburuknya


cedera. Tetapi situasi yang memerlukan Resusitasi baik pernafasan maupun jantung
dan cedera kritis yang multipel harus ditangani terlebih dahulu.

Prioritas dalam menangani fraktur:

1. fraktur spinal;
2. fraktur tulang kepala dan tulang rusuk;
3. fraktur extremitas

Perhatian:

Dalam menangani fraktur, jangan hanya terpaku pada frakturnya saja tetapi selalu
mulai dengan DRABCH dan lakukan monitoring secara periodik.
Dan selalu ingat jika Anda tidak terlatih dan tidak berpengalaman jangan
melakukan reposisi baik pada fraktur mapun pada dislokasi.

Pembidaian adalah proses yang digunakan untuk imobilisasi fraktur dan dislokasi.
Pembidaian harus memfixasi tulang yang patah dan persendian yang berada di atas dan
dibawah tulang yang fraktur. Jika yang cedera adalah sendi, bidai harus memfixasi sendi
tersebut beserta tulang disebelah distal dan proximalnya.

Tipe-tipe bidai:

1. Bidai Rigid adalah bidai yang terbuat dari kayu, plastik, alumunium atau bahan
lainyang keras.
2. Bidai Soft adalah bidai dari bantal, selimut, handuk atau pembalut atau bahan yang
lunak lainnya.
3. Bidai Traksi

Digunakan untuk imobilisasi ujung tulang yang patah dari fraktur femur sehingga
dapat terhindari kerusakan yang lebih lanjut. Traksi merupakan aplikasi dari kekuatan
yang cukup untuk menstabilkan patah tulang yang patah, traksi bukanlah meregangkan
atau menggerakkan tulang yang patah sampai ujung-ujung tulang yang patah menyatu.

Prinsip Pembidaian

a. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera;

b. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus
dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang;

c. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan.

Syarat Pembidaian

1. Bidai harus meliputi dua sendi, sebelum dipasang diukur terlebih dahulu pada anggota
badan yang tidak sakit;
2. Ikatan jangan terlalu ketat dan jangan terlalu kendor;
3. Bidai dibalut/ dilapisi sebelum digunakan;
4. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang
patah;
5. Jika mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai;
6. Sepatu, cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnya perlu dilepas.

Aturan dasar yang harus diingat ketika melakukan pembidaian:

1. Jika ragu-ragu fraktur atau tidak ‘ Bidai


2. Bidai Rigid sebelum digunakan harus dilapisi dulu;
3. Ikatlah bidai dari distal ke proximal
4. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian dan
perhatikan warna kulit ditalnya;
5. Jika mungkin naikkan bagian tubuh yang mengalami patah tulang.

5.10 PEMBALUTAN

Pembalut harus dipasang cukup kuat untuk mencegah pergerakan tapi tidak terlalu
kencang sehingga mengganggu sirkulasi atau menyebabkan nyeri. Dalam usaha untuk
mencegah pergesekan dan ketidaknyamanan pada kulit, penggunaan bantalan lunak
dianjurkan sebelum melakukan balutan. Pengikatan selalu dilakukan di atas bidai atau
pada sisi yang tidak cedera, kalau kedua kaki bawah mengalami cedera, pengikatan
dilakukan di depan dan diantara bagian yang cedera.

Periksa dengan interval 15 menit untuk menjamin bahwa pembalut tidak terlalu
kencang akibat pembengkakan dari jaringan yang cedera. Lewatkan pembalut pada
bagian lekuk tubuh seperti leher, lutut dan pergelangan kaki jika diperlukan.

5.11 CARA IMOBILISASI FRAKTUR

Dengan Pembalut

Gunakan pembalut lebar bila ada;

1. Taruh pembalut dibawah bagian tubuh yang terjadi fraktur;


2. Topang lengan atau tungkai dengan bidai sampai pembalut cukup memfixasi
3. Setiap 15 menit periksa agar pembalut tudak terlalu ketat
4. Periksa pembalut supaya tidak longgar

Dengan Bidai

1. Dapat dipakai benda apa saja yang kaku dan cukup panjang melewati sendi dan ujung
tulang yang patah;
2. Pakai perban bantal diantara bidai dan bagian tubuh yang dibidai;
3. Ujung-ujung lengan/tungkai dibalut di atas dan dibawah daerah fraktur. Ikatan harus
cukup kuat pada daerah yang sehat.

5.12 MANIFESTASI KLINIS

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat
diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

5.13 KOMPLIKASI

Komplikasi Fraktur
Komplikasi dini
1. Lokal :
a. Vaskuler :
• Compartemen syndrome (Volkmann`s Ischemia),
• Trauma vaskular
b. Neurologis :
• Lesi medula spinalis atau staraf perifer Komplikasi lanjut.
1. Kekakuan sendi / kontraktur
2. Disuse atropi otot-otot
3. Malunion Tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
4. Delayed union Proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal.
5. Nonunion / Infected nonunion Tulang tidak menyambung kembali.
6. Gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis)
7. Osteoporosis post trauma
Komplikasi Dislokasi
a. Komplikasi Dini Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot
tesebut.
Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
b. Fraktur Dislokasi
c. Komplikasi lanjut Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan kekakuan sendi bahu ,terutama pada pasien yang berumur 40
tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral ,yang secara otomatis membatasi Abduksi.
dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari
bagian depan leher glenoid
kelemahan otot.
a. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
b. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR DAN DISOKASI

Luka pada sistim mosculusskeletal dapat terjadi karena fraktur atau


tulang berada tidak pada posisinya,otot-otot manegang, dan robeknya
ikatan/persendian tulang. Perawatan emergency terdiri atas pengkajian luka
dan penanganan untuk mencegah trauma yang lebih jauh hingga pertolongan
medis diberikan.

Pengkajian.

Jika rasa sakit terdapat diatas tulang atau sambungannya, maka dapat
diduga terjjadi fraktur hingga diagnosis definitive dibuat. Gangguan nyata
dapat berypa dislokasi (salah tempat) jika terjadi pada sambungan tulang, atau
fraktur. Dalam suatu fraktur gabungan, tulang dapat menonjol keluar kulit.
Kemampuam menggerakkkan “extremity” atau digit tidak dapat
menyembuhkan fraktur, namun demikian korban biasanya menahan diri dari
gerakan Karen amerasa sakit. Shock dapat terjadi jika fraktur hebat, baik
karena stress dari trauma maupun karena kehilangan darah, misalnya
extravasasi darah dari paha yang terluka.

Frraktur tengkorak berbeda dari”small linier fracture” dengan beberapa


gejala depresi yang hebat karena fragmen-fragmen tulang masuk ke dalam
otak “basilar skull fractures” dapat disertai dengan perdarahan atau
mengeringnya cairan dari hidung atau telinga atau kedua-duanya. “fractures of
facial bones” dapat mengganggu pernafasan jika udara yang masuk terhalang.

Rrasa sakit atau devormity pada pinggul dapat disebabkan oleh fraktur
atau dislokasi (tulang tidak pada posisi semestinya). Dalam keadaan frraktur
atau dislokasi tulang,kaki menjadi bertambah pendek, karena tulang menjadi
bengkok keluar jika dalam keadaan fraktur dan membengkok kedalam jika
dislokasi. Fraktur pada anggota badan dapat disertai dengan hilangnya
sirkulasi atau sensasi jika pembuluh darah atau syaraf terjepit oleh fragmen-
fragmen tulang. Jarak sirkulasi pada fraktur dapat diperkirakan dengan
mengamati warna kulit dan adanya denyutan. Pengecekan neurologis untuk
senssasi dan juga pengecekan system sirkulasi haru diulangi setelah membelat
tulang yang patah atau retak dan selama tranportasi.

4.1.2. PENGGOLONGAN SESUAI TRIAGE


JKFIAWF
4.1.3. PERENCANAAN
BCUBUFU
4.1.4. PELAKSANAAN
Penatalaksanaan kedaruratan.
1. Berikan perhatian segera terhadap kondisi umum pasien. Jika ada pertanyaan
mengenai cedera mulitiple, pasien perlu dilepas pakaiannya semua, ditutup
duk dan dipantau secara kontinu.
a. Evaluasi kesulitan pernapasan karena edema karena cedera wajah dan
leher; ikuti ABG dengan resusitasi.
1) Periksa dada untuk bukti sucking chest wounds, pneumutorak, fail
chest, dan sebagainya.
2) Siapkan untuk intubasi trakea/kedaruratan trakeostomi sesuai imdikasi.
b. Kontrol pendarahan hemoragi
1) Kontrol perdarahan vena dengan menekan langsung sisi tersebut
bersamaan dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan area
perdarahan.
2) Curigai hemoragi internal (pleural, perikardial, atau abdomen) pada
kejadian syok lanjut dan adanya cedera pada dada dan abdomen.
c. Atasi syok,dimana pasien dengan fraktur biasanya mengalami kehilangan
darah.
1) Kaji penurunan tekanan darah; kulit dingin, lembab, dan nadi halus.
2) Tetap ingat bahwa banyaknya banyaknya darah yang hilang berkaitan
dengan fraktur dari femur dan pelvis.
3) Pertahankan tekanan darah dengan infus IV, plasma, atau plasma
ekspander sesuai indikasi.
4) Berikan transfusi darah untuk terapi konponen darah sesuai ketentuan
setelah tersedia darah.
5) Berikam oksigen karena obstruksi jantung-paru menyebabkan
pemurunan suplai oksigen pada jaringan dan menyebabkan kolaps
sirkulasi.
6) Berikan analgesik sesuai ketetntuan untuk mengontrol nyeri.
Pembebatan ekstremitas dan pengendalian nyeri penting dalam
mengatasi syok yang menyertai farktur.
7) Observasi adanya cedera kepala, dada, dan cedera lain.
2. Inspeksi bagian tubuh yang fraktur.
a. Observasi seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki
secara sistematis, inspeksi untuk laserasi,bengkak dan deformitas.
b. Observasi angulasi (penekukan), pemendekan, dan rotasi.
c. Palpasi nadi distal untuk fraktur ekstremitas dan pulsasi semua perifer.
d. Kaji suhu dingin, pemucatan, penurunan sensasi dan funsi motorik, serta
penurunan atau tidak adanya pulsasi; ini menandakan cedera pada saraf
atau suplai darah.
e. Tangani bagian tubuh dengan lembut dan sesedikit mungkin.
3. Berikan bebat sebelum pasien dipindahkan; bebat mengurangi nyeri,
memperabaiki sirkulasi, mencegah cedera lebih lanjut, dan mencegah fraktur
tertutup menjadi fraktur tebuka.
a. Imobilisasi sendi di atas dan di bawah daerah fraktur. Tempatkan satu
tangan distal terhadap fraktur dan berikan suatu penarikan ketika
menempatkan tangan lain di atas fraktur untuk menyokong.
b. Pembebatan diberikan ,eluas sampai sendi dekat fraktur.
c. Periksa status vaskuler ekstremitas setelah pembabatan; periksa warna,
suhu, nadi, dan pemucatan kuku.
d. Kaji untuk adanya defisit neurologikyang disebabkan oleh fraktur.
e. Berikan balutan steril pada fraktur terbuka.
4. Selidiki adanya keluhan nyeri atau kelemahan.
5. Pindahkan pasien secara hati-hati dan lembut.
4.1.5. EVALUASI
IUWEFYWGDYU

4.1.6. DOKUMENTASI
JDIWGYDG
1.

Anda mungkin juga menyukai