Anda di halaman 1dari 132

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK DENGAN ASMA DI INSTALASI RAW

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh G


Program Studi Farmasi

Oleh:
Adelia Desti Endah Sari NIM:11811

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARM

YOGYAKARTA

2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK DENGAN ASMA DI INSTALASI RAW

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh G


Program Studi Farmasi

Oleh:
Adelia Desti Endah Sari NIM:11811

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARM

YOGYAKARTA

2014

ii
Masing – masing buat powerpoint tentang spesifikasi obat (3 sediaan obat/mhs)- Informasi
ProdukNama Obat Jadi : MELAVITA 0.1% CR 10GR
bentuk sediaan : Cream
Indikasi : Akne vulgaris, mengurangi komedo, papula & pustula.
Kemasan : Tube
Nama Pabrik : GALENIUM PHARMASIA LAB
Nomor Reg : DKL9927801129B1
No Bets : -- QC (Pengawasan Mutu)Berat Molekul : 300,44
Pemerian : Serbuk hablur, kuning sampai jingga muda
Kelarutan : Tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform
Baku pembanding : Asam Retinoat BPFI, simpan ampul pada suhu dibawah 0¤, biarkan
mencapai suhu ruang sebelum dibuka dan gunakan isi segera setelah ampul dibuka. (Catatan
Hindari kontak dengan cahaya kuat dan gunakan alat kaca aktinik rendah pada pelaksanaan
prosedur berikut ini).
Spektrum Inframerah : Zat yang didispersikan dalam minyak mineral P menunjukkan
maksimum hanya pada bilangan gelombang yang sama seperti pada Asam Retinoat BPFI.
Rotasi Jenis : -
Susut Pengeringan : <1121> Tidak lebih dari 0,5 %, lakukan pengeringan dalam hampa udara
pada suhu ruang selama 16 jam.
Sisa Pemijaran : <301> Tidak lebih dari 0,1%
Logam Berat : <371> Metode III Tidak Lebih dari 20 bpj
Waktu Paruh :
pH : -
Penetapan kadar : Asam fosfat encer. Encerkan 10 ml asam fosfat P dengan air hingga 100 ml.
Dapar fosfat Larutkan 1,38 mg natrium fosfat monobasa P dalam 1000 ml air, atur pH hingga
3,0 dengan penambahan Asam fosfat encer. Saring dan awadaurakan.
Pengencer Campuran Air-Asam fosfat encer (9:1)
Fase gerak (Catatan Dapar fosfat dan tetrahidrofuran disaring dan diawaudarakan secara terpisah
sebelum dicampur). Buat campuran dapar fosfat -tetrahidrofuran P (58:42). Jika perlu lakukan
penyesuaian menurut kesesuaian sistem seperti tertera pada Kromatografi.
Larutan baku Timbang saksama sejumlah Asam Retinoat BPFI, larutkan dalam tetrahidrofuran P
hingga kadar lebih kurang 0,4 mg per ml. Pipet sejumlah volume larutan, encerkan secara
kuantitatif dan jika perlu bertahap dengan campuran tetrahidrofuran P-Pengencer (3:2) hingga
kadar lebih kurang 4 mikrogram per ml.
Larutan uji Timbang saksama sejumlah krim setara dengan lebih kurang 1,0 mg asam retinoat,
masukkan kedalam suhu terukur 50 ml, tambahkan 20 ml tetrahidrofuran P. Kocok labu, jika
perlu encerkan dengan tetrahidrofuran P sampai tanda, saring. Masukkan 5 ml filtrat kedalam
labu terukur 25 ml, encerkan dengan campuran tetrahidrofuran P-Pengencer (3:2) sampai tanda,
campur dan saring.
Sistem kromatografi. Kromatograf kinerja tinggi dilengkapi drngan detektor 365 nm dan kolom
15 cm x 3,9 mm berisi bahan pengisi L1 dengan ukuran partikel 4nm. Laju air lebih kurang 1 ml
per menit. Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku, rekam kromatogram dan ukur respons
puncak seperti tertera pada Prosedur : simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang tidak lebih
dari 2,0%.
Prosedur penyuntikan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 25 ml) Larutan baku
dan Larutan uji ke dalam kromatograf, rekam kromatogram dan ukur respons puncak utama.
Hitung jumlah dalam mg asam retinoat, C20H28O2, dalam krim yabg digunakan dengan
rumus :
250 C (ru/rs)
C adalah kadar Asam Retinoat BPFI dalam mikrogram per ml Larutan baku, ru dan rs berturut
turut adalah respons puncak dari Larutan uji dan Larutan baku.

Karakterisasi Tablet(Hasil Uji Keseragaman Sediaan, Hasil Uji Karakterisasi granul, Hasil Uji
keseragaman kandungan, Hasil Uji Kekerasan Tablet, Hasil Uji Floating, Hasil Uji Kerapuhan
Tablet, Uji Mucoadhesive, Uji Disolusi).QA (Pemastian Mutu)Produksi(Bahan awal, proses
pembuatan, formula . Pengemasan,

Mupirocin Calsium
Berat Molekul : 1075.34
Pemerian : Serbuk putih atau hampir putih
Kelarutan : Sedikit larut dalam air, bebas larut dalam aseton, etanol dan metilen klorida. Ini
menunjukkan polimorfisme. (European Pharm)
50 mg per ml dalam Metanol. Kelarutan dalam Air, tidak kurang dari 3,0% dan tidak lebih dari
4,5%. Kelarutan dalam Klorida, Larutkan 50 mg ke dalam campuran 1 ml Asam Nitrat 2N dan
15 ml Metanol. Tambahkan 1 ml Silver Nitrat TS. Turbidity (Tingkat Kekeruhan Air) tidak lebih
dari yang dihasilkan oleh 0,70 ml Asam Hidroklorida (0,5%) 0,020 N. (USP 32)
Baku Pembanding : -
Spektrum Inframerah : Rotasi Jenis : between –16 and –20

Persetujuan Pembimbing

EVALUASI DRUG RELA TED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN AT AK


DEN’GAN ASXIA DI INSTALASI RAWAT INA P RS RK CHARITAS
PALE*vItiAiS PE rtIODE JULI -DES ?vIBE ztii3

Skripsi yang diajukan oleh:

AJ.e1ia Desti Er.dat. San

IM : 118114121

telah disetujui oleh:

Aris W idayati, M.Si., Apt., Ph.D.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengesahan Skripsi Berjud ul

EVALUASI DR k"G RELA TED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK


DENGAN ASSIA DI INSTALASI RAWAT INAP RS RK CHARITA S
PALEMBANC• PER IODE .JULI - DESEMBER 2013

cJl h:
.AdclaDesñEndahSar
UM: 118114121

DiperiahanLan di hadapan Panitia Penguji Skripsi


FakultasFarrnasi
I’niversitasSanataDharmapa
datany•at16.lanuari2015

Pan itia Penguj i Skripsi fan ngan


1. Aris ' idajati. M.Si.. Apt..Ph.D.
2. for. Rita Suhadi, M.Si..Apt.
3. dr. Fentj . M.Kes.,Sp.PK.

IV
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya kecil ini bagi


AllahBapadiSurga,YesusKristus,danBundaMaria Bapak, ibu sertaadik-adikku
Sahabat-sahabatku
serta

Almamaterku....

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LEMBAR PERNYAT.LANPERSETL*JU.IN
PUBLIKASI KARL’.4 ILAHAH UNTUK KEPENTING.IN AK4DE3IIS

Yangberlandatangandibarahini,sayamahasiswaUniversitasSanataDliarina: Nama

Adelia Desti EndahSari

Nomorñlahasisa 118114191

Demi pengembangan ilmu pengetahuan. sai’a memberikan kepada Perpustakaan


Univ’ersitas Sanaia Dharma kar3’a ilmiah saya yang berludul :

EVALUASIDRD"GP£Z.4ANDPROBLE.US(DRPS)PADAPASIENAhAKDENG.IN
ASFIA DI INSTAL.ASI IL W :4T IN: P RS RK CHARIT.4S P:4LEUB.4 GPERIODS
LI-DESEMB ER 2013

beserta perangkat ¿and diperlukan fbila ada). Dengan deinikian saya memberikan kepada
Perpustakaan Uni›'ersitas Sanata Dharrna leak untuk inenyimpan, me-ngalihkan dalam
bentuk media lain. men;ie1o1ani a dalam bentuk pangkalan data. mendistribusikansecara
terbaias, dan inempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan
akademis tanpa perlu meminta in dari sax’a inaripiin memberikan royalti kepada say a
selama tetap mencantumkan nama sa¿’a sebagaipenulis.

Demikian pernyataaii ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakana

Pada tanggal : 21 Januari 2015


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat, rahmat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada

Pasien Anak dengan Asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang

Periode Juli - Desember 2013” sebagai salah salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak

langsung baik berupa moral, materiil maupun spiritual. Penulis mengucapkan

banyak terima kasih kepada :

1. Sr. M. Paulina FCh., selaku Ketua Yayasan Charitas yang telah memberikan

izin dan bantuan untuk melakukanpenelitian.

2. Prof.dr. Hardi Darmawan, MPH&TM, FRSTM selaku Direktur Utama RS RK

Charitas Palembang yang memberikan izin untuk melakukan penelitian di RS

RK CharitasPalembang.

3. Sr. M. Silvestra FCh., Ibu Yogia Simanjuntak dan seluruh staff bagian

Rekam Medis RS RK Charitas Palembang yang telah membantu dalam

proses penelusuran dan pencarian rekammedis

4. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., Ph.D. sebagai Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma sekaligus Dosen Pembimbing Skripsiatas

vii
perhatian, kesabaran, bimbingan, masukan, dan motivasi kepada penulis

dalam proses penyusunan skripsi ini.

5. Ibu dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. sebagai dosen penguji yang telah memberikan

kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatanskripsi.

6. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt. sebagai dosen penguji yang telah

memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan

skripsi.

7. Bapak Dominikus Suparno dan Ibu Monica Tarminah yang tercinta, atas

kasih sayang, doa, dukungan, semangat, dan pengertian serta berbagai

bantuan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini denganbaik.

8. Adik-adikku tersayang,Vicentia Septiana, Vicenti Septiani, dan Raimundus

Brilian Danu, yang telah menjadi inspirasi, memberikan keceriaan, dan terus

memotivasi penulis dalam menyelesaikanskripsi.

9. Sahabat yang selalu mendukung dari jauh, Elis, Destrie, Lili, Stefani, Budi,

Roebel, Hendra, Harry, Anggiat, yang senantiasa memberikan dukungan

tiada henti bagipenulis.

10. Teman-teman seperjuangan #DeRealPrincesses, Lulik, Jeje, dan Anes, untuk

semangat,dukungan, kerjasama, bantuan, dan informasi yang selalu di

bagikan dalam proses penyusunan skripsi ini dari awal hinggaakhir.

11. Sahabat sekaligus tetangga setia, Renata Sri Yuliani, Fransiska Yonita, dan

Seravina Maria, terima kasih untuk tawa dan semangat selama pengerjaan

skripsi ini.
12. Teman-teman sepermainan, Bintang, Ester, Andung, Caesar, Henzu,Gomes,

Alex, Nino, Rigel, Handy, Levina, Betzy, Leo, Tina, Asri, Desi, Rosi, dll, untuk semangat bermain yang tak
Teman-teman FSM C 2011, FKK B 2011, dan seluruh angkatan 2011, untuk kebersamaan dan semua kis
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut serta membantu kelancaran penulis
Tiada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Penulis men
berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIANKARYA

Sayamenyatakandengansesungguhnyabahwaskripsiyangsayatulisini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karyailmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah

ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 21 Januari 2015

Penulis

Adelia Desti Endah Sari


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii

HALAMAN PERSETUJUANPEMBIMBING.............................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iv

HALAMANPERSEMBAHAN ...................................................................... v

LEMBAR PERNYATAANPERSETUJUAN PUBLIKASI........................... vi

PRAKATA....................................................................................................... vii

PERNYATAAN KEASLIANKARYA.......................................................... x

DAFTARISI.................................................................................................... xi

DAFTARTABEL............................................................................................ xiv

DAFTARGAMBAR....................................................................................... xvi

DAFTARLAMPIRAN.................................................................................... xvii

INTISARI......................................................................................................... xviii

ABSTRACT....................................................................................................... xix

BAB I PENGANTAR

A. LatarBelakang..................................................................................... 1
1. RumusanMasalah.......................................................................... 3
2. KeaslianPenelitian......................................................................... 3
3. Manfaat Penelitian
a. ManfaatTeoritis....................................................................... 5
b. ManfaatPraktis........................................................................ 5
B. Tujuan Penelitian
1. TujuanUmum................................................................................ 5
2. TujuanKhusus............................................................................... 5

xi
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Asma................................................................................................... 6
B. TerapiAsma........................................................................................ 12
C. PasienAnak......................................................................................... 14
D. DrugRelatedProblems........................................................................ 14
E. Keterangan Empiris.............................................................................. 17
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan RancanganPenelitian........................................................... 18
B. VariabelPenelitian............................................................................... 18
C. Definisi Operasional............................................................................. 19
D. SubjekPenelitian.................................................................................. 21
E. BahanPenelitian................................................................................... 21
F. Instrumenpenelitian............................................................................. 21
G. Waktu dan LokasiPenelitian............................................................... 22
H. Tata CaraPenelitian
1. Persiapan.................................................................................. 22
2. AnalisisSituasi......................................................................... 22
3. PengumpulanData................................................................... 22
4. AnalisisData............................................................................ 23
I. Tata CaraAnalisisHasil....................................................................... 24
J. KeterbatasanPenelitian........................................................................ 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KarakteristikPasien............................................................................. 27
B. PolaPengobatan................................................................................... 29
C. Evaluasi Drug RelatedProblems......................................................... 37
D. Rangkuman Evaluasi DrugRelaed Problems...................................... 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.......................................................................................... 53
B. Saran.................................................................................................... 53
DAFTARPUSTAKA...................................................................................... 55
LAMPIRAN..................................................................................................... 58
BIOGRAFIPENULIS..................................................................................... 112
DAFTAR TABEL

Tabel I. Klasifikasi asma menurut derajat serangan.............................. 11

Tabel II. Profil penggunan obat pada pasien asma anak di Instalasi

Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-

Desember 2013 ......................................................................... 29

Tabel III. Penggunaan obat yang bekerja pada sistem pernapasan pada

pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK

Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013.................... 30

Tabel IV. Penggunaan kortikosteroid pada pasien anak dengan asma di

Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembangperiode

Juli-Desember 2013.................................................................. 33

Tabel V. Penggunaan vitamin dan mineral pada pasien anak dengan

asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang

periode Juli-Desember 2013..................................................... 33

Tabel VI. Penggunaan obat antiinfeksi pada pasien anak dengan asma

di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode

Juli-Desember 2013.................................................................. 34

Tabel VII. Penggunaan obat alergi dan sistem imun pada pasien anak

dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas

Palembang periode Juli-Desember 2013 .................................. 35


Tabel VIII. Penggunaan obat sistem gastrointestinal danhepatobilier

pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS

RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 ............. 36

Tabel IX Penggunaan obat berdasarkan rute pemberian pada pasien

anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas

Palembang periode Juli-Desember 2013 .................................. 37

Tabel X. Gambaran DRPs pada pasien asma anak di instalasi rawat

inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 38

Tabel XI. Kejadian DRPs efek samping obat pada pasien anak dengan

asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang

periode Juli-Desember 2013..................................................... 41

Tabel XII. Kejadian DRPs dosis kurang pada pasien anak dengan asma

di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode

Juli-Desember 2013.................................................................. 43

Tabel XIII. Kejadian DRPs obat tidak dibutuhkan pada pasien anak

dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas

Palembang periode Juli-Desember 2013 .................................. 45

Tabel XIV. Kejadian DRPs dosis berlebih pada pasien anak denganasma

di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode

Juli-Desember 2013.................................................................. 46

Tabel XV. Hasil Evaluasi Drug Related Problems(DRPs)........................ 47


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Mekanisme umum reaksi hipersensitivitas tipe I ..................... 7

Gambar 2. Inflamasi dan remodeling pada asma ....................................... 8

Gambar 3. Ilustrasi kondisi patologis bronkus normal dibandingkan

dengan bronkus asma dan airway remodeling ......................... 10

Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan asma di rumah sakit ..................... 13

Gambar 5. Skema pemilihan subjek penelitian di RS RK Charitas

Palembang ................................................................................ 23

Gambar 6. Distribusi pasien berdasarkan usia pada pasien asma anak di

Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembangperiode

Juli-Desember 2013 ................................................................. 27

Gambar 7. Distribusi pasien asma anak berdasarkan jenis kelamin pada

pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas

Palembang periode Juli-Desember 2013 .................................. 28


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Evaluasi kasus Drug Related Problems ................................... 58

Lampiran 2. Permohonan izin penelitian dan pengambilan data .................. 108

Lampiran 3. Izin penelitian dan pengambilan data di RS RK Charitas

Palembang ................................................................................ 109

Lampiran 4. Surat keterangan telah melakukan penelitian ........................... 110


INTISARI

Asma merupakan penyakit kronis dengan jumlah penderita sekitar 300


juta individu di seluruh dunia dengan prevalensi yang terus meningkat selama 20
tahun terakhir. Prevalensi asma pada anak cukup tinggi sehingga membutuhkan
perhatian serius. Selama proses terapi dengan obat, ada kemungkinan ditemui
drug related problems (DRPs) yang pada pasien anak sangat mungkin ditemui
karena fungsi fisiologis tubuh yang belum berjalan normal. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi DRPs pada pasien anak yang
dirawat inap dengan diagnosis asma.
Penelitian ini termasuk non eksperimental deskriptif dengan rancangan
case series. Data diperoleh dengan pendekatan retrospektif dari lembar rekam
medis pasien anak usia ≤ 12 tahun dengan diagnosis asma yang menjalani
perawatan di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-
Desember 2013. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan metode
SOAP (subjective, objective, assessment, plan/recommendation) untuk
mengevaluasi DRPs. Hasil disajikan dalam bentuk tabel dan diagram disertai
pembahasan.
Terdapat 25 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan ditemui DRPs
yang bersifat potensial meliputi 100% efek samping, 28% obat tidak dibutuhkan,
dan 4% dosis berlebih, serta DRPs yang bersifat aktual meliputi 56% dosis
kurang, 12% dosis berlebih, dan 4% membutuhkan tambahanobat.

Kata kunci: drug related problems, asma, pasien anak, terapi farmakologis, rawat
inap
ABSTRACT

Asthma is a chronic disease with an estimated 300 million individuals


affected worldwide andits prevalence has increased over the past 20 years. The
prevalence rate of asthma is highest in children and need serious concern. Drug
Related Problems (DRPs) can occur during drug therapy especially in pediatrics
whose physiological function have not been as normal as adults. The aims of this
study is to identify and evaluate DRPs in pediatrics hospitalized with asthma.
This study is a non-experimental descriptive with case series design. Data
collection was done retrospectively on medical record of hospitalized asthma
patient age 12 years and younger in RS RK Charitas Palembang during period
July-December 2013. The data obtained then were analyzed descriptively using
SOAP (subjective, objective, assessment, plan/recommendation) method and the
result present in tables and diagrams followed by discussion.
There are 25 cases who met the inclusion criteria. The DRPs that found
in this study consist of potential DRPs including 100% adverse drug reaction,
28% unnecessary drug, and 4% dosage too high, and also actual DRPs including
56% dosage too low, 12% dosage too high, and 4% need additional drugtherapy.

Key word: drug related problems, asthma, pediatrics, drug therapy,


hospitalization
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENGANTAR

A. LatarBelakang

Asma merupakan masalah kesehatan global yang serius dengan jumlah

penderita sekitar 300 juta individu di seluruh dunia. Prevalensi asma terus

meningkat selama 20 tahun terakhir. Prevalensi asma paling tinggi di Amerika

Serikat adalah pada anak usia 5-17 tahun, yaitu sebesar 9,6%. Asma merupakan

penyakit kronis yang sangat umum dijumpai pada anak-anak dan merupakan

faktor utama penyebab morbiditas akibat penyakit kronis serta menyebabkan

peningkatan ketidakhadiran di sekolah, kunjungan ke unit gawat darurat, serta

rawat inap (Global Initiative for Asthma, 2014; American Lung Association,

2006).

Asma termasuk dalam peringkat sepuluh besar penyakit tidak menular

(PTM) penyebab pasien rawat inap rumah sakit di Indonesia (Pusat Data dan

Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Hasil survei asma

pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia seperti Medan, Palembang,

Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, dan Denpasar, menunjukkan

prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7-6,4%

(Baratawidjaja, Soebaryo, Kartasasmita, Suprihati, Sundaru, Siregar, dkk., 2006).

Berdasar data-data tersebut, terlihat bahwa asma merupakan masalah kesehatan di

masyarakat yang membutuhkan perhatian serius.

1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Apoteker memiliki peran dalam peningkatan kualitas hidup pasien

melalui pelayanan kefarmasian, salah satunya melalui penyelesaian Drug Related

Problems (DRPs). Secara sederhana yang dimaksud dengan DRPs adalah masalah

yang terjadi selama proses terapi pengobatan yang memiliki potensi menghambat

mencapai hasil terapi yang diinginkan (Pharmaceutical Care Network Europe,

2010; Cipolle, Strand, Morley, Ramsey, and Lamsam, 2004). Hasil penelitian

Pratiwi, Ikawati dan Kusharwanti (2012) menemukan adanya pemberian obat

dengan indikasi tidak perlu sebesar 18,18%, obat salah sebesar 4,54%, dosis

terlalu tinggi sebesar 13,63%, interaksi obat sebesar 50%, dan ketidakpatuhan

sebesar 4,54 % pada pasien anak dengan asma yang dirawat inap di RS Panti

Rapih Yogyakarta. Berdasarkan penelitian tersebut, terlihat bahwa terdapat DRPs

pada pasien asma anak rawat inap. DRPs sangat mungkin ditemui pada pasien

anak karena kondisi fisiologi yang belum sempurna sehingga farmakokinetika

obat tidak bisa disamakan dengandewasa.

Prevalensi asma pada anak di Sumatera Selatan pada tahun 2013 sebesar

2,5% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Berdasarkan

penelusuran peneliti, asma merupakan satu dari sepuluh besar penyakit pada

pasien anak rawat inap di RS RK Charitas yang terletak di kota Palembang,

Sumatera Selatan. Rumah Sakit RK Charitas Palembang merupakan rumah sakit

swasta tertua di kota Palembang dan juga di Sumatera Selatan serta merupakan

rumah sakit tipe B yang mampu menampung rujukan dari rumah sakit kabupaten.

Berdasarkan penelusuran pustaka, penelitian mengenai Drug Related

Problems (DRPs) pada pasien anak dengan diagnosis asma di InstalasiRawat


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Inap RS RK Charitas Palembang belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian

ini bertujuan mengidentifikasi dan mengevaluasi DRPs pada pasien anak dengan

diagnosis asma. Hasil penelitian ini diharapkan memberi informasi terkait

kerasionalan penggunaan obat pada pasien asma anak yang dievaluasi dengan

mengidentifikasi DRPs.

1. RumusanMasalah

a. Seperti apa karakteristik pasien anak dengan diagnosis asma yang menjalani

rawat inap di RS RK Charitas periode Juli-Desember 2013 meliputi jenis

kelamin dan kelompokusia?

b. Seperti apa gambaran umum peresepan obat pada pasien anak dengan

diagnosis asma meliputi jenis obat dan rute pemberianobat?

c. Apakah terdapat DRPs pada peresepan pasien anak dengan diagnosisasma?

2. KeaslianPenelitian

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan evaluasi DRPs pada

pasien anak dengan diagnosis asma yang pernah dilakukan antara lain:

a. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Asma Bronkial di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta bulan Januari-

Desember 2009 yang dilakukan oleh Handayani (2010). Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat DRP efek samping dan interaksi obat sebesar

31,35% pada pasien asmabronkial.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b. Identifikasi Drug Related Problems pada Pasien Asma Rawat Inap Rumah

Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2009 yang dilakukan oleh

Hidayat dan Prasetyo (2012), dengan hasil 55% pasien mengalami DRP

dengan jumlah 75 kejadian meliputi membutuhkan tambahan terapi obat

sebesar 16,0%, obat tanpa indikasi dan duplikasi terapi sebesar 21,3%, obat

salah sebesar 10,7%, dosis terlalu rendah sebesar 18,7%, interaksi obat

sebesar 12,0% dan dosis terlalu tinggi sebesar21,3%.

c. Kajian Drug Related Problems pada Pasien Anak dengan Infeksi Saluran

Napas Bawah dan Asma Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode

1 Januari 2006 – 30 Juni 2006 yang dilakukan oleh Pratiwi, Ikawati dan

Kusharwanti (2012). Hasil penelitian DRPs untuk pasien anak dengan

infeksi saluran napas bawah adalah obat dengan indikasi yang tidak perlu

sebesar 20%, obat yang salah sebesar 12,72 %, dosis terlalu rendah sebesar

7,27 %, dosis terlalu tinggi sebesar 21,81%, dan interaksi obat sebesar

12,72%. Hasil penelitian DRPs pasien anak dengan asma adalah obat

dengan indikasi yang tidak perlu sebesar 18,18%, obat yang salah sebesar

4,54%, dosis terlalu tinggi sebesar 13,63%, interaksi obat sebesar 50%, dan

ketidakpatuhan sebesar 4,54%.

Penelitian mengenai Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak

dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang belum pernah

dilakukan sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu

terletak pada subjek yang diteliti, periode penelitian, dan tempat penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Persamaan dengan penelitian terdahulu terletak pada topik penelitian, yaitu

evaluasi DRP pada pasien dengan diagnosis asma yang menjalani rawat inap.

3. ManfaatPenelitian

a. Manfaatteoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan

sumber pembelajaran mengenai DRPs pada pasien anak dengan asma.

b. Manfaatpraktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi RS

RK Charitas Palembang untuk meningkatkan pelayanan kesehatan

khususnya pada pasien anak dengan asma.

B. TujuanPenelitian

1. Tujuan Umum

Mengevaluasi drug related problems (DRPs) pada pengobatan pasien asma anak.

2. Tujuan Khusus

a. Memberi gambaran karakteristik pasien anak denganasma.

b. Memberi gambaran pola peresepan obat pada pasien anak denganasma.

c. Memberi gambaran drug related problems (DRPs) pada peresepan pasien

anak denganasma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Asma

Asma merupakan penyakit heterogen yang umumnya dicirikan dengan

adanya inflamasi kronis jalan napas yang ditegaskan lebih lanjut dengan adanya

riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk yang

berbeda-beda intensitasnya serta terjadi dari waktu ke waktu, bersamaan dengan

variabel keterbatasan aliran udara ekspirasi (Global Initiative for Asthma, 2014).

Gejala dan keterbatasan aliran udara ini bersifat reversibel (Global Initiative for

Asthma, 2014; Kelly and Sorkness, 2008). Asma biasanya berhubungan dengan

hiperreaktivitas jalan napas terhadap rangsangan langsung maupun tak langsung

serta inflamasi kronis jalan napas (Kelly and Sorkness,2008).

Faktor yang dapat mempengaruhi asma secara umum adalah faktor

host/inang dan faktor lingkungan (Global Initiative for Asthma, 2014). Faktor

inang yang mempengaruhi perkembangan asma meliputi genetik asma, alergi,

hiperresponsivitas jalan napas, obesitas, ras, dan jenis kelamin (Global Initiative

for Asthma, 2012; Graham and Gordon, 2008). Faktor lingkungan berupa alergen

yang berasal dari dalam maupun luar ruangan, infeksi, asap rokok, polusi udara,

dan diet turut mempengaruhi perkembangan asma (Global Initiative for Asthma,

2012; Graham and Gordon, 2008; Kelly and Sorkness,2008).

Asma merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I yang dicirikan dengan

adanya keterlibatan sel TH2 dan IgE (Bogaert, Tournoy, Naessens, andGrooten,

6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7

2009). Reaksi hipersensitivitas adalah adanya reaksi berlebih tubuh terhadap

antigen. Comb dan Gell membagi reaksi hipersensitivitas menjadi 4 tipe

(Janeway, 2001). Asma merupakan salah satu contoh manifestasi klinis reaksi

hipersensitivitas tipe 1 yang bersifat anafilaksis lokal, artinya reaksi hanya terjadi

pada jaringan atau organ spesifik dan umumnya diturunkan, disebut sebagai atopi.

Paparan alergen pertama kali akan menyebabkan aktivasi sel TH2 dan

menstimulasi sel B untuk memproduksi IgE. IgE akan membentuk ikatan dengan

reseptor Fc pada sel mast maupun basofil, yang disebut sensitisasi (Abbas,

Lichtman, and Pillai, 2007). Paparan alergen selanjutnya akan mengakibatkan

terjadinya crosslinking pada ikatan IgE yang akan mengaktivasi sel mast.

Degranulasi sel mast memicu pelepasan mediator dari sel mast yang

menyebabkan terjadinya kontraksi otot halus, peningkatan permeabilitas vaskuler,

dan vasodilatasi (Kindt, Osborne, and Goldsby,2006).

. Gambar 1. Mekanisme umum reaksi hipersensitivitas tipe 1


(Abbas, Lichtman, and Pillai, 2007)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8

Patofisiologi asma secara umum dibagi menjadi 2, yaitu inflamasi dan

airway remodelling. Berdasarkan derajat inflamasinya, asma dibagi menjadi

inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut terdiri dari reaksi asma tipe

cepat dan reaksi asma tipe lambat. Pada reaksi asma tipe cepat, alergen akan

terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast.

Degranulasi tersebut mengeluarkan mediatorseperti histamin, protease, leukotrin,

prostaglandin, dan PAF (platelete activating factor) yang menyebabkan kontraksi

otot polos bronkus, sekresi mukus, dan vasodilatasi. Reaksi asma tipe lambat

timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta

aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil, dan makrofag. Pada inflamasi kronik

berbagai sel terlibat dan teraktivasi, antara lain limfosit T, eosinofil, makrofag, sel

mast, sel epitel, fibroblas dan otot polos bronkus (Kelly and Sorkness, 2008;

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2003).

Gambar 2. Inflamasi dan remodeling pada asma


(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9

Proses inflamasi pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan yang

secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan yang menghasilkan

perbaikan dan pergantian sel-sel mati/rusak dengan sel-sel yang baru. Proses

penyembuhan tersebut melibatkan regenerasi jaringan yang rusak dengan jenis sel

parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan

peyambung yang menghasilkan jaringan skar. Pada asma, kedua proses tersebut

berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan

menghasilkan perubahan struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks

dan banyak belum diketahui dikenal dengan airway remodeling. Mekanisme

tersebut sangat heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari diferensiasi,

migrasi, maturasi, diferensiasi sel sebagaimana deposit jaringan penyambung

dengan diikuti oleh restitusi/pergantian atau perubahan struktur dan fungsi yang

dipahami sebagai fibrosis dan peningkatan otot polos dan kelenjar mukus

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan

remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga

komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks

interstisial, fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah,

otot polos, dan kelenjar mukus (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit, maupun pola keterbatasan aliran uda
serangan, lamanya serangan, aktivitas diluar serangan dan beberapapemeriksaan

penunjang (Supriyatno, 2005).

Pasien asma yang datang ke rumah sakit umumnya merupakan pasien

yang sedang mengalami eksaserbasi atau yang lebih umum disebutsebagai


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11

serangan asma/asma akut. Berdasarkan tingkat keparahan serangannya, asma

diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel I. Klasifikasi asma menurut derajat serangan (Global Initiative for Asthma, 2012)

Parameter Klasifikasi Asma


Klinis, Fungsi Ancaman Henti
Faal Paru, Ringan Sedang Berat
Napas
Laboratorium
Sesak napas berjalan berbicara istirahat

bayi: tangis pendek bayi: tidak mau


dan lemah, sulit makan/minum
makan
Posisi dapat berbaring duduk duduk membungkuk
Bicara satu kalimat beberapa kata kata demi kata
Kesadaran mungkin gelisah biasanya gelisah biasanya gelisah gelisah, kesdaran
menurun
Sianosis tidak ada tidak ada ada nyata
Mengi sedang, sering nyaring, sepanjang sangat nyaring, sulit/tidak
hanya pada akhir ekspirasi inspirasi terdengar tanpa terdengar
ekspirasi stetoskop
Penggunaan biasanya tidak biasanya ya ya gerakan paradok-
otot batu torako-abdominal
respiratorik
Retraksi dangkal, retraksi sedang, ditambah dalam, ditambah dangkal/hilang
interkostal retraksi suprasternal napas cuping hidung
Frekuensi takipnea takipnea takipnea bradipnea
napas
pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar
usia frekuensi napas normal per menit
< 2 bulan <60
2-12 bulan <50
1-5tahun <40
6-8tahun <30
Frekuensi nadi normal takikardi takikardi bradikardi
pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
usia frekuensi nadi normal per menit
2-12 bulan < 160
1-5tahun < 120
6-8tahun < 110
Pulsus tidak ada (< 10 ada (10-20 mmHg) ada (> 20 mmHg) tidak ada, tanda
paradoxus mmHg) kelelahan otot
respiratorik
FEV1
pra
>60% 40-60% < 40%
bronkodilator
pasca < 60%, respon < 2
>80% 60-80%
bronkodilator jam
SaO2% >95% 91-95% ≤ 90%
PaO2 normal >60 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg >45 mmHg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12

B. TerapiAsma

Tujuan utama terapi asma adalah meningkatkan dan mempertahankan

kualitas hidup pasien asma sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari

tanpa adanya hambatan (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinis, 2007).

Sasaran terapi asma yaitu gejala asma, bronkokonstriksi, inflamasi

saluran napas, obstruksi jalan napas, serta frekuensi dan keparahan asma

(Bollmeier and Prosser, 2009; Jansen and Killian,2006).

Terapi non farmakologi utama yang harus diberikan pada pasien asma

adalah edukasi disertai dengan melatih pasien untuk melakukan manajemen asma

(Global Initiative for Asthma, 2012; Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2008). Pada umumnya terapi asma secara farmakologi dibagi menjadi 2 kategori

berdasarkan tujuan terapinya, yaitu:

1. Controller medications, yaitu obat-obatan yang digunakan untuk

pemeliharan. Obat pada kategori ini bekerja dengan mengurangi inflamasi

pada jalan napas, mengurangi gejala, serta mengurangi risiko terjadinya

serangan. Kortikosteroid inhalasi, metilsantin, agonis beta-2 kerja lama, dan

antihistamin generasi kedua merupakan contoh obat kategoriini.

2. Reliever medications, yaitu obat-obatan yang digunakan untuk meredakan

gejala, termasuk perburukan maupun serangan asma. Obat kategori ini juga

direkomendasikan untuk pencegahan bronkokonstriksi karena aktivitas fisik.

Contoh obat kategori ini antara lain agonis beta-2 kerja cepat, kortikosteroid

sistemik, antikolinergik, danaminofilin.

(Global Initiative for Asthma, 2012, Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13

Penilaian awal Riwayatdanpemeriksaanfisik


(auskultasi,ototbantunapas,denyut,frekuensinapas)danbilamungkinfaalparu(APEatauVEP1,saturasiO2),dan pe

SeranganAsmaRingan Serangan AsmaSedang/Berat SeranganAsmaMengancam

Pengobatan Awal
Oksigenasi dengan anulnasal
Inhalasiagonisbeta-2kerjasingkat(nebulisasi),setiap20menitdalamsatujamatau agonisbeta-2injeksi(terbutalin0,5mLsubkutanatauadrena
Kortikosteroidsistemik:
Serangan asmaberat
Tidakadaresponssegeradenganpengobatanbronkodilator
Dalam kortikosteroidoral

Penilaian ulang setelah 1 jam


Pemeriksaan fisik, saturasi O2, dan pemeriksaan lain atas indikasi

Respons baik Respons buruk dalam 1 jam


Respons tidak sempurna
 Respons baik danstabil  Risiko tinggidistress
 Risiko tinggidistress
dalam 60menit
 Pemeriksaan fisikgejala  Pemeriksaan fisik berat, gelisah
 Pemeriksaan fisiknormal dankesadaranmenurun
ringan-sedang
 APE > 70%prediksi/nilai  APE <30%
 APE>50%terapi<70%
terbaik
 SaturasiO2tidakperbaikan  PaCO2<45mmHg,PaO2<60mmHg

Pulang Dirawat di RS Dirawat di ICU


 Pengobatandilanjutkan  Inhalasiagonisbeta-2+  Inhalasiagonisbeta-2+
denganinhalasiagonis antikolinergik antikolinergik
beta-2  Kortikosteroidsistemik  KortikosteroidIV
 Membutuhkan  Aminofilindrip  Pertimbangkan agonis beta-2
kortikosteroidoral  Terapi oksigen injeksiSC/IM/IV
 Edukasipasien pertimbangkankanulnasal  Aminofilindrip
- Memakasiobatyang atau maskerventuri  Mungkinperluintubasidan
benar  PantauAPE,saturasiO2, ventilasimekanik
- Ikuti rencana nadi, kadarteofilin
pengobatanselanjutnya

Perbaikan TidakPerbaikan

Pulang Dirawat di ICU


Bila APE >60% prediksi/terbaik. Tetap berikan pengobatan oral atau inhalasi Bila tidak perbaikan selama 6-12 jam

Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan asma di rumah sakit


(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14

Tatalaksana terhadap serangan dan perawatan asma di fasilitas pelayanan

kesehatan yaitu dengan terlebih dulu menilai tanda vital dan fisik pasien untuk

menentukan tingkat keparahan serangan sehingga dapat diberikan terapi yang

sesuai berdasarkan derajat serangannya (Global Initiative for Asthma, 2012;

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008; Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia, 2003).

C. PasienAnak

Kesehatan anak merupakan aspek penting dalam kehidupan anak karena

mereka dapat mengembangkan dan mewujudkan potensi, memenuhi kebutuhan

mereka, dan mengembangkan kapasitas yang memungkinkan mereka untuk

berinteraksi dengan baik secara biologis, fisik, dan lingkungan sosial (National

Research Council and Institute of Medicine,2004).

Pada pasien anak, fungsi fisiologis tubuh tidak sama dengan pasien dewasa

sehingga farmakokinetika obat pada kelompok pasien anak tidak dapat disamakan

dengan pasien dewasa. Kelompok pasien anak memerlukan penyesuaian dosis

supaya farmakokinetika obat berjalan baik dan diperoleh efek terapi yang

diharapkan (Food and Drug Administration, 1998).

D. Drug Related Problems

Drug related problems (DRPs) adalah kejadian yang tidak diharapkan

terjadi pada pasien dalam proses terapi dengan menggunakan obat yang secara

aktual maupun potensial menghambat hasil terapi yang diinginkan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15

(Pharmaceutical Care Network Europe, 2010; Cipolle, et al., 2004). DRP aktual

adalah masalah yang terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang diberikan

pada pasien, sedangkan DRP potensial adalah masalah yang diperkirakan akan

terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang digunakan pasien (Cipolle, et al.,

2004).

DRPs dibagi menjadi beberapa kategori yang disebabkan oleh beberapa

hal yaitu sebagai berikut:

a. Obat tidak dibutuhkan dapat disebabkan oleh tidak adanya indikasi medis

yang sesuai dengan obat yang diberikan, menggunakan terapi polifarmasi

yang seharusnya bisa menggunakan terapi tunggal, kondisi yang lebih

cocok mendapat terapi non farmakologi, terapi efek samping yang dapat

diganti dengan obat lain, penyalahgunaanobat.

b. Membutuhkan terapi obat tambahan dapat disebabkan oleh munculnya

kondisi baru selain penyakit utama yang membutuhkan terapi, diperlukan

terapi obat yang bersifat preventif untuk mencegah risiko perkembangan

keparahan kondisi, kondisi medis yang membutuhkan kombinasi obat

untuk memperoleh efek sinergis maupun efektambahan.

c. Obat kurang efektif disebabkan oleh kondisi medis sukar disembuhkan

dengan obat tersebut, bentuk sediaan obat tidak sesuai, kondisi medis yang

tidak dapat disembuhkan dengan obat yang diberikan, dan produk obat

yang diberikan bukan yang paling efektif untuk mengatasi indikasi

penyakit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16

d. Dosis kurang umumnya disebabkan karena dosis terlalu rendah untuk

dapat menimbulkan respon yang diharapkan, interval pemberian kurang

untuk menimbulkan respon yang diinginkan, durasi terapi obat terlalu

pendek untuk dapat menghasilkan respon, serta interaksi obat yang dapat

mengurangi jumlah obat yang tersedia dalam bentukaktif.

e. Efek samping obat dapat disebabkan karena obat menimbulkan efek yang

tidak diinginkan tetapi tidak ada hubungannya dengan dosis, interaksi obat

yang menyebabkan reaksi yang tidak diharapkan tetapi tidak ada

hubungannya dengan dosis, ada obat lain yang lebih aman ditinjau dari

faktor risikonya, regimen dosis yang telah diberikan atau diubah terlalu

cepat, obat yang diberikan menyebabkan alergi, dan obat yang diberikan

dikontraindikasikan karena faktorrisikonya.

f. Dosis berlebih disebabkan oleh dosis obat yang diberikan terlalu tinggi,

dosis obat dinaikkan terlalu cepat, frekuensi pemberian obat terlalu

pendek, durasi terapi pengobatan terlalu panjang, serta interaksi obat yang

menyebabkan terjadinya reaksi toksisitas.

g. Ketidakpatuhan pasien umumnya disebabkan karena pasien tidak

memahami aturan pemakaian, pasien lebih suka tidak menggunakan obat,

pasien lupa untuk menggunakan obat, obat terlalu mahal bagi pasien,

pasien tidak dapat menelan obat atau menggunakan obat sendiri secara

tepat, dan obat tidak tersedia bagipasien.

(Cipolle, et al., 2004).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17

E. KeteranganEmpiris

emberikan informasi mengenai DRPs pada pengobatan pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan RancanganPenelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada

pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode

Juli-Desember 2013 merupakan penelitian observasional deskriptif dengan

rancangan case series dan pengambilan data yang bersifat retrospektif.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional karena dilakukan

penggalian informasi secara sederhana melalui sumber data yang telah tersedia

yaitu rekam medis pasien (World Health Organization, 2001). Penelitian

deskriptif dilakukan dengan pengumpulan, analisis, dan interpretasi data, serta

tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis (Arikunto, 2006; World Health

Organization, 2001). Case series merupakan kumpulan dari kasus yang sama

dengan suatu kondisi dalam periode waktu tertentu yang kemudian dievaluasi dan

dideskripsikan hasil klinisnya (Strom and Kimmel, 2006). Penelitian ini dilakukan

dengan data retrospektif karena data diperoleh melalui penelusuran dokumen

terdahulu, yaitu lembar rekam medis pasien anak denganasma.

B. VariabelPenelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah pola peresepan dan DRPs pada

pasien anak dengan diagnosis asma.

18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19

C. DefinisiOperasional

1. Pola pengobatan merupakan terapi farmakologis yang diterima subjek

penelitian selama dirawat di instalasi rawat inap anak RS RK Charitas

Palembang periode Juli-Desember 2013 meliputi jenis obat dan rute

penggunaanobat.

2. DRPs yang dikaji pada penelitian ini meliputi 6 kategori, yaitu obat tidak

dibutuhkan, membutuhkan obat tambahan, obat kurang efektif, dosis kurang,

dosis berlebih, dan efek sampingobat.

3. DRPs yang ditemui dikelompokkan berdasarkan jenisnya yaitu aktual dan

potensial. DRPs aktual merupakan masalah yang terjadi selama terapi

pengobatan yang diterima pasien yang dilihat dari data-data yang tertera pada

rekam medis. DRPs potensial merupakan masalah yang dimungkinkan terjadi

selama terapi pengobatan yang diterima pasien yang dapat diketahui dari

berbagai literatur penunjang berkaitan dengan pengobatan yang diterima

pasien.

4. Evaluasi DRPs adalah penilaian mengenai permasalahan yang timbul selama

penggunaan obat pada pasien anak dengan diagnosis asma di Instalasi Rawat

Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 dengan

menggunakan metode SOAP (subjective, objective, assessment, plan)

menggunakan acuan Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia

(Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009), Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan Asma di Indonesia (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,

2003), Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20

1023/MENKES/SK/XI/2008 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2008), Global Strategy for Asthma Management and Prevention (Global

Initiative for Asthma, 2012), Pocket Book of Hospital Care for Children

(World Health Organization 2013), Guidelines for the Diagnosis and

Management of Asthma (National Asthma Education and Preventive Program,

2007), British Guideline on the Management of Asthma (British Thoracic

Society, 2012). Acuan utama yang digunakan sebagai dasar evaluasi pada

penelitian ini adalah acuan lokal (Indonesia) yang kemudian disesuaikan lebih

lanjut dengan acuaninternasional/global.

Metode SOAP merupakan suatu strategi dalam analisis catatan medis

berdasarkan masalah kesehatan pasien. Metode ini terdiri dari 4 elemen, yaitu:

subjective (S): berisi informasi subjektif dalam rekam medis; objective (O):

berisi data yang dimasukkan ke dalam catatan kesehatan seperti beberapa hasil

tes, prosedur dan evaluasi; data ini dapat berupa tanda vital, temuan

pemeriksaan fisik, hasil X-ray, ECG, dan lain-lain; obat juga termasuk dalam

informasi objektif; assessment (A): mengacu pada informasi subjektif dan

objektif yang harus digunakan untuk mengembangkan rencana terapi; plan (P):

mencakup semua rekomendasi selama analisis, menetapkan perubahan obat

dan strategi yang dipilih, tujuan yang akan dicapai dan parameter yang harus

dipantau (Becerra, Martinez, Bohorquez, Guevara, and Ramirez, 2012). Pada

penelitian ini bagian plan diganti menjadi recommendation karena penelitian

ini menggunakan pendekatan secara retrospektif sehingga analisis yang

dilakukan bertujuan untuk memberikan rekomendasi atas masalah yangterjadi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21

D. SubjekPenelitian

Subjek penelitian ini adalah kasus pasien anak dengan diagnosis asma di

Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013.

Kriteria inklusi penelitian ini yaitu kasus dengan usia pasien ≤ 12 tahun dengan

diagnosis asma yang menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas

Palembang periode Juli-Desember 2013 dan menerima terapi farmakologis.

Kriteria eksklusi dari penelitian ini yaitu kasus pasien asma anak dengan penyakit

penyerta, seperti TB paru, bronkitis, dan pneumonia, serta rekam medis pasien

asma anak rawat inap yang kurang lengkap dan sulit terbaca.

E. BahanPenelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar rekam medis

rawat inap pasien anak dengan diagnosis asma di RS RK Charitas Palembang

periode Juli-Desember 2013.

F. InstrumenPenelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah form yang

digunakan saat proses pengambilan data dari lembar rekam medis pasien anak

dengan asma yang dirawat inap di RS RK Charitas Palembang periode Juli-

Desember 2013. Form ini memuat informasi subjektif dan objektif selama pasien

menjalani rawat inap.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22

G. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 8 sampai 18 Juli 2014 di Bagian

Rekam Medis RS RK Charitas Palembang Jalan Jendral Sudirman No. 1054

Palembang, SumateraSelatan.

H. Tata CaraPenelitian

1. Persiapan

Pada tahap ini dilakukan survei jumlah pasien asma anak yang menjalani

rawat inap di RS RK Charitas Palembang pada tahun 2013 kemudian dilakukan

pengurusan izin untuk melakukan penelitian di RS RK Charitas Palembang.

2. AnalisisSituasi

Pada tahap ini dilakukan pemastian apakah data yang diambil telah

memadai untuk dilakukan evaluasi. Hal ini dilakukan dengan menggunakan data

yang diambil dari beberapa kasus kemudian dilakukan evaluasi atas data tersebut.

3. PengumpulanData

a. Penelusurandata

Proses ini dilakukan dengan melihat print out dari bagian rekam medis

RS RK Charitas Palembang yang selanjutnya dilakukan penelusuran berdasarkan

nomor rekam medis pasien asma anak periode Juli-Desember 2013. Berdasarkan

hasil print out dari bagian rekam medis, terdapat 37 rekam medis asma pada

pasien anak, namun hanya ditemukan 33 lembar rekam medis. Dari 33 rekam

medis asma anak yang ada, 25 kasus memenuhi kriteria inklusi sementarasisanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23

merupakan kasus asma dengan penyakit penyerta lainnya maupun rekam medis

b. Pengambilan data

Proses ini dilakukan dengan menyalin data yang ada di lembar rekam medis pasien asma anak rawat in
4. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam

bentuk diagram dan tabel.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24

I. Tata Cara AnalisisHasil

1. Karakteristikpasien

a. Distribusi pasien anak berdasarkan kelompok umur dibagi menjadi 3

kelompok, yaitu infant (< 1 tahun), balita (1-5 tahun) dan anak-anak (6-12

tahun) dengan menghitung jumlah kasus pada setiap kelompok umur per

jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis dikali100%.

b. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dibagi menjadi 2 kelompok,

yaitu laki-laki dan perempuan, dengan menghitung jumlah kasus pada setiap

kelompok jenis kelamin per jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis dikali

100%.

2. Polapengobatan

a. Persentase jenis obat yang diberikan pada pengobatan asma diperoleh

dengan menghitung jumlah kasus yang mendapat jenis obat tertentu per

jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis dikali100%.

Penggunaan obat pada pasien dikelompokkan menurut kelas terapi

berdasarkan MIMS Indonesia.

b. Persentase rute pemberian obat yang diberikan pada pengobatan asma

diperoleh dengan menghitung jumlah kasus yang mendapat rute obat

tertentu per jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis dikali 100%. Adapun

rute pemberian obat dibagi menjadi 2, yaitu enteral danparenteral.

3. Evaluasi DRPs dilakukan dengan menggunakan metode SOAP. Bagian

subjective (S) berisi informasi jenis kelamin, usia, diagnosis, keluhan utama,

status alergi, riwayat penyakit dan penggunaan obat, tanggal rawat, sertastatus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25

keluar. Bagian objective (O) memaparkan data pemeriksaan fisik,

laboratorium, tanda vital dan tata laksana obat yang diberikan pada pasien

selama perawatan. Bagian assessment (A) menjabarkan penilaian adanya DRPs

pada pasien, kemudian rekomendasi selanjutnya dijelaskan di bagian plan

(P)/recommendation.

4. DRPs dirangkum dengan mengelompokkan kasus ke dalam enam kategori

(obat tidak dibutuhkan, membutuhkan obat tambahan, dosis kurang, dosis

berlebih, obat kurang efektif, dan efek samping obat) yang kemudian dihitung

persentase temuan DRPs dengan menghitung jumlah kasus pada setiap kategori

DRPs per jumlah keseluruhan kasus DRP dikali 100%.

J. KeterbatasanPenelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah evaluasi DRPs yang dilakukan hanya

berdasarkan data yang tertera di lembar rekam medis karena tidak dilakukan

konfirmasi ke dokter penulis resep, perawat, maupun apoteker setempat. Pada

penelitian retrospektif, perkembangan dan kondisi pasien sebenarnya yang

berkaitan dengan analisis DRPs tidak dapat diamati lebih lanjut. Konfirmasi ke

dokter, perawat, maupun apoteker tidak dapat dilakukan karena sulit mendapatkan

akses untuk melakukan konfirmasi. Tidak adanya konfirmasi ke tenaga kesehatan

ini menyebabkan analisis DRPs terbatas pada data yang tertera dalam lembar

rekam medis saja tanpa mengetahui alasan maupun tujuan pemilihan terapi oleh

tenaga kesehatan lain tersebut. Analisis DRPs sebaiknya dilakukan dengan

menggunakan konfirmasi kepada tenaga kesehatan lain agar tidak terjadi


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26

perbedaanpandangandalampenilaianDRPs.Keterbatasanlainyaitukesulitan

dalam membaca rekam medis yang disebabkan oleh tulisan yang kurang jelas terbaca dan adanya reka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

sia
ompokkan menjadi infant (< 1 tahun), balita (1-5 tahun), dan anak (6-12 tahun). Distribusi pasien asma anak berdasarkan ka

20% 16%

Infant(<1tahun)
Balita(1-5tahun)
Anak(6-12tahun)

64%

Gambar 6. Distribusi pasien berdasarkan usia pada pasien anakdengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK CharitasPalem
periode Juli-Desember 2013 (n=25)

Gambar6menunjukkanbahwapasienanakyangdirawatinapdidominasi

olehpasienusia1-5tahun sebanyak64%,diikutidengan20%anakusia6-12

tahun, dan 16% kelompok pasien usia < 1 tahun. Pada dasarnya asma dapat

menyerang berbagai usia, namun secara prinsip asma merupakan penyakit

pediatrik. Pada umumnya asma terjadi pada 5 tahun awal kehidupan dan 50%

27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28

anak memiliki gejala asma sejak usia 2 tahun (Kelly and Sorkness, 2008). Pada

usia dini, asma dapat disebabkan oleh atopi maupun adanya infeksi virus (Global

Initiative for Asthma, 2014).

2. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin

40%

Laki-Laki
Perempuan
60%

Gambar 7. Distribusi pasien anak dengan asmaberdasarkan jenis kelamin


pada pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013 (n=25)

Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin menunjukkan ada 60% pasien

anak laki-laki dan 40% pasien anak perempuan yang dapat dilihat pada gambar 7.

Onset terjadinya asma lebih cepat pada laki-laki daripada perempuan (Global

Initiative for Asthma, 2014). Anak laki-laki dengan usia kurang dari 10 tahun

lebih banyak terserang asma daripada pada perempuan, selama masa remaja

tingkat kejadiannya hampir sama, dan pada usia lanjut kejadian ini akan lebih

tinggi pada wanita (American Lung Association,2006).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29

B. PolaPengobatan

1. Jenis Obat

Gambaran umum distribusi penggunaan obat pada pasien asma rawat inap

berdasarkan kelas terapi menurut MIMS Indonesia disajikan pada Tabel II.

Penggunaan obat terbanyak adalah kelas terapi obat yang bekerja pada sistem

pernapasan, vitamin dan mineral, dan kortikosteroid.

Tabel II. Profil penggunan obat pada pasien anak dengan asma di Instalasi
Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013
JumlahKasus Persentase
KelasTerapi
(n=25) (%)
Sistem pernapasan 25 100
Kortikosteroid 25 100
Vitamin dan mineral 25 100
Antiinfeksi 20 80
Sistem saraf pusat 5 20
Alergi dan sistem imun 2 8
Sistem gastrointestinal dan hepatobilier 3 12

a. Sistempernapasan

Obat saluran pernapasan merupakan terapi utama dalam

pengobatan pasien asma anak dengan indikasi untuk meredakan gejala

maupun gangguan pada saluran pernapasan (Handayani, 2010). Obat yang

bekerja pada sistem pernapasan yang digunakan pada penelitian ini yaitu

golongan preparat antiasma dan PPOK serta obat batuk dan pilek. Preparat

antiasma dan PPOK yang digunakan dalam penelitian ini adalah

salbutamol, teofilin, aminofilin, kombinasi salbutamol dan ipratropium

bromida serta kombinasi salbutamol dan guaifenesin. Salbutamol

merupakan beta-2 adrenergik kerja cepat yang berfungsisebagai


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30

bronkodilator yang dapat memperbaiki jalan napas sehingga gejala sesak

napas dapat berkurang (Kelly and Sorkness, 2008; Perhimpunan Dokter

Paru Indonesia, 2003). Mekanisme kerja beta-2 agonis yaitu relaksasi otot

polos saluran napas, meningkatkan mucociliary clearance, menurunkan

permeabilitas pembuluh darah, dan memodulasi pelepasan mediator dari

sel mast (Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003).

Aminofilin dan teofilin juga dapat berfungsi sebagai bronkodilator.

Aminofilin intravena dapat digunakan pada tata laksana serangan asma

berat dengan memperhatikan dosis awal dan dosis rumatan (Ikatan Dokter

Anak Indonesia, 2009). Konsentrasi teofilin dalam darah harus

diperhitungkan untuk menghindari toksisitas akibat penggunaan teofilin

dan garamnya (aminofilin) karena kedua obat ini memiliki indeks terapi

yang sempit. Toksisitas akibat penggunaan obat ini dapat dihindari dengan

pemberian dosis yang tepat dan pemantauan kadar teofilin darah.

Antikolinergik merupakan bronkodilator yang efektif walaupun

tidak seefektif beta-2 adrenergik kerja cepat. Mekanisme dari obat

antikolinergik adalah menghambat secara kompetitif pada reseptor

muskarinik M3 sehingga menimbulkan efek bronkodilatasi dan

pengurangan volume sputum (Balsamo, Lanata, and Egan, 2010; Kelly

and Sorkness, 2008). Bronkodilator juga dapat meningkatkan cough

clearance melalui peningkatan aliran udara ekspirasi (Balsamo, Lanata,

and Egan, 2010). Antikolinergik yang digunakan dalam penelitian ini

adalah ipratopriumbromida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31

Guaifenesin umumnya digunakan sebagai ekspektoran.

Guaifenesin menunjukkan manfaat dalam terapi hipersekresi mukus

melalui penurunan sekresi mucin dan peningkatan mucociliary clearance

(Seagrave, Albrecht, Hill, Rogers, and Salomon, 2012). Guaifenesin dapat

menurunkan kekentalan mukus (Balsamo, Lanata, and Egan,2010).

Obat yang termasuk golongan obat batuk dan pilek menurut MIMS

Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini adalah ambroksol HCl,

bromheksin HCl, serta erdostein. Ambroksol dapat menstimulasi produksi

surfaktan yang menyebabkan terjadinya penurunan adesifitas mukus

(Balsamo, Lanata, and Egan, 2010). Erdostein memiliki potensi dapat

modulasi produksi mukus dan meningkatkan mucociliiary clearance

(Balsamo, Lanata, and Egan, 2010). Gambaran penggunaan obat yang

bekerja pada sistem pernapasan dapat dilihat pada Tabel III.

Tabel III. Penggunaan obat yang bekerja pada sistem pernapasan pada
pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013
JumlahKasus Persentase
Golongan JenisObat
(n=25) (%)
Preparat Salbutamol 22 88
antiasmadan Teofilin 6 24
PPOK Aminofilin 8 32
Kombinasi Salbutamol
dan Ipratropium Bromida 5 20
Kombinasi Salbutamol
7 28
dan Guaifenesin
Obatbatuk Ambroksol HCl 7 28
danpilek Erdostein 3 12
Bromheksin HCl 2 8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32

b. Kortikosteroid

Kortikosteroid digunakan untuk mengurangi peradangan pada jalan

napas. Obat golongan kortikosteroid umumnya diberikan saat pasien tidak

menunjukkan perkembangan setelah pemberian beta-2 adrenergik kerja

cepat saat serangan (Global Initiative for Asthma, 2014). Kortikosteroid

merupakan agen antiinflamasi yang paling efektif dalam pengobatan asma.

Kerja kortikosteroid dalam pengobatan asma antara lain dengan

meningkatkan jumlah reseptor beta-2 adrenergik dan meningkatkan

sensitivitas reseptor terhadap stimulasi beta-2 adrenergik, mengurangi

produksi dan hipersekresi mukus, mengurangi hipersensitivitas bronkus,

dan mengurangi edema jalan napas (Kelly and Sorkness, 2008).

Kortikosteroid sistemik diindikasikan untuk semua pasien asma akut parah

yang tidak mengalami perbaikan setelah pemberian inhalasi beta-2

adrenergik, penggunaannya dapat dikombinasikan dengan bronkodilator

lain (Kelly and Sorkness, 2008; Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003).

Kortikosteroid yang paling banyak digunakan dalam penelitian ini

adalah deksametason. Deksametason merupakan analog glukokortikoid

yang memiliki efek antiinflamasi dan imunosupresif yang poten dengan

efek samping penggunaan jangka panjang berupa obesitas, moon face, dan

osteroporosis (Nugroho, 2011). Gambaran penggunaan obat

kortikosteroid pada penelitian ini disajikan dalam tabelIV.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33

IV. Penggunaan kortikosteroid pada pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Des
JumlahKasus
Golongan JenisObat Persentase
(n=25) (%)
Kortikosteroid Deksametason 24 96
Metilprednisolon 3 12
Flutikason 3 12
Budenosid 2 8
Prednison 1 4
Triamsinolon 1 4

neral yang diberikan secara intravena banyak digunakan pada pasien asma anak karena bertujuan untuk mencegah dehidra

Tabel V. Penggunaan vitamin dan mineral pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palemb
periode Juli-Desember 2013

JumlahKasusPersentase
Golongan Jenis Obat (n=25) (%)
Elektrolit dan mineral KAEN 1B® 20 80
RL® 5 20
KAEN 3A® 1 4
Multivitamin Proza® 1 4
Vitamin dan mineral pediatrik Biostrum® 1 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34

d. Antiinfeksi

ggunaan antibiotik umumnya ditujukan untuk mencegah maupun mengatasi infeksi oleh mikroorganisme. Penggunaan anti

Tabel VI. Penggunaan obat antiinfeksi pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palemba
periode Juli-Desember 2013
JumlahKasus
Golongan JenisObat Persentase
(n=25) (%)
Penisilin Amoxicillin 1 4
Sefalosporin Ceftriaxon 6 24
Ceftazidim 2 8
Aminoglikosida Gentamisin 8 32
Amikasin 1 4
Makrolida Azitromisin 1 4
Spiramisin 3 12
Kloramfenikol Tiamfenikol 1 4

e. Sistem saraf pusat


Penggunaan obat sistem saraf pusat adalah sebanyak 20% pada

kasus dalam penelitian ini. Obat yang digunakan adalah parasetamol yang

merupakan analgesik dan antipiretik. Parasetamol merupakan analgesik


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35

dan antipiretik yang memiliki potensi yang mirip dengan NSAID, namun

tidak memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi (Jozwiak-Bebenista and

Nowak, 2014).

f. Alergi dan sistemimun

Antihistamin bekerja dengan menghambat aksi histamin pada

reseptor histamin (Nugroho, 2011). Obat golongan antihistamin yang

digunakan dalam penelitian ini adalah cetirizin HCl yang umum

digunakan pada pengobatan asma alergi (Nugroho, 2011) dan triprolidin

yang keduanya merupakan H-1 blocker. Triprolidin merupakan

antihistamin H-1 generasi pertama, sementara cetirizin merupakan

generasi kedua. Antihistamin generasi pertama sebaiknya tidak digunakan

pada pasien asma karena memiliki aksi antimuskarinik yang dapat

menyebabkan efek mulut kering dan penggunaan obat ini dalam jangka

panjang juga dapat meningkatkan gejala penyempitan bronkus (Scoor,

2012; Balsamo, Lanata, and Egan, 2010; Camelo-Nunes, 2006). Distribusi

penggunaan obat alergi dan sistem imun dapat dilihat pada tabelVII.

Tabel VII. Penggunaan obat alergi dan sistem imun pada pasien anak
dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013
Jumlah Kasus
Golongan JenisObat Persentase
(n=25)
(%)
Triprolidin 1 4
Antihistamindanantialergi
CetirizinHCl 1 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36

g. Sistem gastrointestinal danhepatobilier

Obat sistem gastrointestinal dan hepatobilier digunakan sebanyak

12% pada kasus dalam penelitian ini. Obat yang digunakan yaitu ranitidin

yang termasuk dalam kelompok obat antasida, obat antirefluks dan

ulserasi. Ranitidin merupakan H-2 blocker yang bekerja dengan

menghambat aksi histamin pada reseptor histamin H-2 pada sel parietal

mukosa lambung (Nugroho, 2011). Umumnya obat golongan ini

digunakan untuk pengobatan pada tukak peptik dan refluks

gastrointestinal. L-Bio®merupakan digestan yang diindikasikan untuk

memelihara kesehatan fungsi saluran pencernaan. Distribusi penggunaan

obat sistem gastrointestinal dan hepatobilier dapat dilihat pada tabelVIII.

Tabel VIII. Penggunaan obat sistem gastrointestinal dan hepatobilier pada


pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas
Palembang periode Juli-Desember 2013
Jumlah Kasus
Golongan JenisObat Persentase
(n=25)
(%)
Antasida, obat antirefluks,
Ranitidin 2 8
dan ulserasi
Digestan L-Bio® 1 4

2. Rute Pemberian Obat

Gambaran umum penggunaan obat berdasarkan rute pemberian dapat

dilihat pada tabel IX. Seluruh kasus dalam penelitian ini menggunakan obat

dengan rute pemberian enteral maupun parenteral. Obat yang diberikan secara

enteral yang diberikan dalam penelitian ini umumnya adalah obat yang bersifat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37

sebagai controller maupun obat untuk mengurangi gejala asma yang diberikan

secara per oral. Obat parenteral digunakan karena kondisi pasien yang umumnya

dirawat inap karena serangan asma sehingga pemberian oral sulit dilakukan. Obat

parenteral diberikan karena dapat memberikan efek yang cepat. Rute parenteral

intravena diberikan untuk merehidrasi pasien sehingga kebutuhan cairan pasien

tercukupi. Obat diberikan secara inhalasi dengan tujuan agar lebih efektif untuk

dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas, efek sistemik minimal atau

dihindarkan, dan ada beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi karena

tidak terabsorpsi pada pemberian oral (Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003).

Obat dengan rute inhalasi pada penelitian ini diberikan melalui nebulisasi.

Tabel IX. Penggunaan obat berdasarkan rute pemberian pada pasien anak
dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013
JumlahKasus
RutePemberian Persentase
(n=25) (%)
Enteral 25 100
Parenteral 25 100

C. Evaluasi Drug Related Problems(DRPs)

Identifikasi Drug Related Problems pada penelitian ini dilakukan dengan

mengevaluasi permasalahan yang timbul berkaitan dengan penggunaan obat pada

pasien asma anak di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-

Desember 2013. Kasus yang dievaluasi kemudian dimasukkan dalam kategori

DRPs yaitu butuh tambahan obat, obat tidak dibutuhkan, obat kurang efektif,

dosis kurang, efek samping obat, dan dosisberlebih.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38

Analisis DRPs dilakukan dengan menggunakan data penggunaan obat dan

catatan keperawatan pasien. DRPs yang didapati pada 25 kasus yang masuk dalam

kriteria inklusi penelitian ini yaitu 100% efek samping obat, 56% dosis kurang,

28% obat tidak dibutuhkan, 16% dosis berlebih, dan 4% membutuhkan obat

tambahan. Pada umumnya 1 kasus memiliki lebih dari 1 kejadian DRPs. Tabel X

berikut menyajikan gambaran DRPs yang ditemui pada pasien asmaanak.

Tabel X. Gambaran DRPs pada pasien anak dengan asma di instalasi rawat
inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember2013
NomorKasus
No Jenis DRPs Jumlah Kasus Persentase
(seperti lampiran) (n=25) (%)
1 Efek sampingobat semua kasus 25 100
2 Dosis kurang 2, 4, 5, 6. 7, 9, 11, 12,13,14, 14 56
15, 18, 19, 21
3 Obat tidak 7 28
5, 10, 15, 16,17, 24, 25
dibutuhkan
4 Dosisberlebih 5, 6,16, 18 4 16
5 Membutuhkan obat 1 4
tambahan 25
6 Obat kurangefektif - 0 0
Catatan: Penilaian DRPs ini berdasarkan data yang tercantum di lembar rekam medis
yang tidak dikonfirmasi dengan dokter penulis resep maupun perawat yang merawat
pasien. Pembahasan lebih mendalam tiap kasus dapat dilihat di Lampiran

1. Efek Samping Obat

Efek samping obat dapat disebabkan karena obat menimbulkan efek

yang tidak diinginkan tetapi tidak ada hubungannya dengan dosis, interaksi

obat yang menyebabkan reaksi yang tidak diharapkan tetapi tidak ada

hubungannya dengan dosis, ada obat lain yang lebih aman ditinjau dari faktor

risikonya, regimen dosis yang telah diberikan atau diubah terlalu cepat, obat

yang diberikan menyebabkan alergi, dan obat yang diberikan

dikontraindikasikan karena faktor risikonya. Pada penelitian ini semua kasus


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39

(100%) mengalami DRPs kategori efek samping obat yang disebabkan

karena adanya interaksi obat dan pemberian obat yang berisiko menyebabkan

perburukan.

Pada semua kasus DRPs yang dievaluasi ditemui interaksi antara

kortikosteroid dan salbutamol yang bersifat potensial. Kombinasi antara

kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter,

2010). Penggunaan salbutamol tunggal dapat menyebabkan hipokalemia dan

dapat meningkatkan risiko ini karena adanya obat yang mendeplesi kalium

seperti kortikosteroid. Kombinasi kedua jenis obat ini memerlukan

pemantauan khususnya dalam kadar kalium dalam serum. Kombinasi antara

β2agonis dan kortikosteroid dalam manajemen asma umumnya bersifat

menguntungkan (Baxter,2010).

Pada kasus 2, 5, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 16, 18, 21, dan 25 ditemui

interaksi obat pada kombinasi antara kortikosteroid dan teofilin serta teofilin

dan salbutamol yang dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter,

2010). Jenis DRPs yang ditemui adalah potensial. Hipokalemia merupakan

kondisi kadar kalium dalam serum < 3,5 mEq/L. Hipokalemia dicirikan

dengan adanya perubahan pada fungsi otot dan kardiovaskuler karena adanya

hiperpolarisasi membran dan gangguan kontraksi otot (Daly and Farrington,

2013). Depresi pernapasan karena gangguan parah pada otot skeletal dapat

terjadi karena deplesi kalium parah (Schaefer and Wolford,2005).

Teofilin dan kortikosteroid memainkan peranan penting dalam

manajemen asma dan penggunaannya secara bersamaan umum dilakukan dan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40

memberikan keuntungan. Kedua obat ini dapat menyebabkan hipokalemia

yang mungkin bersifat aditif. Pada pemakaian kedua obat ini perlu

dipertimbangkan pemantauan berdasarkan tingkat keparahan pasien dan

jumlah obat yang dapat menyebabkan deplesi kalium yang digunakan oleh

pasien (Baxter, 2010).

Penggunaan secara bersamaan antara salbutamol dan teofilin

merupakan pilihan yang cukup baik dalam manajemen asma, namun terdapat

potensiasi terjadinya efek samping. Komplikasi yang paling serius yang

ditimbulkan adalah hipokalemia dan takikardia (Baxter, 2010). Pemantauan

kadar kalium juga diperlukan pada penggunaan kombinasi obat ini.

Pada kasus 6, 7, 12, 19, 21 dan 22 ditemui DRPs kategori efek

samping obat yang bersifat potensial akibat pemberian mukolitik yang dapat

memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah

(Global Initiative for Asthma, 2011; Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003).

Mukolitik pada umumnya digunakan sebagai pengencer dahak, namun tidak

menunjukkan manfaat yang berarti pada penggunaan pada pasien asma

bahkan cenderung menimbulkan perburukan (Rogers, 2002). Jenis DRPs

yang ditemui adalah potensial. Pemantauan terhadap tanda vital dan kadar

obat dalam darah pasien diperlukan untuk pencegahan maupun langkah awal

pengatasan efek samping obat yang mungkinterjadi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41

efek samping obat pada pasien anak dengan asma pada pasien asma anak di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palemba

Jenis
No. Kasus Assessment Recommendation
DRPs

Semua kasus Kombinasi antara Potensial Perlu dilakukan


kortikosteroid dan salbutamol pemantauan kadar
dapat menyebabkan kalium
hipokalemia (Baxter,2010).
2, 5, 7, 8,9, interaksi obat pada kombinasi Potensial - Perlu dilakukan
11, 13, 14, antara kortikosteroid dan pemantauan kadar
16, 18, 21,25 teofilin dapat menyebabkan kalium
hipokalemia dan takikardi - Perlu dilakukan
(Baxter, 2010). pemantauan denyut
nadi
- Perlu dilakukan
pemantauan kadar
teofilindarah
2, 5, 7, 8,9, interaksi obat pada kombinasi Potensial - Perlu dilakukan
11, 13, 14, antara salbutamol dan teofilin pemantauan kadar
16, 18, 21,25 dapat menyebabkan kalium
hipokalemia dan takikardi - Perlu dilakukan
(Baxter,2010). pemantauan denyut
nadi
- Perlu dilakukan
pemantauan kadar
teofilindarah
6, 7, 12, 19, pemberian mukolitik yang Potensial Perlu dilakukan
21, 22 dapat memperburuk obstruksi pemantauan respiration
jalan napas dan batuk, rate
khususnya pada asma parah
(Global Initiative for Asthma,
2011; Persatuan Dokter Paru
Indonesia, 2003).

sisKurang
a penelitian ini terdapat 14 kasus yang memuat DRPs kategori dosis kurang yang bersifat aktual. DRPs kategori dosis kurang

akibat dosis pemberian aminofilin dan kortikosteroid di bawah dosis terapi.

Aminofilin merupakan bentuk kompleks dari teofilin yang termasuk

golongan metilsantin. Obat ini digunakan sebagai bronkodilator yang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42

umumnya diberikan secara parenteral pada serangan asma berat dengan dosis

awal aminofilin 6-8 mg/kg BB diberikan selama 20-30 menit dan dosis

rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; Ikatan Dokter

Anak Indonesia, 2009; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Pemberian aminofilin dengan dosis kurang ditemui pada kasus 2, 5, 7, 9, 11,

13, 14, dan 21 yang dapat dilihat pada lampiran. Pemberian aminofilin

dengan dosis kurang dapat menyebabkan onset obat ini akan semakin lama

sehingga efek bronkodilatasi akan lebih lama terjadi. Aminofilin merupakan

obat dengan indeks terapi sempit sehingga perlu hati-hati dalam pemberian

dosis yangtepat.

Kortikosteroid efektif digunakan dalam manajemen asma karena dapat

mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama

efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat

diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan

dengan dosis pemberian 0,5-1 mg/kgBB/hari (Global Initiative for Asthma,

2014; BMJ Group, 2011; Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009; Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Pemberian dosis kortikosteroid

intravenayangkurangdaridosisterapiditemuipadakasus4,5,6,7,12,13,

14, 15, 18, dan 19 yang dapat dilihat pada lampiran.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43

Tabel XII. Kejadian DRPs dosis kurang pada pasien anak dengan asmapada
pasien asma anak di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember2013

No. Kasus Assessment Jenis DRPs Recommendation

2, 5, 7, 9, 11, Pemberian aminofilin dengan Aktual - Perlu dilakukan


13, 14, 21 dosis kurang. penyesuaian dosis
pemberian
aminofilin
- Perlu dilakukan
pemantauan kadar
teofilindarah
4, 5, 6, 7,12, Pemberian dosis kortikosteroid Aktual Perlu dilakukan
13, 14, 15, intravena yang kurang dari penyesuaian dosis
18, 19 dosis terapi. pemberian
kortikosteroid

3. Obat TidakDibutuhkan

Obat tidak dibutuhkan dapat disebabkan oleh tidak adanya indikasi

medis yang sesuai dengan obat yang diberikan, menggunakan terapi

polifarmasi yang seharusnya bisa menggunakan terapi tunggal, kondisi yang

lebih cocok mendapat terapi non farmakologi, terapi efek samping yang dapat

diganti dengan obat lain, dan penyalahgunaan obat. Kategori DRPs obat tidak

dibutuhkan ditemui pada 64% kasus pada penelitian ini.

Pada kasus nomor 5, 10, dan 15 ditemui penggunaan antibiotik yang

kurang tepat. Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien

asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan

demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014;

World Health Organization, 2013). Demam merupakan tanda terjadinya

infeksi mikroorganisme, sehingga pemberian antibiotik diindikasikanjika


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44

pasien asma mengalami demam dan/atau pneumonia. Penggunaan antibotika

yang kurang tepat ini dikhawatirkan dapat menimbulkan resistensi antibiotik.

Pada kasus-kasus tersebut di atas, penggunaan antibiotik umumnya diberikan

sejak hari pertama rawat inap dengan data tanda vital pasien menunjukkan

suhu tubuh normal. Data tanda vital pasien pada hari perawatan selanjutnya

umumnya kurang lengkap (dapat dilihat pada Lampiran), sehingga ada

kemungkinan bahwa pasien mengalami demam namun tidak tercatat pada

rekam medis. Kemungkinan lain yang juga dapat terjadi yaitu pasien

mengalami demam dan menggunakan obat penurun panas tanpa dilakukan

pencatatan penggunaan obat di rekam medis. Pemeriksaan tanda vital dan

kultur bakteri dapat dilakukan untuk menegaskan perlunya penggunan

antibiotik. Oleh karena itu, pemberian antibiotik yang termasuk kategori obat

tidak dibutuhkan ini merupakan DRP yang bersifat potensial.

Parasetamol merupakan analgesik dan antipiretik (penurun panas).

Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih

dari 38,3oC (Sullivan, et al., 2011). Pemberian Parasetamol yang kurang

sesuai dengan indikasi ditemui pada kasus nomor 16, 17, 24, dan 25. Pasien

yang mengalami kenaikan suhu tubuh sebaiknya diberikan terapi non

farmakologi terlebih dahulu, seperti kompres dan minum air putih, sebelum

diberikan terapi farmakologi. Peningkatan suhu tubuh pada pasien mungkin

terjadi akibat mekanisme fisiologis tubuh untuk melawan zat asing baik dari

dalam maupun dari luar tubuh. Pemberian Parasetamol mugkin dilakukan

karena pasien merasa kurang nyaman dengan peningkatan suhu tubuh yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45

terjadi. Pemberian Parasetamol ini dapat dikategorikan sebagai DRP

potensial.

Tabel XIII. Kejadian DRPs obat tidak dibutuhkan pada pasien anak
dengan asma pada pasien asma anak di instalasi rawat inap
RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013
No. Kasus Assessment Jenis DRPs Recommendation

5, 10, 15 Penggunaan Potensial - Pertimbangkan penghentian


antibiotik yang penggunaanantibiotik
kurangtepat. - Perlu dilakukan pemantauan suhu
tubuh
16, 17, 24, 25 Penggunaan Potensial - Pertimbangkan penghentian
Parasetamol kurang penggunaanParasetamol
sesuai. - Pertimbangkan pemberian terapi non
farmakologi
- Perlu dilakukan pemantauan suhu
tubuh

4. DosisBerlebih

Pada penelitian ini terdapat 4 kasus DRPs yang masuk dalam kategori

dosis berlebih. Dosis berlebih yang ditemui dalam penelitian ini disebabkan

karena dosis pemberian obat yang terlalu tinggi.

Pada kasus 6 ditemui pemberian deksametason dengan dosis yang

berlebih. Dosis deksametason intravena yang tercatat diberikan pada pasien

adalah 2 g, padahal dosis harian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kg

BB/hari. Hal ini mungkin terjadi akibat kesalahan penulisan dalam catatan

penggunaanobat.

Pada kasus 5, 16 dan 18 ditemui DRP kategori dosis berlebih akibat

pemberian teofilin dengan dosis melebihi dosis maksimal harian (> 10

mg/kgBB/hari). Pemberian teofilin dengan dosis berlebih dapat menyebabkan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46

toksisitas karena teofilin merupakan obat dengan indeks terapi sempit.

Pemantauan kadar teofilin darah sangat diperlukan dalam pemberian terapi

teofilin untuk menghindari terjadinya toksisitas.

Tabel XIV. Kejadian DRPs dosis berlebih pada pasien anak dengan asma
pada pasien asma anak di instalasi rawat inap RS RK Charitas
Palembang periode Juli-Desember 2013
No. Jenis
Assessment Recommendation
Kasus DRPs

6 pemberian deksametason Potensial Perlu dilakukan


injeksi dengan dosis yang penyesuaian dosis
berlebih pemberiandeksametason
5, 16 dan pemberian teofilin dengan Aktual - Perlu dilakukan
18 dosis melebihi dosis penyesuaian dosis
maksimal harian (> 10 pemberianteofilin
mg/kgBB/hari). - Perlu dilakukan
pemantauan denyutnadi
- Perlu dilakukan
pemantauan kadar teofilin
darah

5. Membutuhkan obattambahan

Kategori DRPs membutuhkan obat tambahan pada penelitian ini

ditemui 1 kasus, yaitu kasus nomor 25. Pada kasus ini terdapat kondisi sesak

napas pada pasien saat rawat inap tanggal 28/09/2013 yang belum diterapi.

Kondisi ini sebaiknya diatasi dengan pemberian bronkodilator kerja cepat,

misalnya salbutamol dalam bentuk nebulisasi. Tujuan pemberian salbutamol

adalah untuk melegakan jalan napas pasien sehingga pasien dapat bernapas

lebih baik. Nebulisasi disarankan karena onset obat lebih cepat dan efek

samping lebih ringan daripada jika diberikan secara per oral. Jenis DRPs yang

ditemui adalah aktual.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47

6. Obat KurangEfektif

Kategori DRPs obat kurang efektif tidak ditemukan pada

penatalaksanaan pasien anak dengan asma di instalasi rawat inap RS RK

Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013.

D. Rangkuman Evaluasi Drug Related Problems(DRPs)

DRPs yang terjadi bersifat aktual maupun potensial. Jenis DRPs aktual

merupakan DRPs yang telah terjadi pada pasien sehingga mengakibatkan

kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya DRPs tersebut. Jenis DRPs potensial

adalah DRPs yang mungkin terjadi tetapi tidak terlihat dari data keluhan dan hasil

pemeriksaan pasien, namun dapat berpotensi menimbulkan DRPs. Tabel XV

berikut menyajikan hasil evaluasi pasien anak dengan diagnosis asma yang

dirawat di RS RK Charitas Palembang.

Tabel XV. Hasil Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)


No.Kasus DRPs Obat Rekomendasi
Perlu dilakukanpemantauan
1 Efeksampingobat Salbutamol+Deksametason
kadar kalium darah
Perlu dilakukan penyesuaian
Dosiskurang* Aminofilin dosis pemberian, Perlu
dilakukan pemantauankadar
Salbutamol + teofilin dalamdarah
Efeksampingobat Perlu dilakukanpemantauan
2 Deksametason/Metilprednisolon
kadar kaliumdarah
Deksametason/Metilprednisolon
Perlu dilakukan pemantauan
+ Teofilin
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Salbutamol + Teofilin Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukanpemantauan
3 Efeksampingobat Salbutamol+Deksametason
kadar kalium darah
Perlu dilakukanpenyesuaian
4 Dosiskurang* Deksametason dosispemberian
Perlu dilakukanpemantauan
Efeksampingobat Salbutamol+Deksametason
kadar kalium darah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48

Tabel XV. Lanjutan


No.Kasus DRPs Obat Rekomendasi
Perlu dilakukan penyesuaian
Dosiskurang* Deksametason,Aminofilin dosis pemberian obat, perlu
dilakukan pemantauan kadar
teofilin dalam darah
Pertimbangkan penghentian
Obat tidak penggunaan obat, perlu
Gentamisin
dibutuhkan dilakukan pemantauan suhu
tubuh
Perlu dilakukan penyesuaian
5 Dosis berlebih* Teofilin dosis pemberian obat, perlu
dilakukan pemantauankadar
Salbutamol + teofilin dalamdarah
Efeksampingobat Perlu dilakukanpemantauan
Deksametason/Budenosi
d kadar kaliumdarah
Perlu dilakukan pemantauan
Deksametason/Budenosid + Teofilin kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
Salbutamol + Teofilin kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan penyesuaian
Dosisberlebih Deksametason dosis pemberianobat
Perlu dilakukanpenyesuaian
6 Dosiskurang* Deksametason dosis pemberianobat
Perlu dilakukanpemantauan
Efeksampingobat Ambroksol respiration rate
Perlu dilakukanpemantauan
Salbutamol+Deksametason kadar kalium darah
Perlu dilakukan penyesuaian
Dosiskurang* Aminoflin,Deksametason dosis pemberian obat, Perlu
dilakukan pemantauan kadar
teofilin dalam darah
Obattidak Pertimbangkan penghentian
Amoxicilin
dibutuhkan penggunaan, perlu dilakukan
pemantauan suhu tubuh
Perlu dilakukanpemantauan
7 Efeksampingobat Ambroksol respiration rate
Salbutamol + Perlu dilakukanpemantauan
Deksametason/Metilprednisolon kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
Deksametason/Metilprednisolon
kadar kalium darah, denyut
+ Teofilin
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
Salbutamol + Teofilin kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Salbutamol + Perlu dilakukanpemantauan
Efeksampingobat
Deksametason/Flutikason kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
8 Deksametason/Flutikason + Teofilin kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Salbutamol +Teofilin Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49

Tabel XV. Lanjutan


No. Kasus DRPs Obat Rekomendasi
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat, perlu
Dosiskurang* Aminofilin
dilakukan pemantauan kadar
teofilin dalam darah
Perlu dilakukanpemantauan
Efeksampingobat Salbutamol+Deksametason
kadar kalium darah
9 Perlu dilakukanpemantauan
Deksametason + Teofilin kadar kalium darah, denyut nadi,
dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
Salbutamol + Teofilin kadar kalium darah, denyut nadi,
dan kadar teofilin darah
Obat tidak Pertimbangkan penghentian
Azitromisin penggunaan obat, perlu
10 dibutuhkan
dilakukan pemantauan tandavital
Salbutamol +
Efeksampingobat Perlu dilakukan pemantauan
Deksametason/Budenosid
kadar kaliumdarah
Perlu dilakukanpenyesuaian
Dosis kurang* Aminofilin dosis pemberian obat, perlu
dilakukan pemantauankadar
teofilin dalamdarah
Perlu dilakukanpemantauan
Efeksampingobat Salbutamol+Deksametason
kadar kalium darah
11 Perlu dilakukanpemantauan
Deksametason + Teofilin kadar kalium dara, denyutnadi,
dan kadar teofilindarah
Perlu dilakukan pemantauan
Salbutamol + Teofilin kadar kalium darah, tandavital,
dan kadar teofilindarah
Perlu dilakukan pemantauan
Dosis kurang* Deksametason dosis pemberianobat
Perlu dilakukanpemantauan
12 Efeksampingobat Ambroksol
respiration rate
Perlu dilakukanpemantauan
Salbutamol+Deksametason kadar kalium darah
Perlu dilakukan penyesuaian
Dosis kurang* Deksametason dosis pemberianobat
Efek samping Salbutamol + Perlu dilakukanpemantauan
obat Deksametason/Flutikason kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
13
Deksametason/Flutikason + kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Teofilin Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Salbutamol + Teofilin Perlu dilakukanpenyesuaian
Dosiskurang* Deksametason,Aminofilin dosis pemberian obat, Perlu
dilakukan pemantauan kadar
teofilin dalam darah
Efek samping Perlu dilakukanpemantauan
obat Salbutamol+Deksametason kadar kalium darah
14 Perlu dilakukan pemantauan
Deksametason + Teofilin kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
Salbutamol + Teofilin kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50

Tabel XV. Lanjutan


No.Kasus DRPs Obat Rekomendasi
Perlu dilakukan penyesuaian
Dosis kurang* Deksametason dosis pemberianobat
Pertimbangkan penghentian
Obat tidak penggunaan obat, Perlu
Ceftazidim
dibutuhkan dilakukan pemantauan suhu
tubuh
Efek samping Perlu dilakukanpemantauan
15 obat Salbutamol+Deksametason kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
Deksametason + Teofilin kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
Salbutamol + Teofilin kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Pertimbangkan penghentian
Obat tidak penggunaan obat, Perlu
Parasetamol dilakukan pemantauan tanda
dibutuhkan vital, Pertimbangkan pemberian
terapi non farmaokologi
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat, perlu
Dosisberlebih* Teofilin
dilakukan pemantauan kadar
16 teofilin dalam darah
Efek samping Salbutamol + Perlu dilakukan pemantauan
obat Deksametason/Flutikason kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
Deksametason/Flutikason + kadar kalium darah, denyut
Teofilin nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
Salbutamol + Teofilin nadi, dan kadar teofilin darah
Pertimbangkan penghentian
penggunaan obat, Perlu
Obat tidak dilakukan pemantauan suhu
17 dibutuhkan tubuh, Pertimbangkan
Parasetamol pemberian terapi non
farmaokologi
Efek samping Perlu dilakukanpemantauan
obat Salbutamol+Deksametason kadar kalium darah
Perlu dilakukan penyesuaian
Dosis kurang* Deksametason dosis pemberianobat
Perlu dilakukan penyesuaian
Dosis berlebih* Teofilin dosis pemberian obat, Perlu
dilakukan pemantauan kadar
teofilin dalam darah
18 Efek samping Perlu dilakukanpemantauan
obat Salbutamol+Deksametason kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
Deksametason + kadar kalium darah, denyut
Teofilin nadi, dan kadara teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
Salbutamol + Teofilin nadi, dan kadara teofilin darah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51

Tabel XV. Lanjutan


No.Kasus DRPs Obat Rekomendasi
Perlu dilakukan penyesuaian
Dosis kurang* Deksametason dosis pemberianobat
Perlu dilakukanpemantauan
Efeksampingobat Bromheksin
respiration rate
Salbutamol + Perlu dilakukanpemantauan
19 Deksametason/Prednison kadar kalium darah
Perlu dilakukanpemantauan
Deksametason/Prednison +
kadar kalium darah, denyut nadi,
Teofilin
dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut nadi,
Salbutamol + Teofilin
dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukanpemantauan
20 Efeksampingobat Salbutamol+Deksametason
kadar kalium darah
Perlu dilakukan penyesuaian
Dosis kurang* Aminofilin dosis pemberian obat, perlu
dilakukan pemantauan kadar
teofilin dalam darah
Perlu dilakukanpemantauan
Efeksampingobat Erdostein respiration rate
Perlu dilakukan
21 Salbutamol+Deksametason pemantauan
kadar
kaliumdarah
Perlu dilakukan pemantauan
Kortikosteorid + Teofilin kadar kalium darah, denyutnadi,
dan kadar teofilindarah
Perlu dilakukan pemantauan
Salbutamol + Teofilin kadar kalium darah, denyutnadi,
dan kadar teofilindarah
Perlu dilakukanpemantauan
22 Efeksampingobat Erdostein respiration rate
Perlu dilakukanpemantauan
Salbutamol+Deksametason
Perlukadar kalium darah
dilakukanpemantauan
23 Efeksampingobat Salbutamol+Deksametason
kadar kalium darah
Pertimbangkan penghentian
Obattidak penggunaan obat, perlu
Parasetamol
24 dibutuhkan dilakukan pemantauan suhu
tubuh, Pertimbangkanpemberian
terapi nonfarmaokologi
Perlu dilakukanpemantauan
Efeksampingobat Salbutamol+Deksametason
kadar kalium darah
Pertimbangkan penghentian
Obattidak penggunaan obat, perlu
Parasetamol
dibutuhkan dilakukan pemantauan tanda
vital, pertimbangkan pemberian
terapi non farmaokologi
Membutuhkan obat Pertimbangkan pemberian
tambahan * NebulisasiSalbutamol nebulisasisalutamol
Salbutamol
25 Efeksampingobat + Perlu dilakukan pemantauan
Deksametason/Metilprednisolo
n kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
Deksametason/Metilprednisolon + kadar kalium darah, denyutnadi,
Teofilin dan kadar teofilindarah
Perlu dilakukan pemantauan
Salbutamol + Teofilin kadar kalium darah, denyutnadi,
dan kadar teofilindarah
Semua DRps yang ditemui merupakan DRPs potensial, kecuali yang bertanda (*) merupakan DRPs
aktual
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52

kondisi pasien untuk mencegah perparahan maupun risiko terjadinya toksisitas pada pasien. DRPs yang bersifat aktual dire
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian mengenai “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada

pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang

Periode Juli – Desember 2013” diperoleh hasil :

1. Asma pada anak paling banyak terjadi pada kelompok usia 1-5 tahun

(64%) dan kejadiannya pada anak laki-laki sebesar 60% sementara pada

anak perempuan sebesar 40%.

2. Peresepan obat pada pasien anak dengan asma yang paling banyak adalah

obat yang bekerja pada sistem pernapasan (100%), vitamin dan mineral

(100%), serta kortikosteroid (100%) dengan pemberian melalui rute

enteral (100%) dan parenteral (100%).

3. Drug Related Problems yang ditemui yaitu DRPs yang bersifat potensial

meliputi 100% efek samping obat, 28% obat tidak dibutuhkan, dan 4%

dosis berlebih, serta DRPs yang bersifat aktual meliputi 56% dosis kurang,

12% dosis berlebih, dan 4% membutuhkan obattambahan.

B. Saran

1. Untuk RS RK CharitasPalembang:

a. Diperlukan standar terapi untuk pengobatan pasien anak denganasma.

53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54

b. Diperlukaan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui perbaikan

fungsi saluran napas, seperti spirometri dan saturasi oksigen, sehingga

terapi yang diberikan sesuai kebutuhan dan kondisipasien.

c. Diperlukan pemantauan lebih lanjut terkait keseimbangan elektrolit

karena penggunaan beberapa obat yang digunakan dalam terapi asma,

seperti salbutamol, kortikosteroid, dan aminofilin/teofilin, yang dapat

menyebabkan ketidakseimbanganelektrolit.

d. Diperlukan pemantauan terkait kadar obat dalam darah khususnya

pada penggunaan teofilin dan/atau aminofilin karena memiliki indeks

terapi yangsempit.

2. Untuk penelitian selanjutnya:

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara prospektif mengenai

pengobatan pada pasien anak dengan asma agar dapat

menidentifikasiaspek kepatuhan pada kajianDRPs.

b. Perlu dilakukan wawancara yang lebih mendalam kepada dokter

penulis resep untuk setiap kasus yang dijadikan subjekpenelitian.

c. Dapat dilakukan penelitian yang sama dengan rumah sakit yang

berbeda agar dapat diketahui jumlah kasus di tempat lain dan

didapatkan gambaran mengenai penatalaksanaan terapi sehingga dapat

dijadikanperbandingan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Lichtman, A.H., and Pillai, S., 2007, Cellular & Molecular
Immunology, 6th ed., Saunders Elsevier, Philadelphia, pp. 441-444.
American Lung Association, 2006, Trends in asthma morbidity and mortality,
American Lung Association Epidemiology and Statistics Unit Research and
Health Education Division, USA.
Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Rineka
Cipta,Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013, Riset Kesehatan Dasar
2013, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Balsamo, R., Lanata, L., and Ega, C.G., 2010, Mucoactive Drugs, Eur Respir Rev,
19:116, pp. 127-133.
Baratawidjaja, K.G, Soebaryo, R.W., Kartasasmita, C.B., Suprihati, Sundaru, H.,
Siregar, S.P., dkk., 2006, Allergy and asthma, The scenario in Indonesia, in
Shaikh W.A.(Ed.), Principles and practice of tropical allergy and asthma,
Vicas Medical Publishers, Mumbai, pp. 707-36.
Baxter, K., 2010, Stockley’s Drug Interactions, Pharmaceutical Press, London.
Becerra,J.,Martinez,F.,Bohorquez,M.,Guevara,M.L.,andRamirez,E.,2012,
Validation of a methodology for inpatient pharmacotherapy follow-up,
Vitae,19(3).
BMJ Group, 2011, BNF for Children 2011-2012, Pharmaceutical Press, London,
pp. 146-148.
Bogaert, P., Tournoy, K.G., Naessens, T., and Grooten, J., 2009, Where asthma
and hypersensitivity pneumonitis meet and differ, Am J Pathol, 173:3-13.
Bollmeier, S.G. and Prosser, T.R., 2009, Asthma, in Berardi, R.R., McDermott,
J.H. Newton G.D., Oszko, M.A., Popovich, N.G., Rollins, C.J., Shimps,
L.A., and Tietze, K.J., (Ed.), Handbook of Nonprescription Drugs, 16th ed.,
American Pharmacist Association, New York, pp. 213-228.
British Thoracic Society, 2012, British Guideline on the Management of Asthma,
Scottish Intercollegiate Guidelines Network, London.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C., Ramsey, R., and Lamsam, G.D.,2004,
Pharmaceutical Care Practice: The Clinician’s Guide, The McGraw-Hill
Companies, Inc., USA, pp. 172 – 178.
Daly, K. and Farrington, E., 2013, Hypokalemia and Hyperkalemia in Infants and
Children: Pathophysiology and Treatment, J Pediatr Health Care, 27 (6),
486-496.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Pedoman Pengendalian
Penyakit Asma, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinis, 2007, Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Asma, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,Jakarta.
Food and Drug Administration, 1998, General Considerations for Pediatric
Pharmacokinetic Studies for Drugs and Biological Products, Food and
Drug Administration,USA.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56

Global Initiative for Asthma, 2011, Global Strategy for Diagnosis and
Management of Asthma in Children 5 years and Younger, Global Initiative
for Asthma, www.ginasthma.org, diakses 24 April 2014.
Global Initiative for Asthma, 2012, GINA At-A-Glance Asthma Management
Reference, Global Initiative for Asthma, www.ginasthma.org,diakses 13
April2014.
Global Initiative for Asthma, 2012, Global Strategy for Asthma Management and
Prevention, Global Initiative for Asthma, www.ginasthma.org,diakses 13
April2014.
Global Initiative for Asthma, 2014, Global Strategy for Asthma Management and
Prevention, Global Initiative for Asthma, www.ginasthma.org,diakses 18
Agustus 2014.
Graham, S.M. and Gordon, S.B., 2008, Manson’s Tropical Diseases, 22nd ed.,
Elsevier, London, pp. 143-149.
Handayani, Y., 2010, Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Asma
Bronkial di Instalasi Farmasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogakarta
Bulan Januari-Desember 2009, Skripsi, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Hidayah, F.N. dan Prasetyo, S.D., 2012, Identifikasi Drug Related Problems pada
Pasien Asma Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Tahun 2009, JMPF, 2(1).
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009, Pedoman Pelayanan Medis, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta.
Jansen, L.J. and Killian, K., 2006, Airway smooth muscle as a target of asthma
therapy: history and new direction, Respir Res, 7, 123.
Jozwiak-Bebenista, M. and Nowak, J.Z., 2014, Paracetamol: Mechanism of
action, application, and safety concern, Drug Res, 71 (1),11-23.
Kelly, H.W. and Sorkness, C.A., 2008, Asthma, in Dipiro, J.T., Robert, L., Gary,
R.M., Barbara, G.W., Michael, P., (Ed.), Pharmacotherapy a
Pathophysiologic Approach, 7th ed., Appleton and Lange, Connecticut, pp.
463-493.
Kindt, T.J., Osborne, B.A., and Goldsby, R.A., 2006, Kuby Immunology, 6th ed.,
W.H. Freeman and Company, New York, pp. 261-271.
National Asthma Education and Preventive Program, 2007, Expert Panel Report
3: Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma Full Report
2007, US Department of Health and Human Services,USA.
MIMS, 2014, MIMS Therapeutics Class, MIMS Indonesia Online,
www.mims.com,diakses tanggal 26 Desember 2014.
National Research Council and Institute of Medicine, 2004, Children's Health, the
Nation's Wealth: Assessing and Improving Child Health, Washington DC,
National Academies Press.
Nugroho, A.E., 2012, Farmakologi: Obat-obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu
Farmasi dan Dunia Kesehatan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp. 184-186.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003, Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Asma di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57

Pharmaceutical Care Network Europe, 2010, PCNE Classification for drug-


related problems V6.2, http://www.pcne.org/sig/drp/drug-related-
problems.php, diakses 11 Februari 2014.
Pratiwi, D., Ikawati, Z., dan Kusharwanti, W., 2012, Kajian Drug Related
Problems pada Anak dengan Infeksi Saluran Napas Bawah dan Asma di
Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode 1 Januari-30 Juni 2006, JMPF,
2(1).
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012,
Gambaran Penyakit Tidak Menular di Rumah Sakit Indonesia Tahun 2009
dan 2010, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Rengganis, I., 2008, Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial, Maj Kedokt
Indon, 58(11), 444-451.
Rogers, D.F., 2002, Mucoactive drugs for asthma and COPD: any place in
therapy?, Expert Opin Invest Drugs, 11, 15–35.
Schaefer, T. and Wolford, R., 2005, Disorders of potassium, Emerg Med Clin of
N Am, 23, 723-724.
Seagrave, J.C., Albrecht, H.H., Hill, D.B., Rogers, D.F., and Solomon, G., 2012,
Effects of guaifenesin, N-acetylcystein, and ambroxol on MUC5AC and
mucociliary transport in primary differentiated human tracheal-bronchial
cells, Respir Res, 13:98.
Strom, B.L. and Kimmel, S.E., 2006, Textbook of Pharmacoepidemiology, John
Wiley & Sons Ltd., England, pp. 18.
Sullivan, et al., 2011, Fever and Antipyretic Use in Children,Pediatrics, 127, 580.
Supriyatno, B., 2005, Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak,
Maj Kedokt Indon, 55(3), 237-243.
World Health Organization, 2013, Pocket Book of Hospital Care for Children:
Guideline for the management of common childhood illnesses, 2nd ed.,
World Health Organization.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58

LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KASUS 1
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 3 tahun 2 bulan 26 hari/L Alergi :-
TanggalRawat : 09/07/2013 – 13/07/2013 Riwayat Penyakit : asma
Keluhan Utama : batuk, sesak napas Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis : statusasthmaticus
StatusKeluar : perbaikan, ataspersetujuan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 12kg Hemoglobin: 13,2(14-18) Eosinofil: 0 (1-3)
Kesadaran :CM Leukosit: 26,4 (4,5-15) Neutrofil: 9 (54-62
P : 120x/menit Hematokrit: 38 (35-50) Limfosit : 6 (25-30)
RR : 24x/menit Trombosit: 329 (150–450) Monosit : 3 (0–9)
SaO2 :- Basofil : 0 (0–1) Eosinofil Total: 40
Cyanosis :-
SuaraNapas : Wheezing (-); Rhonki(-)
Lainnya : -
Tanggal 09/07 10/07 11/07 12/07 13/07
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) 37/120/24 -/-/30 -/-/35 -/-/30 37/98/28
Normal: 36,1-37,8/<110/<40 37/94/40 -/-/32
sesak napas, napas sesak sesak napas sesak napas
Kondisi/Keluhan Pasien sesak napas
cuping hidung napas berkurang berkurang
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B √ √ √ √ -
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp/hari √ √ √ √ √
DeksametasonIV 3x 1amp/hari √ √ √ √ √
GentamisinIV 2x 24 mg /hari √ √ √ √ √
Bromheksin HCl8 mg 2x/hari - - √ √ √
Sirup Salbutamol sulfat 1 mg; Guaifenesin 50 mg - - √ √ √
4x1 cth/hari

59
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudahtepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Gentamisin IV sudahtepat
- Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearancemelalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al.,2012).
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan pemantauan suhu tubuhpasien
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kaliumdarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
KASUS 2
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 3 tahun 3 bulan 1 hari/L Alergi :-
Tanggal Rawat : 15/07/2013 – 19/07/2013 Riwayat Penyakit : asma
Keluhan Utama : sesak napas Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis : asthma bronchiale
Status Keluar : perbaikan, atas persetujuan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 12kg Hemoglobin: 14,8 (12-18) Eosinofil: 1 (1–3)
Kesadaran :CM Leukosit: 11,8(4,5-15) Neutrofil: 69(54-62)
P : 130x/menit Hematokrit: 41(35-50) Limfosit : 24(25-30)
RR : 38x/menit Trombosit: 354 (150–450)
SaO2 :- Eritrosit : 5,3 (1,4-3,4)
Cyanosis :- Basofil : 1 (0–1)
SuaraNapas : Wheezing (+); Rhonki (-)
Lainnya :-
Tanggal 15/07 16/07 17/07 18/07 19/07
o 37/130/38 -/-/32 - - 36,6/90/24
Tanda Vital: T( C)/P(x/menit)/RR(x/menit)
-/-/30
Normal: 36,1-37,8/<110/<40 -/-/32
sesak napas, batuk batuk batuk berdahak, sesak tidak sesak lagi, batuk
Kondisi/Keluhan Pasien batuk berdahak berdahak berkurang berkurang
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B √ √ √ √ -
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1amp/hari √ √ √ √ -
Deksametason IV 3x ½ amp/hari √ √ √ √ -
Aminofilin 1,7 cc +D5% 8,3 cc IV drip 4x/hari √ √ √ √ -
Gentamisin IV 2x 24 mg/hari √ √ √ √ √
Sirup Salbutamol sulfat 1 mg; Guaifenesin 50 mg
3x 1 cth/hari - - √ √ √
Pulv. Teofilin 20 mg 4x/hari - - √ √ √
Pulv. Metilprednisolon 10 mg 1x/hari - - √ √ √
Pulv. Spiramisin 500 mg - - - - √

ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
pemberian Neb. salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudahtepat
- Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan
selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosiskurang
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Gentamisin IV dan pulveres Spiramisin sudahtepat
- Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al.,2012).
- Dosis maksimal teofilin 10 mg/kgBB/hari (PDPI, 2003) pemberian Teofilin sudahtepat
- Pemberian metilprednisolon ditujukan untuk switching kortikosteroidintravena
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kaliumdarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Pertimbangkan pemberian terapi non farmakologi berupa minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 3
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 9 bulan 24 hari/ L Alergi :-
TanggalRawat : 18/07/2013 – 19/07/2013 Riwayat Penyakit : -
Keluhan Utama : sesak napas, batuk Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis : asmabronkial
StatusKeluar :sembuh
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 8kg Hemoglobin: 10,7 (12-18) Eosinofil: 1 (1–3)
Kesadaran :CM Leukosit: 9,3 (4,5-15) Neutrofil: 75(54-62)
P : 100x/menit Basofil : 0 (0–1) Limfosit : 21(25-30)
RR : 30x/menit Monosit : 3 (0–9)
SaO2 :-
Cyanosis :-
SuaraNapas : Wheezing (-); Rhonki (-)
Lainnya :-
Tanggal 18/07 19/07
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
37/100/30 -
Normal: 36,1-37,8/<160/<50
Kondisi/ Keluhan Pasien sesak napas, batuk sesak napas berkurang, batuk berkurang
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B √ √
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp/hari √ √
Deksametason IV 3x ½ amp/hari √ -
CeftriaxonIV 1x ½ g √ -
Sirup Parasetamol 1 cth prn √ -
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgsudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudahtepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Ceftriaxon IV sudahtepat
- Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3oC (Sullivan, et al., 2011). pemberian sirup Parasetamol kurang tepat:
Obat tidak dibutuhkan(potensial)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Pertimbangkan pemberian sirupParasetamol
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kaliumdarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 4
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 4 tahun 10 bulan 29 hari/P Alergi : makanan (cokelat, chiki)
TanggalRawat : 21/07/2013 – 27/07/2013 Riwayat Penyakit :-
Keluhan Utama : sesak napas, badan hangat Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis : asthma bronchiale
StatusKeluar :sembuh
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 18kg Hemoglobin: 12,8 (12-18) Eosinofil: 0 (1–3)
Kesadaran :CM Leukosit: 10,2 (4.5-15) Neutrofil: 84(54-62)
P : 110x/menit Hematokrit: 37 (5-50) Limfosit : 14(25-30)
RR : 34x/menit Trombosit: 298 (150–450) Monosit : 2 (0–9)
SaO2 :- Eritrosit : 4,9 (1,4-3,4) Laju Endap Darah: 56 (0–20)
Cyanosis :- Basofil : 0 (0–1)
SuaraNapas : Wheezing (-); Rhonki (+)
Lainnya :-
Tanggal 21/07 22/07 23/07 24/07 25/07 26/07 27/07
Tanda Vital:
37/-/-
T(oC)/P(x/mnt)/RR(x/mnt) 37,5/110/34 - 37,6/-/- 36,4/-/- - 36/80/20
36,8/-/-
Normal: 36,1-37,8/<110/<40
demam, sesak demam, sakit demam mulai demam mulai tidak demam tampak
Kondisi/ Keluhan Pasien demam
napas sedang turun turun lagi tenang
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt (UGD) √ - - - - - -
Infus KAEN 1B 16 tts/mnit √ √ √ √ √ √ √
Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg;
Salbutamol sulfat 2,5 mg √ - - - - - -
1 amp 1x (UGD)
Neb Salbutamol 2,5 mg3 x 1 amp √ √ √ √ - - -
Gentamisin IV 2 x 36 mg √ √ √ √ √ √ √
Deksametason IV 2 x 1 amp √ √ √ √ √ - -
Cetirizin 10 mg 1 x 1 - - √ √ √ √ √
Sirup Salbutamol 3 x 1 cth - - √ √ √ √ √

ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Pada kasus berat, pemberian kombinasi nebulisasi β 2agonis dengan antikolinergik (Ipratropium bromida) dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih
baik dengan memperbaiki nilai PEV/FEV 1dibandingkan pemberian SABA tunggal (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Combivent
(Ipratropium bromida 0,5 mg; salbutamol 2,5 mg) sudahtepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgsudahtepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian IV Ethigent (gentamicin) sudahtepat
- Penggunaan antihistamin tunggal maupun kombinasi dapat menurunkan obstruksi jalan napas (Wilson, 2003) penggunaan Cetirizin sudahtepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat,
namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 9-18 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 2x1 amp (4 mg)= 8 mg/hari: Dosis
kurang
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)

PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV menjadi 9-18mg/hari
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kaliumdarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Usahakan pasien terhindar dari paparanalergen
KASUS 5
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 5 tahun 4 bulan 3 hari/P Alergi :-
TanggalRawat : 25/12/2013 –29/12/2013 Riwayat Penyakit : kakek asma
Keluhan Utama : sesak napas sejak kemarin, batuk berdahak Riwayat Penggunan Obat: –
Diagnosis : statusasthmaticus
StatusKeluar :sembuh
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 18kg -
Kesadaran :CM
P : 100 x/menit
RR : 30x/menit
SaO2 :-
Cyanosis :-
SuaraNapas : Wheezing (+/+); Rhonki (-)
Lainnya :-
Tanggal 25/12 26/12 27/12 28/12 29/12
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
37/108/30 -/-/32 -/-/25 - -
Normal: 36,1-37,8/<110/<30
Kondisi/ Keluhan Pasien sesak napas sesak napas sesak napas sesak napas berkurang tidak sesak napas lagi
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 5 tts/mnt (UGD) √ - - - -
Infus KAEN IB 10 tts/mnt - √ √ √ -
Neb. Salbutamol 2,5 mg+ Budenosid 0,5 mg
√ - - - -
1x (UGD)
Neb.Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp/hari √ √ √ - -
GentamisinIV 1x 40 mg/hari √ √ √ - -
AminofilinIV drip 2,5 cc + D5% 7,5 cc /6jam √ √ √ - -
Deksametason IV 1x 2,5 mg √ - - - -
Deksametason IV 2x ¾ amp /hari - √ √ - -
Sirup Salbutamol 2 mg; GG 75 mg per 5 mL - - - √ -
Pulv (teofilin 50 mg, ambroksol 1/5 tab) 4x1/ hari - - - √ -
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). Pemberian
kortikosteroid inhalasi pada serangan asma dapat menurunkan kemungkinan rawat inap pada pasien yang tidak menggunakan kortikosteroid sistemik (Global
Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgdan Budenosid 0,5 mg sudahtepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat,
namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 9-18 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 2 x ¾ amp (4 mg)= 6 mg/hari: Dosis
kurang
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Gentamisin IV kurang tepat: Obat tidak dibutuhkan
(potensial)
- Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan
selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosiskurang
- Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al.,2012).
- Dosis maksimal teofilin 10 mg/kgBB/hari (PDPI, 2003) Dosis berlebih(aktual)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Pertimbangkan penghentian terapi GentamisinIV
- Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV menjadi 9-36mg/hari
- Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian teofilin menjadi maksimal 180mg/hari
- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilindarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
KASUS 6
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 2 tahun 3 bulan 26 hari/P Alergi :-
TanggalRawat : 27/07/2013 – 30/07/2013 Riwayat Penyakit : -
Keluhan Utama : sesak napas, batuk, muntah Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis : asthmabronchiale
StatusKeluar :sembuh
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 12kg Hemoglobin: 12,8 (12-18) Eosinofil: 3 (0-3)
Kesadaran :CM Leukosit: 13,9(4.5-15) Neutrofil: 86 (54-62)
P : 100x/menit Hematokrit: 37(35–50) Limfosit : 9 (25-30)
RR : 30x/menit Trombosit: 215 (150–450) Monosit : 4,8 (0-9)
SaO2 :- Eritrosit : 4,8 (1,4-3,4) Retikulosit: 1,1 (0.5-1.5)
Cyanosis :- Basofil : 0 (0-1) Laju Endap Darah: 8 (0-20)
SuaraNapas : Wheezing (-); Rhonki (-)
Lainnya :-
Tanggal 27/07 28/07 29/07 30/07
36/100/30
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
36/140/44 - - 37/100/28
Normal: 36,1-37,8/<110/<40
dyspnea, sesak, batuk, batuk berdahak, sesak batuk berdahak, sesak
Kondisi/ Keluhan Pasien sesak berkurang
muntah napas napas
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt √ √ √ √
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp/hari √ √ - -
Gentamisin IV 2x 24 mg/hari √ √ - -
Deksametason IV 1x 2 g (UGD) √ - - -
Deksametason IV 2x ½ amp/hari √ √ - -
Pulv. Ambroksol 4x 1/hari √ √ √ √
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI,2009).
pemberian Deksametason IV di UGD sudah tepat. Pemberian kortikosteroid dilakukan jika terapi dengan SABA tidak memberikan respons. Dosis
pemberian 1 x 2 g berlebih, seharusnya dosis yang diterima pasien 6-12 mg/hari: Dosis berlebih
pemberian Deksametason IV di ruang rawat sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 6-12 mg/hari, sementara
pasien hanya menerima 2 x ½ amp (4 mg)= 4 mg/hari: Dosis kurang
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Gentamisin IV sudahtepat
- Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for Asthma,
2011; PDPI, 2003). pemberian Ambroksol kurang tepat: Efek samping obat(potensial)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Pertimbangkan penghentian terapi Ambroksol
- Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IVmenjadi 6-12mg/hari
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah dan tandavital
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 7
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 2 tahun 10 bulan 6 hari/P Alergi :-
TanggalRawat : 05/08/2013 – 08/08/2013 Riwayat Penyakit : kejang
Keluhan Utama : batuk, sesak napas Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis : asmabronkial
StatusKeluar :
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 13kg Hemoglobin: 13,2 (12-18) Eosinofil: 50 (1-3)
Kesadaran :CM Leukosit: 14,3(4.5-15) Neutrofil: 40 (54-62)
P : 110x/menit Hematokrit: 39(35-50) Monosit : 8 (0-9)
RR : 45x/menit Trombosit: 474 (150-450)
SaO2 :- Eritrosit : 4,8 (1,4-3,4)
Cyanosis :+ LED/BSE/ESR: 11
SuaraNapas : Wheezing (+); Rhonki (-) Basofil : 2 (0-1)
Lainnya : retraksidada
Tanggal 05/08 06/08 07/08 08/08
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) 36/110/45
- - 36,5/90/23
Normal: 36,1-37,8/<110/<40 36,5/110/39
Kondisi/ Keluhan Pasien batuk, sesak napas batuk berdahak masih batuk batuk berkurang
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt √ √ √ -
Deksametason IV 2x ½ amp/hari (UGD) √ - - -
Aminofilin IV drip 2 cc + D5% 8 cc /6jam √ - - -
Deksametason IV 1x 1amp √ √ - -
Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg; Salbutamol sulfat 2,5
mg √ √ - -
3x 1 amp
Sirup Salbutamol sulfat 1 mg; Guaifenesin 50 mg
√ √ √ -
3x 4mL/hari
Pulv (metilprednisolon, amoxicilin) 3x 1 √ √ √ -
Pulv (ambroksol, teofilin) 4x 1 √ √ √ -
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Pada kasus berat, pemberian kombinasi nebulisasi β 2agonis dengan antikolinergik (Ipratropium bromida) dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih
baik dengan memperbaiki nilai PEV/FEV1 dibandingkan pemberian SABA tunggal (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Ipratropium
bromida 0,5 mg; salbutamol 2,5 mg sudahtepat
- Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan
selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosiskurang
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV
(deksametason) sudah tepat, namun dosis pemberian di ruang rawat kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 6,5-13 mg/hari, sementara pasien hanya
menerima 1 x 1 amp (4 mg)= 4 mg/hari: Dosiskurang
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian pulv. Amoxan kurang tepat: Obat tidak
dibutuhkan(potensial)
- Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al.,2012).
- Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for
Asthma, 2011; PDPI, 2003). pemberian Ambroksol kurang tepat: Efek samping obat (potensial)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Pertimbangkan penghentian terapi Amoxicilin dan Ambroksol
- Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV menjadi 6,5-26mg/hari
- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilindarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 8
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin:5 tahun 0 bulan 21 hari/ L Alergi :-
TanggalRawat : 08/08/2013 – 10/08/2013 Riwayat Penyakit : -
Keluhan Utama : batuk, sesak napas Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis : asmabronkial
StatusKeluar :sembuh
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 16kg Hemoglobin: 12,7 (12-18) Eosinofil: 1 (1-3)
Kesadaran :CM Leukosit: 12,8(4.5-15) Neutrofil: 89 (54-62)
P : -x/menit Hematokrit: 36(35-30) Limfosit : 7 (25-30)
RR : 30x/menit Trombosit: 278 (150-450) Monosit : 3 (0-9)
SaO2 :- Basofil : 0 (0-1)
Cyanosis :-
SuaraNapas : Wheezing (-); Rhonki (-)
Lainnya :-
Tanggal 08/08 09/08 10/08
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
37,2/-/30 - 36,6/98/28
Normal: 36,1-37,8/<110/<30
Kondisi/ Keluhan Pasien sesak napas, batuk tidak sesak napas lagi tidak sesak napas lagi, membaik
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt √ - -
Neb. Salbutamol 2,5 mg+ Flutikason 0,5 mg 1x (UGD) √ - -
Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg; Salbutamol sulfat 2,5 mg
√ √ √
3x 1 amp/ hari
Deksametason IV 3x 5 mg/hari √ √ √
D10% 500 cc + Aminofilin 75 mg IV 10tts/mnt - - -
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknyadiberi1-3nebulisasi2,5–5mgsalbutamolatau5-10mgterbutaline(WorldHealthOrganization,2013;BritishThoracicSociety,2012).
Pemberian kortikosteroid inhalasi pada serangan asma dapat menurunkan kemungkinan rawat inap pada psien yang tidak menggunakan kortikosteroid
sistemik (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. salbutamol 2,5 mg dan Fluticason 0,5 mg sudah tepat
- Pada kasus berat, pemberian kombinasi nebulisasi β 2agonis dengan antikolinergik (Ipratropium bromida) dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih
baik dengan memperbaiki nilai PEV/FEV1 dibandingkan pemberian SABA tunggal (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Ipratropium
bromida 0,5 mg; salbutamol 2,5 mg sudahtepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV
(deksametason) sudahtepat
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilindarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 9
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 1 tahun 4 bulan 25 hari/ L Alergi :-
TanggalRawat : 10/08/2013 – 15/08/2013 Riwayat Penyakit : -
Keluhan Utama : sesak napas dari semalam, batuk Riwayat Penggunan Obat:-
Diagnosis :asma
StatusKeluar : sembuh, ataspersetujuan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 8kg Hemoglobin: 12,9 (12-18) Eosinofil: 1 (1-3)
Kesadaran :CM Leukosit: 10,8(4,5-15) Neutrofil: 77(54-62)
P : 110x/menit Hematokrit: 38(35-50) Limfosit : 16(25-30)
RR : 28x/menit Trombosit: 32,6 (150-450) Monosit : 6 (0-9)
SaO2 :- Eritrosit : 5,1 (1,4-3,4) Retikulosit: 1,3 (0.5-1.5)
Cyanosis :- LED/BSE/ESR: 43
SuaraNapas : Wheezing (+); Rhonki (-) Basofil : 0 (0-1)
Lainnya : retraksi obsdada
Tanggal 10/08 11/08 12/08 13/08 14/08 15/08
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
36,7/110/28 - - - - 36/100/24
Normal: 36,1-37,8/<120/<40
lemas, batuk, batuk banyak batuk
Kondisi/ Keluhan Pasien batuk membaik
sesak napas berdahak dahak berdahak
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt √ √ √ √ √ √
Deksametason IV 2x 0,3 cc /hari √ √ √ √ √ √
Gentamisin IV 2x 16 mg /hari √ √ √ √ √ √
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp /hari √ √ √ √ √ √
Aminofilin IV drip 1,1 cc + D5% 8,9 cc 4x/hari √ √ √ √ √ √
L-Bio 2x 1 bgks/hari √ √ √ √ √ √
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Pemberianaminofilinintravenadapatdiberikanpadaseranganasmaberat(IDAI,2009;DepkesRI,2008).Dosisawalaminofilin6-8mg/kgBBdiberikan
selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudahtepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Gentamisin IV sudahtepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutalin (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan pemantauan tanda vital, kadar kalium darah, dan kadar teofilindarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 10
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 8 tahun 2 bulan 22 hari/ L Alergi :-
TanggalRawat : 19/08/2013 – 22/08/2013 Riwayat Penyakit : asma
Keluhan Utama : sesak napas sejak semalam, batuk Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis : asmabronkial
StatusKeluar : perbaikan, ataspersetujuan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 23kg Hemoglobin: 13.6 (12-18)
Kesadaran :CM Leukosit: 10,8(4,5-15)
P : 88x/menit Hematokrit: 41(35-50)
RR : 26x/menit Trombosit: 241 (150-450)
SaO2 :-
Cyanosis :-
SuaraNapas : Wheezing (+); Rhonki (+)
Lainnya :-
Tanggal 19/08 20/08 21/08 22/08
Tanda Vital:
T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) 36,5/88/26 - - 36,2/100/22
Normal: 36,1-37,8/<110/<30
batuk, sesak napas, tidak demam,masih masih batuk, sesak, masih batuk, keadaan
Kondisi/ Keluhan Pasien
tidak demam batuk,lemas, sesak, wheezing wheezing umum membaik
Tatalaksana Obat
Neb. Salbutamol 2,5 mg+ Budenosid 0,5 mg
√ - - -
1x (UGD)
Deksametason IV 1 amp 1x (UGD) √ - - -
Infus RL 10 tts/mnt √ √ √ -
Sirup Azitromisin 200 mg/5 mL 1x 1 cth/hari - √ √ -
Sirup Erdostein 175 mg/5 mL 1x 1 cth /hari - √ √ -
Sirup Salbutamol 2 mg/5 mL 3x 1 cth /hari - √ √ -
Deksametason IV 3x 4 mg/hari - √ √
Ranitidin IV 2x 25 mg/hari - √ √ -
ASSESSMENT
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
Pemberian kortikosteroid inhalasi pada serangan asma dapat menurunkan kemungkinan rawat inap pada psien yang tidak menggunakan kortikosteroid
sistemik (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgdan Budenosid 0,5 mg sudahtepat
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudahtepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian azitromisin kurang tepat: Obat tidak dibutuhkan
(potensial)
- Pemberian H-2 blocker (Ranitidin) ditujukan untuk menghindari efek samping gastro intestinal akibat penggunaankortikosteroid.
- Erdostein dapat memodulasi produksi mukus dan meningkatkan mucocilliary clearance (Balsamo, Lichtman, and Pillai,2010).
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)

PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kaliumdarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 11
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 8 tahun 10 bulan 19 hari/P Alergi :-
TanggalRawat : 09/09/2013 – 10/09/2013 Riwayat Penyakit : asma
Keluhan Utama : sesak napas, batuk Riwayat Penggunan Obat: sebelumnya menggunakan Teosal dan Novadryl
Diagnosis : asthma bronchiale
StatusKeluar : perbaikan, ataspersetujuan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 32kg Hemoglobin: 14,9 (12-18) Eosinofil: 3 (1-3)
Kesadaran :CM Leukosit: 11 (4,5-15) Neutrofil: 74(54-62)
P : 120x/menit Hematokrit: 44 (35-50) Limfosit : 15(25-30)
RR : 30x/menit Trombosit: 290 (150-450) Monosit : 8 (0-9)
SaO2 :- Eritrosit : 5,1 (1,4-3,4)
Cyanosis :- LED/BSE/ESR: 9
SuaraNapas : Wheezing (+/+); Rhonki (-) Basofil :0 (0-1)
Lainnya :takikardi
Tanggal 09/09 10/09
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-
36/120/30 37/84/24
37,8/<110/<30
Kondisi/ Keluhan Pasien sesak napas, batuk, pilek sesak napas berkurang, masih batuk
Tatalaksana Obat
Infus RL 15 tts/mnt √ -
Deksametason IV 3x 5 mg/hari √ -
Aminofilin IV drip 3,5 cc + D5% 6,5 cc 1x √ -
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp /hari √ -
Spiramisin 3x 500 mg √ √
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Kortikosteroidefektifdalammanajemenasmakarenadapatmengurangiinflamasijalannapas.Pemberiankortikosteroidsecaraoralsamaefektifdengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason
IV(deksametason) sudah tepat
- Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan
selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosiskurang
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgsudahtepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Spiramisin sudahtepat
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)

PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilindarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 12
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 3 tahun 11 bulan 18 hari/L Alergi :-
TanggalRawat : 21/09/2013 – 23/09/2013 Riwayat Penyakit : -
Keluhan Utama : sesak napas, batuk Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis : asmabronkial
StatusKeluar : sembuh, ataspersetujuan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 29kg Hemoglobin:12,9 (12-18) Eosinofil: 1 (1-3)
Kesadaran :CM Leukosit: 15 (4,5-15) Neutrofil: 80(54-62)
P : 100x/menit Hematokrit: 67 (35-50) Limfosit : 17(25-30)
RR : 32x/menit Trombosit: 4,5 (150-450) Monosit : 2 (0-9)
SaO2 :- Eritrosit : 6,7 (1,4-3,4)
Cyanosis :- LED/BSE/ESR: 5
SuaraNapas : Wheezing (+); Rhonki (+) Basofil :0 (0-1)
Lainnya : retraksidada
Tanggal 21/09 22/09 23/09
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
36,5/100/32 -/-/40 36,5/90/25
Normal: 36,1-37,8/<110/<40
sesak napas, batuk berkurang, wheezing
Kondisi/ Keluhan Pasien sesak napas, batuk sesak napas berkurang
Tatalaksana Obat
Neb. Salbutamol 2,5 mg1x (UGD) √ - -
KAEN 3A 10 tts/mnt (UGD) √ - -
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt √ √ -
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp √ √ √
Deksametason IV 3x 1 amp √ √ √
Sirup Ambroksol HCl 15 mg/5 mL 3x 1 cth √ √ √
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- TerapilinipertamapadaseranganasmaadalahinhalasiSABA(GlobalInitiativeforAsthma,2014;BritishThoracicSociety,2012).Anakdenganasma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutalin (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat,
namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 14,5-29 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 3 x 1 amp (4mg) = 12 mg/hari:
Dosis kurang
- Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for Asthma,
2011; PDPI, 2003). pemberian Sirup Ambroksol kurang tepat: Efek samping obat(potensial)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Pertimbangkan penghentian terapi sirupAmbroksol
- Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV menjadi 14,5-29mg/hari
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kaliumdarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 13
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 2 tahun 9 bulan 26 hari/P Alergi :-
TanggalRawat : 22/09/2013 – 23/09/2013 Riwayat Penyakit : -
Keluhan Utama : sesak napas sejak sore Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis :asthma
StatusKeluar : perbaikan, pulangpaksa
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 13kg -
Kesadaran :CM
P : 100x/menit
RR : 48x/menit
SaO2 :-
Cyanosis :-
SuaraNapas : Wheezing (++); Rhonki (-)
Lainnya :-
Tanggal 22/09 23/09
-/-/36
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
37/100/48 -/-30
Normal: 36,1-37,8/<110/<40 -/-/35
Kondisi/ Keluhan Pasien sesak napas, batuk sesak napas, batuk
Tatalaksana Obat
Infus RL 10 tts/mnt √ √
Neb. Flutikason 0,5 mg (UGD) √ -
Neb. Salbutamol 2,5 mg1x (UGD) √ -
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp √ √
Deksametason IV 2x ½ amp √ -
Deksametason IV 3x 1/3 amp - √
Aminofilin IV drip 2 cc + aq /6 jam √ √
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
Pemberian kortikosteroid inhalasi pada serangan asma dapat menurunkan kemungkinan rawat inap pada psien yang tidak menggunakan kortikosteroid
sistemik (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgdan Flutikason 0,5 mg sudahtepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat,
namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 6,5-13 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 2 x ½ (4mg) = 4 mg/hari pada
hari pertama dan 3 x 1/3 amp (4 mg) = 4 mg pada hari kedua: Dosiskurang
- Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan
selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosiskurang
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)

PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian DeksametasonIV
- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilindarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 14
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 4 tahun 5 bulan 25 hari/L Alergi :-
TanggalRawat : 10/10/2013 – 13/0/013 Riwayat Penyakit :-
Keluhan Utama : sesak napas, batuk, demam Riwayat Penggunan Obat: sebelumnya Salbutamol 3x 1 mg; Parasetamol 3x 250
Diagnosis : asthma bronchiale mg; Cotrimoxazole 2x 480 mg; Ambroxol 3x 4 mg
StatusKeluar :
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 18kg Hemoglobin: 12,5 (12-18) Eosinofil: 1 (1-3)
Kesadaran :CM Leukosit: 9,3 (4,5-15) Neutrofil: 76(54-62)
P : 108x/menit Hematokrit: 36 (35-50) Limfosit : 20(25-30)
RR : 36x/menit Trombosit: 456 (150-450) Monosit : 3 (0-9)
SaO2 :- Eritrosit : 4,6 (1,4-3,4)
Cyanosis :- Basofil : 0 (0-1)
SuaraNapas : Wheezing (+); Rhonki (+)
Lainnya :-
Tanggal 10/10 11/10 12/10 13/10
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
36/108/36 - - 36,5/100/22
Normal: 36,1-37,8/<110/<40
sesak pernapasan lemas, batuk sesak, batuk lemas, batuk berdahak, tidak
Kondisi/Keluhan Pasien dada berdahak berdahak sesak lagi
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 16 tts/mnt √ - - -
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp √ √ √ √
Amikasin IV 2x 125 mg √ √ √ √
Deksametason IV 3x 1 cc √ √ √ -
Aminofilin IV drip 2,4 cc + D5% 7,6 cc 3x √ - - -
Biostrum 3x 1 cth - √ √ √
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak denganasma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Ventolin (salbutamol 2,5 mg) sudah tepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (World Health Organization, 2013) pemberian IV Amikasin sudahtepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV
(deksametason) sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 9-18 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 3 x 1
cc (1 cc= 1 mg) = 3 mg/hari: Dosiskurang
- Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan
selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosiskurang
- Biostrum merupakan suplemen untuk meningkatkan sistem imun, nafsu makan, mencegah dan mengobati defisiensi vitamin, memperkuat tulang dan gigi
(MIMS,2012).
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)

PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian DeksametasonIV
- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilindarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 15
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 1 tahun 6 bulan 21 hari/L Alergi :-
TanggalRawat : 13/10/2013 – 15/10/2013 Riwayat Penyakit : -
Keluhan Utama : sesaknapas Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis : asthma bronchiale
StatusKeluar : perbaikan, ataspersetujuan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 9kg -
Kesadaran :CM
P : 90x/menit
RR : 40x/menit
SaO2 :-
Cyanosis :-
SuaraNapas : Wheezing (+); Rhonki (-)
Lainnya :-
Tanggal 13/10 14/10 15/10
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
37,5/90/40 -/-/90 37/115/24
Normal: 36,1-37,8/<120/<40
batuk berdahak, pilek, sesak
Kondisi/Keluhan Pasien batuk, pilek, sesak napas batuk berdahak
napas
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt √ √ √
Neb. Salbutamol 2,5 mg+ NaCl 2 cc 3 x 1 amp √ √ √
Deksametason IV 3x 1 cc √ √ √
Spiramisin 3x 250 mg √ √ √
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknyadiberi1-3nebulisasi2,5–5mgsalbutamolatau5-10mgterbutaline(WorldHealthOrganization,2013;BritishThoracicSociety,2012).
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV
(deksametason) sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 4,5-9 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 3 x 1
cc (1 cc= 1 mg) = 3 mg/hari: Dosiskurang
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Lacedim (ceftazidime) kurang tepat: Obat tidak
dibutuhkan(potensial)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Pertimbangkan penghentian terapi Spiramisin
- Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian DeksametasonIV
- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilindarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 16
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 11 bln 26 hari/ L Alergi :-
TanggalRawat : 25/10/2013 –26/10/2013 Riwayat Penyakit : -
Keluhan Utama : sesak napas, demam, batuk Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis :asma
StatusKeluar : perbaikan, ataspersetujuan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 10,5kg Hemoglobin: 11,6 (12-18)
Kesadaran :CM Leukosit: 11,1 (4,5-15)
P : 122x/menit Trombosit: 389 (150-450)
RR : 22x/menit LED/BSE/ESR: 7
SaO2 :-
Cyanosis :-
SuaraNapas : Wheezing (++); Rhonki (+)
Lainnya :-
Tanggal 25/10 26/10
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
37,5/122/22 37/100/22
Normal: 36,1-37,8/<160/<50
Kondisi/Keluhan Pasien batuk, sesak napas, demam sesak napas berkurang
Tatalaksana Obat √ √
Infus KAEN 1B 8 tts/mnt √ √
Neb. Salbutamol 2,5 mg+ Flutikason 0,5 mg 1x (UGD) √ -
Neb Salbutamol 2,5 mg2 x ½ amp √ √
CeftazidimIV 2x 500 mg √ √
Deksametason IV 3x ½ amp √ √
Sirup Parasetamol 3x 1 cth √ √
Sirplus 3x 1 cth √ √
Pulv (teofilin 40 mg; ambroksol 30 mg 1/5 tab; triprolidin HCl 2,5 mg + pseudoefedrin HCl 60
√ √
mg 1/5 tab; salbutamol 2 mg 1/3 tab; triamsinolon 4 mg 1/3 tab) 3x 1
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
Pemberian kortikosteroid inhalasi pada serangan asma dapat menurunkan kemungkinan rawat inap pada psien yang tidak menggunakan kortikosteroid
sistemik (Global Initiative for Asthma, 2014).pemberian Neb. Ventolin (salbutamol 2,5 mg) dan Flixotide (Fluticasone) sudahtepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudahtepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian CeftazidimIV sudahtepat
- Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3 oC (Sullivan, et al., 2011). pemberian sirup Parasetamol kurang
tepat: Obat tidak dibutuhkan(potensial)
- Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for
Asthma, 2011; PDPI, 2003). pemberian Ambroksol kurang tepat: Efek samping obat (potensial)
- Dosis maksimal teofilin 10 mg/kgBB/hari (PDPI, 2003) Dosisberlebih
- Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012). guaifenesin yang terkandung dalam
ventolin sudahsesuai
- Pemberian triamsinolon ditujukan untuk switching kortikosteroidintravena.
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)

PLAN/RECOMMENDATION
- Pertimbangkan penghentian terapi IV Ceftazidime, sirup Parasetamol,Ambroksol
- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilindarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 17
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 5 bulan 18 hari/ P Alergi :-
TanggalRawat : 13/11/2013 –16/11/2013 Riwayat Penyakit : -
Keluhan Utama : batuk sejak 2 hari lalu, sesak napas sejak 1 hari lalu, demam Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis :asthma
StatusKeluar : sembuh, ataspersetujuan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 6,2kg -
Kesadaran :CM
P : 120x/menit
RR : 30x/menit
SaO2 :-
Cyanosis :-
SuaraNapas : Wheezing (-); Rhonki (-)
Lainnya :-
Tanggal 13/11 14/11 15/11 16/11
Tanda Vital:
T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
37,1/120/30 - 37/-/45 37/110/24
Normal:
36,1-37,8/<160/<50
Kondisi/Keluhan Pasien batuk berdahak batuk berdahak batuk berkurang batuk berkurang, tampak batuk sesekali
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 6 tts/mnt √ √ √ √
Neb. Salbutamol 2,5 mg 3x 1 amp √ √ √ -
Deksametason IV 3x ½ amp √ √ √ -
CeftriaxonIV1x 500 mg √ √ √ -
Sirup Parasetamol 4x ½ cth √ √ √ -
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- TerapilinipertamapadaseranganasmaadalahinhalasiSABA(GlobalInitiativeforAsthma,2014;BritishThoracicSociety,2012).Anakdenganasma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudahtepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian CeftriaxonIVsudahtepat
- Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3oC (Sullivan, et al., 2011). pemberian sirup Parasetamol kurang
tepat: Obat tidak dibutuhkan(potensial)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)

PLAN/RECOMMENDATION
- Pertimbangkan terapi sirup Parasetamol
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kaliumdarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 18
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 5 tahun 10 bulan 14 hari/L Alergi :-
TanggalRawat : 29/11/2013 –02/12/2013 Riwayat Penyakit : -
Keluhan Utama : sesak napas, batuk, panas sejak 1 minggu lalu Riwayat Penggunan Obat:-
Diagnosis : asmabronkial
StatusKeluar :
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 18 kg Hemoglobin: 9,2 (12-18) Eosinofil: 0 (1-3)
Kesadaran :CM Leukosit: 22,4 (4,5-15) Neutrofil: 82(54-62)
P : 100x/menit Trombosit: 458 (150-450) Limfosit : 13(25-30)
RR : 27x/menit LED/BSE/ESR: 60 Monosit : 5 (0-9)
SaO2 :- Basofil : 0 (0-1) Eosinofil Total: 20
Cyanosis :-
SuaraNapas : Wheezing (+); Rhonki (+)
Lainnya :-
Tanggal 29/11 30/11 01/12 02/12
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
37,4/100/27 -/-/28 - 36,2/100/22
Normal: 36,1-37,8/<110/<30
Kondisi/Keluhan Pasien batuk, sesak napas batuk berdahak batuk batuk berkurang
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 16 tts/mnt √ √ √ -
Neb. Salbutamol 2,5 mg 3x 1 amp √ √ √ -
Deksametason IV 2x ½ amp √ √ √ -
Sirup Salbutamol 2 mg; GG 75 mg per 5 mL
√ √ √ -
3x 1 cth
Gentamisin IV 2x 36 mg √ √ √ -
Pulv (Ambroksol ¼ tab; teofilin 50 mg) 4x 1 - √ √ √
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak denganasma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV
(deksametason) sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 9-18 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 2 x ½
amp (4 mg) = 4 mg/hari: Dosiskurang
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Gentamisin IV sudahtepat
- Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al.,2012).
- Dosis maksimal teofilin 10 mg/kgBB/hari (PDPI, 2003) Dosisberlebih
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadarteofilin
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 19
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 4 bulan 3 hari/ P Alergi :-
TanggalRawat : 04/12/2013 – 05/12/2013 Riwayat Penyakit : -
Keluhan Utama : sesak napas, batuk, pilek Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis : asthma bronchiale
StatusKeluar : diizinkan, perbaikan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 6,5kg Hemoglobin: 11,2 (12-18) Eosinofil: 0 (1-3)
Kesadaran :CM Leukosit: 8,9(4,5-15) Neutrofil: 72(54-62)
P : 102x/menit Eritrosit : 40(1,4-3,4) Limfosit : 24(25-30)
RR : 36x/menit LED/BSE/ESR: 37 Monosit : 4 (0-9)
SaO2 :- Basofil : 0 (0-1)
Cyanosis :-
SuaraNapas : Wheezing (+); Rhonki (+)
Lainnya :-
Tanggal 04/05 05/05
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) 36/102/36
36,8/98/22
Normal: 36,1-37,8/<160/<50 37/130/42
sesak napas berkurang, batuk berkurang,
Kondisi/Keluhan Pasien sesak napas, batuk berdahak tampak batuk sesekali
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt √ -
Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg,; Slabutamol sulfat 2,5 mg 1x (UGD) √ -
Deksametason IV 1x 1/3 amp √ -
CeftriaxonIV 1x 0,35 g √ -
Spiramisin 3x ½ cth - √
Pulv (Prednison 2 mg; Salbutamol 10,8 mg; Bromheksin HCl 2 mg) 3x1 √ √
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Pada kasus berat, pemberian kombinasi nebulisasi β2agonis dengan antikolinergik (Ipratropium bromida) dapat memberikan efek bronkodilatasi yanglebih
baik dengan memperbaiki nilai PEV/FEV1dibandingkan pemberian SABA tunggal (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Ipratropium
bromida 0,5 mg; salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat,
namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 3,25-6,5 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 1 x 1/3 amp (4 mg) = 1,33
mg/hari: Dosis kurang
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian IV Ceftriaxon dan spiramisin sudahtepat\
- Pemberian Prednison oral diujukan untuk switching kortikosteroidintravena
- Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for
Asthma, 2011; PDPI, 2003). pemberian Bromheksin HCl kurang tepat: Efek samping obat(potensial)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Pertimbangkan penghentian terapi BromheksinHCl
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kaliumdarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 20
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 2 tahun 3 bulan 5 hari/P Alergi :-
TanggalRawat : 26/12/2013 – 28/12/2013 Riwayat Penyakit : asma
Keluhan Utama : sesak napas, batuk Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis : statusasthmaticus
StatusKeluar : sembuh, ataspersetujuan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 13,5kg -
Kesadaran :CM
P : 112x/menit
RR : 44x/menit
SaO2 :-
Cyanosis :-
SuaraNapas : Wheezing (+/+); Rhonki (-)
Lainnya :-
Tanggal 26/12 27/12 28/12
36,5/112/44
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) 36/104/25 -/-/30
36,5/90/25
Normal: 36,1-37,8/<110/<40 37,4/104/30 -/-/32
37,4/120/30
sesaknapas, sesak berkurang, tampak tenang, dyspnea berkurang, wheezing
Kondisi/Keluhan Pasien batuk,pilek batuk berkurang
Tatalaksana Obat
Infus RL 7 tts/mnt (UGD) √ - -
Infus RL 6 tts/mnt √ - -
Infus RL 10 tts/mnt - √ √
Neb. Salbutamol 2,5 mg 1 amp /4 jam √ - -
Neb. Salbutamol 2,5 mg 1 amp /6 jam - √ √
Deksametason IV ½ amp 1x (UGD) √ - -
Deksametason IV 3x ½ amp √ √ √
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
pemberian Neb. Ventolin (salbutamol 2,5 mg) sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudahtepat
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)

PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian DeksametasonIV
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kaliumdarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 21
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 4 tahun 2 bulan 8 hari/P Alergi :-
TanggalRawat : 16/10/2013 –19/10/2013 Riwayat Penyakit : asma
Keluhan Utama : sesak napas, batuk, mengi sejak semalam Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis : asmabronkial
StatusKeluar : perbaikan, pulangpaksa
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 13kg -
Kesadaran :CM
P : 88x/menit
RR : 50x/menit
SaO2 :-
Cyanosis :-
SuaraNapas : Wheezing (+/+); Rhonki (+/+)
Lainnya :-
Tanggal 16/10 17/10 18/10 19/10
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) 37,1/88/50
-/-/46 - 36,5/90/23
Normal: 36,1-37,8/<110/<40 37/110/46
sesak napas,
sesak napas, lemas, demam, sesak demam turun, batuk dan
Kondisi/Keluhan Pasien demam, lemas,
batuk, mengi napas, wheezing sesak napas berkurang
wheezing
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 15 tts/mnt (UGD) √ - - -
Infus KAEN 1B 15 tts/mnt +Aminophyllin 1 amp √ √ √ √
Neb. Salbutamol 2,5 mg 1 amp 1x (UGD) √ - - -
Neb. Salbutamol 2,5 mg 1 amp + NaCl 2,5 cc √ √ √ √
Aminofilin IV drip 240 mg 1x √ - - -
DeksametasonIV 3x 4 mg √ √ √ √
Pulv (Salbutamol 2 mg; Erdostein 300 mg) 3x 1 √ √ √ √
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan
selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosiskurang
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudahtepat
- Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al.,2012).
- Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for
Asthma, 2011; PDPI, 2003). pemberian Erdostein kurang tepat: Efek samping obat(potensial)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Perrtimbangkan penghentian terapiErdostein
- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium, dan kadar teofilindarah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 22
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 1 tahun 11 bulan 8 hari/L Alergi :-
TanggalRawat : 26/09/2013 –30/09/2013 Riwayat Penyakit : TB paru
Keluhan Utama : sesak napas, batus sejak 2 hari lalu, muntah 3 kali, panas Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis : asthma bronchiale
StatusKeluar :perbaikan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 17,5kg Hemoglobin: 12,1 (12-18) Eosinofil: 3 (1-3)
Kesadaran :CM Leukosit: 13,5(4,5-15) Neutrofil: 68(54-62)
P : 110x/menit Hematokrit: 36(35-50) Limfosit : 21(25-30)
RR : 30x/menit Trombosit: 16 (150-450) Monosit : 8 (0-9)
SaO2 :- LED/BSE/ESR: 16
Cyanosis :- Basofil : 0 (0-1)
SuaraNapas : Wheezing (+/+); Rhonki (-)
Lainnya : retraksi supraclavatus
Tanggal 26/09 27/07 28/09 29/09 30/09
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
37,9/110/30 - - - -
Normal: 36,1-37,8/<120/<40
sesak napas, tidak sesak tidakdemam, tidak sesak tidak demam, tidak sesak
Kondisi/Keluhan Pasien dyspnea napas lagi tampaktenang napas lagi napas lagi
Tatalaksana Obat
Infus RL 10 tts/mnt √ √ √ √ -
Ceftriaxon IV 1x 1,7g √ √ √ √ -
Deksametason IV 3x 3mg √ √ √ √ -
Ranitidin IV 2x 20 mg √ √ √ √ -
Sirplus 3x 1 cth √ √ √ √ -
Sirup Erdostein 175 mg/5 mL 3x ¾ cth √ √ √ √ -
Neb. Salbutamol 2,5 mg + NaCl 0,9% 2,5 cc prn √ √ √ √ -
Proza syr 2x ½ cth - - - - √
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudahtepat
- Proza diberikan sebagai suplemen untuk memelihara kesehatan saluran napas pemberian Proza sudahtepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian ceftriaxon IV sudahtepat
- Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for
Asthma, 2011; PDPI, 2003). pemberian sirup erdostein kurang tepat: Efek samping obat(potensial)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
- Pemberian H-2 blocker (Ranitidin) ditujukan untuk mengurangi efek samping gastrointestinal dari penggunaankortikosteroid.
PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan pemantauan kadarkalium
- Beri kompres jika badanpanas
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
KASUS 23
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 1 tahun 8 bulan 3 hari/ L Alergi : obat gol sulfa
TanggalRawat : 21/11/2013 – 24/11/2013 Riwayat Penyakit : asma
Keluhan Utama : sesak napas sejak semalam, batuk Riwayat Penggunan Obat:-
Diagnosis : statusasthmaticus
StatusKeluar :perbaikan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 11,8kg Hemoglobin: 12,8 (12-185) Eosinofil: 1 (1-3)
Kesadaran :CM Leukosit: 9,6 (4,5-15) Neutrofil: 84(54-62)
P : 88x/menit Hematokrit: 39 (35-50) Limfosit : 10(25-30)
RR : 22x/menit Trombosit: 384 (150-450) Monosit : 5 (0-9)
SaO2 :- Eritrosit : 4,7 (1,4-3,4) Plasmodium falciparum: -
Cyanosis :- LED/BSE/ESR: 22 Plasmodium vivax :-
SuaraNapas : Wheezing (+); Rhonki (+) Basofil : 0 (0-1)
Lainnya :-
Tanggal 21/11 22/11 23/11 24/11
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) 37,6/88/22 -/-/25 - 37/120/24
Normal: 36,1-37,8/<120/<40 37/120/24
sesak napas, tampak tenang, sesak
Kondisi/Keluhan Pasien tampak tenang sesak napas, batuk
batuk berkurang
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt √ √ √ -
Neb. Salbutamol 2,5 mg 2x1 - √ √ -
CeftriaxonIV + D5% 1,2 g 1x √ - - -
Gentamisin IV 2x 20 mg - √ √ -
Deksametason IV 2x 0,4 cc - √ - -
Sirup Salbutamol sulfat 1 mg; Guaifenesin 50 mg 3x 4 mL - √ - -
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak denganasma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudahtepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (World Health Organization, 2013) pemberian CeftriaxonIV dan Gentamisin IV sudahtepat
- Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al.,2012).
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)

PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan pemantauan kadarkalium
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
KASUS 24
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 1 tahun 9 bulan 17 hari/L Alergi :-
TanggalRawat : 11/10/2013 – 12/10/2013 Riwayat Penyakit : asma ibu
Keluhan Utama : sesak napas, batuk, demam Riwayat Penggunan Obat: -
Diagnosis : asthma bronchiale
StatusKeluar : perbaikan, ataspersetujuan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 8kg -
Kesadaran :CM
P :102x/menit
RR : 28 x/menit
SaO2 :-
Cyanosis :-
SuaraNapas : Wheezing (+); Rhonki (-)
Lainnya : retraksiintercostalis
Tanggal 11/10 12/10
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
37,7/102/28 -/-/68
Normal: 36,1-37,8/<120/<40
Kondisi/Keluhan Pasien batuk, sesak napas batuk, sesak napas
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 7 tts/mnt √ -
Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg; Salbutamol sulfat 2,5 √ -
mg 1x (UGD)
Neb. Salbutamol 2,5 mg tiap 2 jam (UGD) √ -
Neb Salbutamol 2,5 mg 3x 1 amp √ √
Deksametason IV ½ amp 1x (UGD) √ -
Deksametason IV 3x ½ amp √ √
Sirup Parasetamol 3x 1cth prn √ √
Sirup Tiamfenikol 3x ½ cth √ √
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat
- Pada kasus berat, pemberian kombinasi nebulisasi β 2agonis dengan antikolinergik (Ipratropium bromida) dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih
baik dengan memperbaiki nilai PEV/FEV1 dibandingkan pemberian SABA tunggal (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Ipratropium
bromida 0,5 mg; salbutamol 2,5 mg sudahtepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudahtepat
- Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3oC (Sullivan, et al., 2011). pemberian sirup Parasetamol kurang
tepat: Obat tidak dibutuhkan(potensial)
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (World Health Organization, 2013) pemberian tiamfenikol sudahtepat
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)

PLAN/RECOMMENDATION
- Pertimbangkan penghentian terapi Sirup Parasetamol
- Perlu dilakukan pemantauan kadarkalium
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
- Beri kompres jika badanpanas
KASUS 25
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 4 tahun 11 bulan 28 hari/L Alergi :-
TanggalRawat : 27/09/2013 – 01/10/2013 Riwayat Penyakit : -
Keluhan Utama : batuk, pilek, panas Riwayat Penggunan Obat:-
Diagnosis : asthma bronchiale
StatusKeluar : sembuh, ataspersetujuan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB : 12kg Hemoglobin: 10,2 (12-18.5) Eosinofil: 0 (1-3)
Kesadaran :CM Leukosit: 11,2(4,5-15) Neutrofil: 37(54-62)
P : 120x/menit Hematokrit: 31(35-50) Limfosit : 41(25-30)
RR : 24x/menit Trombosit: 220 (150-450) Monosit : 22 (0-9)
SaO2 :- Eritrosit : 4,6 (1,4-3,4)
Cyanosis :- LED/BSE/ESR: 31
SuaraNapas : Wheezing (-); Rhonki (-) Basofil : 0 (0-1)
Lainnya : Ro Tho:normal
Tanggal 27/09 28/09 29/09 30/09 01/10
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
37,6/120/24 36,8/116/30 37/-/- 37,3/-/- 36/100/22
Normal: 36,1-37,8/<110/<40
badan masih panas, badan
batuk, demam, badan masih tampak tenang, kondisi
Kondisi/Keluhan Pasien sesak napas, batuk masih
pilek panas umum membaik
berdahak hangat
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 12 tts/mnt √ √ √ √ -
CeftriaxonIV + D5% 1 g √ √ √ √ -
Sirup Parasetamol 3x ½ cth √ √ √ √ -
6α-metilprednisolon 3x 4 mg - - - - √
Sirup Salbutamol sulfat 1 mg; Guaifenesin 50 mg - - - - √
3x 4 mL
Pulv (ambroksol 1/5 tab; teofilin 40 mg) 3x1 - - √ √ √
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudahtepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (World Health Organization, 2013) pemberian CeftriaxonIV sudahtepat
- Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3oC (Sullivan, et al., 2011). pemberian sirup Parasetamol kurang
tepat Obat tidak dibutuhkan(potensial)
- Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al.,2012).
- Dosis maksimal teofilin 10 mg/kgBB/hari (UKK Respirologi PDPI, 2009) pemberian Teofilin sudahtepat
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat(potensial)
- Kondisi sesak napas pasien belum tertangani sejak awal, seharusnya diberikan SABA untuk mengurangi gejala tersebut Membutuhkan obattambahan

PLAN/RECOMMENDATION
- Pertimbangkan penghentian terapi sirup Parasetamol
- Pertimbangkan pemberian tambahan terapi Neb. Salbutamol(SABA)
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium, denyut nadi dan kadar teofilin
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi salurannapas
- Beri minum air hangat untuk meredakanbatuk
- Beri kompres jika badanpanas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112

BIOGRAFI PENULIS

Adelia Desti Endah Sari merupakan putri pertama dari empat

bersaudara dari pasangan Dominikus Suparno dan Monica

Tarminah yang dilahirkan di Palembang pada 16 Desember

1993. Penulis menjalani pendidikan di TK Xaverius 5

Palembang (1998-1999), SD Xaverius 5 Palembang (1999-

2005), SMPK Frater Xaverius 1 Palembang (2005-2008), SMA Xaverius 2

Palembang (2008-2011). Penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2011-2014).

Semasa kuliah penulis cukup aktif di kegiatan pengabdian masyarakat Desa Mitra

tahun 2012 dan 2013 dengan berperan serta sebagai volunteer (Desa Mitra 2 tahun

2012), bendahara (Desa Mitra 3 tahun 2012) dan koordinator seksi acara (Desa

Mitra 1 dan 2 tahun 2013). Penulis juga pernah berperan serta sebagai seksi acara

dalam Seminar Nasional Menyongsong Penerapan SJSN 2014. Penulis aktif

bergabung dalam anggota Paduan Suara Fakultas (PSF) Veronica Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis merupakan Asisten

Praktikum Komunikasi Farmasi dan Praktikum Farmasi Komunitas pada tahun

2014.

Anda mungkin juga menyukai