Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

(PPOK)

1.1. Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah suatu penyumbatan menetap pada
saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema dan bronchitis kronis.
(Anies, 2006)
Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan sekelompok penyakit paru
yaitu emfisema paru, bronchitis akut dan asma bronchial yang berlangsung
lama ditandai oleh peningkatan resitensi terhadap aliran udara. (Sylvia dan
Laurence 2006)
Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah sekresi mukoid bronchial
bertambah secara menetap di sertai dengan kecenderungan terjadi infeksi
yang berulang di sertai batuk produktif selama 3 bulan jangka waktu 2 tahun
berturut-turut. (David Ovedoff, 2002)

1.2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi


Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk
melakukan respirasi dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi
adalah untuk memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah
yang cukup untuk metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida. (Peate
and Nair, 2011)
Gambar 1.1 Organ respirasi tampak depan (Tortora dan Derrickson,
2014) Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem
pernafasan bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan
laring. Sedangkan sistem pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan
paru-paru. (Peate and Nair, 2011)
a. Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ
pertama dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat)
dan bagian internal. Di hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang
berupa tulang dan hyaline kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit.
Struktur interior dari bagian eksternal hidung memiliki tiga fungsi : (1)
menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk; (2)
mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau); dan (3) modifikasi getaran
suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan bergema. Rongga
hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai ruang yang besar
pada anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada rongga
mulut); rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa
(Tortorra and Derrickson, 2014)

b. Faring
Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan
panjang 13 cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh
membrane mukosa. Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam
posisi tetap sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi
proses menelan. Fungsi faring adalah sebagai saluran untuk udara dan
makanan, menyediakan ruang resonansi untuk suara saat berbicara, dan
tempat bagi tonsil (berperan pada reaksi imun terhadap benda asing)
(Tortorra and Derrickson, 2014)

c. Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal
dan 3 bagian berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago
arytenoid, cuneiform, dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang
paling signifikan dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan
membrane mukosa (lipatan vokal sebenarnya) untuk menghasilkan suara.
3 bagian lain yang merupakan bagian tunggal adalah tiroid, epiglotis, dan
cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya berfungsi melindungi pita suara.
Epiglotis melindungi saluran udara dan mengalihkan makanan dan
minuman agar melewati esofagus (Peate and Nair, 2011).

d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang
dilewati udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh
epitel kolumnar bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang
masuk lalu akan didorong keatas melewati esofagus untuk ditelan atau
dikeluarkan lewat dahak. Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan
yang menstimulasi batuk, memaksa partikel besar yang masuk kembali
keatas (Peate and Nair, 2011).

e. Bronkus

Gambar 1.2 Struktur bronkus (Martini et al., 2012) Setelah laring, trakea
terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri, yang mana
cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula. Didalam masing-
masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit, pendek, dan
semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan pada pohon. Cabang
terkecil dikenal dengan sebutan bronchiole (Sherwood, 2010). Pada pasien
PPOK sekresi mukus berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga
menyebabkan bronkitis kronis.

f. Paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus.
Terdapat tiga lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah
kiri. Diantara kedua paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang
merupakan tempat bagi jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua
membran pelindung tipis yang disebut parietal dan visceral pleura.
Parietal pleura membatasi dinding toraks sedangkan visceral pleura
membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua pleura terdapat lapisan tipis
cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar kedua pleura
sehingga kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain saat bernafas.
Cairan ini juga membantu pleura visceral dan parietal melekat satu sama
lain, seperti halnya dua kaca yang melekat saat basah (Peate and Nair,
2011).

Gambar 1.3 Alveoli (Sherwood, 2010) Cabang-cabang bronkus


terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu bronchiole. Bronchiole pada
akhirnya akan mengarah pada bronchiole terminal. Di bagian akhir
bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara kecil
tempat dimana terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010). Dinding alveoli
terdiri dari dua tipe sel epitel alveolar. Sel tipe I merupakan sel epitel
skuamosa biasa yang membentuk sebagian besar dari lapisan dinding
alveolar. Sel alveolar tipe II jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan berada
diantara sel alveolar tipe I. sel alveolar tipe I adalah tempat utama
pertukaran gas. Sel alveolar tipe II mengelilingi sel epitel dengan
permukaan bebas yang mengandung mikrofili yang mensekresi cairan
alveolar. Cairan alveolar ini mengandung surfaktan sehingga dapat
menjaga permukaan antar sel tetap lembab dan menurunkan tekanan pada
cairan alveolar. Surfaktan merupakan campuran kompleks fosfolipid dan
lipoprotein. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara ruang udara
dan darah terjadi secara difusi melewati dinding alveolar dan kapiler,
dimana keduanya membentuk membran respiratori (Tortora dan
Derrickson, 2014).
Respirasi mencakup dua proses yang berbeda namun tetap
berhubungan yaitu respirasi seluler dan respirasi eksternal. Respirasi
seluler mengacu pada proses metabolism intraseluler yang terjadi di
mitokondria. Respirasi eksternal adalah serangkaian proses yang terjadi
saat pertukaran oksigen dan karbondioksida antara lingkungan eksternal
dan sel-sel tubuh (Sherwood, 2014).
Terdapat empat proses utama dalam proses respirasi ini yaitu:
- Ventilasi pulmonar – bagaimana udara masuk dan keluar dari paru.
- Respirasi eksternal – bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke
sirkulasi darah dan karbondioksida berdifusi dari darah ke paru.
- Transport gas – bagaimana oksigen dan karbondioksida dibawa dari
paru ke jaringan tubuh atau sebaliknya.
- Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel tubuh dan
karbondioksida diambil dari sel tubuh. (Peate and Nair, 2011)

1.3. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut
Arief Mansjoer (2002) adalah :
a. Kebiasaan merokok
b. Polusi Udara
c. Paparan Debu, asap
d. Gas-gas kimiawi akibat kerja
e. Riwayat infeki saluran nafas
f. Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedangkan penyebab lain Penykit Paru Obstruksi Kronik menurut David
Ovedoff (2002) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi
udara dari bahan kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan
dengan virus hemophilus influenza dan strepto coccus pneumonia.
Faktor penyebab dan faktor resiko yang paling utama  menurut   Neil F
Gordan (2002) bagi penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama
membangkitkan penderita penyakit PPOK, yaitu :
a. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.
b. Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
c. Merokok
d. Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak
dirasakan.
e. Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap  rokok dan debu
f. Polusi udara
g. Infeksi system pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
h. Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit
paru obstuksi kronik
i. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim
yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan
orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia
yang relatif muda, walau pun tidak merokok.

1.4. Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang.
Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat
berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.
Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.
Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi
sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus
terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil
(bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase
ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat
ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara
(air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas
dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan
menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase
ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun
perfusi darah akan mengalami gangguan.
1.5. Pathway
Polusi bahan iritan(asap) atau rokok, riwayat kesehatan (ISPA)

Iritasi jalan nafas

Hipereksresi lendir dan inflamasi peradangan

Peningkatan sel – sel goblet

Penurunan silia

Peningkatan produksi sputum

PPOK

Bronkiolus menyempit dan tersumbat Penurunan nafsu makan


Batuk tidak efektif

Penurunan BB drastis
Nafas pendek Obstruktif (kerusakan) alveoli Bersihan jalan nafas tidak
efektif
Gangguan pola nafas Perubahan nutrisi
Rentan terhadap Alveoli mengalami kolaps kurang dari
infeksi pernafasan kebutuhan tubuh
Pola nafas tidak efektif Penurunan ventilasi paru

Kerusakan campuran gas


Resiko tinggi
infeksi

Ketidaksamaan ventilasi perfusi Hipoksemia


ADL dibantu
Gangguan pertukaran gas Kelemahan

Intoleransi aktivitas
1.6. Gejala Klinis
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok: (3)
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue
bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:


1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

1.7. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia
dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular
dan pink puffer
b. Corakan paru yang bertambah
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal)
atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada
stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran
napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin
sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio
R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.
5.      Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6.      Laboratorium darah lengkap
1.8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya
pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:


1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi


antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji
sensitivitas atau pengobatan empirik.

4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan


kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.

5. Pengobatan simtomatik.

6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan


dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.

8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:


a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.

d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap


penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.

e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri


penderita dengan penyakit yang dideritanya.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor
registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstriksi Kronik (PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak
nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan
keluhan yang sama
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang sama.
e. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya

3. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit
Paru Obstruksi Kronik ialah batuk produktif/non produktif, dan sesak
nafas
b. Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan PPOK akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari
sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan
metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit
c. Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
d. Gerak dan Aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan
Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
e. Istirahat dan tidur
Akibat sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat
perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,
berisik dan lain sebagainya.
f. Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus
dibantu oleh orang lain.
g. Pengaturan suhu tubuh
Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C),
hiperpireksia=40°C< ataupun hipertermi <35,5°C.
h. Rasa Nyaman
Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Nyeri
dada meningkat karena batuk berulang (skala 5)
i. Rasa Aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang
dialaminya
j. Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan
keluarga atau temannya.
k. Bekerja
Tanyakan pada pasien, apakan sakit yang dialaminya menyebabkan
terganggunya pekerjaan yang dijalaninya.
l. Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien
sembahyang, dll.
m. Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja
meluangkan waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik
yang tepat saat depresi.
n. Pengetahuan atau belajar
Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi sesak yang
dirasakan. Disinilah peran kita untuk memberikan HE yang tepat dan
membantu pasien untuk mengalihkan sesaknya dengan metode pemberian
nafas dalam
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat sesak,
pengaturan posisi dan pengaruh lingkungan
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak
mengetahui sumber informasi
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia

C. Intervensi
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/
berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan gangguan bersihan jalan
nafas pasien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan jalan nafas yang paten
b. Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat menghambat
jalan nafas
c. Suara nafas bersih, tidah ada sianosis dan dyspneu(mampu bernafas
dengan mudah)
Intervensi :
a. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
Rasional:
Mencegah terjadinya dehidrasi
b. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan
diafragmatik dan batuk.
Rasional :
Mengajarkan cara batuk efektif
c. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau
IPPB
Rasional :
Mengatasi sesak yang dialami pasien
d. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol,
suhu yang ekstrim, dan asap.
e. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada
dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum,
kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada,
keletihan.
Rasional :
Pemberian tindakan pengobatan selanjutnya
b. Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,


bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidakefektifan pola nafas
pasien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a. Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal
b. Bunyi nafas terdengar jelas.
Intervensi
a. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
Rasional :
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
b. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional :
Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal.
c. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon
pasien).
Rasional :
Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
d. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional :
Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
c. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan
Rasional :
Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah
terjadinya sianosis akibat hipoksia

3. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat


sesak, pengaturan posisi dan pengaruh lingkungan
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Pasien tidak sesak nafas
b. Pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan
c. Pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit
d. Pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 5-8 jam per hari.
Intervensi :
a. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasional :
Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan
memperlancar peredaran O2 dan CO2.
b. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan
kebiasaan pasien sebelum dirawat.
Rasional :
Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan
mengganggu proses tidur.
c. Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional :
Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
d. Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional :
Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap
kondisi pasien.

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak


mengetahui sumber informasi
Tujuan :
Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.
b. Pasien dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang
memerlukan evaluasi medik.
c. Pasien dan keluarga mengikuti program pengobatan dan
menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah
terulangnya masalah.
Intervensi :
a. Kaji patologi masalah individu.
Rasional :
Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan
pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya
intervensi terapeutik.
b. Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.
Rasional :
Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan
keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
c. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat
(contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Rasional :
Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah,
menurunkan potensial komplikasi.
d. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik,
istirahat, latihan).
Rasional :
Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.

5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan asupan nutrisi dapat
terpenuhi
Kriteria Hasil :
a. Peningkatan berat badan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Intervensi
a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional :
Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya,
agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi
tubuh.
b. Auskultasi suara bising usus.
Rasional :
Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan
pada fungsi pencernaan.
c. Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional :
Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
d. Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional :
Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak
selingan memudahkan reflek.
f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet TKTP
Rasional :
Diet TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan
antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino
esensial.
g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi
lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun
lebih 30 % dari kebutuhan
Rasional :
Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah
asam lemak dalam tubuh.

D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi
serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan
yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang (US. Midar H, dkk, 1989).

Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :

Dx 1 : Gangguan bersihan jalan nafas dapat teratasi


Dx 2 : Ketidakefektifan pola nafas dapat teratasi
Dx 3 : Kebutuhan istirahat pasien dapat terpenuhi
Dx 4 : Pasien dan keluarga mengetahui mengenai kondisi dan aturan
pengobatan
Dx 5 : Asupan nutrisi dapat terpenuhi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A. Dkk.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi


6 Volume 1. EGC, Jakarta

Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddarth Edisi 8 Volume 2. EGC, Jakarta.

Immanueldwinugroho.2012.Laporan Pendahuluan Paru Obstruksi


(dalam:http://immanueldwinugroho.blogspot.com/2012/06/laporan-
pendahuluan-paru-obstruksi.html)

Anda mungkin juga menyukai