LATAR BELAKANG
Masalah gizi balita masih merupakan masalah yang belum kunjung usai.
Dari delapan tujuan Millenium Development Goals tahun 2015, terdapat dua tujuan
yang terkait gizi pada anak usia balita, yaitu child underweight yang merupakan
salah satu sasaran penanggulangan kemiskinan dan kelaparan juga menurunkan
angka kematian anak.1,2 Pada laporan tahun 2011, WHO menunjukkan adanya
perbaikan pada angka kematian anak di bawah usia 5 tahun dimana terjadi
penurunan dari 12,4 juta kematian pada tahun 1990 menjadi 8,1 juta pada tahun
2009 (34.7%) dan 6,9 juta kematian pada 2011 (14.8%). Sayangnya status kurang
gizi yang memiliki persentase 28% pada tahun 1990 mengalami penurunan yang
cukup lamban dengan masih adanya hampir 23% anak mengalami kurang gizi pada
tahun 2009 dan 17% pada tahun 2011. Mengutip WHO pada Global Health
Observatory masalah kurang gizi pada anak, malnutrisi pada anak, termasuk di
dalamnya perkembangan gizi yang kurang baik dan kekurangan mikronutrien,
merupakan penyebab utama 35% kematian balita. Nutrisi perlu mendapat menjadi
prioritas utama dalam pembangunan nasional tiap-tiap negara jika MDG ingin
dicapai.
Global Health Observatory WHO 2010 menyatakan ada 103 juta anak di
bawah usia 5 tahun di negara berkembang dengan status gizi kurang. Dari angka
tersebut, 17% berada di kawasan Asia Tenggara. 3 Persatuan Ahli Gizi Indonesia
(PERSAGI) merumuskan bahwa kemiskinan, kurang pendidikan serta kurangnya
ketrampilan merupakan pokok masalah dari gizi kurang.4 Meskipun Indonesia telah
menunjukkan penurunan kemiskinan secara tetap, tetapi masalah gizi pada anak-
anak hanya menunjukkan sedikit perbaikan.5 Dari tahun 2007 sampai 2011,
proporsi penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 16,6 - 12,5
persen, tetapi masalah gizi tidak menunjukkan penurunan secara signifikan.1
Masalah gizi yang dihadapi Indonesia antara lain kurang vitamin A, anemia
gizi besi, kurang energi protein, gangguan akibat kekurangan yodium, dan adanya
double burden of disease dimana gizi buruk dan overweight maupun obesitas
1
bersaing satu sama lain.7 Di Indonesia telah dilakukan upaya pembangunan di
bidang gizi melalui upaya Pembinaan Gizi Masyarakat yang tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010 – 2014,
di mana sasaran pembinaan gizi yang telah ditetapkan adalah menurunnya
prevalensi gizi kurang menjadi <15% pada tahun 2014. Hasil yang telah coba
dicapai seperti yang tercatat pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010
adalah prevalensi nasional untuk gizi buruk dan kurang pada balita dari 18,4%
tahun 2007 menjadi 17,9% tahun 2010. Penurunan terjadi pada prevalensi gizi
buruk yaitu dari 5,4% pada tahun 2007 menjadi 4,9% tahun 2010. Bila
dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada RPJM tahun
2014 sebesar 15% dan target MDG untuk Indonesia pada tahun 2015 sebesar 15,5%
untuk kurang gizi dan 3,6% untuk gizi buruk, maka secara nasional target tersebut
memang belum tercapai namun diyakini akan tercapai.1
Untuk mencapai sasaran RPJMN tahun 2014 tersebut, dalam Rencana Aksi
Pembinaan Gizi telah ditetapkan indikator keluaran, beberapa diantaranya: (1) 85%
balita ditimbang berat badannya; (2) 100% balita gizi buruk mendapat perawatan;
(3) 85% balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A; juga (4) 80% bayi usia 0-6
bulan mendapat ASI Eksklusif.8
Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki permasalahan yang
kompleks terutama dalam masalah gizi. Gizi kurang atau malnutrisi adalah kondisi
kekurangan gizi akibat jumlah kandungan mikronutrien dan makronutrien yang
tidak memadai. Malnutrisi yang terjadi pada anak usia dibawah lima tahun (balita)
merupakan masalah pokok kesehatan masyarakat yang harus segera diatasi karena
dapat mengganggu pertumbuhan. Salah satu gangguan pertumbuhan pada masa
tersebut adalah stunting.3
Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2015, 2016, dan 2017
menunjukkan tidak terjadi banyak perubahan prevalensi balita gizi kurang maupun
balita pendek (stunting). Pada tahun 2015, 2016 dan 2017 prevalensi balita gizi
kurang (underweight) secara berturut-turut adalah 18,8%, 17,8% dan 17,8%.
Sedangkan prevalensi balita pendek berturut-turut sebesar 29,0%, 27,5% dan
2
29,6%. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 di Indonesia mengenai
Status Gizi mencatat bahwa prevalensi status gizi kurang pada balita sebesar 13.8%
dan prevalensi status gizi buruk sebesar 3.9%. Prevalensi status gizi sangat kurus
dan kurus pada balita tahun 2018 sebesar 10.2% mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2013 sebesar 12.1%. Prevalensi status gizi gemuk pada balita
tahun 2018 sebesar 8% dibandingkan pada tahun 2013 ada sebanyak 11.9%.
Sedangkan untuk stunting pada balita tahun 2018 ada sebanyak 30.8% dengan
rician prevalensi status gizi sangat pendek pada balita pada tahun 2018 sebesar
11.5% dan status gizi pendek pada balita tahun 2018 sebesar 19.3%. Riskesdas juga
menunjukkan capaian kinerja gizi yang masih kurang optimal seperti persentase ibu
hamil yang mendapat TTD sebesar 73,2%, persentase bayi 0-6 bulan yang
mendapat ASI Eksklusif sebesar 37,3% dan persentase balita mendapat vitamin A
mencapai 82,4%. Kemudian pada tahun 2019 prevalensi stunting di Indonesia
mengalami penurunan sebanyak 3% menjadi 27.8%, maka diperkirakan sekitar 8
juta anak atau 1 dari 3 anak Indonesia mengalami stunting.4
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode
tersebut, dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak,
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh.
Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah
menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan
tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes,
kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas
pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada
rendahnya produktivitas ekonomi.1
3
Selama ini telah dilakukan upaya perbaikan gizi mencakup promosi gizi
seimbang termasuk penyuluhan gizi di posyandu, fortifikasi pangan, pemberian
makanan tambahan termasuk MP-ASI, pemberian suplemen gizi (kapsul Vitamin A
dan tablet tambah darah TTD), pemantauan dan penanggulangan gizi buruk.
Kenyataannya masih banyak keluarga yang belum berperilaku gizi baik sehingga
penurunan masalah gizi berjalan lambat (Depkes RI, 2007). Adanya penimbangan
rutin merupakan salah satu upaya penilaian status gizi secara langsung. Berat badan
seorang balita dapat mencerminkan jumlah protein, lemak, air dan massa mineral
tulang.6
Dari uraian di atas penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang gambaran
status gizi pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bangko tahun 2019.
1.3 Manfaat
A. Bagi peneliti
1. Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian.
2. Mengembangkan daya nalar, minat dan kemampuan meneliti dalam bidang
penelitian
3. Meningkatkan pengetahuan peneliti tentang penilaian status gizi balita
4
B. Bagi tenaga kesehatan
1. Meningkatkan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi status
gizi balita.
2. Meningkatkan pengetahuan tentang cara sederhana untuk menilai status gizi
balita.
3. Sebagai masukan bagi Puskesmas dan instansi yang terkait.
C. Bagi masyarakat
Masyarakat bisa mendapatkan pengetahuan tentang upaya penerapan indikator
keluarga sehat di lingkungan tempat tinggal masing masing.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2015, 2016, dan 2017
menunjukkan tidak terjadi banyak perubahan prevalensi balita gizi kurang maupun
balita pendek (stunting). Pada tahun 2015, 2016 dan 2017 prevalensi balita gizi
kurang (underweight) secara berturut-turut adalah 18,8%, 17,8% dan 17,8%.
Sedangkan prevalensi balita pendek berturut-turut sebesar 29,0%, 27,5% dan
29,6%. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dan tahun
2018, terjadi penurunan prevalensi balita gizi kurang dari 19,6% menjadi 17,7%,
penurunan prevalensi balita pendek dari 37,2% menjadi 30,8% dan penurunan
prevalensi balita gizi kurang (wasting) dari 12,1% menjadi 10,2%. Riskesdas juga
menunjukkan capaian kinerja gizi yang masih kurang optimal seperti persentase ibu
hamil yang mendapat TTD sebesar 73,2%, persentase bayi 0-6 bulan yang
mendapat ASI Eksklusif sebesar 37,3% dan persentase balita mendapat vitamin A
mencapai 82,4%.
Dengan mengacu pada data tersebut diatas diperlukan kegiatan perbaikan gizi
masyarakat yang dimonitor dan dievaluasi melalui kegiatan surveilans gizi, antara
lain sebagai berikut:
1. Indikator Masalah Gizi
g. Persentase Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (berat badan kurang dari 2500
gram).
6
2. Indikator Kinerja Program Gizi
c. Cakupan ibu hamil yang mendapatkan Tablet Tambah Darah TTD minimal
90 tablet selama masa kehamilan;
d. Cakupan ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) yang mendapat makanan
tambahan;
g. Cakupan bayi baru lahir yang mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD);
k. Cakupan balita ditimbang yang tidak naik berat badannya dua kali berturut-
turut (2T/D);
7
kebutuhan fisik dan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan,
makanan, dan fisiknya dapat diukur secara antropometri.8
Menurut Depkes RI (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan
seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang
berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan
indikator yang digunakan.8
2.1.2. Penilaian Status Gizi 8,9
Penilaian status gizi dapat dibagi menjadi 2 yaitu penilaian status gizi
secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung.
a. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu : survei
konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.
b. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Dalam penilaian ini yang kita
gunakan adalah penelitian antropometri.
1. Antropometri
Ditinjau dari sudut panjang gizi, maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Jenis-jenis pengukuran antropometri yang bisa digunakan untuk melihat
pertumbuhan adalah sebagai berikut :
a. Berat Badan (BB)
Berat badan mencerminkan jumlah protein, lemak, air, dan massa mineral
tulang. Untuk menilai status gizi, biasanya BB dihubungkan dengan pengukuran
lain, seperti umur dan tinggi badan. Penimbangan untuk menilai berat badan
umumnya dilakukan secara berkala di Posyandu setempat dengan menggunakan
dacin. Teknik mempersiapkan dacin yaitu:
1. Dacin digantung pada tempat yang kokoh seperti pelana rumah atau kusen
pintu atau dahan pohon atau penyangga kaki tiga yang kuat
8
2. Bandul geser diletakkan pada angka nol, jika ujung kedua paku timbang tidak
dalam posisi lurus, maka timbangan perlu ditera atau diganti dengan yang baru
3. Atur posisi angka pada batang dacin sejajar dengan mata penimbang
4. Pastikan bandul geser berada pada angka nol
5. Sarung timbang/celana timbang/kotak timbang yang kosong dipasang pada
dacin
6. Seimbangkan dacin yang telah dibebani dengan sarung timbang/ celana
timbang/ kotak timbang dengan memberi kantung plastik berisikan pasir/batu
diujung batang dacin, sampai kedua jarum di atas tegak lurus
9
e. Lingkar Lengan Atas
Biasa digunakan pada balita serta wanita usia subur. Pengukuran ini dipilih
karena pengukuran relatif mudah, cepat, harga alat murah, tidak memerlukan data
umur untuk anak balita yang kadang kala susah mendapatkan data umur yang tepat.
f. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil
pengukuran TB dan BB yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan
penentuan umur yang tepat.
10
Berat badan memiliki hubunggna yang linier dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan berat
badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik
untuk menilai status gizi saat ini.
d. Lingkar Lengan Atas terhadap Umur (LLA/U)
Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan
lapisan bawah kulit. LLA berkorelasi erat dengan indeks BB/U maupun indeks
BB/TB. LLA sebagaimana berat badan merupakan indikator yang sangat stabil,
dapat naik turun dengan cepat. Oleh karena itu indeks LLA merupakan indikator
status gizi saat ini. Perkembangna LLA yang besar hanya terlihat pada tahun
pertama kehidupan (5,4 cm), sedangkan pada umur 2 tahun sampai 5 tahun sangat
kecil (11/2 cm per tahun).
11
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral
atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei secara cepat. Survei ini dirancang
untuk mendeteksi secara tepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu
atau lebih zat gizi.
3. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urin, tinja dan juga beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot.
4. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan
struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti
kejadian buta senja epidemic.
12
Berikut dijelaskan beberapa faktor pyang mempengaruhi status gizi balita, yaitu :
a. Tingkat Pendapatan Keluarga
Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang disediakan
untuk konsumsi balita serta kuantitas ketersediaannya (Sediaoetama, 1985).
Menurut Adisasmito (2007) dalam Husin (2008), mengatakan di Indonesia
dan negara lain menunjukkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara kurang
gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok akar masalah gizi
buruk, proporsi anak gizi kurang dan gizi buruk berbanding terbalik dengan
pendapatan. Semakin kecil pendapatan penduduk, semakin tinggi persentase anak
yang kekurangan gizi sebaliknya semakin tinggi pendapatan semakin kecil
persentase gizi buruk.
b. Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Gizi
Menurut Suharjo (2003), suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya
pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan yaitu :
1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.
2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang
optimal.
3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat
belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.
Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu
menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi
seseorang, maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan
yang diperolehnya untuk dikonsumsi.
c. Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan dalam keluarga merupakan lingkungan anak yang pertama dan
merupakan dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Di samping keluarga sebagai
tempat awal bagi proses sosialisasi anak, keluarga juga merupakan tempat sang
anak mengharapkan dan mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidupnya, todak
terkecuali kebutuhan gizi dan kesehatan (Bitai, 1998 dalam Husin, 2008).
13
Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak-tanduk
menghadapi berbagai masalah, misal memintakan vaksinasi untuk anaknya,
memberikan oralit waktu diare, atau kesediaan menjadi peserta KB. Anak-anak dari
ibu yang mempunyai latar pendidikan lebih tinggi akan mendapatkan kesempatan
hidup serta tumbuh lebih baik. Keterbukaan mereka untuk menerima perubahan
atau hal baru guna pemeliharaan kesehatan anak maupun salah satu penjelasannya.
d. Akses Pelayanan Kesehatan
Upaya akses kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan dan
status gizi pada golongan rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu menyusui, bayi
dan anak-anak kecil, sehingga dapat menurunkan angka kematian. Pusat kesehatan
yang paling sering melayani masyarakat, membantu mengatasi dan mencegah gizi
kurang melalui program-program pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses
kesehatan yang selalu siap dan dekat dengan masyarakat yang optimal kebutuhan
kesehatan dan pengetahuan gizi masyarakat akan terpenuhi (Harper, Deaton, dan
Driskel, 1986 dalam Mastari, 2009).
2.2.1. Definisi
14
kekebalan tubuh bayi serta mempererat hubungan kasih sayang antara ibu dan
bayi (Depkes RI, 2004).
3. Makan beraneka ragam.
Tubuh manusia memerlukan semua zat gizi (energi, lemak, protein, vitamin
dan mineral) sesuai kebutuhan. Tidak ada satu jenis bahan makanan pun yang
lengkap kandungan gizinya. Dengan mengkonsumsi makanan yang beraneka
ragam akan menjamin pemenuhan kebutuhan gizi keluarga (Depkes RI, 2004).
4. Menggunakan garam beryodium.
Zat yodium diperlukan tubuh setiap hari. Jumlah kebutuhan yodium setiap hari
untuk mencegah terjadinya defisiensi tergantung dari umur dan kondisi
fisiologi, tetapi tidak dipengaruhi jenis kelamin. Gangguan akibat kekurangan
yodium (GAKY) menimbulkan penurunan kecerdasan, gangguan pertumbuhan
dan pembesaran kelenjar gondok (Depkes RI, 2004).
5. Minum suplemen gizi (TTD [Tablet Tambah Darah], kapsul Vitamin A dosis
tinggi) sesuai anjuran. Kebutuhan zat gizi pada kelompok bayi, balita, ibu
hamil dan menyusui meningkat dan seringkali tidak bisa dipenuhi dari
makanan sehari-hari, terutama vitamin A untuk balita, zat besi untuk ibu dan
yodium untuk penduduk di daerah endemis gondok. Suplementasi zat gizi
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi tersebut (Depkes RI, 2004)
Pada umumnya keluarga telah memiliki pengetahuan dasar mengenai gizi.
Namun demikian, sikap dan keterampilan serta kemauan untuk bertindak
memperbaiki gizi keluarga masih rendah. Sebagian keluarga menganggap asupan
makanannya selama ini cukup memadai karena tidak ada dampak buruk yang
mereka rasakan. Sebagian keluarga juga mengetahui bahwa ada jenis makanan
yang lebih berkualitas, namun mereka tidak ada kemauan dan tidak mempunyai
keterampilan untuk penyiapannya (Depkes RI, 2007)
2.2.2. Tujuan
Sesuai dengan Program Pembangunan Nasional tentang Program Perbaikan
Gizi Masyarakat, tujuan umum program ini adalah meningkatkan intelektualitas
dan produktifitas sumber daya manusia, sedangkan tujuan khusus adalah :
a. Meningkatkan kemandirian keluarga dalam upaya perbaikan status gizi,
15
b. Meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik untuk
menurunkan prevalensi gizi kurang dan gizi lebih, dan
c. Meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan bermutu untuk
memantapkan ketahan pangan tingkat rumah tangga.
2.2.3. Sasaran
Sasaran dari KADARZI adalah:
1. Seluruh anggota keluarga.
2. Masyarakat yang terdiri dari : penentu kebijakan, pemerintah daerah, tokoh
masyarakat, organisasi masyarakat, swasta/dunia usaha.
3. Petugas teknis dari lintas sektor terkait di berbagai tingkat administrasi.
2.3 Stunting 3
2.3.1 Pengertian
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan
baru nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini
meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah
sakit dan memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa.
16
Stunting adalah suatu keadaan sebagai akibat interaksi makanan dan
kesehatan yang diukur secara antropometri dengan menggunakan indikator
panjang badan menurut pada ambang batas <-2 SD jika dibandingkan dengan
standar WHO/ NCHS. Seorang anak dikatakan berstatus gizi pendek (stunting)
apabila pada indeks antropometri berdasarkan indikator TB/U berada pada ambang
batas <-2 SD baku rujukan WHO/NCHS. Anak yang gizi kurang (stunting) berat
mempunyai rata-rata IQ 11 poin lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata
anak yang tidak mengalami gangguan gizi (stunting).
Dampak dari kekurangan gizi pada awal kehidupan anak akan berlanjut
dalam setiap siklus hidup manusia. Wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil yang
mengalami kekurangan energy kronis (KEK) akan melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah (BBLR). BBLR ini akan berlanjut menjadi balita gizi kurang
(stunting) dan berlanjut ke usia anak sekolah dengan berbagai konsekuensinya.
Kelompok ini akan menjadi generasi yang kehilangan masa emas tumbuh
17
kembangnya dari tanpa penanggulangan yang memadai kelompok ini dikuatirkan
lost generation. Kekurangan gizi pada hidup manusia perlu diwaspadai
denganseksama, selain dampak terhadap tumbuh kembang anak kejadian ini
biasanya tidak berdiri sendiri tetapi diikuti masalah defisiensi zat gizi mikro.
a. Anak-anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam
bulan, akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun.
Stunting yang parah pada anak-anak akan terjadi defisit jangka panjang dalam
perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara
optimal di sekolahdibandingkan anak-anak dengan tinggi badan normal.
Anak-anak dengan stunting cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih
sering absen dari sekolah dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik.
18
Hal ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan anak dalam
kehidupannya dimasa yang akan datang.
b. Stunting akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak.
Faktor dasar yang menyebabkan stunting dapat menganggu pertumbuhan dan
perkembangan inteletual. Penyebab dari stunting adalah bayi berat lahir
rendah,ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang tidak sesuai, diare
berulang, dan infeksi pernapasan. Berdasarkan penelitian sebagian besar
anak-anak dengan stunting mengonsumsi makanan yang berbeda di bawah
ketentuan rekomendasikadar gizi, berasal dari keluarga banyak, bertempat
tinggal di wilayah pinggiran kota dan komunitas pedesaan.
c. Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunting dapat menganggu
pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Anak stunting pada
usia lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan
anak usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi
wanita dewasa yang stunting dan mempngaruhi secara langsung pada
kesehatan dan prduktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak
BBLR. Stunting terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung
menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar meninggal
saat melahirkan.
2.3.5 Penilaian Status Gizi Secara Antropometri
Kata antropometri berasal dari bahasa latin antropos dam metros. Antropos
artinya tubuh dan metros artinya ukuran, jadi antropometri adalah ukuran dari
tubuh. Pengertian dari sudut pandang gizi, antropometri adalah hubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi, berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan,
tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak dibawah kulit.
19
tersedia. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status
gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung.
Jenis ukuran tubuh yang paling sering digunakan dalam survei gizi adalah
berat badan, tinggi badan, dan lingkar lengan yang disesuaikan dengan usia anak.
Pengukuran yang sering dilakukan untuk keperluan perorangan dan keluarga adalah
pengukuran berat badan (BB), dan tinggi badan (TB) atau panjang badan (PB).
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter yang merupakan
rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang
dihubungkan dengan umur. Indeks antropometri yang umum dikenal yaitu berat
badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB).
Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur)
karena mudah diubah, namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan
selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indikator TB/U
menggambarkan status gizi masa lalu. Indikator BB/TB menggambarkan secara
sensitif dan spesifik status gizi saat ini.
20
yang berlangsung lama, misalnya kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/
pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan
anak stunting.
21
BAB III
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS
3.2 Geografis
Puskesmas Bangko dengan luas wilayah kerja kurang lebih 384 km 2 yang
terdiri dari 4 desa (2 kelurahan dan 2 desa) berada tepat di Kota Bangko, yang
berati aksesnya cukup mudah dijangkau dari semua desa. Adapun nama-nama desa
di wilayah kerja Puskesmas Bangko sebagai berikut:
Tabel 3.1 Nama-nama desa wilayah kerja Puskesmas
No Nama Kecamatan Nama Desa Jumlah Dusun
Kel.Pasar Bangko 11 Rt
22
pusat kota Bangko, dimana merupakan jalur Lintas Sumatera, mempunyai faktor
resiko tinggi terhadap masalah kesehatan.
Wilayah Puskesmas Bangko memiliki bata-batas wilayah sebagai beikut:
Sebelah utara berbatasan dengan : Kel. Pematang Kandis
Sebelah selatan berbatasan dengan : Desa Sekancing
Sebelah timur berbatasan dengan : Kec.Batang Mesumai
Sebelah barat berbatasan dengan : Desa Pinang Merah
3.3 Demografis
Wilayah kerja Puskesmas dengan jumlah penduduk 20.229 jiwa, tersebar di
4 daerah (2Kel dan 2 desa) yang penyebaran penduduknya setiap desa tidaklah
merata.
Tabel 3.2 Distribusi jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Bangko
No Wilayah Kerja Laki-Laki Perempuan Jumlah Penduduk
( Orang ) ( Orang ) (Orang)
23
royongan yang kokoh. Ini terlihat pada acara-acara seperti selamatan, pernikahan
dan masih banyak lagi acara-acara lain yang sangat mencerminkan budaya atau
adat istiadat setempat. Sarana transportasi yang digunakan adalah angkutan umum
dan ojek
20
50
petani
pns
30
swasta/dagang
1. Puskesmas 1 unit
24
Puskesmas
Puskesmas Bangko berlokasi di Jl. Prof.M.Yamin, SH, Kel. Pasar Atas
Bangko, Kecamatan Bangko Kab Merangin Provinsi Jambi. Terbagi atas :
- Ruang Ka. Puskesmas
- Ruang Ka. Tata Usaha
- Ruang Tata Usaha
- Ruang P2M
- Ruang Inovasi
- Ruang Bendahara
- Laboratorium Sederhana
- Loket
- Informasi
- Poli Umum
- Ruang Tindakan
- Ruang Pemeriksaan Gigi
- Ruang Kesling dan Promkes
- Poli Anak
- Ruang Obat
- Ruang Imunisasi
- Ruang KIA/KB
- Ruang /Gudang Obat
- Aula
- Kamar mandi/ WC 4 buah
Unit Pustu masing-masing :
- Pustu Sungai Kapas
Unit Poskesdes masing-masing :
- Poskesdes Kungkai
25
- Poskesdes Sungai Putih
Unit Polindes
- Polindes Sungai Kapas
11 Posyandu masing-masing :
- 2 Posyandu di Kelurahan Atas Bangko
- 2 Posyandu di Kelurahan Bangko
- 6 Posyandu di Desa Sungai Kapas
- 1 Posyandu di Desa Kungkai
3.7 Ketenagaan
Tabel 3.4 Sumber daya tenaga petugas Puskesmas Bangko
No Pendidikan Jumlah
4 Sarjana Keperawatan -
12 Bidan ( D1 ) -
15 Admistrasi 2 orang
16 LCPK 1 orang
26
17 Cleaning service 1 orang
3.8 Pembiayaan
Tabel 3.5 Sumber pembiayaan Puskesmas Bangko tahun 2018
No Sumber Dana Jumlah Dana Keterangan
1 Kel.Pasar Atas 1 2 1 - 4
2 Kel.Pasar Bangko - 2 - - 2
3 Sungai Kapas - 1 3 2 6
4 Kungkai - 1 1 - 2
Sumber : Promkes
Dimana jumlah posyandu aktif semua, Posyandu ini beranggotakan unsur
masyarakat dengan kader-kader yang berasal dari berbagai kalangan Selain itu
Puskesmas juga dibantu upaya promotif dan preventifnya oleh desa siaga yang
berjumlah 4 Desa siaga aktif.
27
Tabel 3.7 Klafikasi Desa Siaga Puskesmas Bangko tahun 2017
No Desa/Kel Pratama Madya Purnama Mandiri Jml
1 Kel.Pasar Atas 1 - - - 1
2 Kel.Pasar Bangko 1 - - - 1
3 Sungai Kapas - 1 - - 1
4 Kungkai - 1 - - 1
Sumber : Promkes
Wilayah kerja Puskesmas Bangko adalah daerah endemis malaria dan demam
berdarah, karena kepadatan penduduk yang tinggi dan serapan air yang kurang
baik, oleh karena itu dibentuklah UKBM Remantik ( Relawan Pemantau Jentik )
yang beranggotakan masyarakat dalam pemantauan jentik secara berkala dan
penyuluhan tentang pentingnya pembrantasan sarang nyamuk. Untuk itu diperlukan
kerja sama dengan lintas sektoral yang terkait yang terdapat diwilayah kerja
Puskesmas Bangko
28
BAB IV
METODE PENELITIAN
1. Populasi Penelitian
2. Besar Sampel
Besar sampel pada mini project ini adalah balita yang memiliki KMS
berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Bangko yang datang untuk
melakukan penimbangan berat badan.
4. Kriteria Sampel
29
a. Balita yang memiliki KMS dan berdomisili di wilayah kerja Puskesmas
Bangko
b. Balita yang datang melakukan penimbangan berat badan dan menetukan
status gizi
4.4 Definisi Operasional
Indikator Masalah Gizi
Indikator masalah gizi adalah indikator yang digunakan untuk menilai
besaran masalah gizi yang terjadi di satu wilayah. Indikator masalah gizi terdiri
atas:
1. Persentase Balita Berat Badan Kurang (Underweight)
Definisi Operasional
Balita adalah anak yang berumur dibawah 5 tahun (0 sampai 59 bulan 29
hari). Berat Badan Kurang adalah kategori status gizi berdasarkan indeks
Berat Badan menurut Umur (BB/U) dengan Z-score kurang dari -2 SD.
Persentase balita Berat Badan Kurang adalah jumlah balita dengan kategori
status gizi Berat Badan Kurang terhadap jumlah seluruh balita yang
ditimbang dikali 100%.
Ukuran Indikator
Berat Badan Kurang dinilai bukan masalah kesehatan masyarakat apabila
prevalensi dibawah 10%
2. Persentase Balita Pendek
Definisi Operasional
30
Balita adalah anak yang berumur dibawah 5 tahun (0 sampai 59 bulan 29
hari). Pendek adalah kategori status gizi berdasarkan indeks Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) dengan z-score kurang dari -2 SD.
Persentase balita pendek adalah jumlah balita dengan kategori status gizi
pendek terhadap jumlah seluruh balita diukur dikali 100%.
Ukuran Indikator
Pendek dinilai bukan masalah kesehatan masyarakat apabila prevalensi
dibawah 20%
3. Persentase Balita Gizi Kurang (Wasting)
Definisi Operasional
Balita adalah anak yang berumur dibawah 5 tahun (0 sampai 59 bulan 29
hari). Gizi kurang adalah kategori status gizi berdasarkan indeks Berat Badan
menurut Tinggi Badan (BB/TB) dengan z-score kurang dari -2 SD.
Persentase balita gizi kurang adalah jumlah balita dengan kategori status gizi
kurang terhadap jumlah seluruh balita diukur dikali 100%.
Ukuran Indikator
Gizi kurang dinilai bukan masalah kesehatan masyarakat apabila prevalensi
dibawah 5%.
4. Status Gizi
Definisi Operasional
31
Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-
kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik dan energi dan zat-zat
gizi lain yang diperoleh dari pangan, makanan, dan fisiknya dapat diukur
secara antropometri.
Cara Pengukuran
Pengukuran dilakukan melalui metode pengukuran langsung dengan
mengukur berat badan (BB), tinggi badan (TB), dan mengetahui umur balita.
Alat ukur yang digunakan berupa timbangan berat badan, pita pengukur dan
program WHO-NHCS.
Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran berupa data numerik yaitu BB (dalam kg), TB (dalam cm),
dan umur (dalam tahun) yang akan dijadikan sebagai data pengukuran
antropometri dengan merujuk pada indeks status gizi sesuai WHO-NHCS.
Skala Pengukuran
Skala pengukuran status gizi balita adalah skala ordinal.
Pengukuran antropometri yang digunakan menurut WHO-NCHS adalah
sebagai berikut
1. BB/U :
a. Gizi lebih > 2.0 SD baku WHO-NCHS
b. Gizi baik -2.0 SD s.d. +2.0 SD
c. Gizi kurang <-2.0 SD
d. Gizi buruk <-3.0 SD
2. TB/U :
a. Normal > -2.0 SD baku WHO-NCHS
b. Pendek (Stunted) < -2.0 SD
3. BB/TB :
a. Gemuk >2.0 SD baku WHO-NCHS
b. Normal -2.0 SD s.d. +2.0 SD
c. Kurus/Wasted <-2.0 SD
d. Sangat kurus < 3.0 SD
32
Indikator Kinerja Program Gizi
Indikator kinerja gizi adalah indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan
kinerja program gizi pada balita di penelitian kai ini, yang meliputi :
Balita kurus adalah anak usia 6 bulan 0 hari sampai dengan 59 bulan 29 hari dengan
status gizi kurus (BB/PB atau BB/TB -3 SD sampai dengan kurang dari -2 SD).
Makanan Tambahan adalah makanan yang dikonsumsi sebagai tambahan asupan
zat gizi diluar makanan utama dalam bentuk makanan tambahan pabrikan atau
makanan tambahan bahan pangan local.
Persentase balita kurus mendapat makanan tambahan adalah jumlah balita kurus
yang mendapat makanan tambahan terhadap jumlah balita kurus dikali 100%.
Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika presentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan
sesuai target.
Definisi Operasional
Balita adalah anak yang berumur di bawah 5 tahun (0-59 bulan 29 hari)
33
S Balita adalah jumlah seluruh sasaran (S) balita yang ada di suatu wilayah.
Persentase D/S adalah jumlah balita yang ditimbang terhadap balita yang ada
dikali 100%.
Ukuran Indikator
Kinerja penimbangan balita yang ditimbang berat badannya dinilai baik bila
persentase D/S setiap bulannya sesuai target
Definisi Operasional
1) Balita adalah anak yang berumur di bawah 5 tahun (0-59 bulan 29 hari).
2) Buku KIA adalah buku yang berisi catatan kesehatan ibu (hamil, bersalin dan
nifas) dan anak (bayi baru lahir, bayi dan anak balita) serta berbagai informasi cara
memelihara dan merawat kesehatan ibu serta grafik pertumbuhan anak yang dapat
dipantau setiap bulan.
3) Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah kartu yang memuat kurva pertumbuhan
normal anak berdasarkan indeks antropometri berat badan menurut umur yang
dibedakan berdasarkan jenis kelamin. KMS digunakan untuk mencatat berat badan,
memantau pertumbuhan balita setiap bulan dan sebagai media penyuluhan gizi dan
kesehatan.
34
Persentase balita mempunyai Buku KIA/KMS adalah jumlah balita mempunyai
Buku KIA/KMS terhadap jumlah balita yang ada dikali 100%.
Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika persentase balita mempunyai Buku KIA/KMS sesuai
dengan target.
Balita adalah anak yang berumur di bawah 5 tahun (0-59 bulan 29 hari)
Balita ditimbang (D) adalah anak umur 0-59 bulan 29 hari yang ditimbang.
Berat badan naik (N) adalah hasil penimbangan berat badan dengan grafik berat
badan mengikuti garis pertumbuhan atau kenaikan berat badan sama dengan
kenaikan berat badan minimum atau lebih. Kenaikan berat badan ditentukan
dengan membandingan hasil penimbangan bulan ini dengan bulan lalu.
Balita tidak ditimbang bulan lalu (O) adalah balita yang tidak memiliki catatan
hasil penimbangan bulan lalu
Balita baru (B) adalah balita yang baru datang ke posyandu dan tidak terdaftar
sebelumnya.
Persentase balita ditimbang yang naik berat badannya adalah jumlah balita yang
naik berat berat badannya terhadap jumlah balita yang ditimbang dikurangi balita
tidak ditimbang bulan lalu dan balita baru dikali 100%.
35
Persentase
balita naik
berat badannya
Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika persentase balita ditimbang yang naik berat badannya
sesuai dengan target.
5.Cakupan Balita Ditimbang yang Tidak Naik Berat Badannya Dua Kali Berturut-
Turut (2T/D)
Definisi Operasional
Balita adalah anak yang berumur di bawah 5 tahun (0-59 bulan 29 hari)
Balita ditimbang (D) adalah anak umur 0-59 bulan 29 hari yang ditimbang
diseluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah pada periode tertentu.
Balita tidak ditimbang bulan lalu (O) adalah balita yang tidak memiliki catatan
hasil penimbangan bulan lalu
Balita baru (B) adalah balita yang baru datang ke posyandu dan tidak terdaftar
sebelumnya.
Tidak naik berat badannya (T) adalah hasil penimbangan berat badan dengan
grafik berat badan mendatar atau menurun memotong garis pertumbuhan
dibawahnya atau kenaikan berat badan kurang dari kenaikan berat badan
minimum.
Balita 2T adalah balita tidak naik berat badannya dua kali berturut-turut dalam
2 bulan.
Persentase balita 2T adalah jumlah balita 2T terhadap jumlah balita yang ditimbang
dikurangi balita tidak ditimbang bulan lalu dan balita baru dikali 100%.
36
Ukuran Indikator
Masalah balita yang tidak naik berat badannya 2 kali berturut-turut dinilai rendah
apabila persentase dibawah target
Bayi umur 6-11 bulan adalahbayi umur 6-11 bulan yang ada di suatu wilayah
kabupaten/kota
Balita 6-59 bulanadalah balita umur 6-59 bulan yang ada di suatu wilayah
kabupaten/kota
Balita umur 12-59 bulan adalah balita umur 12-59 bulan yang ada di suatu
wilayah kabupaten/kota
Persentase balita mendapat kapsul vitamin Aadalah jumlah bayi 6-11 bulan
ditambah jumlah balita 12-59 bulan yang mendapat 1 (satu) kapsul vitamin A pada
periode 6 (enam) bulan terhadap jumlah seluruh balita 6-59 bulan dikali 100%.
37
Ukuran indikator:
Kinerja dinilai baik jika persentase balita 12-59 bulan mendapat Vitamin A sesuai
target
7.Cakupan Kasus Balita Gizi Buruk yang Mendapat Perawatan
Definisi Operasional
Balita adalah anak yang berumur di bawah 5 tahun (0-59 bulan 29 hari).
Kasus balita gizi buruk adalah balita dengan tanda klinis gizi buruk dan atau
indeks Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan
menurut Tinggi Badan (BB/TB) dengan nilai Z-score kurang dari-3 SD.
Kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang
dirawat inap maupun rawat jalan di fasilitas pelayanan kesehatan dan
masyarakat sesuai dengan tata laksana gizi buruk.
Persentase kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan adalah jumlah kasus
balita gizi buruk yang mendapat perawatan terhadap jumlah kasus balita gizi buruk
yang ditemukan di suatu wilayah pada periode tertentu dikali 100%.
Ukuran Indikator
Kinerja penanganan kasus balita gizi buruk dinilai baik jika seluruh balita gizi
buruk yang ditemukan mendapat perawatan.
Data didapatkan langsung dari data hasil rekapan bulanan status gizi balita
tahun 2019 Puskesmas Bangko serta langsung mewawancarai pemegang Program
Gizi Puskesmas Bangko.
38
Data yang diperoleh kemudian dicatat dan diolah secara manual, kemudian
disusun dalam beberapa tabel sesuai dengan tujuan penelitian dan skala ukur yang
telah ditentukan pada definisi operasional, kemudian dilakukan pengolahan data
secara deskriptif.
BAB V
5.1 Hasil
Hasil gambaran status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Bangko tahun 2019
berdasarkan indeks antropometri BB/U, TB/U, dan BB/TB menurut kriteria WHO
NCHS per Kelurahan/Desa disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
3. Kungkai 0 296 1 0
39
Status gizi balita pada tabel 1 diatas berdasarkan pengukuran antropometri BB/U
menurut WHO-NCHS dikategorikan menjadi Gizi lebih (Berat Badan > 2.0 SD),
Gizi baik (-2.0 SD s.d. +2.0 SD), (Gizi kurang <-2.0 SD), dan Gizi buruk <-3.0 SD.
Pada tabel 1 di atas menunjukkan bahwa status gizi balita berdasarkan BB/U
di kelurahan/desa Pasar Atas Bangko ada sebanyak 555 balita mengalami gizi baik
dan ada sebanyak 2 balita mengalami gizi kurang. Status gizi balita bedasarkan
BB/U di kelurahan/desa Pasar Bangko ada sebanyak 227 balita mengalami gizi baik
dan 1 balita mengalami gizi kurang. Status gizi balita berdasarkan BB/U di
kelurahan/desa Kungkai didapatkan ada sebanyak 296 balita dikategorikan sebagai
gizi baik dan 1 balita mengalami gizi kurang. Sedangkan di kelurahan/desa Sungai
Kapas didapatkan ada sebanyak 411 balita mengalami gizi baik dan 11 balita
mengalami gizi kurang. Dari seluruh wilayah kerja Puskesmas Bangko didapatkan
bahwa gizi kurang lebih banyak jumlah kejadiannya berada di kelurahan/desa
Sungai Kapas.
Normal Pendek
3. Kungkai 216 0
Status gizi balita pada tabel 2 di atas berdasarkan pengukuran antropometri TB/U
menurut WHO-NCHS dikategorikan menjadi Normal (> -2.0 SD) dan Pendek
(Stunted) jika < -2.0 SD
Pada tabel 2 di atas menunjukkan bahwa status gizi balita berdasarkan TB/U
di kelurahan/desa Pasar Atas Bangko sebanyak 555 balita dikategorikan sebagai
40
normal dan ada sebanyak 2 balita mengalami pendek. Kemudian status gizi balita
berdasarkan TB/U di kelurahan/desa Pasar Bangko dan Kungkai tidak didapatkan
adanya balita yang dikategorikan balita pendek, sedangkan balita yang
dikategorikan normal di kelurahan/desa Pasar Bangko dan Kungkai ada sebanyak
227 balita dan 216 balita. Sedangkan untuk di kelurahan/desa Sungai Kapas
didapatkan ada sebanyak 11 balita dikategorikan sebagai balita pendek dan balita
yang normal ada sebanyak 460 balita. Dari seluruh wilayah kerja Puskesmas
Bangko didapatkan bahwa balita yang pendek lebih banyak jumlah kejadiannya
berada di kelurahan/desa Sungai Kapas.
1. Kelurahan/Desa 0 555 2 2
Pasar Atas Bangko
3. Kungkai 0 216 1 0
Status gizi balita pada tabel 3 di atas berdasarkan pengukuran antropometri BB/TB
menurut WHO-NCHS dikategorikan menjadi Gemuk (>2.0 SD), Normal (-2.0 SD
s.d. +2.0 SD), Kurus/Wasted (<-2.0 SD), dan Sangat kurus (< 3.0 SD)
Pada tabel 3 di atas menunjukkan bahwa status gizi balita berdasarkan BB/TB
di kelurahan/desa Pasar Atas Bangko sebanyak 555 balita dikategorikan sebagai
normal, 2 balita dikategorikan sebagai balita kurus, dan ada sebanyak 2 balita
dikategorikan balita sangat kurus. Status gizi balita bedasarkan BB/TB di
kelurahan/desa Pasar Bangko ada sebanyak 227 balita mengalami gizi baik dan
tidak ada balita yang kurus ataupun sangat kurus. Status gizi balita berdasarkan
41
BB/TB di kelurahan/desa Kungkai didapatkan ada sebanyak 216 balita yang normal
dan 1 balita dikategorikan sebagai balita kurus. Sedangkan di kelurahan/desa
Sungai Kapas didapatkan ada sebanyak 460 balita yang normal, 9 balita
dikategorikan sebagai balita kurus, dan balita sangat kurus ada sebanyak 3 balita.
Dari seluruh wilayah kerja Puskesmas Bangko pada tabel 3 di atas didapatkan
bahwa balita kurus dan balita sangat kurus lebih banyak kejadiannya berada di
kelurahan/desa Sungai Kapas.
Rata-rata 1.16
Pada tabel di atas adalah hasil persentase balita berat badan kurang (underweight)
BB/U < -2 SD di seluruh kelurahan/desa wilayah kerja Puskesmas Bangko Tahun
2019. Jumlah balita berat badan kurang dan jumlah balita yang ditimbang adalah
seluruh jumlah balita yang berat badan kurang dan balita yang ditimbang dari
42
seluruh kelurahan/desa wilayah kerja Puskesmas Bangko tiap bulannya selama
tahun 2019. Persentase balita berat badan kurang (underweight) didapatkan dengan
rumus jumlah balita berat badan kurang dibagi jumlah seluruh balita yang
ditimbang dikali 100 persen. Rata-rata persentase balita berat badan kurang di
Puskesmas Bangko tahun 2019 adalah 1.16%.
Desember 867 0 0
Rata-rata 0.69
Pada tabel di atas adalah hasil persentase balita pendek TB/U < -2 SD di seluruh
kelurahan/desa wilayah kerja Puskesmas Bangko tahun 2019. Jumlah balita pendek
dan jumlah balita yang diukur adalah seluruh jumlah balita pendek dan balita yang
diukur dari seluruh kelurahan/desa wilayah kerja Puskesmas Bangko tiap bulannya
43
selama tahun 2019. Persentase balita pendek didapatkan dengan rumus jumlah
balita pendek dibagi jumlah seluruh balita yang diukur dikali 100 persen. Rata-rata
persentase balita pendek di Puskesmas Bangko tahun 2019 adalah 0.69%.
Rata-rata 0.48
Pada tabel di atas adalah hasil persentase balita gizi kurang TB/BB < -2 SD di
seluruh kelurahan/desa wilayah kerja Puskesmas Bangko tahun 2019. Jumlah balita
gizi kurang dan jumlah balita yang diukur adalah seluruh jumlah balita gizi kurang
dan balita yang diukur dari seluruh kelurahan/desa wilayah kerja Puskesmas
44
Bangko tiap bulannya selama tahun 2019. Persentase balita gizi kurang didapatkan
dengan rumus jumlah balita gizi kurang dibagi jumlah seluruh balita yang diukur
dikali 100 persen. Rata-rata persentase balita gizi kurang di Puskesmas Bangko
tahun 2019 adalah 0.48%.
b.SKDN
SKDN merupakan kumpulan data yang diperlukan untuk mengevaluasi program
gizi bayi dan balita pada Puskesmas. Dimana S, K, D, dan N mewakili data-data
sebagai berikut :
S : jumlah semua balita berusia 0-59 bln 29 hari yang ada di wilayah kerja
Puskesmas.
K : jumlah semua bayi yang terdaftar dan telah mendapat KMS (Kartu Menuju
Sehat) di wilayah kerja Puskesmas.
D : jumlah balita berusia 0-59 bln 29 hari yang ditimbang di Posyandu dan
Puskesmas di wilayah kerja Puskesmas.
N : jumlah balita yang ditimbang dan berat badannya naik di Posyandu dan
Puskesmas wilayah kerja Puskesmas.
2T : jumlah balita yang ditimbang tidak naik berat badannya dua kali berturut-
turut
Data SKDN tersebut nantinya akan diolah untuk mendapatkan informasi berupa :
- Cakupan program gizi bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas tersebut
(K/S %)
- Partisipasi masyarakat yaitu berupa persentase jumlah balita yang ditimbang di
Posyandu maupun Puskesmas dibanding jumlah balita yang ada di wilayah
kerja Puskesmas (D/S %).
- Tingkat kelangsungan penimbangan di wilayah kerja Puskesmas, dimana akan
dilihat persentase balita yang ditimbang dan memiliki KMS (D/K%).
- Persentase balita yang mengalami peningkatan berat badan saat penimbangan
(N/D%).
45
- Hasil pencapaian program, yaitu persentase bayi yang mengalami peningkatan
berat badan (N/S%).
- Hasil cakupan balita ditimbang yang tidak naik berat badannya dua kali
berturut-turut (2T/D)
Berikut ini disampaikan data SKDN dan cakupan pelayanan upaya perbaikan gizi
balita tiap bulan di tiap-tiap kelurahan/desa wilayah kerja di Puskesmas Bangko
selama tahun 2019.
Tabel 7 Data SKDN Balita Di Puskesmas Bangko Kelurahan/Desa Pasar Atas
Bangko Tahun 2019
Bulan S K D N 2T
46
Januari 100 100 100 78.4 78.7 0
Berdasarkan tabel 8 di atas, dapat kita lihat hasil rata-rata pencapaian cakupan
upaya perbaikan gizi balita di kelurahan/desa Pasar Atas Bangko selama tahun
2019. Cakupan program gizi balita di kelurahan/desa Pasar Atas Bangko (K/S%)
telah mencapai 100%. Partisipasi masyarakat yaitu berupa persentase jumlah balita
yang ditimbang di Posyandu maupun Puskesmas dibanding jumlah balita yang ada
(D/S %) di wilayah Pasar Atas Bangko sebesar 83.81%.. Tingkat kelangsungan
penimbangan di kelurahan/desa Pasar Atas Bangko, dimana akan dilihat persentase
balita yang ditimbang dan memiliki KMS (D/K%) tahun 2019 adalah sebesar
83.81%. Persentase balita yang mengalami peningkatan berat badan saat
penimbangan (N/D%) di kelurahan/desa Pasar Atas Bangko sebesar 83.49%. Hasil
pencapaian program, yaitu persentase balita yang mengalami peningktan berat
badan (N/S%) di kelurahan/desa Pasar Atas Bangko adalah sebesar 68.87%. Dan
hasil cakupan balita ditimbang yang tidak naik berat badannya dua kali berturut-
turut (2T/D%) adalah 0.10%.
Tabel 9 Data SKDN Balita Di Puskesmas Bangko Kelurahan/Desa Pasar Bangko Tahun
2019
47
Bulan S K D N 2T
48
November 100 76.92 76.92 22.5 23.8 0
Berdasarkan tabel 10 di atas, dapat kita lihat hasil rata-rata pencapaian cakupan
upaya perbaikan gizi balita di kelurahan/desa Pasar Bangko selama tahun 2019.
Cakupan program gizi balita di kelurahan/desa Pasar Bangko (K/S%) telah
mencapai 100%. Partisipasi masyarakat yaitu berupa persentase jumlah balita yang
ditimbang di Posyandu maupun Puskesmas dibanding jumlah balita yang ada (D/S
%) di wilayah Pasar Bangko sebesar 88.18%.. Tingkat kelangsungan penimbangan
di kelurahan/desa Pasar Bangko, dimana akan dilihat persentase balita yang
ditimbang dan memiliki KMS (D/K%) tahun 2019 adalah sebesar 88.18%.
Persentase balita yang mengalami peningkatan berat badan saat penimbangan (N/D
%) di kelurahan/desa Pasar Bangko sebesar 34.48%. Hasil pencapaian program,
yaitu persentase balita yang mengalami peningktan berat badan (N/S%) di
kelurahan/desa Pasar Bangko adalah sebesar 37.02%. Dan hasil cakupan balita
ditimbang yang tidak naik berat badannya dua kali berturut-turut (2T/D%) adalah
0.171%.
Tabel 11 Data SKDN Balita Di Puskesmas Bangko Kelurahan/Desa Kungkai Tahun 2019
Bulan S K D N 2T
49
Juli 165 165 73 34 0
Berdasarkan tabel 12 di atas, dapat kita lihat hasil rata-rata pencapaian cakupan
upaya perbaikan gizi balita di kelurahan/desa Kungkai selama tahun 2019. Cakupan
program gizi balita di kelurahan/desa Kungkai (K/S%) telah mencapai 100%.
Partisipasi masyarakat yaitu berupa persentase jumlah balita yang ditimbang di
Posyandu maupun Puskesmas dibanding jumlah balita yang ada (D/S %) di wilayah
50
Kungkai sebesar 59.07%.. Tingkat kelangsungan penimbangan di kelurahan/desa
Kungkai, dimana akan dilihat persentase balita yang ditimbang dan memiliki KMS
(D/K%) tahun 2019 adalah sebesar 59.07%. Persentase balita yang mengalami
peningkatan berat badan saat penimbangan (N/D%) di kelurahan/desa Kungkai
sebesar 79.05%. Hasil pencapaian program, yaitu persentase balita yang
mengalami peningktan berat badan (N/S%) di kelurahan/desa Kungkai adalah
sebesar 44.53%. Dan hasil cakupan balita ditimbang yang tidak naik berat
badannya dua kali berturut-turut (2T/D%) adalah 0.177%.
Tabel 13 Data SKDN Balita Di Puskesmas Bangko Kelurahan/Desa Sungai Kapas Tahun
2019
Bulan S K D N 2T
51
Tabel 14 Cakupan Pelayanan Upaya Perbaikan Gizi Balita di Puskesmas Bangko
Kelurahan/Desa Sungai Kapas Tahun 2019
Berdasarkan tabel 14 di atas, dapat kita lihat hasil rata-rata pencapaian cakupan
upaya perbaikan gizi balita di kelurahan/desa Sungai Kapas selama tahun 2019.
Cakupan program gizi balita di kelurahan/desa Sungai Kapas (K/S%) telah
mencapai 100%. Partisipasi masyarakat yaitu berupa persentase jumlah balita yang
ditimbang di Posyandu maupun Puskesmas dibanding jumlah balita yang ada (D/S
%) di wilayah Sungai Kapas sebesar 57.13%.. Tingkat kelangsungan penimbangan
di kelurahan/desa Sungai Kapas, dimana akan dilihat persentase balita yang
ditimbang dan memiliki KMS (D/K%) tahun 2019 adalah sebesar 57.13%.
Persentase balita yang mengalami peningkatan berat badan saat penimbangan (N/D
%) di kelurahan/desa Sungai Kapas sebesar 88.72%. Hasil pencapaian program,
52
yaitu persentase balita yang mengalami peningktan berat badan (N/S%) di
kelurahan/desa Sungai Kapas adalah sebesar 48.24%. Dan hasil cakupan balita
ditimbang yang tidak naik berat badannya dua kali berturut-turut (2T/D%) adalah
5.14%.
53
c.Pemberian Vitamin A
Tabel 16 Cakupan Pemberian Vitamin A di Puskesmas Bangko
Kelurahan/Desa Pasar Atas Bangko Tahun 2019
Bulan ∑ Bayi 6-11 ∑ Bayi Cakupan ∑ Balita 12- ∑ Balita Cakupan
bulan Mendapat 59 Bulan Mendapat
Kapsul Biru (%) Kapsul Merah (%)
Pada tabel di atas rata-rata cakupan pemberian kapsul biru pada bayi 6-11 bulan di
Pasar Atas Bangko telah mencapai 100%. Sedangkan rata-rata cakupan pemberian
kapsul merah pada balita 12-59 bulan sebesar 90.75%.
Pada tabel di atas rata-rata cakupan pemberian kapsul biru pada bayi 6-11 bulan di
Pasar /Bangko telah mencapai 100%. Sedangkan rata-rata cakupan pemberian
kapsul merah pada balita 12-59 bulan sebesar 94.25%.
54
Tabel 18 Cakupan Pemberian Vitamin A di Puskesmas Bangko
Kelurahan/Desa Kungkai Tahun 2019
Bulan ∑ Bayi 6-11 ∑ Bayi Cakupan ∑ Balita 12- ∑ Balita Cakupan
bulan Mendapat 59 Bulan Mendapat
Kapsul Biru (%) Kapsul Merah (%)
Pada tabel di atas rata-rata cakupan pemberian kapsul biru pada bayi 6-11 bulan di
Kungkai telah mencapai 100%. Sedangkan rata-rata cakupan pemberian kapsul
merah pada balita 12-59 bulan sebesar 91.6%.
Pada tabel di atas rata-rata cakupan pemberian kapsul biru pada bayi 6-11 bulan di
Sungai Kapas telah mencapai 100%. Sedangkan rata-rata cakupan pemberian
kapsul merah pada balita 12-59 bulan sebesar 98.15%.
55
Pemberian vitamin A yaitu kapsul biru untuk bayi usia 6-11 bulan dan balita
usia 12-59 bulan dilakukan tiap 6 bulan sekali yaitu bulan Februari dan Agustus.
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa cakupan pemberian kapsul biru telah
mencapai 100% di seluruh kelurahan/desa wilayah kerja Puskesmas Bangko tahun
2019. Sedangkan cakupan pemberian kapsul merah tertinggi adalah di
kelurahan/desa Sungai Kapas sebesar 98,15% dan terendah adalah kelurahan/desa
Pasar Atas Bangko sebesar 90.75%.
56
e. Balita Gizi Buruk yang Mendapat Perawatan
Tabel 22 Jumlah Balita Gizi Buruk (BB/TB <-3SD / Sangat Kurus) yang
Mendapat Perawatan di Puskesmas Bangko Tahun 2019
Pasar Atas Pasar Kungkai Sungai Jumlah
Bangko Bangko Kapas
Sasaran 2 0 0 3 5
Berdasarkan data di atas didapatkan bahwa semua balita dengan status gizi buruk
(BB/TB < -3 SD) di wilayah kerja Puskesmas Bangko Tahun 2019 telah
mendapatkan perawatan (100%).
5.2 Pembahasan
Jenis ukuran tubuh yang paling sering digunakan dalam survei gizi adalah
berat badan, tinggi badan, dan lingkar lengan yang disesuaikan dengan usia anak.
Pengukuran yang sering dilakukan untuk keperluan perorangan dan keluarga adalah
pengukuran berat badan (BB), dan tinggi badan (TB) atau panjang badan (PB).
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter yang merupakan
rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang
dihubungkan dengan umur. Indeks antropometri yang umum dikenal yaitu berat
badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB).
57
Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur)
karena mudah diubah, namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan
selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indikator TB/U
menggambarkan status gizi masa lalu. Indikator BB/TB menggambarkan secara
sensitif dan spesifik status gizi saat ini.
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Tinggi badan akan seiring dengan pertambahan umur dalam
keadaan normal. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak
dalam waktu yang relatif lama. Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan
yang berlangsung lama, misalnya kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/
pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan
anak stunting.
58
tidak diketahui masyarakat setempat. Adanya anggapan bahwa ketiadaan penyakit
merupakan suatu kondisi yang “sehat” merupakan penghalang utama dalam upaya
meningkatkan status nutrisi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rahmahayani,
masyarakat Desa Sidua-dua hanya akan memeriksakan anak balita yang telah jatuh
sakit sehingga penimbangan hanya dilakukan bila orang tua dari anak balita yang
sakit tersebut memeriksakan anaknya yang sakit.
Kegiatan perbaikan gizi masyarakat yang dimonitor dan dievaluasi melalui
kegiatan surveilans gizi, antara lain sebagai berikut:
1. Indikator Masalah Gizi
g. Persentase Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (berat badan kurang dari 2500
gram).
59
2. Indikator Kinerja Program Gizi
c. Cakupan ibu hamil yang mendapatkan Tablet Tambah Darah TTD minimal
90 tablet selama masa kehamilan;
d. Cakupan ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) yang mendapat makanan
tambahan;
g. Cakupan bayi baru lahir yang mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD);
k. Cakupan balita ditimbang yang tidak naik berat badannya dua kali
berturut-turut (2T/D);
60
(D/S), cakupan balita mempunyai buku KIA/KMS, cakupan balita ditimbang yang
naik berat badannya (N/D), cakupan balita ditimbang yang naik berat badannya dua
kali berturut-turut (2T/D), cakupan balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A,
dan terakhir cakupan kasus balita gizi buruk mendapat perawatan. Untuk menilai
pencapaian ke tujuh indikator kinerja program gizi di Puskesmas Bangko
didapatkan berdasarkan data yang kemudian diolah dengan rumus yang telah
disebutkan di Bab 4 sebelumnya.
Cakupan balita kurus yang mendapat makanan tambahan targetnya adalah
100% atau seluruh balita kurus yang ada tiap bulannya harus mendapat makanan
tambahan. Sedangkan di Puskesmas Bangko pada bulan Januari tahun 2019 ada
sebanyak 7 balita kurus namun tidak ada yang mendapatkan makanan tambahan
pada saat itu.
Cakupan balita yang ditimbang berat badannya (D/S) untuk menilai
partisipasi masyarakat yaitu berupa persentase jumlah balita yang ditimbang di
Posyandu maupun Puskesmas dibanding jumlah balita yang ada di wilayah kerja
Puskesmas di dapatkan masih ada 2 kelurahan/desa yang terendah cakupannya
yaitu di kelurahan/desa Kungkai (59.07) dan Sungai Kapas (57.13). Angka tersebut
masih berada dibawah target standar pelayanan minimal bidang kesehatan
berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 741/Menkes/PER/VII/2008 yang menyatakan
bahwa cakupan kunjungan bayi maupun cakupan pelayanan anak balita harus
mencapai 90%.
Cakupan balita mempunyai buku Kesehatan Ibu Anak (KIA)/Kartu Menuju
Sehat (KMS) telah mencapai target 100% di seluruh wilayah kerja Puskesmas
Bangko Tahun 2019. KMS digunakan sebagai media untuk merekam pemantauan
pertumbuhan anak. Sebaiknya seluruh balita mempunyai KMS didalam buku KIA
agar dapat terus diikuti pertumbuhannya dari waktu ke waktu.
Cakupan balita ditimbang yang naik berat badannya (N/D) teendah di
kelurahan/desa Pasar Bangko (41.07%) dan Kungkai (69.35%) belum mencapai
target. Diharapkan target untuk periode selanjutnya bsa mencapai 80% seperti di
kelurahan/desa Pasar Atas Bangko dan Sungai Kapas. Pemantauan pertumbuhan
yang dilakukan setiap bulan dapat memberikan gambaran tingkat keberhasilan
61
program dalam kegiatan upaya perbaikan gizi masyarakat di posyandu melalui
informasi persentase balita yang naik berat badannya.
Cakupan balita ditimbang yang tidak naik berat badannya dua kali beturut-
turut (2T/D) tahun 2019 di Puskesmas Bangko juga belum mencapai target yang
optimal. Di kelurahan/desa Sungai Kapas memiliki persentase cukup tinggi
dibandingkan kelurahan/desa lainnya sebesar 5.14%.. Diharapkan setiap bulannya
balita selalu mengalami kenaikkan berat badan dan tidak ada kejadian balita yang
tidak naik berat badannya dua kali berturut-turut. Balita yang tidak naik berat
badannya selama 2 bulan berturut turut harus segera dirujuk ke puskesmas untuk
mendapat pemeriksaan lanjut. Setelah diketahui penyebabnya maka tenaga
kesehatan akan memberikan intervensi yang sesuai.
Cakupan pemberian vitamin A kapsul biru di Puskesmas Bangko untuk bayi
usia 6-11 bulan telah mencapai 100%. Sedangkan untuk pemberian vitamin A
kapsul merah balita 12-59 bulan belum mencapai 100%. Vitamin A merupakan zat
gizi esensial yang dibutuhkan oleh tubuh dan asupan vitamin A dari makanan
sehari-hari umumnya masih kurang. Kekurangan Vitamin A (KVA) di dalam tubuh
yang berlangsung lama menimbulkan berbagai masalah kesehatan yang berdampak
pada meningkatnya risiko kesakitan dan kematian. Mempertahankan status vitamin
A pada bayi dan anak balita dapat mengurangi masalah kesehatan masyarakat
seperti kecacingan dan campak.
Dan terakhir yaitu cakupan kasus balita gizi buruk yang mendapatkan
perawatan di Puskesmas Bangko tahun 2019 telah mencapai 100%. Gizi buruk pada
kali ini dinilai berdasarkan BB/TB < -3 SD atau balita sangat kurus. Gizi buruk
secara langsung disebabkan karena kekurangan asupan dan adanya penyakit infeksi.
Gizi buruk yang berlangsung lama akan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Berdasarkan Permenkes Nomor 347/Menkes/IV/2008 semakin
aktif surveilans gizi, maka semakin banyak kasus yang ditemukan dan dirujuk,
karena setiap gizi buruk yang ditemukan harus segera mendapat perawatan.
Indikator ini untuk melihat kinerja akses pelayanan kesehatan.
62
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa
masih ada balita yang mengalami gangguan status gizi baik berdasarkan BB/U,
TB/U dan TB/BB di wilayah kerja Puskesmas Bangko pada tahun 2019.
Balita yang mengalami masalah status gizi lebih banyak ditemukan di wilayah
Kelurahan/desa Sungai Kapas dibandingkan dengan kelurahan/desa lainnya.
Masih ada pencapaian indikator kinerja program gizi balita di Puskesmas
Bangko Tahun 2019 yang belum mencapai target.
6.2. Saran
6.2.1 Bagi puskesmas
1. Petugas kesehatan terutama yang berada di posyandu harus mempunyai
pengetahuan yang baik mengenai Status Gizi dan kemampuan intervensi
masyarakat berupa penyuluhan mengenai pentingnya penimbangan rutin
untuk menilai status gizi anak.
2. Diharapkan Puskesmas dapat memberikan informasi, pendidikan
kesehatan tentang Status Gizi, adanya peningkatan bertahap ini dapat
dijadikan sebagai dasar untuk pelaksanaan kegiatan penyuluhan secara
rutin di wilayah dimana masih terdapat angka penimbangan yang rendah.
3. Melakukan evaluasi setiap bulannya terhadap keberhasilan kepada
petugas kesehatan dalam meningkatkan cakupan penimbangan berat
badan..
4. Meningkatkan pengetahuan dengan memberikan penyuluhan kepada para
petugas kesehatan yang berperan langsung dalam pemantauan status gizi
balita yang sebaiknya dilakukan secara kolektif
5. Membuat laporan pencapaian penimbangan berat badan di seluruh
posyandu di wilayah kerja Puskesmas
63
6. Kami menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan yang
berkelanjutan kepada setiap balita terutama bagi balita yang mengalami
masalah status gizi di wilayah kerja Puskesmas Bangko untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya status gizi balita
dan untuk mencegah efek jangka pendek maupun efek jangka panjang
bagi balita yang mengalami masalah status gizi.
64
DAFTAR PUSTAKA
65
66