Anda di halaman 1dari 3

Tahukah Anda Akan Kunci

Memahami Pasangan Itu?


by Sovia Sasandila

Perhatikan pasangan hidup anda saat ini, dan tanyakan kepada diri sendiri, “Sudahkah
memahami dan mengerti kondisinya hari ini?” Semoga anda bisa menjawab pertanyaan berikut
ini:
“Tahukah apa yang sedang diinginkannya hari ini?”
“Tahukah anda, apa yang sedang dipikirkannya?”
“Tahukah anda apa yang menggelisahkan hatinya?”
Dalam kehidupan berumah tangga, sering ditemukan ketidakharmonisan antara suami dan isteri.
Masing-masing merasa tidak dipahami oleh pasangan. Isteri menganggap suami terlalu egois,
hanya mementingkan urusan dirinya sendiri, tanpa peduli kondisi dan keinginan isteri.
Sebaliknya, suami menganggap isteri sangat mementingkan diri sendiri dan tidak peduli dengan
harapan suami. Mereka berdua saling menuntut dipahami oleh pasangan.
Pagi-pagi isteri merasa sangat sibuk dengan urusan rumah tangga. Bangun pagi untuk
menyiapkan sarapan, membersihkan rumah, dan menyiapkan keperluan anak-anak yang akan
berangkat sekolah. Dengan kesibukan pagi harinya, isteri merasa lelah dan akhirnya kesal
dengan sikap suami yang tidak pernah mau membantu urusan rumah tangga. Ia melihat suami
hanya bersantai di depan laptop atau komputer, tidak mempedulikan kesibukan pagi yang
sangat menyita waktu, perhatian dan tenaga.
Sementara suami merasa perlu menyiapkan diri untuk bisa bekerja di kantor pada hari itu
dengan kondisi prima. Selepas shalat Subuh ia masih menyiapkan beberapa urusan kantor.
Menghidupkan komputer, membuka email, membaca berbagai berita. Itu semua penting bagi
dirinya agar bisa masuk kerja dengan persiapan yang baik. Merasa lebih konfidens dengan
berbagai “sarapan” berupa informasi terkini. Ia tidak mau diganggu oleh “teriakan” isteri yang
memintanya melakukan beberapa urusan rumah tangga.
“Tolong siapkan tas sekolahnya adik dong Pa. Ini Mama masih belum selesai menyiapkan
sarapan”, kata isteri dari dapur.
Suami yang tengah asyik di depan komputer tampak tenang saja dan tidak menunjukkan reaksi
positif atas permintaan tersebut. Isteri mengulang permintaan tersebut dengan nada yang lebih
tinggi, berharap suami mau membantunya. Namun seakan ia tengah berbicara dengan tembok.
Tidak ada respon, bahkan untuk sekedar menjawab dengan “Ya” atau “Sebentar Ma”. Kondisi ini
memicu emosi isteri yang merasa tidak dipedulikan dan tidak dipahami oleh suami.
Sementara suami merasa sangat tidak nyaman dengan “teriakan-teriakan” dari dapur tersebut,
dan menganggap isteri tidak memahami betapa penting aktivitas yang sedang dilakukannya.
Sebagai seorang profesional, ia merasa harus mendapat banyak berita dan informasi terkini,
sebelum masuk kerja. Dengan cara itu ia merasa telah menggenggam dunia. Semua aktivitas
pagi hari di depan komputer, baginya adalah bagian dari kerja profesional. Sementara sang isteri
menganggap itu sebagai bagian dari kemalasan lelaki.
Saling Memahami
Jika anda merasa pasangan anda tidak memahami anda, tanyakan kepada diri sendiri apakah
anda sudah berusaha memahami dia? Jangan menuntut pasangan memahami anda, kalau anda
sendiri tidak mau memahami dia. Kuncinya di sini: anda harus menjadi orang pertama yang
memahami pasangan anda. Jika ini yang terjadi, kedua belah pihak akan saling memahami.
Jika kedua belah pihak menuntut dipahami oleh pasangannya, maka yang terjadi tak ada
satupun dari keduanya yang memahami pasangan. Yang terjadi hanyalah suasana ketegangan
karena saling menuntut hak untuk dipahami. Ungkapan berikut merupakan contoh tuntutan yang
tidak efektif, apabila diungkapkan oleh kedua belah pihak:
“Engkau sangat egois, tidak pernah memahami diriku. Engkau hanya peduli urusanmu sendiri”.
“Cobalah engkau belajar memahami diriku, jangan aku yang harus selalu memahamimu”
“Mengapa engkau tak mau mengerti kondisi diriku? Bukankah aku selalu memahami
kondisimu?”
Jika suami dan isteri menuntut hal yang serupa seperti di atas, maka sesungguhnya mereka
berdua tidak akan pernah saling memahami pasangannya. Kedua belah pihak menuntut untuk
dipahami, bukan berusaha memahami. Ujungnya hanyalah pertengkaran dan perasaan tidak
dipahami oleh pasangan.
Melelehkan Kebekuan
“Terimalah aku apa adanya”, ungkap seorang isteri kepada suaminya. Kalimat tersebut benar,
namun bisa digunakan secara tidak benar. Menjadi benar apabila dimaksudkan suami dan isteri
harus saling menerima kelebihan dan kekurangan pasangan, tidak menuntut hal yang berlebihan
dan di luar kesanggupan pasangan. Menjadi tidak benar apabila dimaksudkan untuk
menyatakan ketidakmauan berubah.
“Aku memang seperti ini. Tidak akan bisa berubah. Terserah kamu akan berkata apa”.
Itu kalimat yang salah. Semua dari kita bisa berubah, karena sifat manusia yang sangat lentur
dan bisa dibentuk. Maka keinginan untuk dipahami harus bermula dari melelehkan kebekuan
diri, jangan enggan untuk memulai, jangan enggan untuk membuka diri dan berubah
menyesuaikan dengan keinginan pasangan.
Lilin yang kelihatan kokoh tegak, ternyata mudah leleh oleh panas. Es yang sangat keras
membeku, ternyata mudah cair oleh suhu udara. Yang diperlukan adalah usaha dan energi,
yaitu energi untuk memahami, energi untuk mengerti, energi untuk berubah menyesuaikan
keinginan dan harapan pasangan. Jika energi itu dikeluarkan dengan kesungguhan, maka akan
sangat mudah belajar memahami dan mendalami relung-relung hati dan perasaan pasangan.
Yang sulit hanyalah awalnya. Setelah usaha dicurahkan untuk memahami pasangan, maka
kebekuan pun mencair, meleleh menjadi bentuk yang sangat lunak. Tidak perlu ada
kesombongan diri yang menutup untuk memulai hal baru. Tidak perlu memenangkan ego yang
mengajak untuk selalu bertahan dan tidak mau mengalah.
Berusahalah untuk selalu memahami pasangan, setiap saat, setiap waktu. Dengan cara itu,
anda akan mendapatkan cintanya yang sangat menggebu.

Anda mungkin juga menyukai