Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTEK KLINIK KMB 1

PRODI DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN NUTRISI
AKIBAT PATOLOGI SISTEM PENCERNAAN

DISUSUN OLEH:
NIA SEPTIANI
(1814401084)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020
A. DASAR TEORI
A.1. DEFINISI DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.

A.2. PENYEBAB
Penyebab kondisi defisit nutrisi dapat ditimbulkan oleh beberapa situasi seperti dibawah ini;
1. Ketidakmampuan menelan makanan
2. Ketidakmampuan mencerna makanan
3. Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient
4. Peningkatan kebutuhan metabolisme
5. Faktor ekonomi (mis. Finansial tidakmencukupi)
6. Faktor psikologis (mis. Stress, keenggananuntuk makan)

A.3. GEJALA DAN TANDA MAYOR


a. subjektif
(tidak ada)
b. objektif
1. Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal

A.3. GEJALA DAN TANDA MINOR


a. subjektif
1. Cepat kenyang setelah makan
2. Kram/nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun
b. objektif
1. Bising usus hiperaktif
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare

A.4. KONDISI KLINIS TERKAIT (Uraikan patofisiologi kondisi klinis yang terkait, boleh
ditambahkan barisnya)
1. Luka bakar
Luka bakar (combustion) pada tubuh dapat terjadi karena konduksi panas
langsung atau radiasi elektromagnetik. Setelah terjadi luka bakar yang parah, dapat
mengakibatkan gangguan hemodinamika, jantung, paru, ginjal serta metabolik
akan berkembang lebih cepat. Dalam beberapa detik saja setelah terjadi jejas yang
bersangkutan, isi curah jantung akan menurun, mungkin sebagai akibat dari refleks
yang berlebihan serta pengembalian vena yang menurun. Kontaktibilitas
miokardium tidak mengalami ganggaun.
Segera setelah jejas, permeabilitas seluruh pembuluh darah meningkat, sebagai
akibatnya air, elektrolit, serta protein akan hilang dari ruang pembuluh darah
masuk ke dalam jaringan interstisial, baik dalam tempat yang luka maupun yang
tidak mengalami luka. Kehilangan ini terjadi secara berlebihan dalam 12 jam
pertama setelah terjadinya luka dan dapat Stroke mencapai sepertiga dari volume
darah. Selama 4 hari yang pertama sebanyak 2 pool albumin dalam plasma dapat
hilang, dengan demikian kekurangan albumin serta beberapa macam protein
plasma lainnya merupakan masalah yang sering didapatkan. Dalam jangka waktu
beberapa menit setelah luka bakar besar, pengaliran plasma dan laju filtrasi
glomerulus mengalami penurunan, sehingga timbul oliguria. Sekresi hormon
antideuretika dan aldosteron meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan
penurunan pembentukan kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang,
ekskresi kalium diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara maksimal. Albumin
dalam plasma dapat hilang, dengan demikian kekurangan albumin serta beberapa
macam protein plasma lainnya merupakan masalah yang sering didapatkan. Dalam
jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar, pengaliran plasma dan laju
filtrasi glomerulus mengalami penurunan, sehingga timbul oliguria. Sekresi hormon
antideuretika dan aldosteron meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan
penurunan pembentukan kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang,
ekskresi kalium diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara maksimal.

2. Penyakit crohn’s

Patofisiologi croup dimulai dari masuknya virus melalui inhalasi langsung dari
batuk dan/atau bersin, atau dengan kontaminasi tangan dari kontak melalui
menyentuh mukosa mata, hidung, dan/atau mulut berikutnya. Etiologi virus yang
paling umum adalah virus parainfluenza. Jenis virus parainfluenza (1, 2, dan 3) yang
menyebabkan wabah croup bervariasi setiap tahunnya. Port d’ entri utama virus
adalah hidung dan nasofaring. Infeksi menyebar dan akhirnya melibatkan laring
dan trakea. Saluran pernapasan bagian bawah juga seperti bronkus mungkin
terkena.

Peradangan dan edema laring subglotis dan trakea, terutama di dekat tulang
rawan krikoid, paling signifikan secara klinis. Secara histologis, area yang terlibat
adalah infiltrasi seluler yang terletak di lamina propria, submukosa, dan adventitia.
Infiltrat mengandung limfosit, histiosit, neutrofil dan sel plasma. Virus
parainfluenza mengaktifkan sekresi klorida dan menghambat penyerapan natrium
di epitel trakea, berkontribusi pada edema jalan nafas. Dengan demikian,
pembengkakan secara signifikan dapat mengurangi diameter saluran napas,
membatasi aliran udara. Penyempitan ini mengakibatkan gejala klinis berupa,
aliran udara turbulen, stridor, dan retraksi dinding dada. Virus (terutama
parainfluenza dan RSV) dapat terjadi karena inokulasi langsung dari sekresi yang
membawa virus melalui tangan atau inhalasi besar terjadi partikel masuk melalui
mata atau hidung. infeksi virus di laringotrakeitis, laringotrakeobronkitis dan
laringotrakeobronkopneumonia biasanya dimulai dari nasofaring atau oropharing
yang turun ke laring dan trakea setelah masa inkubasi 2-8 hari. Peradangan yang
menyebabkan eritema dan edema dinding mukosa dari saluran pernapasan. Area
subglotis adalah bagian tersempit pada saluran pernafasan atas anak usia <10
tahun, yang membuatnya sangat rentan untuk terjadinya obstruksi.

Kerusakan endothelial dan hilangnya fungsi siliaris juga terjadi. Eksudat mukoid
atau fibrinous sebagian menutup lumen trakea. Berkurangnya mobilitas pita suara
karena edema menyebabkan suara serak. Adanya faktor infeksi (virus, bakteri,
jamur), mekanis dan/atau alergi dapat menyebabkan terjadinya inflamasi, eritema
dan edema pada laring dan trakea, sehingga mengganggu gerakan plica vocalis.
Adanya spasme dan edema akan menimbulkan obstruksi saluran napas atas.
Adanya obstruksi akan meningkatkan kecepatan dan turbulensi aliran udara yang
lewat.

A.4. PENATALAKSANAAN MEDIS ( penatalaksanaan kondisi klinis terkait)


1. luka bakar
Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan pasien dirawat
melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara lain mencakup
penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan pertama di unit gawat darurat,
penanganan diruang intensif atau bangsal. Tindakan yang diberikan antara lain adalah
terapi cairan, fisioterapi dan psikiatri. Pasien dengan luka bakar memerlukan obat-
obatan topical. Pemberian obat-obatan topical anti microbial bertujuan tidak untuk
mensterilkan luka akan tetapi akan menekan pertumbuhan mikroorganisme dan
mengurangi kolonisasi, dengan memberikan obat-obatan topical secara tepat dan
efektif dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang sering kali
masih menjadi penyebab kematian pasien.( Effendi. C, 1999)
2. Penyakit crohn’s
Penatalaksanaan croup umumnya rawat jalan dan jarang memerlukan rawat
inap. Pasien dirawat di RS bila dijumpai salah satu dari gejala-gejala berikut:
1. Anak berusia di bawah 6 bulan
2. Terdengar stridor progresif
3. Stridor terdengar ketika sedang beristirahat
4. Terdapat gejala gawat napas, hipoksemia, gelisah, sianosis
5. Gangguan kesadaran
6. Demam tinggi
7. Anak tampak toksik, dan
8. Tidak ada respons terhadap terapi

B. RENCANA KEPERAWATAN (lihat SLKI dan SIKI)

Diagnosa Keperawatan : gangguan kebutuhan nutrisi b.d defisit nutrisi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi klien


terpenuhi secara adekuat

Kriteria Hasil :
1. Intake nutrisi terpenuhi
2. Asupan makanan dan cairan tercukupi
3. Pasien mengalami peningkatan BB
Intervensi :

1. Identifikasi status nutrisi


Rasional : Membantu mengkaji keadaan pasien
2. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Rasional : Untuk meningkatkan nafsu makan pasien

3. Ajarkan diet yang diprogramkan


Rasional : Memberikan informasi dan mengurangi komplikas

4. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan

DAFTAR PUSTAKA

1. PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta


2. PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta
3. Carpenito, L. J., & Moyet. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Ed 13 (13 th ed). Jakarta:
Salemba Medika.
4. Wijayanti, Sri. 2016. Aspek Klinis dan Penatalaksanaan Guillain-Barre Syndrome.
disampaikan pada acara ilmiah neurologi FK UNUD. UNUD Media, Universitas Udayana,
Bali. (Diunduh 17 Mei 2020).
5. Kurniawan, S.N. 2016. Multipel Sklerosis dalam Continuing Neurological Education 5,
Update on Neuroscience and Clinical Neurology. UB Media, Universitas Brawijaya, Malang.
(Diunduh 17 Mei 2020).

Anda mungkin juga menyukai