Anda di halaman 1dari 15

Fraktur Pada Tulang Hidung Menyebabkan

Gangguan Perdarahan dan Pernapasan


Manggala senapati

102013352
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Tlp : 5666952

senapati_manggala@yahoo.com

Abstrak: Sistem pernapasan melibatkan rongga hidung, pharynx, larynx, trachea, bronchi dan
cabang-cabang pulmonal bronchi tersebut. Hidung merupakan saluran yang pertama yang dilewati
untuk pernapasan. Hidung berfungsi untuk menyaring debu dan menghangatkan dan juga
melembabkan udara yang masuk ke paru-paru. Saat hidung terjadi fraktur atau patah, maka akan
mengganggu pernapasan juga. Selain itu juga akan mengganggu peredaran darah dan persarafan
yang terdapat pada hidung tersebut. Mekanisme pernapasan meliputi pernapasan internal dan
eksternal. Dimana pada proses pernapasan oksigen yang diambil bukan hanya bertukar di paruparu
melainkan berguna untuk sistem metabolisme tubuh manusia lainnya. Kontrol pernapasan manusia
diatur dalam batang otak, tepatnya di medulla oblongata dan juga pons.

Kata kunci: Hidung, Sistem pernapasan, Mekanisme pernapasan, Kontrol Pernapasan.

Abstract: The respiratory system involves the nasal cavity, pharynx, larynx, trachea, bronchi and
pulmonary branches of the bronchi. The nose is the first line that passed for breathing. The nose
serves to filter out dust and warm and humidify the air that enters the lungs. When nasal fracture
or broken, it will interfere with breathing as well. In addition it would also interfere with blood
circulation and innervation are present in the nose. Breathing breathing mechanisms include
internal and external. Where in the process of breathing oxygen taken not only exchange in the
lung but useful for other systems of the human body's metabolism. Human respiratory control is
set in the brainstem, specifically in the medulla oblongata and pons.

Key words: Nose, respiratory system, Respiratory mechanism, Respiratory Control.

1
Pendahuluan

Semua mahkluk hidup memerlukan oksigen untuk mempertahankan metabolismenya.


Dimana sistem pernapasannya memasukkan oksigen dari udara yang dihirup masuk dan
mengeluarkan karbondioksida yang dihasilkan metabolisme sel-sel di seluruh tubuh. Sistem
pernapasan juga dibentuk oeh beberapa struktur, seluruh struktur tersebut terlibat dalam proses
respirasi yaitu suatu proses pertukaran oksigen antara atmosfer dan darah serta pertukaran
karbondioksida antara darah dan atmosfer, struktur yang membentuk sistem pernapasan dapat
dibedakan menjadi struktur utama dan struktur pelengkap. Bagian ini mencakup tinjauan ringkas
tentang makroskopis dan mikroskopis saluran pernapasan.

Pada sistem pernapasan tidak hanya sistem pernapasan yang normal yang sering diketahui
tetapi pada sisetm pernapasan juga sering ditemukan adanya gangguan yang menghambat prsoses
terjadinya sistem pernapasan, gangguan pada sistem pernapasan merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas. Oleh karena itu tujuan dari makalah ini ialah ingin mengetahui lebih
dalam tentang mekanisme kerja sistem respirasi secara makro maupun mikroskopik serta gangguan
yang terjadi pada sistem respirasi.

Struktur Makroskopik Alat Pernapasan

Sistem respirasi mencakup saluran napas yang menuju paru-paru itu sendiri, dan struktur-
struktur toraks (dada) yang berperan menyebabkan aliran udara masuk dan keluar paru melalui
saluran napas. Saluran napas adalah tabung atau pipa yang mengangkut udara antara atmosfer dan
kantung udara (alveolus), alveolus merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas antara udara dan
darah. Saluran napas berawal dari saluran nasal (hidung). Saluran hidung membuka ke dalam
faring (tenggorokan), yang berfungsi sebagai saluran bersama untuk sistem pernapasan dan
pencernaan. Terdapat dua saluran yang berfungsi hanya sebagai saluran pernapasan dari faring-
trakea, yang dilalui oleh udara untuk menuju paru. Udara dalam keadaan normal masuk ke faring
melalui hidung, tetapi udara juga dapat masuk melalui mulut ketika saluran hidung tersumbat:
yaitu, anda dapat bernapas melalui mulut ketika anda pilek. Karena faring berfungsi sebagai
saluran bersama untuk udara dan makanan. Maka sewaktu menelan terjadi mekanisme refleks yang
menutup trakea agar makanan masuk ke esofagus dan bukan ke saluran napas. Esofagus selalu
tertutup kecuali ketika menelan untuk mencegah udara masuk ke lambung sewaktu bernapas.
Laring, atau voice box, terletak di pintu masuk trakea. Tonjolan anterior laring membentuk jakun.
Pita suara, dua pita jaringan elastik yang melintang di pintu masuk laring, dapat diregangkan dan
diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot laring. Sewaktu udara dilewatkan melalui pita suara
yang kencang, lipatan tersebut bergetar untuk menghasilkan berbagai suara ketika bicara. Bibir,
lidah, dan palatum mole memodifikasi suara menjadi pola suara yang dapat dikenali. Sewaktu

2
menelan, pita suara melaksanakan fungsi yang tidak berkaitan dengan bicara; keduanya saling
mendekat untuk menutup pintu masuk ke trakea.1

Di belakang laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri, yang
masing-masing masuk ke paru kanan dan kiri. Di dalam masing-masing paru, bronkus terus
bercabang-cabang menjadi saluran napas yang semakin sempit, pendek, dan banyak. seperti
percabangan sebuah pohon. Cabang-cabang yang lebih kecil dikenal sebagai bronkiolus. Di ujung
bronkiolus terminal berkelompok alveolus, kantung-kantung udara halus tempat pertukaran gas
antara udara dan darah. Agar aliran udara dapat masuk dan keluar bagian paru tempat pertukaran
berlangsung, kontinum saluran napas penghantar dari pintu masuk melalui bronkiolus terminal
hingga alveolus harus tetap terbuka. Trakea dan bronkus besar adalah tabung yang cukup kaku tak
berotot yang dikelilingi oleh serangkaian cincin tulang rawan yang mencegah saluran ini
menyempit. Bronkiolus yang lebih kecil tidak memiliki tulang rawan untuk menjaganya tetap
terbuka. Dinding saluran ini mengandung otot polos yang disaraf oleh sistem saraf otonom dan
peka terhadap hormon dan bahan kimia lokal tertentu. Faktor-faktor ini mengatur jumlah udara
yang mengalir dari atmosfer ke setiap kelompok alveolus, dengan mengubah derajat kontraksi otot
polos sehingga mengubah kaliber saluran napas bronkiolus terminal.2

Gambar 1. Makroskopik Alat Pernapasan Manusia.

Struktur Mikroskopik Alat Pernapasan

Bagian konduksi dari sistem pernapasan dilapisi oleh epitel respirasi jenis bertingkat silindris
bersilia dan bersel goblet. Selain menghantar udara ke jaringan paru, bagian ini memiliki fungsi
lain. Saluran ini menyaring materi renik dalam udara inspirasi (rambut dalam cuping hidung,
mukus, dan sel bersilia), membasahi atau melembabkan udara inspirasi (sekresi serosa) dan

3
menghangatkan atau mendinginkannya, bergantung pada suhu ambien (leksus vaskular dalam
dinding). Penting untuk menjaga terbukanya jalan udara, yaitu bahwa jalan napas tidak kolaps, dan
kekakuan ini terjadi oleh adanya tulang rawan dalam dindingnya. Variasi garis tengah dari jalan
napas ini teradi dengan berkontraksinya otot polos, yang juga terdapat dalam dindingnya. Lubang
hidung dilapisi epidermis dengan rambut kasar dan kelenjar sebasea. Kemudian ada zona peralihan
sempit yang dilapisi epitel berlapis gepeng. Rongga hidung dilapisi epitel respirasi, dengan silia
yang bergetar ke posterior ke arah nasofarings. Di luarnya rongga ini ditunjang oleh tulang dan
tulang rawan, yang menonjolkan tiga konka (concha nasalis) ke dalam rongga itu. Pada atap
rongga hidung terdapat mukosa olfaktoris, yaitu reseptor untuk pembauan. Sinus paranasalis
berhubungan dengan rongga hidung. Sinus ini adalah rongga-rongga tulang dalam tulang maksila,
frontal, etmoid, dan sfenoid, dan rongga ini pun dilapisi epitel respirasi dan mengandung udara.3,4

Pada muara larings terdapat epiglotis. Bangunan ini mempunyai pusat tulang rawan elastis yang
ditutupi oleh membran mukosa dengan epitel berlapis gepeng pada aspek atasnya dan epitel
respirasi aspek bawahnya. Larings mengandung kelenjar campur mukosa dan serosa. Larings
sendiri dilapisi epitel respirasi, kecuali pada pita suara, yang dilapisi epitel berlapis gepeng.
Beberapa tulang rawan hialin menunjang dinding, dan larings berfungsi terutama dalam fonasi.4

Trakea ditunjang oleh sekitar 20 keping tulang rawan berbentuk tapal kuda yang saling
menumpuk, dihubungkan oleh jaringan ikat, dan bagian posteriornya bebas tulang rawan. Di
tempat ini terdapat berkas-berkas polos (muskulus trakealis), tersusun terutama melintang, yang
bila otot berkontraksi akan mengurangi garis tengah traka. Dalam submukosa trakea terdapat
kelenjar campur kecil-kecil, terutama di bagian posterior dan di antara cincin- cincin tulang rawan.
Mukosa dilapisi epitel respirasi dan disini silia bergetar ke atas ke arah nasofarings. Di dalam
jaringan ikat trakea, seperti saluran napas lainnya, terdapat banyak serat-serat elastin.4

Struktur bronkus ekstra pulmoner sangat mirip trakca. tetapi bronkus di dalam paru berbeda dari
yang ada di luar dalam beberapa hal. Di dalam paru tulang rawan dalam dindingnya adalah dalam
bentuk cincin utuh, meskipun cincin ini berbentuk tidak teratur. Pada batas mukosa dan
submukosa, yang pada traka dan bronkus ekstrapulmoner banyak mengandung serat-serat elastin,
pada bronkus intrapulmoner selain jaringan elastis, terdapat pula serat-serat otot polos yang
berpilin mengitari bronkus. Serat- serat ini berpengaruh pada garis tengah lumennya. Bronkus
dalam paru bercabang membentuk bronkiolus. Meskipun tidak ada peralihan mendadak antara
bronkus kecil dan bronkiolus, sebuah bronkiolus adalah saluran konduksi bergaris tengah 1 mm
atau kurang, ditunjang oleh sedikit sekali jaringan ikat dan dikelilingi jaringan paru. Tidak ada
tulang rawan, kelenjar dan jaringan limf tetapi lamina propria mengandung banyak berkas otot
polos dan serat elastin. Pada bronkiolus besar, epitel pelapisnya ialah silindris bersilia dengan

4
beberapa sel goblet. Pada bronkiolus lebih kecil, epitel pelapisnya ialah silindris rendah atau
kuboid bersilia. Sel goblet menghilang di sini. Tersebar di sana sini dalam epitel bronkioli terdapat
sel-sel silindris silia, dengan apeks yang menonjol ke dalam lumen. Sel ini adalah sel sekresi
(Clara) yang menambah sekret bronkiolus an dapat menghasilkan sejumlah surfaktan. Pada
bronkiolus terkecil atau bronkiolus terminalis, epitel ini menampakkan bercak-bercak sel bersilia di
antara sel-sel kuboid tanpa silia.4

Bronkiolus terminal berlanjut sebagai bronkiolus respiratorius, disebut demikian karena


dindingnya sudah mulai mengandung saku- saku udara, atau alveoli, tempat berlangsung
pertukaran gas. Epitel pelapis bronkiolus respiratorius yang lebih besar ialah kuboid bersilia, yang
menjadi selapis kuboid pada yang lebih kecil, dan berlanjut dengan selapis gepeng sebagai pelapis
alveolus pada muara alveoli. Bagian dinding di luar epitel dibentuk oleh anyaman berkas otot polos
dan jaringan ikat fibro-elastis. Bronkiolus respiratorius berakhir dengan bercabang menjadi dua
atau lebih duktus alveolaris.5

Dukus alveolaris adalah tabung berdinding tipis berbentuk kerucut dengan epitel gepeng
sebagai pelapis, dan dengan banyak alveoli dan sakus alveolar (kelompok alveoli) bermuara
padanya. Serat otot polos dengan serat elastin dan beberapa serat kolagen menunjang epitel ini dan
membentuk di antara dan di sekeliling muara alveoli sepanjang dinding duktus alveolar. Duktus
alveolar bermuara ke dalam atria, yang hanya merupakan vestibulum atau bilik tidak teratur, yang
menampung sakus alveolaris dan alveoli. Biasanya dua atau lebih sakus alveolaris bermuara dalam
tiap atrium.5

Gambar 2. Mikroskopik Bronkiolus Terminalis, sampai Alveolus.

Sakus alveolaris bersifat multilokular, berupa kumpulan alveoli yang bermuara ke dalam
bilik tengah yang sedikit lebih besar. Di sekitar muara atria, sakus alveolaris, dan alveoli terdapat
jalinan serat-serat retikulin dan elastin. Alveolus berbentuk polihedral atau heksagonal,
berhimpitan, dan dipisahkan oleh septa interalveolaris yang berisikan kapiler pulmoner. Septa
mengandung serat-serat retikulin dan elastin dan sedikit sel di dalam jaringan ikat yang dibatasi
oleh lamina basal sekeliling kapiler darah (dilapisi oleh endotel) dan terdapat di bawah epitel
pelapis alveoli. Epitel alveoli terutama dibentuk oleh sel epitel permukaan gepeng (sel alveolar

5
atau tipe I), yang demikian tipisnya (hanya 0,2 um) hingga tidak tampak dengan mikroskop
cahaya. Tersebar satu-satu atau dalam kelompok kecil dua-dua atau tiga-tiga dalam epitel ini
terdapat sel alveolar besar (sel septal atau tipe II). Sel-sel ini kuboid dan dapat menonjol ke dalam
rongga alveolus, tetapi biasanya terletak di sudut atau tikungan pada dinding alveolus. Sitoplasma
sering tampak bervakuol karena adanya badan-badan pengandung lipid (sitosom), dan sel ini
menghasilkan surfaktan, suatu materi detergen (terutama in dipalmitoil) yang mengurangi dari
tegangan permukaan cairan alveolus. Pada gilirannya hal ini mengurangi kekuatan diperlukan
mengisi alveoli yang diperlukan untuk mengisi alveoli dan memudahkan pernapasan. Makrofag
atau fagosit alveolar ditemukan dalam interstisium dari septum interalveolaris, bebas dalam rongga
alveolus, dan dalam proses melintasi dinding alveolus masuk dalam rongga alveolus. Seperti telah
disebutkan, pertukaran gas teradi dalam alveoli.6

Otot-otot dan Tulang yang Membantu Proses Pernapasan

Struktur tambahan yang tertelak pada thorax merupakan struktur penunjang yang
diperlukan untuk bekerjanya sistem pernafasan itu sendiri. Struktur tambahan terdiri dari tiga, yaitu
dinding toraks, diafragma dan pleura. Dinding toraks, terdiri dari: Tulang pembentuk rongga dada,
terdiri dari tulang iga (12 buah), vertebra torakalis (12 buah), sternum (1 buah), klavikula (2 buah),
dan skapula (2 buah).7

Otot pernafasan, menurut kegunaannya terbagi menjadi tiga, yaitu: otot inspirasi utama,
yaitu M. interkostalis ekternus, M. interkartilaginus parasternal, otot diafragma. Kedua, otot
inspirasi tambahan, meliputi M. sternokleidomastoideus, M. skalenus anterior, M. skalenus
medius, M. skalenus posterior. Terakhir adalah otot ekspirasi tambahan, diperlukan ketika ada
serangan asma yang membutuhkan pernafasan aktif, terdiri dari: M. interkostalis interna, M.
interkartilaginus parasternal, M. rektus abdominis, M. oblikus abdominis ekternus.7

Diafragma suatu septum berupa jaringan muskulotendineus yang memisahkan rongga


toraks dengan rongga abdomen sehingga diafragma menjadi dasar dari rongga toraks. Pleura
adalah membrane serosa yang membungkus paru. Ia terdiri atas dua lapisan, parietal dan visceral
yang saling berhubungan didaerah hilum. Kedua membrane itu terdiri atas sel mesotel yang
bertempat diatas jaringan ikat halus yang mengandung serat elastin dan kolagen. Dalam keadaan
normal rongga pleura ini mengandung sedikit cairan bekerja sebagai bagian pelumas,
memungkinkan permukaan satu terhadap yang lainnya secara halus selama gerakan bernapasan.7,8

6
Struktur Makroskopik dan Mikroskopik Hidung

Di dalam hidung (nasus) terdapat organum olfactorium perifer. Fungsi hidung dan cavitas
nasi berhubungan dengan fungsi penghidu, pernapasan, penyaringan debu, pelembapan udara
pernapasan, penampungan sekret dari sinus paranasales dan ductus nasolacrimalis.9

Gambar 3. Tulang dan Tulang Rawan yang Membentuk Hidung Bagian Luar.

Berbentuk piramid; pangkalnya berkesinambungan dan dengan dahi ujung bebasnya


disebut puncak hidung. Ke arah inferior hidung dua memiliki pintu masuk berbentuk bulat
panjang, yakni dua nostril atau nares, yang terpisah oleh septum nasi. Permukaan infero-lateral
hidung berakhir sebagai alae nasi yang bulat. Kearah medial permukaan lateral ini berlanjut pada
dorsum nasi di tengah. Penyangga hidung terdiri atas tulang dan tulang-tulang rawan hialin.
Rangka bagian tulang terdiri atas os nasale, processus frontalis maxillae dan bagian nasal ossis
frontalis. Rangka tulang rawannya terdiri atas cartilago septi nasi, cartilago nasi lateralis dan
cartilago ala nasi major dan minor, yang bersama-sama dengan tulang di dekatnya saling
dihubungkan. Keterbukaan bagian atas hidung dipertahankan oleh os nasale dan processus frontalis
maxillae dan di bagian bawah oleh tulang-tulang rawannya. Otot yang melapisi hidung merupakan
bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun dari M. nasalis dan M. depressor septi nasi.
Pendarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang-cabang A. faciais, A. dorsalis nasi cabang A.
ophthalmica dan A. infraorbitalis cabang A. maxillars interna. Pembuluh baliknya menuju v.
facialis dan V. ophthalmica. Persarafan otot-otot hidung oleh N. facialis kulit sisi medial punggung
hidung sampai ujung hidung dipersarafi oleh cabang-cabang infratrochlearis dan nasalis externus
N. ophthalmicusN. V1, kulit sisi lateral hidung dipersaraf oleh cabang infraorbitalis
N.maxillaris/N. V 2.9

7
Gambar 4. Otot, Perdarahan dan Persarafan Hidung Bagian Luar.

Gambar 5. Struktur Anatomi Cavum Hidung.

Cavitas nasi yang dapat dimasuki lewat nares anteriores berhubungan dengan nasopharynx
melalui kedua choana (nares posteriores). Cavitas nasi dilapisi oleh membran mukosa, kecuali
vestibulum nasi yang dilapisi oleh kulit. Membran mukosa hidung melekat sangat erat pada
periosteum dan perikondrium tulang dan tulang rawan hidung. Membran mukosa ini
bersinambungan dengan membran mukosa yang melapisi nasopharynx di sebelah posterior, sinus
paranasales di sebelah superior dan lateral, dan saccus lacrimalis dan conjunctiva di sebelah
superio. Bagian dua pertiga inferior membran mukosa hidung termasuk area respiratoria, dan
bagian sepertiga superior adalah area olfactoria. Udara yang melewati area respiratoria dihangatkan
dan dilembapkan sebelum memasuki saluran napas lebih lanjut ke paru-paru. Area respiratoria
berisi organum olfactorium perifer, dengan mendengus udara tersedot ke daerah ini. Batas-batas
atap cavitas nasi berbentuk lengkung dan sempit, kecuali pada ujungnya di sebelah posterior, di

8
sini dapat dibedakan tiga bagian (frontonasal, etmoidal, dan sfenoidal) yang dinamakan sesuai
dengan nama tulang-tulang pembatasnya. Dasar cavitas nasi yang lebih luas daripada atapnya,
dibentuk oleh processus palatinus maxillae dan lamina horizontalis ossis palatini. Dinding medial
cavitas nasi dibentuk oleh septum nasi. Dinding lateral cavitas nasi berwujud tidak rata karena
adanya tiga tonjolan yang berbentuk seperti gulungan, yakni concha nasalis gamak, conchae
nasales). Concha nasalis superior, concha nasalis media, dan concha nasalis inferior membagi
cavitas nasi menjadi empat lorong: meatus nasalis superior, meatus nasalis medius, meatus nasalis
inferior, dan hiatus semilunaris. Meatus nasalis superior adalah sebuah lorong yang sempit antara
concha nasalis superior dan concha nasalis media dan merupakan tempat bermuaranya sinus
ethmoidalis superior melalui satu atau lebih lubang. Meatus nasalis medis berukuran lebih panjang
dan lebih luas daripada yang atas. Bagian anterosuperior meatus nasalis medius ini berhubungan
dengan sebuah lubang yang berbentuk sebagai corong, yakni mundibulum yang merupakan jalan
pengantar ke dalam sinus frontalis. Hubungan dari masing-masing sinus frontalis ke infundibulum
terjadi melalui ductus frontonasalis. Sinus maxillaris juga bermuara ke dalam meatus nasalis
medius. Meatus nasalis inferior adalah sebuah lorong horisontal yang terletak inferolateral terhadap
concha nasalis inferior. Ductus nasolacrimalis bermuara di bagian anterior meatus nasalis inferior.
Hiatus semilunaris adalah sebuah alur berbentuk setengah lingkaran dan merupakan muara sinus
frontalis. Bulla ethmoidalis adalah sebuah tonjolan yang membulat di sebelah superior hiatus
semilunaris, dan baru terlihat setelah concha alis media disingkirkan. Bulla ethmoidalis ini
dibentuk oleh cellulae ethmoidales tengah yang membentuk sinus ethmoidalis. Di dekat hiatus
semilunaris terdapat lubang sinus
anterior.10

Gambar 6. Perdarahan pada Cavum Hidung.

Pendarahan dinding medial dan lateral cavitas nasi terjadi melalui cabang arteria
sphenopalatina, arteria ethmoidalis anterior dan arteria ethmoidalis posterior, arteria palatina
major, arteria labialis superior, dan rami laterales arteriae facialis. Plexus venosus menyalurkan

9
darah kembali ke dalam vena sphenopalatina, vena facialis, dan vena ophthalmica. Persarafan
bagian dua pertiga inferior membran mukosa hidung terutama terjadi melalui nervus nasopalatinus,
cabang nervus cranialis v2. Bagian anterior dipersarafi oleh nervus ethmoidalis anterior, cabang
nervus nasociliaris yang merupakan cabang nervus cranialis V. Dinding lateral cavitas nasi
memperoleh persarafan melalui rami nasales nervi maxillaris (nervus cranialis V2), nervus
palatinus major, dan nervus ethmoidalis anterior.11

Gambar 7. Perdarahan dan Persarafan Cavum Hidung.

Sinus parasnasalis

Terdiri atas sinus frontalis, ethmoidalis, sphenoidalis dam maxillaris. Fungsi sinus-sinus ini
tidak di ketahui dengan pasti; sinus meringankan tulang tengkorak dan menambah resonansi suara.
Sebagian besar sinus rudimeter atau tidak ada sejak kelahiran. Sinus membesar semenjak erupsi
gigi permanen dan sesudah pubertas, yang secara nyata mengubah ukuran dan bentuk wajah. Letak
kedua sinus frontalis di sebelah posterior terhadap arcus superciliaris, antara tabula externa dan
tabula interna os frontal. Umumnya sinus ini terproyeksi pada daerah berbentuk segitiga dengan
titik-titik sudut yang di bentuk oleh nasion (lekuk di garis tengah pada pangkal hidung), sebuah
titik 3 cm di atas nasion dan batas lateral 1/3 bagian medial Margo supraorbital. Biasanya sekat
pemisah kedua sinus ini menyimpang dari garis tengah. Tonjol arcus superciliaris bukan sebagai
petunjuk keberadaan atau ukuran sinus frontalis ini. Ke arah posterior mungkin sinus ini meluas
sampai os sphenoidale. Sinus ini bermuara ke dalam bagian anterior meatus nasi medius sisi yang
sama, lewat ifundibulum ethmoidale atau ductus frontonasal yang melintasi bagian anterior
labyrinth ethmoid. Sinus ini berkembang baik pada usia 7 dan 8 tahun, mencapai ukuran yang
sempurna sesudah pubertas, terutama pada laki-laki (tinggi: 3,2 cm, lebar: 2,6 cm dan dalam: 1,8
cm). Pendarahan di suplai oleh cabang-cabang A. ophtalmica, yakni A. supraorbitalis, dan A.
ethmoidalis anterior. Darah balik bermuara ke dalam vena anastomotik pada incisura supraorbitalis
yang menghubungkan vena-vena supraorbitalis dan ophtalmica superior.11

10
Tersusun sebagai rongga-rongga kecil tak beraturan, sehingga di sebut juga cellulae
ethmoidales. Rongga-rongga kecil ini berdinding ipi dalam labyrinth ossis ethmoidalis, di
sempurnakan oleh tulang-tulang frontale, maxilla, lacrimale, sphenoidale dan palatinum. Pada
masing-masing sisi hidung jumlah organ kecil ini bervariasi dari tiga rongga besar sampai 18
rongga kecil. Cellulae ini terletak antara bagian atas rongga hidung dan rongga orbita; terpisah dari
rongga orbita ini oleh lamina papyracea. Celluale ini membentuk kelompok-kelompok anterior,
medius dan posterior. Masing-masing kelompok ini tidak berbatas tegas. Kelompok anterior (sinus
infundibular) bermuara ke dalam infundibulum ethmoidalis atau ductus frontonasalis. Mungkin
satu rongga kecil sinus initerletak pada agger nasi, sementara sebagian besar kelompok ini
menyentuh sinus frontalis. Kelompok medius (sinus bullar) bermuara ke dalam meatus nasi
medius, pada/di cranial bulla ethmoidalis. Kelompok posterior bermuara ke dalam sinus meatus
nasi superior; kadang-kadang ada rongga yang bermuara ke dalam sinus sphenoidalis. Kelompok
ini sangat dekat dengan canalis opticus dan N. opticus. Cellulae ethmoidales berkembang pada usia
6-8 tahun dan sesudah pubertas. Pendarahan di suplai oleh Aa. Ethmoidalis anterior dan posterior
serta A. sphenopalatina. Pembuluh baliknya lewat vena-vena yang senama dengan arteri. Getah
bening: kelompok anterior dan medius menuju Nnll. Submandibularis; kelompok posterior menuju
Nnll. Retropharyngeal. Persarafan: oleh Nn. Ethmoidalis nterior dan posterior serta cabang orbital
ganglion pterygopalatinum.11,12

Kedua sinus ini terletak di sebelah posterior terhadap bagian atas rongga hidung, di dalam
corpus ossis sphenoidalis; bermuara ke dalam recessus spheno-ethmoidalis. Di sebelah cranial
berbatasan dengan chiasma opticum dan hypophysis cerebri dan sisina berbatasan dengan A.
carotis interna dan sinus cavernosus. Mungkin rigi-rigi tulang yang di hasilkan oleh canalis
caroticus dan canalis pterygoideus, yang masing-masing berada pada dinding lateral dan lantainya,
berproyeksi ke dalam sinus ini. Sinus ini berkembang sesudah pubertas. Pendarahan di suplai oleh
A. ethmoidalis posterior dan cabang pharyngeal A. maxillaris interna. Getah bening: menuju Nnll.
Retropharyngeal. Persarafan: oleh N. ethmoidalis posterior dan cabang orbital ganglion
pterygopalatinum.12

Sebagian besar sinus ini menempati tulang maxilla. Berbentuk pyramis, berbatasan dengan
dinding laterah rongga hidung; puncaknya meluas ke dalam processus zygomaticus ossis maxillae;
atap berbatasan dengan dasar orbita, seringkali atap ini berigi akibar canalis infraorbitalis yang ada
di atasnya; lantai berbatasan dengan processus alveolaris ossis maxillae dan biasanya lebih rendah
dari lantai rongga hidung. Ke dalam lantai ini berproyeksi elevasi berbentuk kerucut yanng sesuai
dengan akar-akar gigi molar satu dan dua. Kadangkala juga berproyeksi akar gigi geligi premolar
satu dan dua, molar tiga dan caninus. Sinus ini bermuara ke dalam bagian terendah hiatus

11
semiulnaris. Seringkali ada lubang kedua pada atau tepat di bawah hiatus semiulnaris ini. Kedua
lubang ini dekat ke arah atap dari pada lntai sinus. Sinus maxillaris mencapai ukuran maksimum
setelah erupsi semua gigi tetap. Pendarahan di suplai oleh A. facialis, A. palatina major, A.
infraorbitalis yang merupakan lanjutan A. maxillaris interna dan Aa. Alveolaris superior anterior
dan posterior cabang A. maxillaris interna. Getah bening: menuju Nnll. Submandibularis.
Persarafan: oleh N. infraorbitalis dan Nn. Alveolaris superior anterior. Medius dan posterior.
Ketiga saraf alveolaris superior ini jug amembawa persarafan sensorik gigi geligi rahang atas;
dengan demikian, nyeri pada sinis maxillaris dapat di rasakan pula seperti nyeri yang timbul pada
gigi rahang atas, begitu pula sebaliknya.12

Inspirasi dan ekspirasi

Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan volume
intratorakal. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal sekitar -2,5
mmHg (relative terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi 6 mmHg. Jaringan paru
semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negative, dan udara
mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai menarik dinding dada ke
kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya recoil jaringan paru dan
dinding dada. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih positif. Dan udara mengalir
meninggalkan paru. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak
memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratorakal. Namun, pada awal ekspirasi,
masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya recoil
paru dan memperlambat ekspirasi. Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai
30mmHg, menimbulkan pengembangan jaringan paru yang lebih besar. Apabila ventilasi
meningkat, derajat pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan melalui kontraksi otot-otot
ekpirasi ya kecil ng menurunkan volume intratorakal.13

Transport CO2 dan O2

Selama mekanisme pernapasan berlangsung, jumlah oksigen yang diambil melalui udara
pernapasan tergantung pada kebutuhan tubuh. Kebutuhan oksigen dipengaruhi oleh jenis
pekerjaan, ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan yang dimakan. Umumnya,
manusia membutuhkan kurang lebih 300 cc oksigen dalam sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap
menit. Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa
kecuali dalam keadaan tertentu. Misalnya, konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang atau
karena konsentrasi hemoglobin darah berkurang. Proses pernapasan dapat diuraikan sebagai
berikut.13

12
Sekitar 97% oksigen dalain darah dibawa eritrosit yang telah berikatan dengan hemoglobin
(Hb), 3% oksigen sisanya larut dalam plasma. Setiap molekul dalam keempat molekul besi dalam
hemoglobin berikatan dengan satu molekul oksigen untuk membentuk oksihemoglobin (Hb02)
berwarna merah tua. Ikatan ini tidak kuat dan reversibel. Hemoglobin tereduksi berwarna merah
kebiruan. Kapasitas oksigen adalah volume maksirnum oksigen yang dapat berikatan dengan
sejumlah hemoglobin dalam darah. Setiap sel darah merah mengandung 280 juta molekul
hemoglobin. Setiap gram hemoglobin dapat mengikat 1,34 ml oksigen. 100 ml darah rata-rata
mengandung 15 gram hemoglobin untuk maksimum 20 ml O2 per 100 ml darah (15 X 1,34).
KonsentraSi hemoglobin ini biasanya dinyatakan sebagai persentase volume dan merupakan
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kejenuhan oksigen darah adalah rasio antara volume
oksigen aktual yang terikat pada hemoglobin dan kapasitas oksigen. Kejenuhan oksigen dibatasi
oleh jumlah hemoglobin atau PO2. Kurva disosiasi oksigen-hemoglobin. Grafik memperlihatkan
persentase kejenuhan hemoglobin pada garis vertikal dan tekanan parsial oksigen pada garis
horisontal. Kurva berbentuk S (sigmoid) karena kapasitas pengisian oksigen pada hemoglobin
(afinitas pengikatan oksigen) bertambah jika kejenuhan bertambah. Deinikian pula, jika pelepasan
oksigennya (pelepasan oksigen terikat) meningkat, kejenuhan oksigen darah pun meningkat.
Hemoglobin dlkatakan 97% jenuh pada PO2 100 mmHg, seperti yang terjadi pada udara alveolar.
Lereng kurva disosiasi ini menjadi tajam di antara tekanan 10 sampai 50 mmHg dan mendatar di
antara 70 sampai 100 mmHg. Dengan deinikian, pada tingkat PO2 yang tinggi, muatan yang besar
hanya sedikit memengaruhi kejenuhan hemoglobin. Jika PO2 turun sampai di bawah 50 mmHg,
seperti yang terjadi dalam jaringan tubuh, perubahan PO2 ini walaupun sangat sedikit dapat
mengakibatkan perubahan yang besar pada kejenuhan hemoglobin dan volume oksigen yang
dilepas. Dari arteri secara normal membawa 97% oksigen dan kapasitasnya untuk melakukan hal
tersebut. Oleh karena itu, pernapasan dalam atau menghirup oksigen murni tidak dapat memberi
‘peningkatan yang berarti pada kejenuhan hemoglobin dengan oksigen. Menghirup oksigen murni
dapat meningkatkan penghantaran oksigen ke dalam jaringan karena volume oksigen terlarut
dalam plasma darah meningkat. Dalam darah vena, PO2 mencapai 40 mmHg dan hemoglobin
masih 75% jenuh, ini menunjukkan bahwa darah hanya melepas sekitar seperempat muatan
oksigennya saat melewati jaringan. Hal ml memberikan rentang keamanan yang tinggi jika
sewaktu-waktu pernapasan terganggu atau kebutuhan oksigen jaringan meningkat.13

Karbon dioksida yang berdifusi ke dalam darah dan janingan dibawa ke paru-paru melalui
cara berikut ini: sejumlah kecil karbon dioksida (7% sampai 8%) tetap terlarut dalam plasma,
karbon dioksida yang tersisa bergerak ke dalam sel darah merah, di mana 25%-nya bergabung
dalam bentuk reversibel yang tidak kuat dengan gugus amino di bagian globin pada hemoglobin

13
untuk membentuk karbaminohemoglobin, sebagian besar karbon dioksida dibawa dalam bentuk
bikarbonat, terutama dalam plasma. Karbon dioksida dalam sel darah merah benikatan dengan air
untuk membentuk asam karbonat dalam reaksi bolak-balik yang dikatalis oleh anhidrase karbonik.
Reaksi di atas berlaku dua arah, bergantung konsentrasi senyawa. Jika konsentrasi CO2 tinggi,
seperti dalam jaringan, reaksi berlangsung ke kanan sehingga lebih banyak terbentuk ion hidrogen
dan bikarbonat. Dalam paru yang konsentrasi C02-nya lebih rendah, reaksi berlangsung ke kiri dan
melepaskan karbon dioksida.13

Fraktur pada Hidung

Fraktur pada hidung umum terjadi karena kerangka hidung yang berupa tulang adalah tipis.
Bilamana cedera terjadi akibat benturan langsung, lamina cribosa ossis ethmoidalis dapat
mengalami fraktur dan septum nasi tergeser menyimpang dari bidang median. Kadang-kadang
penyimpangan ini demikian hebat sehingga septum nasi menyentuh dinding lateral cavitas nasi.
Karena keadaan ini mempersukar pernapasan, mungkin perlu dilakukan perbaikan secara bedah.
Tulang yang mengalami fraktur itu akan mengenai arteri di area sana akan terkoyak dan terjadi
perdarahan.

Kesimpulan

Fraktur tulang hidung akan mengakibatkan pembuluh darah di cavum hidung maupun hidung
bagian luar pada perdarahan hidung terkoyak, yang mengakibatkan keluarnya darah dari hidung.
Di cavum hidung terdapat bulu hidung yang berfungsi untuk menyaring debu. Concha dan mukus
berfungsi untuk menghangatkan dan melembapkan udara sebelum masuk ke paru-paru. Di hidung
ada sel-sel olfactori yang berfungsi sebagai penghidu. Yang berfungsi untuk mencium baubauan,
termasuk bau makanan yang terdapat kuman dan bakteri yang menyebabkan bau tersebut. Jika
fraktur tersebut mengenai bagian cavum hidung yang mempunyai fungsinya masing-masing maka
fungsi tersebut akan terganggu. Khususnya dalam pernapasan manusia.

14
Daftar Pustaka
1. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007. h.1-13.
2. Sherwood L. Fisiologi manusia. 6th ed. Jakarta: EGC, 2011. h.496-547.
3. Guyton AC. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC, 2007. h.495-549.
4. Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. Atlas berwarna histologi. Jakarta: Binarupa Aksara,
2003. h.195-209.
5. Gartner LP, Hiatt JL. Buku ajar berwarna histologi ed 3. Jakarta: Sa.unders; 2013. h.129-54.
6. Geneser F. Buku teks histologi jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara, 2004. h.202-4.

7. Eroschenko VP. Di Fiore’s atlas of histology with functional correlation 10th ed. Jakarta:
Lippincott Williams & Wilkins; 2005. h.203-31.
8. Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga;2002.h.1-22.

9. Agur AMR, Moore KL. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates, 2002. h.397-401.
10. Netter FH, Craig JA, Perkins J, Hansen JT, Koeppen BM. Atlas of neuroanatomy and
neurophysiology. Selection from the netter collection of medical illustrations. USA:
COMTan, 2002. p.125-98
11. Dalley AF, Moore KL. Clinically oriented anatomy. Ed 5. Jakarta: Hipokrates, 2006. p.
35570.
12. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2008. h.669-708.

13. Marks DB, Marks DA, Suyono J, editor. Biokimia kedokteran dasar: sebuah pendekatan
klinis. Jakarta: EGC; 2000. h.125-30.

15

Anda mungkin juga menyukai