Anda di halaman 1dari 10

1414

3. METODE PRAKTIK
3.1 Waktu dan Tempat
Praktek akhir dilaksanakan mulai tanggal 17 Februari sampai dengan 15
mei 2020. Ekstraksi kitosan Larut Air dari Limbah Kulit Udang Vannamei
(Lipopenaeous vannamei) di laboratorium Balai Besar Riset Pengolahan Produk
dan Bioteknologi (BBP2BKP) Jakarta.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu hot plate, gelas kimia, labu Erlenmeyer 250 mL,
gelas piala 100 Ml, timbangan digital, pipet volumetrik, sudip, alumunium foil,
stopwatch, pH meter, mortar, alu, kertas saring dan seperangkat alat Fourier
Transform Infrared Spectroscopy (FTIR).

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit udang,
H2O2 , akuades, NaOH, dan kertas saring.

3.3 Metode Pengumpulan Data


3.3.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui


pengamatan ke lapangan dan ikut berpartisipasi langsung untuk melakukan
tahapan proses yang dilaksanakan, diantaranya data yang diperoleh melalui
pengamatan di lokasi. Serta melakukan wawancara terhadap pihak-pihak
laboratorium yang berkompeten.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung


diantaranya yaitu pengumpulan data dan informasi tentang penelitian meliputi uji
kimia serta studi literatur dari berbagai tulisan yang berkaitan dengan
permasalahan praktik.

3.4 Metode Penelitian


Penelitian ini meliputi penenganan bahan baku, menguji mutu bahan
baku, membuat kitosa larut air. Serta menghitung rendemen dan kaakteristik
kitosan larut air. Alur perosesnya dapat dilihat dari gambar 3.
15

Penanganan Perhitungan Rendemen


Bahan Baku dan Kareakteristik
Kitosan Larut Air

Pengujian
Mutu Bahan
Kitosan Larut
Baku
Air

Deproteinasi
NaOH 3,5% 65oC. 2 jam Hidrolisis H2O2 50%
disaring, dioven 60oC. (13%, 16%, 19%) suhu
(Salami 1998) 40-50oC.

Demineralisasi Rendemen dan


Kareakteristik
HCl 1 N 15:1 60oC 30 menit,
disaring, dioven 60oC, 24

Deasetilasi
Kitin
NaOH 60% 80-
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Kitosan Larut Air

3.4.1 Penanganan Bahan Baku


Penanganan bahan baku ini meliputi tahap pencucian bahan bakukuit
udang ang bertujuan untuk mendapatkan bahan baku yang bersih dari kotoran
dan sisa daging sebelum diproses lebih lanjut. Pencuciian ini dapat dilakukan
dengan mencuci kulit udang dengan air mengalir (air mineral). Kemudian di
keringkan dan dihaluskan. Proses pengeringan ini dilakukan dengan oven 900C

3.4.2 Pengujian Mutu Bahan Baku


Pengujuian mutu bahan baku dilakukan untuk mengetahui kandungan
kada air, kadar abu, dan kadar potein pada bahan baku sebelum dijadikan kitosan
larut air. Pengujian kadar air dilakukan berdasarkan SNI 2354:2015 dan kadar
abu berdasarkan SNI 2354:2010

3.4.3 Pembuatan Kitosan Larut Air


Pembuatan kitosan larut air terdiri dari isolasi kitin, pembuatan kitosan
dan pembuatan kitosan larut air.
16

3.4.3.1 Isolasi Kitin

Proses pembuatan kitin terdiri dari tahap deproteinasi dan demineralisasi.


Pada tahap deproteinasi di lakukan dengan cara menggunakan larutan NaOH
3,5% dengan perbandingan 10:1 dipanaskan selama 2 jam dengan suhu 65 0C,
setelah dingin dinetralkan dengan akuades.lalu dikeringkan pada suhu 600C.
(Salami 1998). Setelah tahapan deproteinasi dilanjutkan tahap demineralisasi
dengan menambahkan HCl 1 N dengan perbandingan 15:1 dipanaskan pada
suhu 600C selama 30 menit, lalu di netralkan dengan akuades, lalu di keringkan
pada suhu 600C. Bagan alur proses pembuatan kitin dapat dilihat pada gambar 4.

Kulit Udang

Penanganan Bahan Baku

Deproteinasi
NaOH 3,5% 65oC (Salami
1998)

Netralisasi

Demineralisasi
HCl 1 N (15:1) 60oC 30
menit, disaring, dioven
60oC, 24 jam. (Salami
1998)

Netralisasi

kitin Rendemen

Gambar 4. Bagan Alur Pembuatan Kitin

Sumber: Edward et al (2016)


17

3.4.3.2 Pembuatan Kitosan

Setelah tahap demineralisasi dilanjuatkan tahap deasetilasi menggunakan


NaOH 60% dengan perbandingan 20:1 pada suhu 80-1000C selamam 1 jam.
Bagan alur proses pemuatan kitosan dapat dilihat pada Gambar 5.

Kitin

Netralisasi

Deasetilasi
NaOH 60% 80-100oC,
24 jam.

Kitosan

Analisis :
1. Kadar Air 4. Derajat Keasaman
2. Kadar Abu 5. Derajat Deasetilasi
3. Kadar Nitrogen 6. Rendemen

Gambar 5. Bagan Aur Proses Pembuata Kitosan

Sumber: Edward et al (2016)

3.4.3.3 Pembuatan Kitosan Larut Air (Belangi, 2018)

Proses pembuatan kitosan larut air dilakukan melalui metode hidrolisi


asam dengan perlakuan pariasi konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2), suhu dan
waktu hidrolisis. Proses diawali dengan penimbangan kitosan kemudian
dimasukkan kedalam larutan H2O2 dengan rasio sampel H2O2 =1:9.perlakuan
komsentrasi H2O2 yang dilakukan oleh Chamidah et al (2019) adalah 3%, 7%,
10%dan 13%. Dengan suhu pemanasan 40, 47,5 dan 55 0C. sehingga penelitian
ini akan digunakan konsentrasi 13%, 16%,dan 19% dengan tidak menggunakan
autokaf bertekanan namun memodifikasi suhu 400C dan 500C selama 1 jam.
Sampel yang telah dihidrolisis dicuci dengan larutan isopropil alkohol, kemudian
diendapkan, lalu disaring kemudian di cuci dengan NaOH dan diendapkan
18

kembali denga isopropil alkohol hingga pH netral. Bagan Alur Proses pembuatan
Kitosan larut air dapat dilihat pada gambar 6.

Kitosan

Hidrolisis H2O2

A1 13% A2 16% A3 16%

B1 B2 B1 B2 B1 B2

Pencucian dengan alkohol


Analisis :
1. Rendemen
2.Kadar Air
Netralisasi dan filtrasi 3.Kadar Abu
4.Kadar Nitrogen
5. kelarutan
Pengeringan suhu kamar (27oC) 6. Gugus Fungsi
7. Viskositas
8. Derajat Keasaman
9. Derajat Deasetilasi
Kitosan Larut Air

Gambar 6. Bagan Alur Proses Kitosan Larut Air

3.4.4 Perhitungan Rendemen dan Karakteristik Kitosan

1) Rendemen

Rendemen adalah daging yang dapat dimanfaatkan setelah dilakukan


pengolahan. Rendemen hasil olahan ditentukan oleh mutu bahan baku, jika
bahan baku mutunya rendah maka akan menghasilkan rendemen yang rendah
pula (Moeljanto, 1978). Rendemen merupakan berat hasil yang diinginkan dibagi
berat total ada kaitannya dengan 100%.
Rendemen merupakan salah satu parameter penting dalam mengetahui
berat akhir suatu bahan setelah proses produksi. Persentase (BSN 1992) berat
kitosan larut air dari kitosan dihitung dengan rumus:
19

Berat hasil kitosan larut air


Rendemen( %)= x 100 %
berat sampel kitosan

2) Derajat Keasaman

Menurut (SNI 06-6989.11:2004) salah satu parameter yang ditetapkan


dalam penentuan standar mutu kitosan adalah pH atau derajat keasamannya.
Pengukuran pH adalah pengukuran banyaknya ion H pada suatu larutan. Cara
determinasi pH kitosan menggunakan pH meter dengan cara menimbang
sebanyak 1 g sempel selanjutnya dituangkan ke gelas piala 40 mL yang telah
berisi air dan mengukur tingkat keasamannya pada suhu 25°C menggunakan pH
meter.

3) Kadar Air

Penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan cawan porselin


dalam oven pada suhu 105 ºC selama 8 jam. Cawan porselin dimasukkan ke
dalam desikator selama ±15 menit dan ditimbang sampai diperoleh berat konstan
(A: berat cawan). Sebanyak 1 g hsampel dimasukkan ke dalam cawan porselin
(B: berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan). Sampel dimasukkan ke dalam
oven pada suhu 105 ºC selama 8 jam. Sampel hasil pengeringan dimasukkan ke
dalam desikator sampai dingin ditimbang kembali sampel (C: berat cawan dan
sampel setelah dikeringkan). (AOAC 2005) Kadar air dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:

B−C
Kadar air(% )= x 100 %
A

Keterangan:
A : Berat cawan (gram)
B : Berat sampel dan cawan sebelum dikeringkan (gram)
C : Berat sampel dan cawan setelah dikeringkan (gram)

4) Kadar Abu

Analisis kadar abu dimulai dengan mengeringkan cawan pengabuan di


dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 ºC. Cawan pengabuan dimasukkan ke
20

dalam desikator selama 1 menit (A: berat cawan). Kitosan sebanyak 1 gram
dimasukkan ke dalam cawan pengabuan selanjutnya dipijarkan di atas nyala api
sampai tidak berasap lagi (B: berat cawan dan samperl sebelum dikeringkan).
Sampel hasil pembakaran dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu
600 ºC selama 4 jam. Sampel hasil pengabuan dimasukkan ke dalam desikator
selama 15 menit dan ditimbang kembali (C: berat cawan dan sampel setelah
dikeringkan). (AOAC 2005) Kadar abu dapat dihitung dengan rumus berikut:

Bobot abu(g)
Kadar abu(%)= x 100 %
Bobot sampel ( g)

5) Total Nitrogen

Analisis kadar protein terdiri dari tiga tahap yaitu tahap destruksi, destilasi,
dan titrasi. Analisis kadar protein dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak
0,25 gram dan masukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL dan ditambah selenium
0,25 gram serta3 mL H2SO4 pekat. Sampel didestruksi selama 1 jam hingga
cairan bening. Campuran tersebut dibiarkan hingga dingin, kemudian dipindahkan
ke alat destilasi. Labu Kjeldahl yang telah digunakan dicuci dengan akuades 50
mL. Air cucian tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambah 20 mL
NaOH 40% hingga berwarna coklat kehitaman, selanjutnya didestilasi. Hasil
destilasi ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 10 mL H3BO3 2% diberikan 2
tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda,
selanjutnya dititrasi dengan larutan H2O2 . sampai berubah menjadi warna merah
muda. (AOAC 2005) Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein
dihitung dengan persamaan di bawah ini:

(mL HCl−mLblanko) x N H 2 O2 x 14
Nitrogen( %)= x 100 %
mg sampel

6) Kelarutan

Padatan kitosan sebanyak 0,5 gram dilarutkan ke dalam 50 mL aquadest,


divortex selama 10 detik lalu disentrifugasi pada12000 rpm 15 menit. Setelah itu
21

endapan dioven 1300C 20 menit. Padatan ditimbang sampai diperoleh berat


konstan. Selisih antara ketidaklarutan dengan bobot awal adalah kelarutan (Shon
et al. 2011). Kelarutan dapat dihitung dengan rumus berikut:

bobot akhir
Ketidaklarutan(%)= x 100 %
bobot awal

Kelarutan ( % ) =100 %−ketidaklarutan

7) Viskositas Kitosan

Analisis viskositas kitosan diukur menggunakan DV-E VISCOMETER


BROOKFIELD. Posisi water pass diatur pada posisi yang seimbang dengan
mengatur “kaki” panahan. Viscometer yang telah hidup ditentukan nomor spindel
dan speed yang akan digunakan sesuai acuan dan jenis sampel. Spindel yang
digunakan yaitu urutan nomor 2. Setelah nomor spindle dan rpm ditentukan,
spindle dipasangkan ke badan mesin dengan membuka terlebih dahulu penutup
scrup. Saat spindle sudah terpasang, arah tombol speed untuk menyesuaikan
nilai speed, dan diarahkan kembali ke tombol spindle dan disuaikan dengan
memutar tombol select. Test rentang nilai Cp dengan menekan auto range, nilai
yang keluar adalah nilai maksimal pada spindle yang terpasang. Posisi mesin
dinaikan dengan memutar ulir di bagian belakang. Sampel dimasukkan dalam
wadah/beakerglass, suhu optimal pengujian. Ulir diturunkan hingga spindle
terendam pada batasnya. Kemudian hidupkan spindle dengan menekan “Motor
ON”. Catat nilai Cp sampai nilai yang terbaca stabil. Kemudian dikalikan dengan
faktor konversi yang ada. Nilai viscometer yang dihasilkan dengan ssatuan
Centipoise (cP). Spindle dimatikan dengan mengembalikan posisi “motor ON”
cabut spindle, bersihkan, dan alat dimatikan dengan menekan tombol OFF
dibelakang alat. (Nadia et al. 2014).

8) Gugus Fungsi menggunakan FTIR

Analisis FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi suatu


bahan/sampel. Sampel sebanyak 0,02 g dan 200 mg KBr dihaluskan dalam
22

mortar hinggahomogen, sampel kemudian dimasukkan ke dalam mesin cetakan


pellet untuk dipadatkan serta divakum. Pelet dimasukkan ke dalam ruang
penempatan sel, kemudian ditembakkan dengan sinar IR dari spektofotometer
(Bruker Tensor 37) yang telah dinyalakan pada kondisi stabil. Tahap selanjutnya
dilakukan pendeteksian menggunakan tombol detektor dan dihasilkan rekaman
histogram FTIR pada monitor. Historam tersebut menunjukkan informasi puncak
dari gugus fungsi suatu sampel. Histogram yang diperoleh, kemudian dianalisis
untuk memperoleh data kualitatif maupun kuantitatif. Pengukuran derajat
deasetilasi kitosan dan glukosamin dilakukan berdasarkan kurva yang tergambar
oleh spektrofotometer. Puncak tertinggi (P0) dan puncak terendah (P) dicatat lalu
diukur dengan garis dasar yang dipilih (Muyonga et al. 2004). Nisbah absorbansi
dihitung dengan rumus:

PO
A=log x 100 %
P

Keterangan:
P0 = Jarak antara garis dasar dengan garis singgung yaitu dua puncak tertinggi
pada Panjang gelombang 1655 cm-1 atau 3450 cm-1
P = Jarak antara garis dasar dengan lembah terendah pada panjang gelombang
1655 cm-1 atau 3450 cm-1.

9) Penentuan Derajat Deasetilasi

Perhitungan derajat deasetilasi (DD) yaitu dengan membandingkan nilai


absorbansi pada bilangan gelombang 1655 cm-1 (pita serapan amida) dengan
bilangan gelombang 2450 cm-1 (serapan pita hidroksil). Perbandingan
absorbansi pada 1655 cm-1 dengan absorbansi 3450cm-1 digandakan satu per
satu standar Ndeasetil kitosan (1,33) (Czechowska et al. 2012). Pengukuran nilai
derajat deasetilasi dapat dihitung menggunakan rumus:

A 1655 1
N−deasetil ( % ) =[1− x ]
A 3450 1,33

Keterangan:
A1655 = Absorbansi pada panjang gelombang 1655 cm-1
23

A3450 = Absorbansi pada panjang gelombang 3450 cm-1


1,33 = Konstan untuk derajat deasetilasi yang sempurna

Anda mungkin juga menyukai