TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Udang Vannamei (Litopenaeous vannamei)
2.1.1 Klasifikasi Udang Vannamei
Udang vannamei termasuk genus Penaeus dan subgenus Litopenaeus dari
genus Penaeus lainnya karena bentuk telikum (organ kelamin betina) terbuka,
tapi tidak terdapat tempat untuk penyimpanan sperma (WWF, 2014).
Klasifikasi udang vannamei menurut ilmu taksonomi adalah sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Class : Crustacea
Sub-Class : Malacostrata
Series : Eumalacostrata
Ordo : Decapoda
Family : Penaeidae
Genus : Penaeus
Udang penaeid mempunyai ciri khas yaitu : kaki jalan 1,2, dan 3 bercapit
dan kulit kitin. Udang penaeid termasuk crustacean yang merupakan binatang air
memiliki tubuh beruas-ruas, pada setiap ruasnya terdapat sepasang kaki. Udang
vannamei termasuk salah satu family penaide termasuk semua jenis udang laut,
udang air tawar. Secara morfologi udang dapat dibedakan menjadi 2 bagian :
1) Bagian Kepala
Pada ruas kepala terdapat mata majemuk yang bertangkai. Selain itu,
memiliki 2 antena, yaitu antenna I dan antenna II. Antena I dan antenulles
mempunyai dua buah flagellate pendek berfungsi sebagai alat peraba atau
5
Keterangan gambar :
1. Carapace a. Oesophagus
2. Rostrum b. Ruang cardiac
3. Mata majemuk c. Ruang pyloric
4. Antennules d. Cardiac Plate
5. Prosartema e. Gigi-gigi cardiac
6. Antena f. Cardiac ossicle
7. Maxiliped g. Hepatopancreas
8. Pereopoda h. Usus (mid gut)
9. Pleopoda i. Anus
10. Uropoda
11. Telson
6
2.2.1 Kitin
Kitin adalah polimer alami berupa selulosa beramin dan berasetil (N-asetil
glukosamin) yang jumlahnya cukup berlimpah di alam, merupakan senyawa ke
dua terbesar setelah selulosa. Kitin juga dikenal sebagai polimer organic
konvensional yang berasal dari laut (Suptijah 2006). Kitin merupakan polisakarida
utama yang terdapat pada kulit udang dan cangkang kepiting, selain itu kitin juga
dapat diperoleh pada fungi dan kerangka luar serangga (Synowiecki et al. 2003).
Kitin tidak larut dalam air, asam, basa dan pelarut organik tetapi larut dalam asam
sulfat pekat panas dan asam format anhidrid (Muzarelli 1988). Kitin dapat diisolasi
dan ditansformasi menjadi kitosan melalui proses deasetilasi (Cuadrado et al.
2004).
2.2.2 Kitosan
Kitosan juga merupakan polisakarida alami yang memiliki 3 gugus reaktif yaitu
gugus –OH pada atom C3 dan C6 serta gugus –NH2 pada atom C2 (Gambar 1).
Kitosan disusun oleh dua jenis gula amino yaitu glukosamin (2-amino-2-deoksi
Dglukosa,70-80 %) dan N-asetilglukosamin (2-asetamino-2- deoksi-D-glukosa,20-
30%). Kitosan memiliki muatan positif yang kuat yang dapat mengikat muatan
negatif dari senyawa lain, serta mudah mengalami degrasasi secara biologis dan
tidak beracun. (Goosen, 1997). Kitosan dihasilkan dari proses deasetilasi
8
4) Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat. Berdasarkan kedua sifat
tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas yaitu mudah dibentuk
menjadi spons, larutan, pasta, membran, dan serat. yang sangat bermanfaat.
(Rismana, 2006)
2.2.4 Rendemen
Karakteristik kitosan udang meliputi warna, bentuk, kadar air, kadar abu,
kadar nitrogen, pH, dan derajat deasetilasi (Suptijah et al. 2014). Untuk
menentukan kualitan kitosan, menggunakan standar mutu kitosan berdasarkan
10
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kadar abu diketahui dari berat kitosan yang tidak terabukan setelah ditanur.
Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang terdapat pada suatu bahan
(Darmawan 2017). Semakin rendah kadar abu yang dihasilkan maka mutu dan
tingkat kemurnian kitosan akan semakin tinggi. Tinggi rendahnya kadar abu
dipengaruhi oleh konsentrasi H2O2 karena H2O2 melarutkan mineral, juga
dipengaruhi oleh proses pencucian atau presipitasi, semakin banyak mineral yang
11
terbuang maka nilai kadar abu semakin rendah. Proses pencucian yang baik,
berpengaruh terhadap kadar abu dan mineral yang telah terlepas dari bahan akan
berikatan dengan pelarut dapat terbuang bersama air. Kadar abu yang besar
pada kitosan dapat mempengaruhim kelarutan, konsekuensinya dapat
menurunkan viskositas atau dapat mempengaruhi karakteristik lainnya
(Tanheitafino et al. 2016). Kadar abu dari kitosan hasil penelitian dipengaruhi oleh
konsentrasi asam klorida dan suhu pemanasan. Asam klorida berperan
melarutkan garam kalsium dengan terbentuknya gas CO2 dan H2O2 dipermukaan
larutan (Cahyono 2015)
Kelarutan adalah kuantitas maksimal suatu zat kimia terlarut (solute) untuk
dapat larut pada pelarut tertentu membentuk larutan yang homogen. Kelarutan
suatu zat dasarnya sangat tergantung pada sifat fisika dan kimia solut dan pelarut
tertentu merupakan suatu pengukuran konsentrasi kejenuhan dengan cara
menambahkan sedikit demi sedikit solut (bahan) pada pelarut sampai solute
tersebut mengendap (tidak dapat larut lagi). Kelarutan adalah kuantitas maksimal
suatu zat kimia terlarut (solute) untuk dapat larut pada pelarut tertentu
membentuk larutan yang homogen. Kelarutan suatu zat dasarnya sangat
tergantung pada sifat fisika dan kimia solut dan pelarut tertentu merupakan suatu
pengukuran konsentrasi kejenuhan dengan cara menambahkan sedikit demi
sedikit solut (bahan) pada pelarut sampai solut tersebut mengendap (tidak dapat
larut lagi). faktor konsentrasi asam yang digunakan. Konsentrasi HCl yang
digunakan diduga terlalu rendah sehingga belum mampu menghidrolisis kitosan
secara sempurna. Kadar asam yang rendah menyebabkan terjadinya hidrolisis
yang kurang sempurna Kralovec dan Barrow (2008). Kitosan telah kehilangan
gugus asetilnya karena adanya mekanisme pemotongan oleh asam kuat dan
basa kuat (Hu et al. 2010). Tekanan yang terjadi di dalam autoklaf tidak memutus
gugus asetil pada kitosan, melainkan hanya memotong polimer menjadi unit lebih
kecil, sehingga ion Cl- dari HCl lebih mudah beikatan dengan gugus amin kitosan
membentuk NH3Cl. Adanya gugus hidroksil O-H dan gugus NH3Cl ini
menyebabkan kitosan bersifat larut dalam air (Ernawati 2012).
A 1655 1
N−deasetil ( % ) =[1− x ]
A 3450 1,33
Keterangan:
A1655 = Absorbansi pada panjang gelombang 1655 cm-1
A3450 = Absorbansi pada panjang gelombang 3450 cm-1
1,33 = Konstan untuk derajat deasetilasi yang sempurna
2.4.1 Deproteinasi
2.4.2 Demineralisasi
13
2.4.3 Dekolorisasi
2.4.4 Deasetilasi
Deproteinasi
Analisis :
Demineralisasi 1. Rendemen
2. Kadar Air
3. Kadar Abu
4. Kadar Nitrogen
Dekolorisasi
5. Derajat
Keasaman
6. Derajat
Deasetilasi Deasetilasi
Pengeringan 30-400C
Presipitasi dengan Alkohol
24 jam
Kitosan
Filtrasi/Dekantasi
Analisis :
Netralisasi
7. Rendemen
8. Kadar Air
9. Kadar Abu
Pengeringan (suhu ruang) 10. Kadar Nitrogen
11. Derajat
Keasaman
12. Derajat
Kitosan Larut Air
Deasetilasi
Analisis :
Gambar 2 Diagram alir pembuatan kitosan larut air dengan metode hidrolisis
bertekanan (Suptijah 2011)