Anda di halaman 1dari 21

TUGAS BAHAN ALAM LAUT

Crustacea

Disusun Oleh :
Afifah Turba Y. 1041511003
Amida Urfa Mujtahidah 1041511010
Anisa Nanta Pratiwi 1041511013
Arifah Irna Nur W. 1041511020
Arum 1041511022
Bernanda Edza Zamilya 1041511028
Dewi Kurniawati M. 1041511043

PROGAM STUDI STRATA-1 FARMASI SEKOLAH


TINGGI ILMU FARMASI
YAYASAN PHARMASISEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-Nya kami mampu
menyelesaikan makalah dengan judul Crustacea. Makalah ini merupakan tugas mata kuliah
Bahan Alam Laut.
Melalui makalah yang berjudul Crustacea ini yang diharapkan dapat menunjang nilai
kelompok kami di dalam mata kuliah Bahan Alam Laut. Selain itu, dengan hadirnya makalah
ini dapat memberikan informasi yang dapat menjadi pengetahuan baru bagi pembacanya.
Kami menyadari bahwa, masih banyak kesalahan dan kekurangan di dalam penulisan
makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk
kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam penyusunan makalah ini sehingga makalah ini terselesaikan.

Semarang, 13 November 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Crustacea adalah hewan akuatik (air) yang terdapat di air laut dan air tawar. Kata
Crustacea berasal dari bahasa latin yaitu kata Crusta yang berarti cangkang yang keras.
Ilmu yang mempelajari tentang crustacean adalah karsinologi (Demarjati et al.,1990).
Crustacea mempunyai kulit (cangkang) yang keras disebabkan adanya endapan kalsium
karbonat pada kutikula. Semua atau sebagian ruas tubuh mengandung apendik yang
aslinya biramus. Bernafas dengan insang atau seluruh permukaan tubuh. Kelenjar antena
(kelenjar hijau) atau kelenjar maxilla merupakan alat ekskresi. Sistem sarafnya
merupakan susunan saraf tangga tali. Sistem peredaran darah terbuka.
Proses reproduksi pada crustacea hampir semuanya sama, kecuali jenis-jenis
tertentu, crustacea jenis dioecious, melakukan pembuahan di dalam tubuh. Sebagian
besar lainnya mengerami telurnya. Tipe awal larva crustacea pada dasarnya adalah larva
nauplius yang berenang bebas sebagai plankton. Ciri khas kepala crustacea dewasa ialah
adanya sepasang antena pertama, sepasang antena kedua, sepasang mandibula, sepasang
maxilla pertama dan sepasang maxilla kedua (Ghufron et al, 1997).
Permukaan tubuh crustacea dilindungi kutikula yang tersusun dari zat kitin yang
ditambah dengan garam-garam mineral dan bersifat sangat keras. Tubuhnya dibedakan
menjadi cefalotorak dan abdomen yang terdiri dari segmen-segmen (kepala 5, torak 8,
dan abdomen 6) masing-masing dengan satu pasang anggota tubuh yang terdiri atas ruas-
ruas. Setiap segmen tubuh dibedakan atas tergum (bagian dorsal), sternum (bagian
ventral), pleura (lateral tubuh) (Kastawi, 2009). Cefalotorak terdiri atas 13 segmen yang
terlindung oleh karapak. Ujung anterior karapak merupakan rostrum. Antena dan
antenula merupakan struktur indera. Kaki jalan berfungsi untuk bergerak, memegang
makanan, dan membersihkan tubuhnya. Kaki renang sebagai alat renang, respirasi, dan
pembawa telur pada hewan betina (Kastawi, 2009).

II. KANDUNGAN SENYAWA pada CRUSTACEA


Pada udang terkandung senyawa aktif yang bermanfaat bagi manusia. Senyawa aktif
memiliki peran penting untuk kesehatan, pertumbuhan dan Perkembangan tubuh
manusia. Michaelsen et al.(2011) mengatakan bahwa senyawa aktif seperti asam lemak
(omega-3 dan omega-6) pada udang dan ikan bermanfaat untuk perkembangan otak
anak, untuk bayi, untuk ibu hamil. Kemudian menurut Trung Siet al. (2012) dalam udang
terkandung senyawa aktif yang dapat ditemukan adalah kitosan, mineral, lipid,
karotenoid, protein memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Dalam kaitan dengan senyawa
aktif Zhao et al. (2011) mengemukakan bahwa udang merupakan salah satu sumber
senyawa aktif tertinggi untuk golongan asam amino. Sedangkan Mika et al. (2013)
mengatakan adapun komposisi udang tediri dari nutrien, asam amino esensial, komposisi
lemak, makro mineral, dan mikro mineral.
Diantara senyawa aktif seperti omega-3, omega-6 serta kitosan, yang terkandung
dalam udang, terdapat senyawa lain yang banyak terkandung dalam udang yaitu
astaksantin. Kritsada et al. (2012) mengemukakan bahwa astaksantin terkandung dalam
kulit udang. Senyawa ini berikatan dengan protein karotenoid (Klomklao et al., 2007).
Menurut Knorr, cangkang atau kulit hewan crustacea mengandung 30-40% protein,
30-50% kalsium karbonat dan kalsium fosfat, dan 20-30% kitin. Sedangkan kulit
kepiting mengandung 15,6% - 23,9% protein, 53,7% - 78,4% kalsium karbonat, dan
18,7% - 32,2% kitin. Sumber kitin dan kitosan akan mempengaruhi berat molekul,
kemurnian, dan morfologi kristal kitin dan kitosan tersebut.

III. RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan kitosan?
2. Bagaimana sifat fisika kimia dan struktur kimia dari kitosan?
3. Bagaimana metode yang digunakan untuk mengisolasi senyawa kitosan?
4. Bagaimana uji aktivitas farmakologi dari senyawa kitosan?
5. Bagaimana perkembangan penelitian pemanfaatan kitosan?

IV. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari kitosan.
2. Untuk mengetahui sifat fisika kimia dan struktur kimia dari kitosan.
3. Untuk mengetahui metode yang digunakan untuk mengisolasi senyawa kitosan.
4. Untuk mengetahui uji aktivitas farmakologi dari senyawa kitosan.
5. Untuk mengetahui perkembangan penelitian pemanfaatan kitosan.
V. MANFAAT
1. Dapat mengetahui definisi dari kitosan.
2. Dapat mengetahui sifat fisika kimia dan struktur kimia dari kitosan.
3. Dapat mengetahui metode yang digunakan untuk mengisolasi senyawa kitosan.
4. Dapat mengetahui uji aktivitas farmakologi dari senyawa kitosan.
5. Dapat mengetahui perkembangan penelitian pemanfaatan kitosan.
BAB II
PEMBAHASAN
I. DEFINISI KITOSAN
Kitosan merupakan turunan dari kitin yang merupakan hasil deasetilasi kitin.
Kitosan merupakan penyusun kulit hewan crustacea, seperti udang (khususnya udang
pasifik), kepiting (khususnya jenis Dungeness crab), lobster dan kerang. Kitosan
merupakan suatu polimer yang bersifat polikationik. Keberadaan gugus hidroksil dan
amino sepanjang rantai polimer mengakibatkan kitosan sangat efektif mengikat kation
ion logam berat maupun kation dari zat-zat organik (protein dan lemak). Interaksi kation
logam dengan kitosan terjadi melalui pembentukan kelat koordinasi oleh atom N gugus
amino dan O gugus hidroksil (Taolee et al., 2001).

II. SIFAT FISIKA KIMIA KITOSAN


1. Sifat Biologi Kitosan
Kitosan mempunyai biokompabilitas yang tinggi, biodegradabilitas yang baik,
kemampuan untuk menentukan lapisan film (lapisan pelindung), dan dapat
diabsorbsi dengan baik oleh tubuh.
2. Sifat Fisika Kitosan
a. Kelarutan
Kitosan dapat larut dalam mineral yang diencerkan dalam air (dilute mineral)
atau asam organik yang mengandung grup amino bebas dengan pH di bawah 6.0.
Asam organik ini dapat berupa asam asetat atau asam format yang telah banyak
digunakan secara luas untuk penelitian dan aplikasi kitosan. Bila dibandingkan
dengan berat molekul, kelarutan kitosan menurun seiring dengan peningkatan
berat molekul. Temperatur juga mempengaruhi kelarutan kitosan, konsentrasi
asam asetat pada temperatur tinggi dapat menyebabkan depolimerisasi dari
kitosan. Hasil hidrolisis kitosan yang berupa oligomer, dengan polimerisasi 8 atau
kurang dari 8, dapat larut dalam air tanpa dipengaruhi oleh faktor pH.
b. Berat Molekul
Kitosan adalah biopolimer dengan berat molekul tinggi. Berat molekul kitosan
tergantung dari proses dan kualitas produksi. Secara umum, temperatur tinggi,
kelarutan oksigen dan shear stress dapat menyebabkan degradasi kitosan. Sebagai
contoh, pada temperatur lebih dari 280C, kitosan akan terdegradasi karena suhu
dan rantai polimer perlahan akan terputus, menjadi kitosan dengan berat molekul
yang lebih rendah.
c. Warna
Pigmen dari cangkang krustasea membentuk kompleks dengan kitin (4-keto
dan tiga derivat 4, 4'-diketo--carotene). Di alam, bubuk kitosan sedikit lunak dan
warnanya beraneka ragam dari kuning pucat hingga putih, sedangkan tepung dan
selulosa memiliki tekstur yang halus dan bewarna putih.
3. Sifat Kimia Kitosan
a. Kitosan adalah polimer glukosamin yang larut dalam asam tetapi tidak larut asam
sulfat pada suhu kamar, juga tidak larut dalam pelarut organik tetapi larut baik
dalam pelarut dengan suasana asam. (Tang et al. 2007).
b. Kitosan mempunyai sifat mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak
beracun, mempunyai berat molekul yang tinggi, tidak larut pada pH 6,5, dan berat
molekul rata-rata 120.000 Dalton (Protan Laboratories 1987).
c. Kitosan mempunyai gugus amino bebas sebagai polikationik, pengkelat dan
pembentuk dispersi dalam larutan asam asetat. (Knorr, 1982)
d. Kitosan bermuatan ion positif dimana kitosan dapat berlekatan dengan muatan
negatif dari lemak, lipid, kolesterol, ion logam, protein, dan molekul makro.
e. Kitosan memiliki karakteristik struktur optikal.
4. Struktur Kimia Kitosan
Struktur kimia kitosan merupakan polisakarida linier yang berupa [-(1-4)-2-
amina -2-deoksi-D- glukosa] dimana strukturnya mirip dengan glikosaminoglikan.

Struktur kimiadari (a) selulosa dan (b) kitin dan (c) kitosan
(Kitin ditemukan dalam bentuk N-asetil dan Kitosan ditemukan dalam bentuk amino)
III. METODE ISOLASI KITOSAN
Isolasi senyawa kitosan diperoleh dengan melakukan proses reaksi deasetilasi pada
kitin.

Banyak cara untuk mengekstrak kitosan dari cangkang krustasea. Isolasi kitosan dari
kepiting meliputi beberapa tahap: Demineralisasi (DM), Deproteinasi (DP),
Dekolorasion (DC), serta Deasetilasi (DA). Tahap pemisahan Kitin hanya memerlukan 2
tahapan: Demineralisasi (DM) dan Deproteinasi (DP), yang melibatkan pemisahan
kalsium karbonat. Kedua tahap demineralisasi dan deproteinisasi ini dapat dibalik
urutannya. Kitin yang telah melewati tahap deproteinasi dan deproteinasi berwarna
merah muda karena adanya pigmen astaxanthin. Pigmen ini dieliminasi pada tahap
dekolorasi (DC) menggunakan produk pemutih. Hasilnya adalah kitin yang tidak larut
dalam pelarut organik. Sedangkan, kitosan, deasetilasi dari derivat kitin ini larut dalam
asam lemah. Perubahan kitin menjadi kitosan merupakan tahap Deasetilasi (DA). Proses
deasetilasi melibatkan pembuangan gugus asetil dengan reaksi kimia dari rantai molekul,
meninggalkan gugus kitosan dalam berbagai tingkatan gugus amino (-NH 2 ). Dalam
tahap ini kitosan didapat dengan menggunakan larutan natrium hidroksida (40-50%)
pada suhu 100oC atau lebih dalam waktu 30 menit hingga gugus asetil hilang sebagian
atau seluruhnya dari polimer.

IV. EFEK KITOSAN TERHADAP SEL KANKER


Kitosan yang berasal dari dinding sel jamur maupun dari krustasea memiliki efek
toksis untuk sel. Beberapa penelitian mengatakan bahwa kitosan memiliki efek terhadap
sel limfosit. Kitosan memiliki konsentrasi tertentu agar dapat bersifat toksik terhadap sel
limfosit. Kitosan yang berasal dari krustasea ini akan menekan proliferasi limfosit pada
konsentrasi 50 g/ml and 100 g/ml. Pada konsentrasi yang lebih tinggi kitosan akan
menempel pada permukaan membran sel dan dapat merusak fungsi membran sel tersebut
(Su et al., 1999). Pemberian kitosan secara in vivo kedalam sel akan menyebabkan
kitosan didegradasi oleh lisozim dan glukosaminidases yang ada pada sel hewan,
menjadi bentuk yang lebih sederhana untuk dapat dicerna (Shibata et al., 1997).
Terhadap sel fibroblast, kitosan akan merangsang fibroblas untuk melepas interleukin
yang akan menyebabkan fibroblast bermigrasi dan berproliferasi. Menurut beberapa
artikel dan penelitian, percepatan proliferasi sel ini dikarenakan gugus amino dan
hidroksil reaktif yang dimiliki oleh kitosan.

Gugus amino yang dimiliki oleh kitosan ini memiliki kesamaan secara struktur
dengan gugus amino pada glukosamin terasetilasi. Kitosan juga banyak digunakan
sebagai pengantar obat kedalam sel. Hal ini ditunjang dengan kemampuan kitosan yang
mudah untuk menembus membran sel. Menurut beberapa penelitian, kitosan dapat
meningkatkan masukan heparin kedalam dinding sel kanker melanoma pada tikus. Efek
kitosan yang menekan proliferasi sel juga terlihat pada mekanisme apoptosis pada sel
makrofag. Pada sel makrofag, kitosan akan masuk ke dalam sel melalui reseptor
mannose. Setelah masuk ke dalam makrofag, kitosan akan di degradasi oleh lisozim
menjadi N acetyl-D-glucosamine lalu kitosan akan merangsang reseptor protein yang
memediasi terjadinya fas apoptosis. Kitosan terbukti dapat berlekatan dengan reseptor
mannoses ini. Lalu mempercepat signal fas sehingga apoptosis terjadi. Ini dibuktikan
dengan menambahkan mannan (bahan aktif untuk menghambat interaksi antara reseptor
protein dengan kitosan) akan mengurangi jumlah sel yang mati karena apoptosis.

IV. UJI AKTIVITAS FARMAKOLOGI KITOSAN


1. Anti Bakteri
Judul Jurnal : Aktivitas Anti Bakteri Kitosan dari Cangkang Kerang Simping pada
Kondisi Lingkungan yang Berbeda : Kajian Pemanfaatan Limbah Kerang Simping
(Amusium Sp.)
Pengarang : Rina Setyowati Sulistiyoningrum, Jusup Suprijanto dan Agus
Sabdono
Tahun : 2013
Halaman 111-117
Review :
Uji antibakteri kitosan terhadap E.coli dan S. aureus menunjukkan adanya
pembentukan zona hambat pada media agar. Kitosan memberikan zona hambat besar
pada konsentrasi 0.01 g/disk dan 0.02 g/disk namun faktor kondisi media yang
digunakan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan kedua bakteri. Bakteri E. coli
lebih sensitif terhadap salinitas daripada bakteri S. aureus, dan bakteri S. aureus lebih
sensitif terhadap pH daripada bakteri E. coli.
2. Anti inflamasi
Judul jurnal : Efek Anti Inflamasi Kitosan dari Cangkang Udang Pantai Trisik pada
Tikus Model Rheumatoid Arthritis
Pengarang : Nurul Hanifah, Endang Darmawan
Tahun : 2015
Halaman : 177-184
Review :
Pengujian Aktivitas Anti Inflamasi Kitosan dilakukan dengan Induksi arthritis
yaitu dengan menyuntikkan CFA pada kaki kanan tikus secara sub plantar. CFA yang
berisi bakteri Mycobacterium butyricum yang dilemahkan bekerja sebagai
penstimulus imun yang memicu terjadinya akumulasi limfosit, pembentukan
kompleks imun yang mengaktifkan komplemen, prostaglandin, anoin superoksid
serta berbagai enzim yang dapat mendegradasi tulang yang akan menyebabkan
destruksi sendi, nyeri, dan inflamasi. Persentase daya anti inflamasi diperoleh dengan
membandingkan luas daerah bawah bilangan kurva volume udem kelompok
perlakuan dan kontrol positif dengan luas daerah bawah kurva kontrol negatif .
Persentase daya anti inflamasi menunjukkan bahwa semakin besar nilai
persentasenya maka semakin besar pula efek penurunan volume udem. Dari data
yang telah didapat menunjukkan bahwa pengobatan dengan natrium diklofenak dan
kitosan pada dosis tertentu dapat mengurangi udem secara signifikan dibandingkan
jika tidak diberikan pengobatan. Efek natrium diklofenak dalam menurunkan volume
udem tidak memberikan perbedaan yang signifikan dengan efek yang ditimbulkan
oleh kitosan 100 mg/200 gram BB, tetapi memberikan perbedaan yang signifikan
dengan efek yang ditimbulkan oleh kitosan dengan dosis 50 mg/200 gram BB. Data
ini mengindikasikan efek anti inflamasi dari kitosan pada dosis 100 mg/200 gram BB
setara dengan efek dari natrium diklofenak, tetapi tidak setara dengan kitosan dengan
dosis 50 mg/200 gram BB. Jika dibandingkan diantara ketiga kelompok perlakuan
yang diobati, maka kitosan dengan dosis 100 mg/200 gram BB memberikan efek anti
inflamasi yang paling besar ditandai dengan persentase daya anti inflamasi yang
paling besar di antara suspensi lainnya.Daya anti inflamasi yang dimiliki kitosan
dapat disebabkan karena kitosan memiliki struktur menyerupai glukosamin, dimana
salah satu mekanisme kerja dari glukosamin adalah dengan mengurangi produksi
enzim COX-2 sehingga ekspresi dari IL-1 yang diinduksi oleh COX-2 dan NF- B
pada eksplan tulang rawan dapat ditekan. Selain itu, hal ini menyebabkan
berkurangnya produksi PGE2 sebagai mediator inflamasi dan mediator yang
bertanggung jawab atas kematian sel kondrosit.
3. Koagulan
Judul jurnal : Pemanfaatan Kitosan dari Kerang Simping (Placuna placenta)
Sebagai Koagulan untuk Penjernihan Air Sumur
Pengarang : Nur Laili Eka Fitri dan Rusmini Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Negeri Surabaya
Tahun : 2016
Review :
Air bersih merupakan kebutuhan makhluk hidup yang sangat penting. Salah
satu sumber daya air yang masih banyak dipakai masyarakat adalah air sumur.
Namun sekarang banyak sumber air sumur yang memiliki kualitas buruk karena
tercemar oleh faktor lingkungan, hal ini menyebabkan air menjadi tidak layak
dikonsumsi. Untuk memaksimalkan kembali penggunaan air sumur tersebut
diperlukan solusi agar air sumur dapat digunakan dengan semestinya, salah satunya
adalah dengan menambahkan suatu koagulan sebagai reagen penjernih air. Kegunaan
koagulasi yaitu memudahkan partikel-partikel tersuspensi yang sangat lembut dan
bahan bahan koloidal di dalam air menjadi agregat/jonjot (proses sebelum
penggumpalan) dan membentuk flok, sehingga dapat dipisahkan dengan proses
pengendapan. Penggunaan koagulan sintetik untuk penjernih air yang sudah umum
digunakan adalah tawas, Al2(SO4)3, besi(III) klorida hidrat, FeCl3 6H2O, dan juga
besi (II) sulfat hidrat, FeSO4 7H2O. Koagulan alami dapat dibuat dari kitosan.
Kitosan juga dilaporkan dapat berfungsi sebagai pengkhelat untuk logam-
logam berat dari larutan, sekaligus sebagai penukar ion. Kitosan merupakan
biopolymer alam bersifat biodegradable dan tidak beracun sehingga digunakan
sebagai koagulan untuk penjernihan air.
Dalam proses penjernihan air dilakukan dengan kitosan dimasukkan ke dalam
air sumur sebanyak 100 ml dan di stirrer selama 60 menit, kemudian flok yang
terbentuk dipisahkan dan disaring menggunakan kertas saring whatman. Dalam
pnelitian dilakukan penjernihan air dengan massa kitosan yang berbeda.
Hasil menunjukkan bahwa semakin banyak kitosan yang ditambahkan ke
dalam air sumur, semakin besar nilai efisiensi penyisihannya. Hal ini menyebabkan
semakin banyak kitosan yang ditambahkan semakin baik untuk menetralkan pH,
karena kitosan memiliki gugus amina (NH) yang reaktif sehingga dapat mengikat
padatan yang terkandung dalam air sumur dan senyawa anorganik yang
menyebabkan pH air tinggi. Semakin banyak kitosan yang ditambahkan, semakin
menurun nilai TDS dari air sumur, hal ini mungkin disebabkan kitosan yang
memiliki gugus amina reaktif mampu mengikat pengotor organik dan anorganik yang
terionkan di dalam air sumur. Kitosan juga menyebabkan penurunan kadar Fe(III)
dalam air, hal ini disebabkan karena Fe (III) merupakan asam kuat sedangkan kitosan
merupakan basa kuat yang mengandung NH2 dan OH, sehingga Fe (III) akan
berikatan dengan gugus aktif dari kitosan. Kesadahan utamanya disebabkan oleh
kadar Ca dan Mg dalam air, terjadi penurunan nilai kesadahan pada air sumur ini
kemungkinan disebabkan kitosan yang memiliki gugus NH2 yang reaktif mampu
mengikat kandungan Ca dan Mg yang mungkin ada dalam air sumur sehingga
kesadahan air sumur menurun. Air sumur yang berwarna kekuningan dan
menimbulkan bau setelah diberi kitosan sebagai koagulan, air sumur menjadi
jernih/tidak berwarna dan tidak berbau.
4. Antitumor
Judul jurnal : Antitumor Activity of Furanoallocolchicinoid-Chitosan Conjugate
Pengarang : Elena V Svirshchevskaya, Iuliia A Gracheva, Andrey G Kuznetsov,
Ekaterina V Myrsikova, Maria V Grechikhina, Anastasia A Zubareva4 and Alexey
Yu Fedorov, Moscow, Russian
Tahun : 2016
Review :
Colchicine merupakan senyawa yang dapat mengikat tubulin, menghambat
pembentukan mikrotubulus, dan menghampat pembelahan sel secara irreversibel.
Namun, distribusi dalam tubuh ke banyak jaringan dan akumulasi colchicine pada
tumor rendah sehingga penggunaan colchicine sebagai agen antitumor terbatas.
Kenaikan berat molekul dapat mengubah biodistribusi dan menurunkan efek samping
dari colchicine sehingga dibuat sebuah allocolchicine baru turunan
furanoallocolchicinoid dengan cara mensintesis dan dikonjugasi menjadi senyawa
kitosan. Didapatkan hasil pada pengujian in vivo dan in vitro bahwa induksi senyawa
secara in vitro dapat mereorganisasi tubulin, menangkap siklus sel, dan melakukan
penghambatan proliferasi sel. Pengujian efek antitumor kitosan Dilakukan pada tikus
pembawa tumor Wnt-1 dan menunjukan hasil antitumor yang signifikan.
5. Antihiperkolesterolemia
Judul jurnal : Efek Iradiasi Gamma Terhadap Kemampuan Kitosan dalam
Menurunkan Kadar Kolesterol secara In Vitro
Pengarang : Melia Puspitasari
Tahun : 2014
Review :
Kitosan dapat menurunkan LDL dan meningkatkan perbandingan HDL
terhadap LDL sehingga berpotensi sebagai hipokolesterolemia yang tinggi.
Kemampuan pengikatan kolesterol didasarkan pada pengukuran kolesterol dalam
kolesterol-etanol setelah penambahan sampel uji dengan masa inkubasi 60 menit
pada suhu 37oC menggunakan salah satu metode kolorimetri dari Rudel-Morris dan
metode Zak dengan in vitro. Metode Rudel-Morris dan Zak yaitu metode dengan
penambahan reaksi pewarnaan antara FeCl3 dalam asam asetat glasial dan H2SO4(p)
sebagai katalisator sehingga terbentuk senyawa berwarna. Jumlah kolesterol bebas
ditentukan dengan mengukur serapan pada spektrofotometer UV-Vis. Kitosan
dengan berat molekul rendah akibat radiasi mempunyai gugus amino bebas yang
lebih reaktif sehingga dapat dengan mudah bereaksi dengan kolesterol dan mengikat
kolesterol yang mengakibatkan kolesterol tidak lagi menjadi bebas. Sedangkan
kitosan dengan berat molekul tinggi kurang efektif dalam mengurangi kolesterol dan
menyebabkan penghambatan pertumbuhan.

V. PERKEMBANGAN PENELITIAN KITOSAN


1. Formulasi Krim Anti Jerawat dari Nanopartikel Kitosan Cangkang Udang Windu
(Penaeusmonodon)
Pengarang : Radhia Riski, Fitriyanti Jumaetri Sami
Tahun : 2015
Review :
Chitosan berpotensi untuk digunakan sebagai agen antimikroba, karena
mengandung enzim lysozyme dan aminopolisakarida groups yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba. Modifikasi fisik kitosan dalam bentuk nanopartikel memberi
nilai tambah pada khitosan sebagai bahan antimikroba. Dalam penelitian ini, krim anti
jerawat diformulasikan dengan menggunakan nanopartikel chitosan dengan variasi
pengemulsi yaitu Novemer, Span-Tween, dan Viscolam. Krim yang dievaluasi
untuk stabilitas fisik meliputi volume kriming, ketebalan (viskositas), turunan
terdispersi, dan inversi fase sebelum dan sesudah kondisi penyimpanan yang
dipercepat. Kemudian, uji aktivitas antibakteri terhadap jerawat Propionibacterium
dilakukan. Hasilnya menunjukkan bahwa ketiga krim secara fisik stabil selama
penyimpanan. Formula cream dengan tween span emulsifier (FII) menunjukkan
penghambatan terbesar terhadap jerawat Propionibacterium dengan diameter
hambatan zona 13,46 mm.
2. Sintesis Biokoagulan Berbasis Kitosandari Kulit Udang untuk Pengolahan Air Sungai
yang Tercemar Limbah Industri Jamu Dengan Kandungan Padatan Tersuspensi
Tinggi
Pengarang : Shofia Lathifa Ihsani dan Catur Rini Widyastuti
Tahun : 2014
Review :
Penambahan biokoagulan ke dalam air sungai yang tercemar limbah industri
menyebabkan pH air sungai berubah menjadi asam. Hal ini terjadi karena kitosan
dilarutkan ke dalam larutan asam asetat 1% sebelum diujikan dalam sampel air sungai
yang tercemar limbah industri. Dengan demikian, hal tersebut menaikkan tingkat
keasaman air. Berdasarkan hasil uji, semakin tinggi konsentrasi kitosan, pH sampel
air semakin rendah. Sementara, berdasarkan hasil uji turbidimeter juga didapatkan
konsentrasi optimum kitosan untuk menjernihkan air sungai sebanyak 0,4%. Pada
konsentrasi tersebut terjadi penurunan kekeruhan sebesar 86,074%. Penurunan nilai
kekeruhan didalam air sungai dikarenakan kitosan yang digunakan sebagai
biokoagulan mampu mengikat pengotor yang terdapat pada air sungai.
3. Kajian Pemanfaatan Limbah Rajungan dan Aplikasinya untuk Bahan Minuman
Kesehatan Berbasis Kitosan.
Pengarang : Emma Rochima
Tahun : 2014
Review :
Hasil analisis mutu produk akhir minuman instan kitosan rajungan-teh hijau
telah memenuhi standar SNI. Kadar vitamin C pada produk akhir tidak dianalisis,
karena secara alami kitosan-teh hijau telah memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.
Secara fisik minuman kitosan-teh hijau berbentuk serbuk putih kecoklatan bercampur
dengan potongan-potongan gel kitosan kering yang memiliki permukaan halus dan
mengkilat berwarna coklat jernih, agak lunak.
4. Hand Body Cream Kitosan dari Limbah Cangkang Rajungan
Judul Jurnal : Pemanfaatan Kitosan dari Limbah Cangkang Rajungan (Portunus
Pelagicus) Pada Pembuatan Hand Body Cream
Pengarang : Santhy Wisuda, Dewita Buchari, Suardi Loekman
Tahun : 2014
Review :
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh kitosan terhadap
mutu hand body cream. Penelitian dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama yaitu
pembuatan kitosan dari limbah cangkang rajungan yang merupakan solusi dalam
menanggulangi masalah pencemaran lingkungan dan salah satu upaya untuk
mengurangi volume limbah yang terus meningkat. Tahap kedua berfokus pada
pembuatan hand body cream dengan penambahan larutan kitosan dengan berbagai
konsentrasi.
Mutu hand body cream dievaluasi terhadap humektan, viskositas, pH dan
stabilitas emulsi. Dan didapatkan, perlakuan terbaik adalah pada penambahan kitosan
dengan konsentrasi sebanyak 3% karena memiliki nilai viskositas tertinggi
dibandingkan perlakuan lainnya, hal ini menunjukkan bahwa kitosan berfungsi
sebagai pengental yang didalamnya terdapat gugus polar dan non polar serta bersifat
higroskopis sehingga dapat mengikat air dalam produk dan meningkatkan viskositas
hand body cream. Hasil pengujian humektan terhadap mutu hand body cream dengan
penambahan konsentrasi kitosan 3% juga memperoleh hasil terbaik dimana dalam
konsentrasi tersebut memiliki berat lebih tinggi yang berarti memiliki penguapan yang
lebih rendah, hal tersebut merupakan indikasi kemampuan kitosan mengikat atau
mempertahankan kandungan air saat penggunaan produk cream pada kulit. Sehingga
kandungan air cream pada kulit dapat dipertahankan dan Stabilitas emulsi hand body
cream tidak dipengaruhi oleh konsentrasi kitosan yang digunakan, sehingga dengan
penambahan larutan kitosan dengan konsentrasi berapapun, emulsi hand body cream
tetap stabil. Hasil pengujian pH terhadap mutu hand body cream dengan penambahan
konsentrasi kitosan menunujukkan bahwa nilai pH hand body cream berkisar antara
6,84- 7,37. Nilai tersebut berada dalam kisaran nilai pH (4,5-8) yang terdapat pada
SNI, sebagai syarat mutu pelembab kulit, sehingga hand body cream yang dihasilkan
relatif aman digunakan.
5. Produksi dan Karakterisasi Nano Kitosan dari Cangkang Udang Windu dengan
Metode Gelasi Ionik
Pengarang : Laode Muhamad Hazairin, Pipih Suptijah, dan Bustami Ibrahim
Tahun : 2014
Review :
Cangkang udang windu (Penaeus monodon) berpotensi sebagai bahan baku
dalam proses pembuatan nano kitosan karena mengandung senyawa kimia kitin dan
kitosan. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat nano kitosan melalui proses gelasi
ionik serta pengecilan ukuran (sizing) dengan magnetic stirrer dan menentukan
karakteristik nano kitosan berdasarkan morfologi dan ukuran nanopartikel.Cangkang
udang windu (Penaeus monodon) berpotensi sebagai bahan baku dalam proses
pembuatan nano kitosan karena mengandung senyawa kimia kitin dan kitosan. Tujuan
dari penelitian ini adalah membuat nano kitosan melalui proses gelasi ionik serta
pengecilan ukuran (sizing) dengan magnetic stirrer dan menentukan karakteristik
nano kitosan berdasarkan morfologi dan ukuran nanopartikel.
Nano-kitosan dibuat dengan cara: larutan kitosan sebanyak 50 mL dituangkan
ke dalam beaker, kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer. Larutan TPP
(Larutan Tripolyphosphate) pada pada rasio volume kitosan TPP 5:1 ditambahkan
secara perlahan-lahan ke dalam larutan kitosan, sehingga terbentuk suspensi nano-
partikel. Pengadukan terus dilanjutkan selama 1 jam agar proses ikatan silang
berlangsung sempurna. Suspensi nano-partikel yang terbentuk kemudian
dikarakterisasi.
Nano kitosan dibuat menggunakan metode gelasi ionik, yaitu kompleksasi
polilektrolit antara kitosan yang bermuatan positif dengan tripolifosfat yang
bermuatan negatif. Rendemen kitosan dari cangkang udang yaitu sebesar 19,08%,
sedangkan rendemen nano kitosan dengan perlakuan pengecilan ukuran menggunakan
magnetic stirrer sebesar 80,67%. Nilai derajat deasetilasi dari kitosan yang digunakan
untuk membuat nano kitosan yaitu sebesar 98,65%, menunjukan bahwa kitosan yang
dihasilkan merupakan kitosan murni. Nano kitosan yang terbentuk rata-rata berukuran
228,74 nm, cukup seragam, relatif stabil dan memiliki bentuk partikel yang berupa
bulatan menyerupai bola. Pengecilan ukuran partikel dengan magnetic stirrer, dapat
mendistribusikan ukuran partikel yang lebih homogen. Penambahan tripoliphospat
(TPP) dan surfaktan (Tween 80) dapat menguatkan sifat mekanik kitosan yang mudah
rapuh dan dapat membentuk ikatan silang ionik antara molekul kitosan.
6. Judul : Pembuatan Kitosan dari Kulit Udang Putih (Penaeus merguiensis)
dan Aplikasinya Sebagai Pengawet Alami Untuk Udang Segar
Pengarang : Noor Isnawati, Wahyuningsih, Erfanur Adlhani
Tahun : 2015
Review :
Kitosan merupakan modifikasi senyawa kitin yang banyak terdapat dalam kulit
luar hewan golongan Crustaceae seperti udang dan kepiting. Khasiat kitosan sebagai
bahan antibakteri dan kemampuannya untuk mengimobilisasi bakteri menjadikan
kitosan dapat digunakan sebagai pengawet makanan. Daya hambat kitosan terhadap
bakteri tergantung dari konsentrasi pelarut kitosan.
Percobaan dibagi dalam 3 tahap. Tahap pertama Isolasi kitin dari kulit udang
putih (Penaeus merguiensis) dengan dua perlakuan yaitu deproteinisasi dengan
menggunakan NaOH 1 M dan demineralisasi dengan menggunakan CH3COOH 1 M
dan HCl 1 M. Tahap kedua adalah proses deasetilasi kitin menjadi kitosan dengan
menggunakan NaOH 1 M. Tahap ketiga adalah tahap aplikasi penambahan kitosan
pada udang segar dengan variasi konsentrasi kitosan dalam 1% CH3COOH dengan
variabel waktu perendaman udang segar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang
segar yang direndam dalam larutan CH3COOH encer 1% pada semua konsentrasi
yang diuji memiliki daya simpan selama 2 hari, dengan teksturnya masih bagus dan
bau masih berbau udang.
Konsentrasi kitosan yang paling optimal untuk digunakan sebagai pengawet
bakso adalah 1,5%, dan kitosan tidak menyebabkan perubahan cita rasa bakso, dan
membuat bakso terlihat lebih kesat.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa :


1. Crustacea adalah hewan akuatik (air) yang terdapat di air laut dan air tawar.
2. Kandungan pada crustacea yaitu asam lemak (omega-3 dan omega-6), kitosan,
mineral, lipid, karotenoid (astaksantinb), dan protein.
3. Kitosan adalah suatu polimer yang bersifat polikationik yang merupakan turunan dari
kitin dengan struktur [-(1-4)-2-amina -2-deoksi-D- glukosa] dari hasil deasetilasi
kitin.
4. Kitosan memiliki aktivitas sebagai antikanker. Selain itu, dapat juga berfungsi
sebagai antibakteri, antiinflamasi, koagulan, antitumor dan antihiperkolesterolemia.
5. Dalam bidang farmasi, kitosan dapat digunakan sebagai :
a. Formulasi krim anti jerawat
b. Pengolahan air sungai yang tercemar limbah industri jamu
c. Bahan minuman kesehatan
d. Hand body cream kitosan
e. Produksi nano kitosan
f. Pengawet alami
DAFTAR PUSTAKA
1. Demarjati et al.1990. Morfologi Invertebrata dan Vertebrata. Jakarta:Tira Pustaka.
2. Edward J. Dompeipen, dkk. 2016. Isolasi Kitin dan Kitosan dari Limbah Kulit
Udang, Majalah BIAM. Ambon : Balai Riset dan Standarisasi Industri Ambon, hal 32
38.
3. Eka Fitri, Nur Laili dan Rusmini. 2016. Pemanfaatan Kitosan dari Kerang Simping
(Placuna Placenta) sebagai Koagulan untuk Penjernihan Air Sumur. Surabaya :
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya
4. Elena V Svirshchevskaya, Iuliia A Gracheva, Andrey G Kuznetsov, Ekaterina V
Myrsikova, Maria V Grechikhina, Anastasia A Zubareva4 and Alexey Yu Fedorov.
2016. Antitumor Activity of Furanoallocolchicinoid-Chitosan Conjugate. Moscow :
Russian.
5. Ghufron, Muneaki, Basri. 1997. Potensi Budaya Udang. Jakarta : Bina Tjipta.
6. Hanifah Nurul dan Darmawan Endang. 2015. Efek Anti Inflamasi Kitosan Dari
Cangkang Udang Pantai Trisik Pada Tikus Model Rheumatoid Arthriti. Yogyakarta :
Universitas Ahmad Dahlan
7. Kastawi, Yusuf, dkk. 2009. Zoologi Avertebrata. Malang: Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang.
8. Lathifa Ihsani, Shofia dan Catur Rini Widyastuti.2014. Sintesis Biokoagulan Berbasis
Kitosandari Kulit Udang untuk Pengolahan AirSungai yang Tercemar Limbah
IndustriJamu dengan Kandungan PadatanTersuspensi Tinggi,Jurnal Bahan Alam
Terbarukan, Vol 3, Edisi 2. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
9. Nadarajah Kandasami. 2005. Disertation, Development and Characterization of
Antimicrobial Edible film from Crawfish Chitosan, Department of Food Science.
Louisiana State University.
10. Nadia, Laode Muhamad Hazairin, dkk. 2014. Produksi dan Karakterisasi Nano
Kitosan dari Cangkang Udang Windu dengan Metode Gelasi Ionik. Bogor : Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Institut Pertanian Bogor
11. Ngginak, et al. 2015. Komponen Senyawa Aktif pada Udang serta Aplikasinya dalam
Pangan, Jurnal Sains Medika. Salatiga : Program Studi Magister Biologi, Universitas
Kristen Satya Wacana.
12. Noor Isnawati, Wahyuningsih, Erfanur Adlhani. 2015. Pembuatan Kitosan dari Kulit
Udang Putih (Penaeus merguiensis) dan Aplikasinya Sebagai Pengawet Alami Untuk
Udang Segar. Kalimantan Selatan : Politeknik Negri Tanah Laut.
13. Puspitasari, Melia. Efek Iradiasi Gamma Terhadap Kemampuan Kitosan dalam
Menurunkan Kadar Kolesterol secara In Vitro. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
14. Radhia Riski, Fitriyanti Jumaetri Sami. 2015. Formulasi Krim Anti Jerawat Dari
Nanopartikel Kitosan Cangkang Udang Windu (Penaeusmonodon). Makassar :
Fakultas Ilmu Kedokteran UINAM.
15. Rochima, Emma. 2014. Kajian Pemanfaatan Limbah Rajungan dan Aplikasinya
untuk Bahan Minuman Kesehatan Berbasis Kitosan, Jurnal Akuatik Vol. V Nomor 1 :
71 82. Sumedang : Universitas Padjajaran.
16. Setyowati, Rina, dkk. 2013. Aktivitas Anti Bakteri Kitosan dari Cangkang Kerang
Simping pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda : Kajian Pemanfaatan Limbah
Kerang Simping (Amusium Sp.), Journal Of Marine Research. Volume 2, Nomor 4,
Halaman 111-117.
17. Tang ZX, Shi LE, Qian JQ. 2007. Neutral Lipase from Aqueous Solutions on
Chitosan Nano-Particles, Biochemical Engineering Journal, 34 : 217 223.
18. Wisuda, Shanty,dkk. 2014. Pemanfaatan Kitosan dari Limbah Cangkang Rajungan
(Portunus Pelagicus) Pada Pembuatan Hand Body Cream. Riau : Fakultas Ilmu
Perikanan Universitas Riau.

Anda mungkin juga menyukai