Crustacea
Disusun Oleh :
Afifah Turba Y. 1041511003
Amida Urfa Mujtahidah 1041511010
Anisa Nanta Pratiwi 1041511013
Arifah Irna Nur W. 1041511020
Arum 1041511022
Bernanda Edza Zamilya 1041511028
Dewi Kurniawati M. 1041511043
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Crustacea adalah hewan akuatik (air) yang terdapat di air laut dan air tawar. Kata
Crustacea berasal dari bahasa latin yaitu kata Crusta yang berarti cangkang yang keras.
Ilmu yang mempelajari tentang crustacean adalah karsinologi (Demarjati et al.,1990).
Crustacea mempunyai kulit (cangkang) yang keras disebabkan adanya endapan kalsium
karbonat pada kutikula. Semua atau sebagian ruas tubuh mengandung apendik yang
aslinya biramus. Bernafas dengan insang atau seluruh permukaan tubuh. Kelenjar antena
(kelenjar hijau) atau kelenjar maxilla merupakan alat ekskresi. Sistem sarafnya
merupakan susunan saraf tangga tali. Sistem peredaran darah terbuka.
Proses reproduksi pada crustacea hampir semuanya sama, kecuali jenis-jenis
tertentu, crustacea jenis dioecious, melakukan pembuahan di dalam tubuh. Sebagian
besar lainnya mengerami telurnya. Tipe awal larva crustacea pada dasarnya adalah larva
nauplius yang berenang bebas sebagai plankton. Ciri khas kepala crustacea dewasa ialah
adanya sepasang antena pertama, sepasang antena kedua, sepasang mandibula, sepasang
maxilla pertama dan sepasang maxilla kedua (Ghufron et al, 1997).
Permukaan tubuh crustacea dilindungi kutikula yang tersusun dari zat kitin yang
ditambah dengan garam-garam mineral dan bersifat sangat keras. Tubuhnya dibedakan
menjadi cefalotorak dan abdomen yang terdiri dari segmen-segmen (kepala 5, torak 8,
dan abdomen 6) masing-masing dengan satu pasang anggota tubuh yang terdiri atas ruas-
ruas. Setiap segmen tubuh dibedakan atas tergum (bagian dorsal), sternum (bagian
ventral), pleura (lateral tubuh) (Kastawi, 2009). Cefalotorak terdiri atas 13 segmen yang
terlindung oleh karapak. Ujung anterior karapak merupakan rostrum. Antena dan
antenula merupakan struktur indera. Kaki jalan berfungsi untuk bergerak, memegang
makanan, dan membersihkan tubuhnya. Kaki renang sebagai alat renang, respirasi, dan
pembawa telur pada hewan betina (Kastawi, 2009).
IV. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari kitosan.
2. Untuk mengetahui sifat fisika kimia dan struktur kimia dari kitosan.
3. Untuk mengetahui metode yang digunakan untuk mengisolasi senyawa kitosan.
4. Untuk mengetahui uji aktivitas farmakologi dari senyawa kitosan.
5. Untuk mengetahui perkembangan penelitian pemanfaatan kitosan.
V. MANFAAT
1. Dapat mengetahui definisi dari kitosan.
2. Dapat mengetahui sifat fisika kimia dan struktur kimia dari kitosan.
3. Dapat mengetahui metode yang digunakan untuk mengisolasi senyawa kitosan.
4. Dapat mengetahui uji aktivitas farmakologi dari senyawa kitosan.
5. Dapat mengetahui perkembangan penelitian pemanfaatan kitosan.
BAB II
PEMBAHASAN
I. DEFINISI KITOSAN
Kitosan merupakan turunan dari kitin yang merupakan hasil deasetilasi kitin.
Kitosan merupakan penyusun kulit hewan crustacea, seperti udang (khususnya udang
pasifik), kepiting (khususnya jenis Dungeness crab), lobster dan kerang. Kitosan
merupakan suatu polimer yang bersifat polikationik. Keberadaan gugus hidroksil dan
amino sepanjang rantai polimer mengakibatkan kitosan sangat efektif mengikat kation
ion logam berat maupun kation dari zat-zat organik (protein dan lemak). Interaksi kation
logam dengan kitosan terjadi melalui pembentukan kelat koordinasi oleh atom N gugus
amino dan O gugus hidroksil (Taolee et al., 2001).
Struktur kimiadari (a) selulosa dan (b) kitin dan (c) kitosan
(Kitin ditemukan dalam bentuk N-asetil dan Kitosan ditemukan dalam bentuk amino)
III. METODE ISOLASI KITOSAN
Isolasi senyawa kitosan diperoleh dengan melakukan proses reaksi deasetilasi pada
kitin.
Banyak cara untuk mengekstrak kitosan dari cangkang krustasea. Isolasi kitosan dari
kepiting meliputi beberapa tahap: Demineralisasi (DM), Deproteinasi (DP),
Dekolorasion (DC), serta Deasetilasi (DA). Tahap pemisahan Kitin hanya memerlukan 2
tahapan: Demineralisasi (DM) dan Deproteinasi (DP), yang melibatkan pemisahan
kalsium karbonat. Kedua tahap demineralisasi dan deproteinisasi ini dapat dibalik
urutannya. Kitin yang telah melewati tahap deproteinasi dan deproteinasi berwarna
merah muda karena adanya pigmen astaxanthin. Pigmen ini dieliminasi pada tahap
dekolorasi (DC) menggunakan produk pemutih. Hasilnya adalah kitin yang tidak larut
dalam pelarut organik. Sedangkan, kitosan, deasetilasi dari derivat kitin ini larut dalam
asam lemah. Perubahan kitin menjadi kitosan merupakan tahap Deasetilasi (DA). Proses
deasetilasi melibatkan pembuangan gugus asetil dengan reaksi kimia dari rantai molekul,
meninggalkan gugus kitosan dalam berbagai tingkatan gugus amino (-NH 2 ). Dalam
tahap ini kitosan didapat dengan menggunakan larutan natrium hidroksida (40-50%)
pada suhu 100oC atau lebih dalam waktu 30 menit hingga gugus asetil hilang sebagian
atau seluruhnya dari polimer.
Gugus amino yang dimiliki oleh kitosan ini memiliki kesamaan secara struktur
dengan gugus amino pada glukosamin terasetilasi. Kitosan juga banyak digunakan
sebagai pengantar obat kedalam sel. Hal ini ditunjang dengan kemampuan kitosan yang
mudah untuk menembus membran sel. Menurut beberapa penelitian, kitosan dapat
meningkatkan masukan heparin kedalam dinding sel kanker melanoma pada tikus. Efek
kitosan yang menekan proliferasi sel juga terlihat pada mekanisme apoptosis pada sel
makrofag. Pada sel makrofag, kitosan akan masuk ke dalam sel melalui reseptor
mannose. Setelah masuk ke dalam makrofag, kitosan akan di degradasi oleh lisozim
menjadi N acetyl-D-glucosamine lalu kitosan akan merangsang reseptor protein yang
memediasi terjadinya fas apoptosis. Kitosan terbukti dapat berlekatan dengan reseptor
mannoses ini. Lalu mempercepat signal fas sehingga apoptosis terjadi. Ini dibuktikan
dengan menambahkan mannan (bahan aktif untuk menghambat interaksi antara reseptor
protein dengan kitosan) akan mengurangi jumlah sel yang mati karena apoptosis.