Anda di halaman 1dari 25

Perubahan Struktur Jaringan Otot dan Perkembangan Tekstur Pada Sea

Bream (Sparus aurata L.) Selama Penyimpanan Post-Term

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Analisa Mikroskopis

Oleh:

Kelompok 3

Kelas: T2
Dosen Pengampu :Abdul Aziz Jaziri, S.Pi, M.Sc

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
Perubahan Struktur Jaringan Otot dan Perkembangan Tekstur Pada Sea

Bream (Sparus aurata L.) Selama Penyimpanan Post-Term

1. Mochammad Ramadhan (155080301111065)


2. Nazilaturahma Azzahra (155080301111071)
3. Istiqomah Nur Fazrina (155080301111073)
4. Fikri Ramadhani (155080307111009)
5. Jasmine Larasati (155080307111012)
6. Pandu Kurniawan (155080307111017)
7. M. Restu Baihaqi (155080307111018)
8. Soffi Trisnaningrum (155080307111019)
9. Diah Ayu Sugiharti (155080307111021)
10. Erda Ryvandu W. (155080307111023)
11. Ifky Faisal A.A.A (155080307111024)
12. Praditaningtyas O.Z (155080307111028)
13. Cahyaning Fajriati (155080307111030)
14. M. Farid Pratama (155080307111035)
15. Atika Kirana Pratiwi (155080307111036)
16. Nada Itorul Umam (155080307111037)
17. Nurul Alvarqani (155080307111040)

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberi rahmat, karunia, serta kasih sayang terbesar-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalahyang berjudulPerubahan Struktur Jaringan Otot dan Perkembangan
Tekstur Pada Sea Bream (Sparus aurata L.) Selama Penyimpanan Post-Term.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah
Dasar Analisa Mikroskopis pada semester genap tahun 2017/2018. Selain itu sebagai upaya
untuk meningkatkan kemampuan dan memotivasi mahasiswa dalam memahami materi Dasar
Analisa Mikroskopis.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribuksi dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan sangat
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Malang, 27 Maret 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii
1. Pendahuluan .................................................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ..................................................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan ................................................................................................................... 2
2. Pembahasan ................................................................................................................................... 3
2.1. Seam Bream ............................................................................................................................ 3
2.2. Karakteristik Ikan Segar dan Busuk Secara Umum ................................................................ 4
2.3 Preparasi Sampel ..................................................................................................................... 5
2.4 Perbandingan Daging Segar dan Busuk Berdasarkan Analisis TEM ..................................... 7
2.5 Hubungan Parameter Tekstur dan pH ................................................................................... 19
3. Penutup ........................................................................................................................................ 21
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 21
3.2 Saran ..................................................................................................................................... 21
Daftar Pustaka .................................................................................................................................... 22

ii
1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Transmission Electron Microscopy atau biasa disebut TEM dikembangkan pertama


kali oleh Ernst Ruska dan Max Knoll, dua peneliti dari Jerman pada tahun 1932. Saat itu,
Ernst Ruska masih sebagai seorang mahasiswa doktor dan Max Knoll adalah dosen
pembimbingnya. Karena hasil penemuan yang mengejutkan dunia tersebut, Ernst Ruska
mendapat penghargaan Nobel Fisika pada tahun 1986.
Sebagaimana namanya, TEM bekerja dengan prinsip menembakkan elektron ke
lapisan tipis sampel, yang selanjutnya informasi tentang komposisi struktur dalam sample
tersebut dapat terdeteksi dari analisis sifat tumbukan, pantulan maupun fase sinar elektron
yang menembus lapisan tipis tersebut. Dari sifat pantulan sinar elektron tersebut juga bisa
diketahui struktur kristal maupun arah dari struktur kristal tersebut. Bahkan dari analisa lebih
detail, bisa diketahui deretan struktur atom dan ada tidaknya cacat (defect) pada struktur
tersebut. Hanya perlu diketahui, untuk observasi TEM ini, sample perlu ditipiskan sampai
ketebalan lebih tipis dari 100 nanometer. Dan ini bukanlah pekerjaan yang mudah, perlu
keahlian dan alat secara khusus. Obyek yang tidak bisa ditipiskan sampai order tersebut sulit
diproses oleh TEM ini. Sehingga makalah ini disusun untuk mengetahui struktur jaringan
daging ikan secara mikroskopis. Daging ikan diamati pada fase pre rigor, rigor mostis dan
post rigor. Kemudian dibandingkan perbedaan struktur sel ikan segar dan busuk jika dilihat
dengan TEM.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sea bream?


2. Bagaimana karakteristik ikan segar dan busuk secara umum?
3. Bagaimana preparasi pada sampel?
4. Bagaimana perbandingan daging segar dengan busuk berdasarkan amalisis TEM?
5. Bagaimana hubungan parameter tekstur dan pH?

1
1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sea bream.


2. Untuk mengetahui karakteristik ikan segar dan busuk secara umum.
3. Untuk mengetahui preparasi pada sampel.
4. Untuk mengetahui perbandingan daging segar dengan busuk berdasarkan amalisis TEM.
5. Untuk mengetahui hubungan parameter tekstur dan pH.

1.4. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu sumber informasi terkait
struktur jaringan daging ikan secara mikroskopis dimana daging ikan diamati pada fase pre
rigor, rigor mostis dan post rigor. Sehingga diketahui perbandingan perbedaan antara struktur
sel ikan segar dan busuk jika dilihat dengan TEM.

2
2. Pembahasan
2.1. Seam Bream

Klasifikasi Sea Bream menurut Linneaus (1758) adalah sebagai berikut :


Phylum :Vertebrata
Subphylum : Pisces
Superclassis : Grathostamata
Classis : Osteichthyes
Ordo : Persiformes Subordo: Persiodei
Familia : Sparidae
Genus : Sparus
Species : Sparus aurata

Sea bream memiliki tubuh yang berbentuk oval, datar dari sisi ke sisi, memanjang
pada punggung, umumnya simetris, memiliki kepala yang tidak rata atau miring secara
teratur dengan mulut kecil yang agak menyamping tebal dan mulutnya memiliki tipe
terminall. Memiliki pre-operculum non-scalpel, mata bulat dan memiliki sisik yang
kecil. Sea bream memiliki gigi taring di depan, 4 baris gigi geraham di belakang, 5 gigi
taring di depan bagian atas, dan 3 baris gigi geraham di belakang. Bibir atas lebih tebal
dari bibir bawah yang berakhir sejajar dengan titik di mana mata dimulai. Jarak di depan
kelopak mata setidaknya dua kali lebih panjang dari diameter mata. Di antara kedua mata
ada bagian emas yang cerah. Operkulum tertutup . Garis rusuk berlanjut dari operkulum
sampai kaudal. Sirip punggung lebih panjang dari sirip dubur. Sirip ventral pendek, sirip
dada panjang dan sirip dubur memanjang. Warna punggung coklat keabu-abuan, dengan
perut berwarna perak. Ada noda coklat kemerahan di sisi dorsal fasia pektoral dan pada
operkulum. Warna tubuh berwarna biru hingga perak di sisi punggung, perak di samping,
dan ada pita tipis horizontal pada tubuh. dan ada bercak hitam besar pada tubuh di awal.
Ada karakteristik kemerahan pink-oranye yang sangat tipis, pita-pita horisontal halus
tipis yang menutupi bagian atas operkulum. Pada awal garis rusuk, ada noda hitam yang
khas. Warna pink-oranye kemerahan yang menutupi bagian atas operator sangat spesifik.
(Aydin dan Sṏzer, 2007).
Sea bream (Sparus aurata Linneaus 1758), merupakan jenis ikan yang umumnya
memiliki daerah penyebaran di generar tropis, subtropis dan lingkungan yang beriklim
sedang.Sea Bream adalah spesies yang banyak ditemukan di Laut Mediterania dan Laut
Aegea. Ikan ini juga tersebar di sekitar pantai Inggris dan Kepulauan Canary di timur
Samudra Atlantik. Sangat jarang di Laut Hitam. Mereka biasanya hidup di daerah berbatu
dan daerah berpasir, di antara komunitas posidonia (Posidonia oceanica). Ikan Dewasa
akan beruaya ke sungai, air tawar dan laguna untuk bereproduksi. Ikan ini memiliki

3
toleransi suhu dan salinitas yang cukup tinggi yakni untuk suhu berkisar antara 3-34 ° C
dan salinitas ‰ 5-40 (Aydin dan Sṏzer, 2007).
Bass laut Eropa (Dicentrarchus labrax) dan gilthead sea bream (Sparus aurata)
adalah spesies ikan budidaya utama di laut mediterania. Kedua spesies ditemukan di
lingkungan air laut dan payau seperti laguna pesisir dan daerah estuari, khususnya selama
tahap awal siklus hidup mereka. Kedua spesies ini juga karnivora.makanann sea bream
terutama pada krustasea, moluska, polychaetes, echinodermata dan teleosts (
Nikolopoulou et al., 2010).

2.2. Karakteristik Ikan Segar dan Busuk Secara Umum

Ikan yang baik dikonsumsi adalah ikan segar, jika ikan tidak diperlakukan dengan baik,
ikan akan cepat rusak, dikarenakan kandungan air yang tinggi pada ikan. Ciri-ciri ikan segar yang
baik adalah:
1. Mata ikan jernih, kornea bening, pupil hitam, dan mata cembung.
2. Insang merah segar, jika sudah menurun kualitasnya insang menjadi warna keabuan,
berlendir dan bau.
3. Lendir bening dan baunya khas ikan. Jika sudah membusuk, lendir menjadikekuningan,
lengket dan aroma menyengat.
4. Sisik ikan melekat kuat, mengkilap dan tertutup lendir jernih. Jika sudah tidak segar,sisik
menjadi mudah lepas dan warna memudar.
5. Aroma ikan segar berbau khas ikan. Jika sudah tidak segar berbau busuk, dan mengapung jika
diletakkan di dalam air.
6. Daging ikan segar elastis dan warna cerah. Jika ditekan tidak menimbulkan bekaspermanen.
Ikan busuk berwarna pucat, lunak, dan menimbulkan jejak permanen jika ditekan.
Ciri dari ikan mulai membusuk adalah pupil mata mata kelabu kelabu tertutup tertutup
lender lender seperti seperti putih putih susu susu, bola , bola mata mata cekung cekung dan dan
keruh. Insang warna merah merah coklat coklat sampai sampai keabu keabuabuan abuan, , bau
bau menyengat menyengat, , lendir lendir tebal. Daging kehilangan elastisitasnya atau Daging
kehilangan elastisitasnya atau lunak dan jika ditekan dengan jari lunak dan jika ditekan dengan
jari maka bekas tekanannya lama hilang. Keadaan kulit warnanya sudah pudar dan memucat,
Warnanya sudah pudar dan memucat, lendir tebal dan menggumpal serta lendir tebal dan
menggumpal serta lengket, warnanya berubah seperti lengket, dan lendir warnanya berubah
seperti putih susu. Bau menusuk menusuk seperti seperti bau bau asam asam asetat asetat dan dan
lama lama kelamaan kelamaan berubah berubah menjadi menjadi bau bau busuk busuk yang yang
menusuk menusuk hidung.

4
2.3 Preparasi Sampel
2.3.1 sample ikan
36 spesimen laut bream dipelajari selama degradasi post-mortem. Penanaman spesimen
dilakukan pada suhu ambien di kandang laut yang ditempatkan di pantai Guardamar (Alicante),
berkaitan dengan perusahaan Martorres S.A. Ikan diberi makan ad libitum dengan diet komersial.
Spesimen dipanen pada ukuran komersial (panjang total 30 cm; berat 400 g), disembelih dengan
pencelupan dalam air dingin es (hipotermia) dan kemudian dikemas dalam kotak polystyrene,
ditutupi dengan es (ikan / es rasio 1: 2 b / b), sebelum mengirim ke Fakultas Kedokteran Hewan
Murcia. Spesimen disimpan di es selama seluruh penelitian (22 hari) pada 4 0C di lemari es.
Spesimen diklasifikasikan dalam enam kelompok sampel yang sama pada interval yang berbeda:
3 jam (pre-rigor) dan hari-hari pasca-mortem berikut: 1 d, 5 d, 10 d, 15 d dan 22 d. Setiap kali
enam ikan diambil dari es dan kemudian parameter biometrik yang berbeda diukur (Tabel 1).
Semua spesimen milik setiap tahap penelitian, menunjukkan profil biometrik serupa dengan berat
rata-rata 412 g, panjang 28,7 cm dan lebar 9,3 cm. Perbedaan individu minimal ditemukan di
antara bobot berbagai tahap, tidak dianggap menentukan untuk interpretasi hasil.

2.3.2 pembuatan sample otot untuk mempelajari struktur dan ultrastruktur otot
Sampel otot diperoleh dengan penghilangan 1 bagian (0,5 cm ketebalan) dari seluruh
setengah potongan bagian kiri dari otot-otot aksial, hanya kaudal ke pembukaan dubur (Gambar
1). Selanjutnya, sampel ini dipangkas menjadi blok 5x5x5 mm. Setengah dari blok dibekukan
dalam 2-metilbutane (-800C) sekejap beku di atas nitrogen cair, dan kemudian disimpan dalam -
650C beku. Bagian ketebalan 8 μm diperoleh pada -200C dalam cryostat (Leica CM 1850), dan
diwarnai dengan Hematoksilin / Eosin untuk melakukan studi struktural dengan mikroskop
cahaya. Setengah dari blok kiri diproses untuk mikroskop elektron transmisi (T.E.M.). T.E.M
blok dipangkas dan diperbaiki dalam 2,5% glutaraldehid dalam buffer 0,1 M cacodylate (pH 7,2-
7,4) selama 3 jam, pada 4 0C. Lebih lanjut T.E.M. pengolahan dilakukan di Layanan Mikroskopi
dari Universitas Murcia, sesuai dengan protokol standar untuk embedding epoxy. Bagian ultrathin
diperoleh menggunakan Reicher Jung (Heidelberger, Jerman) ultramicrotome dan kemudian
diwarnai dengan larutan uranil asetat jenuh dan Reynold timbal sitrat dan dilihat dalam
mikroskop elektron transmisi Zeiss EM 109 dan EM 10C (Munchen, Jerman) pada 80 kV.
Analisis morfometrik dilakukan pada 6 spesimen / tahap dengan menggunakan alat
analisis gambar (SigmaScan Pro. 5.0) yang terhubung ke photomicroscope cahaya (Leitz Dialux,
20). Diameter minimal 500 serat / ikan diukur dalam pra-ketelitian. Parameter lain seperti
persentase detasemen antara serat otot dan rongga intrafibrillar dihitung dalam semua tahap
dalam minimal 150 serat / ikan (menurut metodologi yang sebelumnya digunakan dalam salmon,

5
Salmo salar L., oleh Taylor et al., 2002, dan di bass laut, oleh Ayala et al., 2005). Parameter
ultrastruktur dipelajari langsung oleh T.E.M. melihat dalam 6 spesimen / tahap. Dalam setiap
spesimen, minimal 7-10 serat dipelajari secara kualitatif di kedua sampel transversal dan
longitudinal.

2.3.3 parameter pH dan Tekstur


Untuk pengukuran tekstur satu fillet berkulit tebal 1,5 cm, panjang 5 cm dan tinggi 2,5
cm, diperoleh dari otot punggung dari sisi kiri setiap spesimen. (Gbr. 1). Parameter tekstur diukur
dalam daging mentah dengan kompresi, menggunakan texturometer QTS-25 (Brookfield CNS
Farnell, Borehamwood, Hertfordshire, Inggris) yang dilengkapi dengan sel beban 25 kg dan
probe silinder silindris berdiameter 20 mm. Kondisi pengujian melibatkan dua siklus berturut-
turut dari 50% kompresi dengan kecepatan konstan 50 mm / menit dengan periode istirahat 5
detik antara siklus menjadi deformasi 50% dari panjang aslinya. Enam parameter tekstur
ditentukan dari setiap kurva: kekerasan (kekuatan puncak siklus kompresi pertama), kekompakan
(rasio daerah gaya positif selama kompresi kedua dibandingkan dengan selama kompresi
pertama), kelengketan (kekuatan negatif di bawah garis dasar antara siklus kompresi), springiness
(tinggi yang makanan pulih selama waktu yang berlalu antara dua siklus kompresi), gumminess
(kekerasan dikalikan dengan cohe-siveness) dan kekenyalan (kekerasan dikalikan dengan
kekompakan dikalikan dengan pegas). Semua parameter ini dihitung sebagai Bourne (1978)
menggunakan perangkat lunak instrumen (textura PRO V.V.2.1). Semua pengukuran dilakukan
pada suhu kamar (22-23 0C) dan sampel dilunakkan 30 menit sebelum analisis profil tekstur
(TPA).
PH daging ditentukan dengan pH-meter (micro-pH 2000 Crison) pada 20 0C, setelah
mencampur 10 g daging cincang dengan 50 mL air destilasi selama 10 menit.

2.3.4 analisa statistik


Analisis statistik dilakukan dengan Paket Statistik SPSS 15.0. Kesalahan rata-rata dan
standar dari masing-masing kelompok data dihitung. ANOVA digunakan untuk mengevaluasi
pengaruh waktu penyimpanan pada variabel struktural dan tekstur yang berbeda, untuk * P <0,05.
Uji Tukey digunakan untuk membandingkan sarana sebagai analisis pasca-hoc. Korelasi Pearson
(r) dilakukan untuk memahami hubungan antara parameter yang dianalisis

6
2.4 Perbandingan Daging Segar dan Busuk Berdasarkan Analisis TEM
2.4.1 Penyimpanan Pre-Rigor (Daging Segar)
Dengan mikroskop cahaya otot serat fi menunjukkan bentuk poligonal khas pre-rigor dan
mereka dikelilingi oleh jaringan ikat lapis tipis (endomysium) (Gambar.2a). Dengan
menggunakan TEM, baik Sarcolemma dan Endomysium biasanya terlihat secara keseluruhan,
tetapi beberapagangguan yang diamati pada otot serat: myofibrils terpisah untuk sarcolemma dan
organelmembengkak (mitochondriae dan retikulum sarkoplasma) yang membentuh sedikit jarak
atau space pada intermyofibrillar (Gambar.2b).Biasanya, triades dan sarcomeres itu masih terjaga
dengan baik (Gambar.2c),yang terakhir juga menunjukkan susunan heksagonal dari filamen tipis
dibandingkan filamen tebal.

Gambar.2a Gambar.2b

Gambar.2c
7
2.4.2 Satu Hari Penyimpanan Post-Mortem
Perubahan ultrastructure pada satu hari post-term masih serupa dengan yang diamati pada
pre-rigor, meskipun sedikit terlihat lebih padat (Gambar.2 d-f-g-h). Kedua sarcolemma dan
endomysium menunjukkan adanya gangguan langka (Gambar.2d). Oedema interstitial diamati di
beberapa antar fibrillar dan ruang antara intermyofibrillar (Gambar. 2d-f).
Mitokondria mengalamipembengkak dan kristae mitokondria terganggu seperti terlihat
pada gambar (Gambar. 2e). Retikulum sarkoplasma juga mengalamipembengkakan (Gambar.2d-
f-g). Sarcomeres biasanya juga terjaga dengan baik, meskipun beberapa zona menunjukkan
gangguan atau sedikit kerusakan (Gambar. 2f).

Gambar.2d

Gambar.2e Gambar.2f

8
Gambar.2g Gambar.2h

Gambar. 2. Sisi Bujur dan Lintang Jaringan Otot Ikan Sea Bream Pada Masa Pre-
RIgor, dan Penyimpanan 1 Hari Post-Mortem

9
2.4.3. Penyimpanan 5 Hari Post-Morterm

Pada lima hari post term detasemen pada daging ikan di antara serat-serat
meningkat.Dengan mikroskop elektron (TEM) hampir semua serat fiber menunjukkan
detasemen dari endomysium yang terlihat pada (Gambar.3). Edema pada daging ikan diamati
dalam ruang inter dan intra fibrillar. Namun, ruang antar fibrillar sangat sempit dan
karenanya mereka tidak bisa selalu diamati dengan mikroskop cahaya.
Mitokondiramenunjukkan perpanjangan krista dan memadat (Gambar.3a). Retikulum
sarkoplasma mengalami pembengkakan dan kadang-kadang menghilang atau tidak terlihat
(Gambar.3b).
Juga, beberapa triades muncul tidak teratur dan bengkak. Sarcolemma menunjukkan
beberapa gangguan dankolagen fibrilla dapat diamati dekat myofibers. Di zona ini,
myofibrilla terlihat pada daerah pinggiran (Gambar.3c). Beberapa zona menampilkan
sarcomeres masih terjaga dengan baik, sedangkan beberapa zona lainnya menampilkan
beberapa perubahan. Kepadatan dari daging ikan tersebut mulai kehilangan intensitas dan
muncul sedikit terputus-putus (Gambar.3b). Beberapa myofibirll muncul dan terganggu pada
tingkat yang berbeda dari sarcomeres. Pada daerah pinggiran serat fibrill, tubuh membran
dari daging ikan menumpuk memunculkan semacamparalel antara mereka (Gambar.3d).

Gambar.3a Gambar.3b

10
Gambar.3c Gambar.3d

Gambar.3e

Gambar. 3. Sisi Bujur dan Lintang Jaringan Otot Ikan Sea Bream Pada Masa
Pre-RIgor, dan Penyimpanan 5 Hari Post-Mortem.

11
2.4.4 Penyimpanan 10 Hari Post-Mortem

Dalam tahap ini persentase detasemen perubahan di antara serat-serat itu mirip atau tidak
jauh berbeda dengan 5 hari post-mortem. Namun, kedua sarcolemma dan endomysium pada
sampel mengalami gangguan dengan frekuensi yanglebih tinggi dari pada tahap sebelumnya,
sehingga menghasilkan peningkatan ruang interfibrillar (Gambar.4a). Terdapat beberapa kolagen
yang merosot seperti pada gambar (Gambar.4c).
Mitokondria dan lisosom juga terlihat terdegradasi pada tahap ini (Gambar.4d-e). Pada
tahap ini juga, beberapa vakuola autophagicterkandung dan tidak hanya sebagian organela yang
terdegradasi, tetapi juga struktur dari myeloid (Gambar.4e). Seperti dijelaskan pada 5 hari,
susunanheksagonal dari myofibrillmeskipun beberapa myofibrill masih bisa diamati.

Gambar.4a Gambar.4b

12
3

13
2.4.5 Penyimpanan 15 Hari Post-Mortem

Perubahan pada penyimpanan 15 hari terlihat lebih banyak dari pada tahap sebelumnya.
Dengan demikian, hilangnyaendomysiumwas sangat sering dijumpai dan itu disertai dari
peningkatan ruang antar fibrillar (Gambar.5a). Fibrillar terdegradasi, serta intra myofibrillar yang
memungkinkan pergeseran serat fibrillar. Persentasedetasemen di antara serat-serat lebih tinggi
dari tahap sebelumnya bila dilihat denganmikroskop cahaya. Namun, hampir semua serat fi sudah
terlepas dari tahap sebelumnya(5-10 hari).
Karena itu, kita berpikir bahwa persentase peningkatan perubahan padatahap ini
disebabkan oleh meningkatnya ruang antar fibrillar, yang menghasilkan visualisasiyang lebih
baik dengan mikroskop cahaya. Dan juga, ruang intermyofibrillar mangalami peningkatan
(Gambar.5b). Retikulum halus muncul merosot, dengan hilangnya struktur (Gambar. 5d). Namun,
susunan heksagonal masih dipertahankan di sebagian besar daerah pada daging (Gambar.5e).

Gambar.5a Gambar.5b

14
3

Gambar. 3. Sisi Bujur dan Lintang Jaringan Otot Ikan Sea Bream Pada Masa
Penyimpanan 10 Hari Post-Mortem.

15
2.4.6 Penyimpanan 22 Hari Post-Mortem

Endomysium pada tahap ini benar-benar hilang dan fakta ini meningkatkan ruang antar
fibrillar (Gambar.6a-b). Ruang inter-fibrillar dan intra-fibrillar yang ada mengalamidegradasi
hampir lengkap dengan organelnya. Bentukdari inti sangat tidak beraturan dan
heterochromatinsangat padat, yang tersebar melalui semua nukleoplasma yang (Gambar.6b). Myo
fibrillterfragmentasian meningkat sehingga susunan heksagonal dari myofibrillberubah
(Gambar.6 c).Sarcomeres menunjukkan perubahan besar (Gambar.6d,e). Dengandemikian,
jaringan otot menjadi sangat tipis dan mulai hancur. Retikulum halus tidak dapat diamati pada
tahap ini.

Gambar. 3. Sisi Bujur dan Lintang Jaringan Otot Ikan Sea Bream Pada Masa
Penyimpanan 22 Hari Post-Mortem.

16
Gambar.6e

2.5 Hubungan Parameter Tekstur dan pH

Untuk pengukuran tekstur fillet ikan dengan ketebalan 1,5 cm, panjang 5cm diambil
dari bagian dorsal sebelah kiri pada tiap spesimen. Parameter tekstur diukur menggunakan
texturometer QTS – 25 yang dilengkapi dengan dengan sel beban 25 kg dan sebuah silender
probe datar berdiameter 20mm. Pengujian ini melibatkan dua siklus kompresi 50% dengan
kecepatan konstan yaitu 50mm/menit dengan waktu istirahat selama 5 detik diantara siklus
yang terdeformasi sebesar 50% dari panjang awalnya. Terdapat enam parameter yang ada
pada tiap kurva yaitu kekerasan (puncak kekuatan siklus kompresi pertama), kekompakan (
rasio gaya positif saat kompresi kedua dibandingkan dengan kompresi pertaman, kelengketan
( area gaya negatif dibawah baseline antara siklus kompresi), springiness (tinggi dari pulihnya
suatu makanan diantara kedua siklus kompresi), gumminess (tingkat kekerasan dikalikan
dengan kelengketan) dan chewiness (kekerasan dikalikan dengan kekompakan). Semua
perhitungan dilakukan pada suhu (22-23oC). pH dari daging ditentukan dengan menggunakan
alat pH meter dengan suhu 20oC yang sebelumnya daging dicincang terlebih dahulu dan
diambil 10 g lalu dilarutkan pada 50ml aquades dan didiamkan selama 10 menit.
Tabel 2 menunjukan perubahan parameter pH dan tekstur pada ikan kurisi saat
disimpan menggunakan es. Saat pre rigor pH daging sebesar 6,51 lalu menurun sebesar 6,45
setelah 1-5 hari disimpan lalu naik kembali ke 6,5. Namun hal ini tidak ditandai secara
signifikan.

19
Menurut analisis tekstur. Semua parameter kecuali Springiness berubah. Hampir
semua parameter menurun secara signifikan (p < 0,05) pada hari ke 5 (tabel 2). Pada fase ini
nilai dari kekerasan, Chewiness dan Gumminess menurun hingga setengah. Analisis korelasi
dilakukan pada ikan pre rigor untuk mengetahui korelasi antara serat otot dan paramater
tekstur. Hasilnya pun menujukan bahwa tidak ada korelasi yang jelas diantara keduanya dan
juga tidak ada korelasi yang ditemukan antara pH dan parameter tekstur.

20
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

21
Daftar Pustaka

Ayala M. D., Isaac A., Marina S., Carmen M., Maria J. P., Francisco G., Alfonso B., Octavio
L. P. 2010. Muscle tissue structural changes and texture development in sea bream,
sparus aurata L., during post – mortem Albors. Food science technology. 43 : 465 –
475.
Aydin, M., and A. Sozer. 2016. Presence of the Gilt head Sea bream in the Blac Sea. Turkish
Journal Of Maritime And Marine. 2(2) : 104-110.
Nikolopoulou, D., Moutou, K. A., Fountoulaki, E., Venou, B., Adamidou, S., & Alexis, M.N.
2010. Patterns of gastric evacuation, digesta characteristics and pH changes along the
gastro intestinal tract of gilt head sea bream (Sparusaurata L.) and European sea bass
(Dicentrar chuslabrax L.). Comparative Biochemistry and Physiology Part A:
Molecular & Integrative Physiology. 158(4): 406-414.

22
23

Anda mungkin juga menyukai