Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL NAFAS

DISUSUN OLEH :

BAYU AJI NUGROHO


2019040706

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI
TAHUN 2019/2020
Laporan Pendahuluan
Gagal Nafas

A. Pengertian
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon
dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi
difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997)
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk
mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah
yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung
“Harapan Kita”, 2001)
Gagal nafas terjadi bilamana  pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju
komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh.
Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg
(Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45
mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001).
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi

B. Klasifikasi
1. Gagal nafas akut
Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya normal secara
structural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
2. Gagal ginjal kronis
Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronchitis kronik
empisema dan penyakit paru hitam.
C. Etiologi / Penyebab

1. Depresi Sistem saraf pusat


Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang
otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
 Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus
ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf
seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan
neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi
ventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang
mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat
menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan
perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan
nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks  dan
fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas.
Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.
Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
5. Penyakit akut paru
 Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru
dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal
nafas.

D. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas
kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal
nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang
parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan
penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan
penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi
toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan
asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang
ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt
tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja
pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital
adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak
adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan
medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor
otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi
lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi
pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan
denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari
analgetik opioid. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat
mengarah ke gagal nafas akut.
D. Pathway gagal nafas
E. Tanda Dan Gejala
1. Tanda 
a. Gagal nafas total
1) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela
iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
3) Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi
buatan
b. Gagal nafas parsial
1) Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan
whizing.
2) Ada retraksi dada
2. Gejala
a. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
b. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun)

F. Komplikasi
A. Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan
ventilator (seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).
B. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia,
perikarditis dan infark miokard akut.
C. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare
dan pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
D. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum
tulang memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang
usianya kurang dari normal).
E. Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
F. Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
G. Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan
pemberian nutrisi enteral dan parenteral. (Alvin Kosasih, 2008)
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3 meningkat, PaCO2
meningkat, PaO2 menurun) dan kadar elektrolit (Kalium).
b. Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa meneyebabkan hipoksia
jaringan polisitemia bisa terjadi bila hipoksia tidak diobati dengan
cepat.
c. Fungsi ginjal dan hati : untuk mencari etiologi atau ientifikasi
komplikasi yang berhubungan dengan gagal nafas.
d. Serum kreatinin kinase dan troponin : untuk menyingkirkan infark
miocard akut
2. Radiologi
a. Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan
penyebab gagal nafas seperti atelectasis dan pneumonia.
b. EKG dan Echocardiografi : jika gagal nafas akut disebabkan oleh
cardiac
c. Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal nafas kronik
(volume tidal < 500ml, FVC (kapasitas vital paksa) menurun,
ventilasi semenit (Ve) menurun (Lewis, 2011)

I. Penatalaksanaan medis
1. Pemberian oksigen yang adekuat dengan meningkatkan fraksi o2
akan memperbaikai PaO2 sampai sekitar 60-80 mmHg cukup
untuk oksigenasi jaringan dan pencegahan hipertensi pulmonal
akibat hipoksemia yang terjadi. Pemberian FiO2 < 40%
menggunakan kanul nasal atau masker. Pemberian oksigen yang
berlebihan akan memperberat keadaan hiperanue. Menurunkan
kebutuhan oksigen dengan memperbaiki dan mengobati febris,
agitasi, infeksi, sepsis dll usahakan Hb sekitar 10-12 g/dl.
2. Dapat digunakan tekanan positif seperti CPAP, BiPAP dan PEEP.
Perbaiki elektrolit, balance PH, barotrauma, infeksi dan komplikasi
iatrogenic. Gangguan pH dikoreksi pada hiperapnue akut dengan
asidosis, perbaiki ventilasi alveolar dengan memberikan bantuan
ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan jalan nafas
adekuat, mengatasi bronkospasmae dan mengontrol gagal jantung,
demam dan sepsis.
3. Atasi atau cegah terjadinya atelectasis, overload cairan,
bronkospasmae, secret trakeobronkial yang meningkat dan infeksi.
4. Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. Kortikosteroid
methylprednisolone bisa digunakan bersama dengan bronkodilator
ketika terjadi bronkospasmae dan inflamasi. Ketika penggunaan IV
kortikosteroid mempunyai reaksi onset cepat. Kortikosteroid
dengan inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal therapy
dan tidak digunakan untuk gagal nafas akut. Hal yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan IV kortikosteroid , monitor tingkat
kalium yang memperburuk hypokalemia yang disebabkan diuretic.
Penggunaan jangka panjang menyebabkan insufisiensi adrenalin
5. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak
meningkatkan volume paru yang ekuivalen dengan 5-12 cm H2O
PEEP.
6. Drainase secret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan
pemberian mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yang
dihirup perkusi vibrasi dada dan latihan batuk efektif.
7. Pemberian antibiotic apabila timbul bronkospasmae
8. Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasmae 
9. Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjjadi asidemia,
hipoksemia dan disfungsi sirkulasi yang prospektif (Lewis, 2011)
J. Konsep Asuhan Keperawatan
Dibawah ini merupakan konsep asuhan keperawatan pada pasien
dengan gagal nafas (Respiratory Failure) dengan terpasang nya
Ventilator / ventilasi mekanik.
1. Pengkajian 
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernapasan
2) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
b. Breathing
1) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
2) Menggunakan otot aksesori pernapasan
3) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
4) Papiledema
5) Penurunan haluaran urine
2. Pemeriksaan Fisik (Menurut pengumpulan data dasar oleh Doengoes)
a. Sirkulasi
  Tanda : 
1) Takikardia, irama ireguler
2) S3S4/Irama gallop 
3) Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal
4) Hamman’s sign (bynui udara beriringan dengan denyut jantung
menandakan udara di mediastinum)
5) TD : hipertensi/hipotensi
3. Nyeri/Kenyamanan
 Gejala :   nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat
menjalar ke leher, bahu dan  abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
Tanda  :  Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi
meringis
4. Pernapasan
 Gejala  :  riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru ,
keganasan, “lapar udara”, batuk
Tanda :   takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot
asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi :
hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area
berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang,
reduksi ekskursi thorak. Kulit : cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan;
mental: cemas, gelisah, bingung, stupor
5. Keamanan
 Gejala :  riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat
radiasi/kemoterapi
6. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor resiko keluarga dengan tuberkulosis, kanker  

K. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi
tertahan,proses penyakit, pengesetan ventilator yang tidak tepat
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan,
pengesetan ventilator yang tidak tepat, peningkatan sekresi,
obstruksi ETT.
L. Intervensi Keperawatan
 Diagnosa Keperawatan.
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret
Tujuan : Klien akan memperlihatkan kemampuan meningkatkan dan
mempertahankan keefektifan  jalan nafas
Kriteria hasil :
a. Bunyi nafas bersih
b. Ronchi (-)
c. Tracheal tube bebas sumbatan
Intervensi Rasional
1.Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam atau bila Mengevaluasi keefektifan bersihan jalan
diperlukan nafas
2.Lakukan penghisapan bila terdengar ronchi
dengan cara :
a.Jelaskan pada klien tentang tujuan dari Meningkatkan pengertian sehingga
tindakan penghisapan memudahkan klien berpartisipasi
b.Berikan oksigenasi dengan O2 100 % Memberi cadangan oksigen untuk
sebelum dilakukan penghisapan, minimal  4 – menghindari hypoxia
5 x pernafasan
c.Perhatikan teknik aseptik, gunakan sarung Mencegah infeksi nosokomial
tangan steril, kateter penghisap steril
d.Masukkan kateter ke dalam selang ETT
dalam keadaan tidak menghisap, lama Aspirasi lama dapat menyebabkan
penghisapan tidak lebih 10 detik hypoksiakarena tindakan penghisapan akan
e.Atur tekana penghisap tidak lebih 100-120 mengeluarkan sekret dan oksigen
mmHg Tekana negatif yang berlebihan dapat
f.Lakukan oksigenasi lagi dengan O2 100% merusak mukosa jalan nafas
sebelum melakukan penghisapan berikutnya Memberikan cadangan oksigen dalam paru
g.Lakukan penghisapan berulang-ulang sampai
suara nafas bersih
Menjamin kefektifan jalan nafas

3.Pertahankan suhu humidifier tetap hangat Membantu mengencerkan sekret


( 35 – 37,8 C)

Diagnosa Keperawatan.
2.Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan,proses penyakit,
pengesetan ventilator yang tidak tepat
Tujuan : Klien akan memperlihatkan kemampuan pertukaran gas yang kembali
normal
Kriteria hasil :
a. Hasil analisa gas darah normal : PH (7,35 – 7,45), PO2 (80 – 100 mmHg),
PCO2 ( 35 – 45 mmHg) dan BE ( -2 - +2)
b. Tidak cyanosis
Intervensi Rasional
1.Cek analisa gas darah setiap 10 –30 mnt Evaluasi keefektifan setting ventilator yang
setelah perubahan setting ventilator diberikan
2.Monitor hasil analisa gas darah atau Evaluasi kemampuan bernafas klien
oksimetri selama periode penyapihan
3.Pertahankan jalan nafas bebas dari sekresi Sekresi menghambat kelancaran udara nafas
4.Monitpr tanda dan gejala hipoksia Deteksi dini adanya kelainan

Diagnosa Keperawatan.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, pengesetan
ventilator yang tidak tepat, peningkatan sekresi, obstruksi ETT
Tujuan : Klien akan mempertahankan pola nafas yang efektif
Kriteria hasil : 
 Nafas sesuai dengan irama ventilator
 Volume nafas adekuat
 Alarm tidak berbunyi
Intervensi Rasional
1.Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1-2 Deteksi dini adanya kelainan atau
jam
2.Evaluasi semua alarm dan tentukan gangguan fungsi ventilator
penyebabnya Bunyi alarm menunjukkan adanya
3.Pertahankan alat resusitasi manual (bag & gangguan fungsi ventilator
mask) pada posisi tempat tidur sepanjang Mempermudah melakukan pertolongan
waktu bila sewaktu-waktu ada gangguan fungsi
4.Monitor slang/cubbing ventilator dari ventilator
terlepas, terlipat, bocor atau tersumbat Mencegah berkurangnya aliran udara nafas
5.Evaluasi tekanan atau kebocoran balon
cuff Mencegah berkurangnya aliran udara nafas
6.Masukkan penahan gigi (pada
pemasangan ETT lewat oral) Mencegah tergigitnya slang ETT
7.Amankan slang ETT dengan fiksasi yang
baik Mencegah terlepasnya.tercabutnya slang
8.Monitor suara nafas dan pergerakan ada ETT
secara teratur Evaluasi keefektifan pola nafas

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan,  Edisi 8, EGC,
Jakarta

Corwin, Elizabeth J, (2001), Buku saku Patofisiologi, Edisi bahasa Indonesia,


EGC, Jakarta

Doengoes, E. Marilyn (1989), Nursing Care Plans, Second Edition, FA Davis,


Philadelphia

Suprihatin, Titin (2000), Bahan Kuliah Keperawatan Gawat Darurat PSIK


Angkatan I, Universitas Airlangga, Surabaya

Anda mungkin juga menyukai