Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA TN. K.W DENGAN COMBUSTIO GRADE II AB 45 %


DI RUANG BURN UNIT RS SANGLAH DENPASAR
TANGGAL 25-30 MEI 2017

OLEH

Megi N. Laubura, S.Kep


NIM: 163 111 016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

CITRA HUSADA MANDIRI

KUPANG

2017
Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian
Luka bakar adalah terjadinya sentuhan antar kulit dengan energi termal yang
cukup kuat,hingga menyebabkan perubahan patologi kulit. Luka bakar dapat timbul
akibat kulit terpajan kesuhu tinggi,syok listrik atau bahan kimia. Luka bakar
diklasifikasikan berdasarkan kedalaman dan luas daerah yang terbakar (Nugroho,
2011).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang tinggi (misalnya api,
air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang rendah (Moenadjat,
2009).
2. Epidemiologi
Luka bakar adalah penyebab utama kedua dari cedera kecelakaan dan kematian
pada anak-anak dibawah usia 14 tahun. Luka bakar yang disebabkan oleh agens
termal adalah luka bakar yang paling sering terjadi dan umumnya terjadi di dapur.
Luka bakar karena listrik dan bahan kimia biasanya terjadi pada kelompok anak
usia toddler. Tiga perempat dari semua luka bakar diduga dapat dicegah.
Prevalensi sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan. Dimana terjadi
pada semua umur, tetapi kelompok usia yang beresiko paling tinggi untuk
mengalami luka bakar adalah anak-anak usia < 5 tahun dan orang tua > 65 tahun.
Penyebab luka bakar yang terbanyak dikarenakan oleh sengatan api akibat
kelalaian,ceroboh dan sifat ingin tahu dari anak-anak sehingga banyak sekali
korban luka bakar adalah anak-anak (Sowden dan Nugroho, 2011).
3. Etiologi
a. Luka bakar panas (Thermal Burn)
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari
energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang
elektrik itu sampai mengenai tubuh. Contohnya : api, air panas, aliran listrik,
minyak panas, suhu yang tinggi, logam panas.
b. Luka bakar bahan kimia (Hemical Burn)
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia
ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat
pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan
berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer.
Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar
kimia. Contoh : lisol, prostek, alkohol, zat phosper, kreolin, pepsida, nitrat
argentin, asam kuat.
c. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia
kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga
merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi. Contohnya : sinar matahari, sinar
laser, sinar X (rontgen).
4. Klasifikasi
a. Berdasarkan kedalaman luka bakar
1) Luka bakar dapat digolongkan sebagai derajat pertama superficial, derajat
kedua ketebalan parsial superficial, derajat kedua ketebalan parsial dalam
atau derajat ketiga ketebalan penuh.Luka bakar derajat pertama superficial
terbatas pada epidermis yang ditandai dengan adanya nyeri dan eritema
tanpa lepuh. Kulit sembuh spontan dalam 3-4 hari dan tidak meninggalkan
jaringan parut biasanya tidak timbul komplikasi, misalnya luka bakar akibat
sinar matahari.
2) Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial dalam meluas ke epidermis dan
kedalam lapisan dermis. Luka bakar ini sangat nyeri dan menimbulkan
lepuh dalam beberapa menit. Luka bakar ini biasanya sembuh tanpa
meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial
dalam meluas keseluruh dermis. Luka bakar jenis ini hanya sensitive
parsial terhadap nyeri karena luasnya destruksi saraf-saraf sensorik.
3) Luka bakar derajat ketiga ketebalan penuh meluas ke epidermis dan
jaringan subkutan.
b. Berdasarkan luas luka bakar

Sistem ini menggunakan prosentase kelipatan sembilan terhadap luas


permukaan tubuh.
a. Adult: kepala = 9 %, tangan kanan-kiri = 18%, dada dan perut = 18%,
genetalia = 1%, kaki kanan-kiri = 36%, dan punggung = 18%
b. Child: kepala = 18%, tangan kanan-kiri = 18% , dada dan perut = 18%,
kaki kanan-kiri = 28%, dan punggung = 18%
c. Infant: kepala = 18%, tangan kanan-kiri =18%, dada dan perut = 18%,
kaki kanan-kiri = 28%, dan punggung = 18%
c. Fase Luka Bakar
1) Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih
dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48 –
72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak
sistemik.
2) Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan :
a) Proses inflamasi dan infeksi
b) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau
tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ-organ
fungsional.
c) Keadaan hipermetabolisme.
3) Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat
luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul
pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid,
gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
d. Zona Luka Bakar
1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat
pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami
nekrosis beberapa saat setelah kontak; karenanya disebut juga sebagai zona
nekrosis.
2. Zona statis
Daerah yang langsung berada di luar/ di sekitar zona koagulasi. Di
daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan
trombosit dan leukosit sehingga terjadi gangguan perfusi (no flow
phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi
lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin
berakhir dnegan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Daerah di luar zona statis ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi
tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi
yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan; atau
berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama.
5. Patofisiologi
Luka bakar adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu panas
(thermal), kimia, elektrik, dan radiasi. Paparan suhu tinggi atau pemicu terhadap
suhu tinggi pada tubuh manusia akan merusak kulit dan pembuluh darah kapiler
maupun pembuluh darah yang lebih besar. Akibat kerusakan pembuluh darah ini
mengakibatkan cairan plasma, sel darah dan protein (terutama albumin yang
mempunyai Berat Molekul (BM) besar dan berfungsi mengangkut makanan) keluar
dari lumen (ruang dalam) pembuluh darah. Sehingga tubuh mengalami dehidrasi
(kehilangan cairan) yang masif (banyak), selain karena rusaknya pembuluh darah
juga karena pekatnya konsentrasi cairan di dalam lumen pembuluh darah. Selain itu
suhu tinggi juga merusak lapisan dalam (mukosa) pembuluh darah yang akan
memicu terbentuknya sumbatan pada pembuluh darah. Dan dalam beberapa jam
setelah itu akan memicu terjadinya reaksi radang sistemik yang berlebihan. Berat
ringannya luka bakar tergantung pada faktor, agent, lamanya terpapar, area yang
terkena, kedalamannya, bersamaan dengan trauma, usia dan kondisi penyakit
sebelumnya. Akibat yang terlihat pada individu yang mengalami luka bakar
merupakan hasil dari penyebab efek panas itu sendiri terhadap kulit, efek dari panas
terhadap elemen darah atau pembuluh darah serta kelainan metabolik yang terjadi
secara umum. Efek terhadap kulit dapat merusak lapisan kulit sehingga mudah
terjadi infeksi menyebabkan panas dan cairan tubuh yang hilang bertambah banyak.
Efek terhadap pembuluh darah dapat berupa permeabilitas kapiler yang meningkat
sehingga cairan dan protein merembes menyebabkan hipovolemi dan syok. Fase
syok sering terjadi dalam 24 jam pertama.
6. Gejala Klinik
Kedalaman luka bakar :
a) Superficial (derajat I), dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Kerusakan jaringan terbatas pada bagian permukaan yaitu
epidermis
b. Perlekatan dermis dan epidermis tetap terpelihara dengan
baik
c. Kulit kering, hiperemik memberikan efloresensi berupa
eritema
d. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
e. Penyembuhan (regenerasi epitel) terjadi secara spontan
dalam waktu 5-7 hari
f. Contoh: luka bakar akibat sengatan matahari
g. Karena derajat kerusakan yang ditimbulkannya tidak
merupakan masalah klinik yang berarti dalam kajian terapetik, luka bakar
derajat satu tidak dicantumkan dalam perhitungan luas luka bakar.
b) Partial thickness (derajat II), dengan ciri sebagai berikut :

a. kerusakan meliputi seluruh ketebalan epidermis


dan sebagian superficial dermis
b. respon yang ditimbulkan berupa reaksi inflamasi
akut disertai proses eksudasi
c. nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
d. luka derajat II dibedakan menjadi:
1. Superficial/dangkal
a) Kerusakan mengenai epidermis dan sebagian (1/3 bagian
superficial)dermis
b) Dermal-epidermal junction mengalami kerusakan sehingga terjadi
epidermolisis yang diikuti terbentuknya lepuh (bula, blister). Lepuh
ini merupakan karakteristik luka bakar derajat dua dangkal. Bila
epidermis terlepas terlihat dasar luka berwarna kemerahan-kadang
pucat- edematus dan eksudatif
c) Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea utuh
d) Penyembuhan terjadi secara spontan umumnya memerlukan waktu
antara 10-14 hari, hal ini dimungkinkan karena membrane basalis
dan apendises kulit tetap utuh; dketahui keduanya merupakan
sumber proses epitelialisasi.
2. Dalam
a) Kerusakan hampir mengenai seluruh (2/3 bagian superficial)
dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea sebagian utuh
b) Kerap dijumpai eskar tipis di permukaan; harus bisa dibedakan
dengan eskar pada derajat III
c) Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang
tersisa. Biasanya penyembuhan memerlukan waktu > 2 minggu.
c) Full thickness (derajat III)

a) Kerusakasn meliputi seluruh ketebalan kulit (epidermis dan dermis) serta


lapisan yang lebih dalam
b) Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan
c) Kulit yang terbakar tampak berwarna pucat atau lebih putih karena terjadi
eskar
d) Secara teoritis tidak dijumpai rasa nyeri bahkan hilang sensasi karena
ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian
e) Penyembuhan terjadi lama. Proses epilialisasi spontan baik dari tepi luka
(membrane basalis) maupun dari apendises kulit (folikel rambut, kelenjar
keringat, dan kelenjar sebasea yang memiliki potensi epitelialisasi ) tidak
dimungkinkan terjadi karena struktur-struktur jaringan tersebut mengalami
kerusakan.
b) Luasnya luka bakar
1. Luka bakar parah
- Tingkat II: 30%
- Tingkat III: 10%
- Luka bakar pada tangan dan kaki
- Dengan adanya komplikasi pernapasan, fraktur dan kerusakan
jaringan lunak yang luas
2. Luka bakar sedang
- Tingkat II: 15-30%
- Tingkat III: 5-10% (kecuali mengenai muka dan genitalia)
3. Luka bakar ringan
- Tingkat II: <15%
- Tingkat III: 5%
Tanda dan gejala lainnya, yaitu :

 Hipotensi, Takikardi, Disritmia, Akral dingin


 Pembentukan edema jaringan
 Haluaran urin menurun, warna urin gelap (hitam kemerahan)
 Mukosa kering, pucat
 Diuresis, Anoreksia, Mual/muntah, Penurunan bising usus
 Area kebas, kesemutan, nyeri, Penurunan reflek tendon
 Aktivitas kejang (syok listrik)
 Penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik)
 Rupture membrane timpanik (syok listrik)
 Paralisis (cedera listrik pada aliran saraf)
 Suara serak, batuk mengi
 Ketidakmampuan menelan sekresi oral
 Sianosis
 Bunyi napas ronki
 Penurunan kekuatan/ kelemahan, Keterbatasan rentang gerak, Gangguan
massa otot, perubahan tonus.

d) Fourth degree (derajat IV) : Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a) Darah :
a. Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan. Selanjutnya
menurunkan Ht dan SDM dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh
panas terhadap endothelium pembuluh darah.
b. SDP : leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi
luka dan respons inflamasi terhadap cedera.
c. GDA : dasar penting untuk kecurigaan inhalasi. Penurunan
PaO2/peningkatan PaCo2 mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan
kehilangan mekanisme kompensasi pernafasan.
b) X-ray :
a. Scan paru : mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.
b. Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.
c. Foto rontgen dada : dada tampak normal pada pascaluka bakar dini
meskipun dengan cedera inhalasi;namun cedera inhalasi yang sesungguhnya
akan ada saat progresif tanpa foto dada (SDPD)
c) Laboratorium
a. Albumin serum : Rasio albumin/globulin mungkin terbalik sehubungan
dengan kehilangan protein pada edema cairan.
b. BUN/Kreatinin :Peninggian menunjukan penurunan perfusi/fungsi ginjal;
namun kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
c. Urin : adanya albumin, Hb dan mioglobulin menunjukkan kerusakan
jaringan dalam dan kehilangan kehilangan protein (khususnya terkait pada
luka bakar listrik serius). Warna hitam kemerahan pada urin sehubungan
dengan mioglobin. Kultur luka mungkin diambil untuk data dasar dan
diulang secara periodic.
8. Komplikasi
a) Shock
b) Sepsis
c) Gagal ginjal akut
d) Pneumonia
9. Penatalaksanaan
a) Penanganan luka bakar ringan
Untuk penanganan jalan napas. pola pernapasan , dan sirkulasi pada pasien
dengan luka bakar ringan tidak menjadi proritas utama. Penanganan emergensi
terhadap luka bakar minor meliputi : menagemen nyeri, profilaksis tetanus,
perawatan luka tahap awal dan pendidikan kesehatan.
1) Managemen nyeri. managemen nyeri seringkali dilakukan dengan
pemberian dosis ringan morphine atau meperidine dibagian emergensi.
Sedangkan analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh pasien rawat
jalan.
2) Profilaksis tetanus. Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah
sama pada penderita luka bakar baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya.
3) Perawatan luka awal. Perawatan luka untuk Luka bakar ringan terdiri dari
membersihkan luka (cleansing) yaitu debridemen jaringan yang mati;
membuang zat-zat yang merusak (zat kimia, tar, dll); dan
pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topikal dan balutan
secara steril. Selain itu juga perawat bertanggung jawab memberikan
pendidikan tentang perawatan luka di rumah dan manifestasi klinis dari
infeksi agar klien dapat segera mencari pertolongan. Pendidikan lain yang
diperlukan adalah tentang pentingnya melakukan latihan ROM (range of
motion) secara aktif untuk mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal
dan untuk menurunkan pembentukan edema dan kemungkinan terbentuknya
scar.
b) Penanganan luka bakar berat.
1) Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian
emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan,
sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan
(penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan
nasogastric tube (NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium;
management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan
luka.
2) Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang
mungkin terjadi. Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan,
dan sirkulasi unutk lebih memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk
memastikan penanganan secara dini. Selain itu melakukan pengkajian ada
tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang,
adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat dengan segera
diketahui dan ditangani.
3) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang). Bagi klien dewasa
dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi cairan intravena
umumnya diperlukan.Pemberian intravena perifer dapat diberikan melaui
kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal dari ekstremitas yang
terbakar.Sedangkan untuk klien yang mengalami luka bakar yang cukup
luas atau pada klien dimana tempat-tempat untuk pemberian intravena
perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada vena
central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau femoral)
oleh dokter mungkin diperlukan.
Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan
dengan resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat menggunakan berbagai
formula yang telah dikembangkan seperti pada tabel berikut:
24 jam pertama 24 jam kedua
Formula Elektrolit Koloid Dextros Elektrolit Koloid Dextros
Evans Normal 1 ml/kg/ 2000 ml 0,5 0,5 2000 ml
saline 1 % kebutuhan kebutuhan
ml/kg/% 24 jam I 24 jam I
Brooke RL 1,5 0,5 2000 ml 0,5 - 0,75 0,5 - 0,75 2000 ml
ml/kg/% ml/kg/% kebutuhan kebutuhan
24 jam I 24 jam I
Modifikasi RL 2 0,3 - 0,5 2000 ml
Brooke ml/kg/% ml/kg/%
Parkland RL 0,3 - 0,5 2000 ml
4ml/kg/% ml/kg/%

1. Derajat I
a. Farmakologi
1) Berikan antibiotic topical untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang
terjadi pada kulit. Contoh antibiotic topical yang dapat digunakan
adalah silver nitrate 0,5%, mafedine acetate 10%, silver sulfadiazine
1%, atau gentamisin sulfat.
2) Lakukan pembersihan luka dengan menggunakan cairan steril dalam
bak khusus yang mengandung larutan antiseptic. Antiseptic local yang
dapat dipakai yaitu betadine atau nitras argenti 0,5%
3) Kompres nitrat argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai
bakteriostati untuk semua kuman
4) Gunakan silversulfadiazin dalam bentuk krim 1%,sangat berguna
karena bersifat bakteriostatik mempunyai retensi dan aman
5) Berikan analgetik
b. Non farmakologi
1) Basuh luka pada air yang mengalir selama 15 menit
2) Balut luka menggunakan kassa gulung kering dan steril
2. Derajat II
a. Farmakologi
1) Berikan serum anti – tetanus/toksoid yaitu ATS 3.000 unit pada orang
dewasa dan separuhnya pada anak-anak
2) Berikan antibiotic topical untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang
terjadi pada kulit. Contoh antibiotic topical yang dapat digunakan
adalah silver nitrate 0,5%, mafedine acetate 10%, silver sulfadiazine
1%, atau gentamisin sulfat.
3) Berikan analgetik
b. Non farmakologi
Basuh luka dibawah air mengalir selama kurang lebih 15 menit
c. Tindakan medis
1) Balut luka menggunakan kassa gulung kering dan steril
2) Pasang kateter urin
3) Terapi 02
4) Rawat luka dengan savlon.
3. Derajat III
a. Farmakologi
1) Berikan serum anti – tetanus/toksoid yaitu ATS 3.000 unit pada orang
dewasa dan separunya pada anak-anak
2) Berikan antibiotic topical untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang
terjadi pada kulit. Contoh antibiotic topical yang dapat digunakan
adalah silver nitrate 0,5%, mafedine acetate 10%, silver sulfadiazine
1%, atau gentamisin sulfat.
3) Berikan analgetik
b. Non farmakologi
Basuh luka dibawah air mengalir selama kurang lebih 15 menit
c. Tindakan medis
1) Pasang CVP
2) Balut luka menggunakan kassa gulung kering dan steril
3) Pasang kateter urin
4) Terapi 02
5) Rawat luka dengan savlon
6) Lakukan suction
7) Pasang NGT
8) Mobilisasi setiap 3 jam
9) Pembedahan (nekrotomi, eskaratomi)
Resusitasi cairan : baxter
Dewasa baxter :
RL 4cc x BB x % LB/24 jam
Anak : jublah resusitasi + kebutuhan faal :
RL : dextran = 17:3
2cc x BB x % LB
Kebutuhan faal :
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ → diberikan 8 jam pertama
½ → diberikan 16 jam berikutnya
Hari kedua :
Dewasa : dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x ) x 80 x BB gr/hr
100
( albumin 25% = gram x 4 cc/mnt.
Anak : diberikan sesuai kebutuhan faal.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnese
Nama :
Jenis kelamin : laki-laki lebih sering dari pada perempuan
Umur : semua usia, tetapi kelompok usia yang beresiko paling
tinggi untuk mengalami luka bakar adalah anak-anak
usia < 5 tahun dan orang tua > 65 tahun.
b. Keluhan utama : nyeri akibat luka bakar
c. Riwayat penyakit sekarang : hipotensi, takikardi, Disritmia, Akral dingin,
pembentukan edema jaringan, haluaran urin menurun, warna urin gelap (hitam
kemerahan), diuresis, anoreksia, mual/muntah, penurunan bising usus, area
kebas, kesemutan, nyeri, penurunan reflek tendon, aktivitas kejang (syok listrik),
penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik), rupture membrane timpanik
(syok listrik), paralisis (cedera listrik pada aliran saraf), suara serak, batuk
mengi, ketidakmampuan menelan sekresi oral, sianosis, bunyi napas ronki.
Riwayat kesehatan dahulu : termal (air panas, api, atau kontak langsung dengan
objek panas), listrik, bahan kimia dan radiasi
d. Pola ADL
Aktivitas : Klien akan mengalami penurunan kekuatan/ kelemahan,
keterbatasan rentang gerak.
Nutrisi : Anoreksia, mual dan muntah, terjadi peningkatan edema.
Eliminas : Penurunan haluaran urin, warna urin hitam kemerahan.
Hygiene : Terganggu
e. Pemeriksaan Fisik
B1 : Pernapasan meningkat, sianosis, bunyi napas ronki
B2 : Hipotensi, Takikardi, Disritmia
B3 : Penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik) , rupture membrane
timpanik (syok listrik), paralisis
B4 : Mukosa kering, pucat
B5 : Penurunan haluaran urin.
B6 : Kulit melepuh / luka bakar, penurunan reflek tendon, penurunan kekuatan
2. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b.d Agen cedera (fisik)
2. Ketidakefektifan pola napas b.d gangguan neurologis
3. Kerusakan integritas kulit b.d cedera kimiawi kulit
4. Intoleransi aktivitas b.d imobilitas
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif
6. Ansietas b.d ancaman kematian.
DAFTAR PUSTAKA

Jane mc lain, 2008. Panduan belajar keperawatan emergensi. Jakarta: EGC.

Crowin , 2009. Patofisiologi edisi 3. Jakarta:EGC

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta.Nuha Medika

NANDA Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:


EGC.

Effendi, Christantie.1999.Perawatan Pasien Luka Bakar, Editor, Yasmin Asih-Jakarta :


EGC

Smeltzer C. Suzanne and Bare G. Brande, Brunner and Suddarth’s.2001. “Keperawatan


Medikal Bedah”.Edisi 8.Vol 3. Jakarta : EGC

Sue Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Editor Bahasa:
Nurjannah dkk. Jakarta: Elsevier

Sue Moorhead, et all. 2013. Nursing Intervention Classification (NiC). Editor Bahasa:
Nurjannah dkk. Jakarta: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai