Askep Luka Bakar Baru
Askep Luka Bakar Baru
OLEH
KUPANG
2017
Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Luka bakar adalah terjadinya sentuhan antar kulit dengan energi termal yang
cukup kuat,hingga menyebabkan perubahan patologi kulit. Luka bakar dapat timbul
akibat kulit terpajan kesuhu tinggi,syok listrik atau bahan kimia. Luka bakar
diklasifikasikan berdasarkan kedalaman dan luas daerah yang terbakar (Nugroho,
2011).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang tinggi (misalnya api,
air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang rendah (Moenadjat,
2009).
2. Epidemiologi
Luka bakar adalah penyebab utama kedua dari cedera kecelakaan dan kematian
pada anak-anak dibawah usia 14 tahun. Luka bakar yang disebabkan oleh agens
termal adalah luka bakar yang paling sering terjadi dan umumnya terjadi di dapur.
Luka bakar karena listrik dan bahan kimia biasanya terjadi pada kelompok anak
usia toddler. Tiga perempat dari semua luka bakar diduga dapat dicegah.
Prevalensi sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan. Dimana terjadi
pada semua umur, tetapi kelompok usia yang beresiko paling tinggi untuk
mengalami luka bakar adalah anak-anak usia < 5 tahun dan orang tua > 65 tahun.
Penyebab luka bakar yang terbanyak dikarenakan oleh sengatan api akibat
kelalaian,ceroboh dan sifat ingin tahu dari anak-anak sehingga banyak sekali
korban luka bakar adalah anak-anak (Sowden dan Nugroho, 2011).
3. Etiologi
a. Luka bakar panas (Thermal Burn)
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari
energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang
elektrik itu sampai mengenai tubuh. Contohnya : api, air panas, aliran listrik,
minyak panas, suhu yang tinggi, logam panas.
b. Luka bakar bahan kimia (Hemical Burn)
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia
ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat
pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan
berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer.
Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar
kimia. Contoh : lisol, prostek, alkohol, zat phosper, kreolin, pepsida, nitrat
argentin, asam kuat.
c. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia
kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga
merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi. Contohnya : sinar matahari, sinar
laser, sinar X (rontgen).
4. Klasifikasi
a. Berdasarkan kedalaman luka bakar
1) Luka bakar dapat digolongkan sebagai derajat pertama superficial, derajat
kedua ketebalan parsial superficial, derajat kedua ketebalan parsial dalam
atau derajat ketiga ketebalan penuh.Luka bakar derajat pertama superficial
terbatas pada epidermis yang ditandai dengan adanya nyeri dan eritema
tanpa lepuh. Kulit sembuh spontan dalam 3-4 hari dan tidak meninggalkan
jaringan parut biasanya tidak timbul komplikasi, misalnya luka bakar akibat
sinar matahari.
2) Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial dalam meluas ke epidermis dan
kedalam lapisan dermis. Luka bakar ini sangat nyeri dan menimbulkan
lepuh dalam beberapa menit. Luka bakar ini biasanya sembuh tanpa
meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial
dalam meluas keseluruh dermis. Luka bakar jenis ini hanya sensitive
parsial terhadap nyeri karena luasnya destruksi saraf-saraf sensorik.
3) Luka bakar derajat ketiga ketebalan penuh meluas ke epidermis dan
jaringan subkutan.
b. Berdasarkan luas luka bakar
d) Fourth degree (derajat IV) : Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a) Darah :
a. Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan. Selanjutnya
menurunkan Ht dan SDM dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh
panas terhadap endothelium pembuluh darah.
b. SDP : leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi
luka dan respons inflamasi terhadap cedera.
c. GDA : dasar penting untuk kecurigaan inhalasi. Penurunan
PaO2/peningkatan PaCo2 mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan
kehilangan mekanisme kompensasi pernafasan.
b) X-ray :
a. Scan paru : mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.
b. Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.
c. Foto rontgen dada : dada tampak normal pada pascaluka bakar dini
meskipun dengan cedera inhalasi;namun cedera inhalasi yang sesungguhnya
akan ada saat progresif tanpa foto dada (SDPD)
c) Laboratorium
a. Albumin serum : Rasio albumin/globulin mungkin terbalik sehubungan
dengan kehilangan protein pada edema cairan.
b. BUN/Kreatinin :Peninggian menunjukan penurunan perfusi/fungsi ginjal;
namun kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
c. Urin : adanya albumin, Hb dan mioglobulin menunjukkan kerusakan
jaringan dalam dan kehilangan kehilangan protein (khususnya terkait pada
luka bakar listrik serius). Warna hitam kemerahan pada urin sehubungan
dengan mioglobin. Kultur luka mungkin diambil untuk data dasar dan
diulang secara periodic.
8. Komplikasi
a) Shock
b) Sepsis
c) Gagal ginjal akut
d) Pneumonia
9. Penatalaksanaan
a) Penanganan luka bakar ringan
Untuk penanganan jalan napas. pola pernapasan , dan sirkulasi pada pasien
dengan luka bakar ringan tidak menjadi proritas utama. Penanganan emergensi
terhadap luka bakar minor meliputi : menagemen nyeri, profilaksis tetanus,
perawatan luka tahap awal dan pendidikan kesehatan.
1) Managemen nyeri. managemen nyeri seringkali dilakukan dengan
pemberian dosis ringan morphine atau meperidine dibagian emergensi.
Sedangkan analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh pasien rawat
jalan.
2) Profilaksis tetanus. Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah
sama pada penderita luka bakar baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya.
3) Perawatan luka awal. Perawatan luka untuk Luka bakar ringan terdiri dari
membersihkan luka (cleansing) yaitu debridemen jaringan yang mati;
membuang zat-zat yang merusak (zat kimia, tar, dll); dan
pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topikal dan balutan
secara steril. Selain itu juga perawat bertanggung jawab memberikan
pendidikan tentang perawatan luka di rumah dan manifestasi klinis dari
infeksi agar klien dapat segera mencari pertolongan. Pendidikan lain yang
diperlukan adalah tentang pentingnya melakukan latihan ROM (range of
motion) secara aktif untuk mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal
dan untuk menurunkan pembentukan edema dan kemungkinan terbentuknya
scar.
b) Penanganan luka bakar berat.
1) Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian
emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan,
sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan
(penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan
nasogastric tube (NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium;
management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan
luka.
2) Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang
mungkin terjadi. Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan,
dan sirkulasi unutk lebih memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk
memastikan penanganan secara dini. Selain itu melakukan pengkajian ada
tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang,
adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat dengan segera
diketahui dan ditangani.
3) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang). Bagi klien dewasa
dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi cairan intravena
umumnya diperlukan.Pemberian intravena perifer dapat diberikan melaui
kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal dari ekstremitas yang
terbakar.Sedangkan untuk klien yang mengalami luka bakar yang cukup
luas atau pada klien dimana tempat-tempat untuk pemberian intravena
perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada vena
central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau femoral)
oleh dokter mungkin diperlukan.
Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan
dengan resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat menggunakan berbagai
formula yang telah dikembangkan seperti pada tabel berikut:
24 jam pertama 24 jam kedua
Formula Elektrolit Koloid Dextros Elektrolit Koloid Dextros
Evans Normal 1 ml/kg/ 2000 ml 0,5 0,5 2000 ml
saline 1 % kebutuhan kebutuhan
ml/kg/% 24 jam I 24 jam I
Brooke RL 1,5 0,5 2000 ml 0,5 - 0,75 0,5 - 0,75 2000 ml
ml/kg/% ml/kg/% kebutuhan kebutuhan
24 jam I 24 jam I
Modifikasi RL 2 0,3 - 0,5 2000 ml
Brooke ml/kg/% ml/kg/%
Parkland RL 0,3 - 0,5 2000 ml
4ml/kg/% ml/kg/%
1. Derajat I
a. Farmakologi
1) Berikan antibiotic topical untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang
terjadi pada kulit. Contoh antibiotic topical yang dapat digunakan
adalah silver nitrate 0,5%, mafedine acetate 10%, silver sulfadiazine
1%, atau gentamisin sulfat.
2) Lakukan pembersihan luka dengan menggunakan cairan steril dalam
bak khusus yang mengandung larutan antiseptic. Antiseptic local yang
dapat dipakai yaitu betadine atau nitras argenti 0,5%
3) Kompres nitrat argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai
bakteriostati untuk semua kuman
4) Gunakan silversulfadiazin dalam bentuk krim 1%,sangat berguna
karena bersifat bakteriostatik mempunyai retensi dan aman
5) Berikan analgetik
b. Non farmakologi
1) Basuh luka pada air yang mengalir selama 15 menit
2) Balut luka menggunakan kassa gulung kering dan steril
2. Derajat II
a. Farmakologi
1) Berikan serum anti – tetanus/toksoid yaitu ATS 3.000 unit pada orang
dewasa dan separuhnya pada anak-anak
2) Berikan antibiotic topical untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang
terjadi pada kulit. Contoh antibiotic topical yang dapat digunakan
adalah silver nitrate 0,5%, mafedine acetate 10%, silver sulfadiazine
1%, atau gentamisin sulfat.
3) Berikan analgetik
b. Non farmakologi
Basuh luka dibawah air mengalir selama kurang lebih 15 menit
c. Tindakan medis
1) Balut luka menggunakan kassa gulung kering dan steril
2) Pasang kateter urin
3) Terapi 02
4) Rawat luka dengan savlon.
3. Derajat III
a. Farmakologi
1) Berikan serum anti – tetanus/toksoid yaitu ATS 3.000 unit pada orang
dewasa dan separunya pada anak-anak
2) Berikan antibiotic topical untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang
terjadi pada kulit. Contoh antibiotic topical yang dapat digunakan
adalah silver nitrate 0,5%, mafedine acetate 10%, silver sulfadiazine
1%, atau gentamisin sulfat.
3) Berikan analgetik
b. Non farmakologi
Basuh luka dibawah air mengalir selama kurang lebih 15 menit
c. Tindakan medis
1) Pasang CVP
2) Balut luka menggunakan kassa gulung kering dan steril
3) Pasang kateter urin
4) Terapi 02
5) Rawat luka dengan savlon
6) Lakukan suction
7) Pasang NGT
8) Mobilisasi setiap 3 jam
9) Pembedahan (nekrotomi, eskaratomi)
Resusitasi cairan : baxter
Dewasa baxter :
RL 4cc x BB x % LB/24 jam
Anak : jublah resusitasi + kebutuhan faal :
RL : dextran = 17:3
2cc x BB x % LB
Kebutuhan faal :
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ → diberikan 8 jam pertama
½ → diberikan 16 jam berikutnya
Hari kedua :
Dewasa : dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x ) x 80 x BB gr/hr
100
( albumin 25% = gram x 4 cc/mnt.
Anak : diberikan sesuai kebutuhan faal.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnese
Nama :
Jenis kelamin : laki-laki lebih sering dari pada perempuan
Umur : semua usia, tetapi kelompok usia yang beresiko paling
tinggi untuk mengalami luka bakar adalah anak-anak
usia < 5 tahun dan orang tua > 65 tahun.
b. Keluhan utama : nyeri akibat luka bakar
c. Riwayat penyakit sekarang : hipotensi, takikardi, Disritmia, Akral dingin,
pembentukan edema jaringan, haluaran urin menurun, warna urin gelap (hitam
kemerahan), diuresis, anoreksia, mual/muntah, penurunan bising usus, area
kebas, kesemutan, nyeri, penurunan reflek tendon, aktivitas kejang (syok listrik),
penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik), rupture membrane timpanik
(syok listrik), paralisis (cedera listrik pada aliran saraf), suara serak, batuk
mengi, ketidakmampuan menelan sekresi oral, sianosis, bunyi napas ronki.
Riwayat kesehatan dahulu : termal (air panas, api, atau kontak langsung dengan
objek panas), listrik, bahan kimia dan radiasi
d. Pola ADL
Aktivitas : Klien akan mengalami penurunan kekuatan/ kelemahan,
keterbatasan rentang gerak.
Nutrisi : Anoreksia, mual dan muntah, terjadi peningkatan edema.
Eliminas : Penurunan haluaran urin, warna urin hitam kemerahan.
Hygiene : Terganggu
e. Pemeriksaan Fisik
B1 : Pernapasan meningkat, sianosis, bunyi napas ronki
B2 : Hipotensi, Takikardi, Disritmia
B3 : Penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik) , rupture membrane
timpanik (syok listrik), paralisis
B4 : Mukosa kering, pucat
B5 : Penurunan haluaran urin.
B6 : Kulit melepuh / luka bakar, penurunan reflek tendon, penurunan kekuatan
2. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b.d Agen cedera (fisik)
2. Ketidakefektifan pola napas b.d gangguan neurologis
3. Kerusakan integritas kulit b.d cedera kimiawi kulit
4. Intoleransi aktivitas b.d imobilitas
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif
6. Ansietas b.d ancaman kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Sue Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Editor Bahasa:
Nurjannah dkk. Jakarta: Elsevier
Sue Moorhead, et all. 2013. Nursing Intervention Classification (NiC). Editor Bahasa:
Nurjannah dkk. Jakarta: Elsevier