Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK E

RIAN PESIRERON
STEFANY KATRIN SOUKOTTA
THERESYA V DASVORDATTE
VELLDY SALASIWA
YULIA CHELSYE B. FAYAU
VITA CLARA HURSEPUNY
DEWI RATUSUAY
EGA EVANLY NANURU
EXZEL WILLIAM BEFFERS
FENANSIA MARIA RESILAY
RAHEL HUBE GAINAU
GRES LATUREKA

PROGRAM STUDY KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
AMBON
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan
baik, Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawata
Kritis. Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari kata
sempurna , untuk itu kami sangat mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Ambon, 13 Juli 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
JUDUL................................................................................................................................

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................ii


DAFTAR TABEL…………………………………………………………………
..........................................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………..............iii

BAB I ...............................................................................................................................1
A. FORMAT PENGKAJIAN SISTEM PENDENGARAN.........................................1
B. FORMAT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL.............................16

BAB II ............................................................................................................................34
A. ANALISA PICO HASIL PENELITIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
.....................................................................................................................................34
B. ANALISA PICO HASIL PENELITIAN SISTEM PENDENGARAN.................46

BAB III PENUTUP.......................................................................................................56


Kesimpulan ................................................................................................................56
DAFTAR TABEL
TABEL 1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium.......................................................................
TABEL 2 Terapi Pemberian Obat...................................................................................24

DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1 Hasil rontgen Genu dextra.........................................................................23
BAB I
KASUS BAYANGAN

FORMAT PENGKAJIAN
SISTEM PENDENGARAN

Nama Mahasiswa :
N P M :
Rumah Sakit :
Ruangan :
Tanggal Pengkajian :

A. IDENTITAS PASIEN IDENTITAS PENANGGUNG


JAWAB
Nama :An. L Nama : Tn. P
Usia : 16 tahun Hubungan dengan klien: Ayah klien
Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMP Alamat : Jl Jabon
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidakada
Alamat : Jl. Jabon
Tglmasuk : 13 Oktober 2014
Ruang : Poli THT
DiagnosaMedis : Trauma Membran
Timpani

1. Riwayat penyakit sekarang


An. L sering mengeluh telinga kanan berdengung. An. L mengatakan bahwa
sakitnya sudah 1 minggu terakhir ini dan An. L juga merasakan di dalam
telinga terasa penuh karena adanya penumpukan serumen dan pendengaran
terganggu
2. Riwayat Penyakit Sebelumnya

1
Klien mengatakan tidak pernah rawat inap di rumah sakit karena tidak pernah
mengalami penyakit yang parah sebelumnya, paling hanya sakit ringan yaitu
demam, flu.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada salah satu keluarga yang mengalami sakit telinga.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Kardiovas

- Suara jantung √ S1 S2 Tunggal S3 S4


- Nadi √ Reguler Iregular HR …..
- Capilary refill √ < 3 detik > 3 detik
- Bentuk dada Simetris
kuler

- Bunyi nafas √ Bronkial Bronkovesikular Vesikular


Suara nafas tambahan
Respiratory

- Whezing √ Tidak Ya, (kanan/kiri)


- Ronchi √ Tidak Ya, (kanan/kiri)
- Stridor √ Tidak Ya,
- Snoring √ Tidak Ya,
Batuk Tidak √ Ya, Produktif/ tidak, secret……
- Warna kulit Tidak
Sawo matang Ya, ……………….
keletal Muskulos Endokrin Neurologi Integumen

- Kelembaban √ lembab berkeringat kering


- Icterus √ Tidak ya, lokasi……….
- Pupil √ Isokor Anisokor
Reflek cahaya +/+
Diameter ……………………………………………………
- Riwayat pertumbuhan dan √ Perubahan ukuran kepala, tangan atau kaki
perkembangan fisik pada waktu dewasa
Kekeringan kulit atau rambut
- Kemampuan pergerakan sendi √ Bebas Terbatas
- Parese Ya √ Tidak
- Paralise Ya √ Tidak
st Gastrointe

Abdomen
- Kontur Abdomen √ Normal distensi
- Jejas √ Tidak ya,……cm, lokasi……..

2
Konsep Diri Tanggapan tentang tubuh (Sempurna)
- Citra diri / body image Bagian tubuh yang disukai (Mata)
Bagian yubuh yang tidak disukai ( hidung )
Psikososial

- Peran tanggapan klien terhadap perannya


√ senang tidak senang

ANALISA DATA

Nama Pasien : An. L


Umur : 16 tahun
NO DATA ( DS/DO) MASALAH ETIOLOGI
1 DS : Klien mengeluh telinga Gangguan sensori Perubahan sensori
kanan terasa penuh adanya persepsi (auditori) persepsi
serumen, pendengaran yang
terganggu, telinga terasa
berdengung
DO : telinga kanan tampak ruptur
membran timpani dengan tepi
yang tidak rata dengan sedikit
bercak darah disekitarnya.

Uji Penala: Rine negatif pada


telinga kanan dan Rine positif di
telinga kiri

3
2 DS : An. L mengatakan bahwa Proses Inflamasi Nyeri
sakitnya sudah 1 minggu terakhir.
DO : telinga kanan tampak ruptur
membran timpani dengan tepi
yang tidak rata dengan sedikit
bercak darah disekitarnya.

3 DS : Klien mengatakan tidak Kurang terpapar Kurang


pernah rawat inap di rumah sakit informasi dan Pengetahuan.
karena tidak pernah mengalami pengobatan mengenai
penyakit yang parah sebelumnya penyakit
An. L sering mengeluh telinga
kanan berdengung. An. L
mengatakan bahwa sakitnya sudah
1 minggu terakhir

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Gangguan sensori persepsi (auditori) berhubungan dengan perubahan sensori
persepsi.
2 Nyeri Berhubungan dengan Proses inflamasi
3 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi tentang
penyakit.

4
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Tujuan Intervensi rasional


1 Setelah dilakukan 1. Observasi ketajaman 1. Mengetahui tingkat
ketajaman pendengaran
tindakan 1 x 24 pendengaran, catat
pasien dan untuk
jam diharapkan apakah kedua telinga menentukan intervensi
selanjutnya.
ketajaman terlibat.
pendengaran pasien 2. Membantu untuk
meningkat menghindari masukan
Kriteria Hasil : 2. Berikan lingkungan sensori pendengaran yang
 Pasien dapat yang tenang dan tidak berlebihan dengan
mendengar dengan kacau, jika diperlukan mengutamakan kualitas
baik tanpa alat seperti musik lembut. tenang
bantu pendengaran 3. Mematuhi program terapi

 Mampu akan mempercepat proses

menentukan letak 3. Anjurkan pasien dan penyembuhan.

suara dan sisi keluarganya untuk

paling keras dari mematuhi program

garpu tala terapi yang diberikan

 Pasien tidak
meminta
mengulang setiap
pertanyaan yang
diajukan
kepadanya

5
2 Setelah dilakukan 1. Observasi keluhan 1. Dapat mengidentifikasi
nyeri, perhatikan
tindakan 1 x 24 terjadinya komplikasi
lokasi/karakter dan
jam diharapkan intensitas skala nyeri
2. Ajarkan teknik
rasa nyeri pasien
relaksasi progresif,
dapat berkurang. napas dalam guided 2. Membantu klien
imagery
Kriteria Hasil : mengurangi persepsi nyeri
3. Kolaborasi : berikan
Melaporkan nyeri analgetik sesuai
berkurang/terkontol indikasi
Menunjukan 3. Membantu mngurangi
ekspresi wajah
postur tubuh rileks nyeri.
3 Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui tingkat
pengetahuan pasien.
tindakan 1 x 24 pemahaman dan
jam diharapkan pengetahuan pasien tentang
2. Berikan informasai
terjadi peningkatan penyakitnya
kepada pasen dan
pengetahuan keluarga tentang 2. Meningkatkan pemahaman
penyakitnya.
mengenai kondisi pasien tentang kondisi
3. Berikan penjelasan
dan penanganan kepada pasien setiap kesehatan
satu tindakan yang
bersangkutan
diberikan
Kriteria Hasil : 3. Mengurangi kecemasan dan
Melaporkan membantu kerjasama dalam
pemahaman
mendukung tindakan yang
mengenai penyakit
yang dialami diberikan.

TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : An.L

6
Umur : 18 tahun
Tanggal/Ja No. Dx. Tindakan Keperawatan
m
13-10-2019/ 1 1. Mengobservasi ketajaman pendengaran dan mencatat
07.00 apakah kedua telinga terlibat
2. Memberikan lingkungan yang tenang dan tidak kacau,
jika diperlukan seperti musik lembut
3. Menganjurkan pasien dan keluarganya untuk mematuhi
program terapi yang diberikan

13-10-2019/ 2 1. Mengobservasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi/karakter


12.00 dan intensitas skala nyeri
2. Mengajarkan teknik relaksasi progresif, napas dalam
guided imagery
3. Kolaborasi : berikan analgetik sesuai indikasi

13-10-2019/ 3 1. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien.


14.00 2. Memberikan informasai kepada pasen dan keluarga
tentang penyakitnya.
3. Memberikan penjelasan kepada pasien setiap satu
tindakan yang diberikan.

EVALUASI
Nama Pasien : An. L
Umur : 16 tahun

7
Diagnosa medis : Trauma Membran Timpani

No
Masalah
Prioritas Intervensi Evaluasi
Keperawatan
masalah
No : 1 Gangguan sensori 1. Observasi ketajaman S : An. L
13-10- persepsi (auditori) pendengaran, catat mengatakan
2019/ berhubungan dengan apakah kedua telinga telinganya
perubahan sensori terlibat. masih terasa
07.00
persepsi. 2. Berikan lingkungan sakit
yang tenang dan tidak
kacau, jika diperlukan O : masih
seperti musik lembut. ada serumen.
3. Anjurkan pasien dan Telinganya
keluarganya untuk masih
mematuhi program berdengung
terapi yang diberikan
A: Masalah
belum
teratasi

P: Intervensi
dilanjutkan
No : 2 Nyeri Berhubungan 1. Observasi keluhan S : An. L
13-10- dengan Proses nyeri, perhatikan mengatakan
2019/ inflamasi lokasi/karakter dan masih merasa
intensitas skala nyeri sakit pada
12.00
2. Ajarkan teknik telingnya
relaksasi progresif,
napas dalam guided O :
imagery Telinganya
3. Kolaborasi : berikan masih
analgetik sesuai berdengung

8
indikasi
A: Masalah
belum
teratasi

P: intervensi
di lanjutkan
No : 3 Kurang pengetahuan 1. Kaji tingkat S : An. L dan
13-10- berhubungan dengan pengetahuan pasien. keluarga
2019/ kurang terpapar 2. Berikan informasai mengatakan
informasi tentang kepada pasen dan sudah
14.00
penyakit. keluarga tentang mengerti dan
penyakitnya. mengetahui
3. Berikan penjelasan tentang
kepada pasien setiap penyakitnya
satu tindakan yang
diberikan O : An. L
mengikuti
dan
menyetujui
tindakan
yang
diberikan

A: Masalah
kurangnya
pengetahuan
Teratasi

P: Intervensi
dihentikan.

9
FORMAT PENGKAJIAN
SISTEM MUSKULOSKELETAL
Nama Mahasiswa :
N P M :
Rumah Sakit :
Ruangan :
Tanggal Pengkajian :

A. IDENTITAS PASIEN IDENTITAS PENANGGUNG


JAWAB
Nama : Ny. E Nama : Bpk. S
Umur : 48 tahun Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Maluku/Indonesia Suku :
Maluku/Indonesia
Agama : Kristen Agama : Kristen
Pendidikan : SLTA Pendidikan : SLTA
No. Rekam Medik : 013634 Hubungan dengan pasien : Suami
Alamat : Kudamati, Ambon Alamat : Kudamati,
Ambon

B. RIWAYAT KEPERAWATAN

10
1. Riwayat Penyakit Sekarang
a) Alasan masuk RS : Pasien mengatakan lutut kanan nyeri, kemeng-kemeng,
sakit, kalau ditekuk tidak bisa sudah berlangsung selama 1 minggu. Pada
hari senin pasien terpeleset jatuh dan saat itu lutut kanan merasa saki yang
luar biasa, kemudian pada hari selasa dibawa ke RS
b) Riwayat Kesehatan Pasien : Pasien mengatakan sudah 1 minggu lutut
kanannya nyeri, kemeng-kemeng, sakit untuk berjalan.

2. Riwayat Penyakit Sebelumnya


Pasien punya riwayat hipertensi, setiap bulan kontrol di RS

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Pasien punya riwayat hipertensi, setiap bulan kontrol di RS

C. PEMERIKSAAN FISIK
Kardiovas

- Suara jantung √ S1 S2 Tunggal S3 S4


- Nadi √ Reguler Iregular HR …..
- Capilary refill √ < 3 detik > 3 detik
kuler

11
- Bentuk dada Simetris
- Bunyi nafas Bronkial Bronkovesikular √ Vesikular
Suara nafas tambahan
Respiratory

- Whezing √ Tidak Ya, (kanan/kiri)


- Ronchi √ Tidak Ya, (kanan/kiri)
- Stridor √ Tidak Ya,
- Snoring √ Tidak Ya,
Batuk √ Tidak Ya, Produktif/ tidak, secret……
- Warna kulit Sawo matang
keletal Muskulos Endokrin Neurologi Integumen

- Kelembaban lembab berkeringat √ kering


- Icterus Tidak ya, lokasi……….
- Pupil √ Isokor Anisokor
Reflek cahaya +/+
Diameter
- Riwayat pertumbuhan dan √ Perubahan ukuran kepala, tangan atau kaki
perkembangan fisik pada waktu dewasa
Kekeringan kulit atau rambut
- Kemampuan pergerakan sendi Bebas √ Terbatas
- Parese √ Ya Tidak
- Paralise Ya Tidak
Gastrointe

Abdomen
- Kontur Abdomen √ Normal distensi
- Jejas √ Tidak ya,……cm, lokasi……..
Konsep Diri Tanggapan tentang tubuh : Pasien mengatakan
stinal

- Citra diri / body image sehat itu mahal.


Pasien tidak malu dengan penyakitnya.
Psikososial

- Peran tanggapan klien terhadap perannya


√ senang tidak senang

D. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

12
1) Radiologi rontgen

(Gambar 1 Hasil Rontgen Genu Dextra)

2) Laboratorium

Tabel 1
Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal Jenis Hasil Normal


Pemeriksaan Pemeriksaan ( Satuan)
03-07-2020 Hb 11,5 12-4
Hemetokrit 34,8 37-43
Leukosit 9.400 4000-10.000
trombosit 284.000 150.000-450.000
Eritrosit 3,66 40-46
MCV 95,1 80.0-90.0 2
MCH 31,4 6,5-30,5
Niferensial 63,1 40-80
Segmen 27,7 20-40
Lionfosit 9,2
Jenis pemeriksaan Hasil ( Satuan)
04-07-2020 Gas Sewaktu 90 1-10
Gas Puasa 136 75-140
Fungsi ginjal 3,8 75-115
Kelost total 191 2,6-6,1
Kolest HDL 123,7 < 220
Kolest LDL 156 < 15
<200

13
E. TERAPI
Tabel 2
Terapi Pemberian Obat

Tanggal Obat Dosis dan satuan Rute


03-07-2020 Santagesic 3x1 ampul IV
Ranitidin 2x1 sehari/ 12 jam IV
Methil 62,5 mg IV
Prednisolon 3x tiap /8 jam
3x1 ampul IV

04-07-2020 Santagesic 62,5 mg IV


MTP 3xtiap 8 jam
2x tiap 12 jam IV
05-07-2020 Santagesic IV
Ranitidin 62,5mg
MTP 2x1tiap 12 jam IV
Oral 3x1
Gabapetin 2x100mg
Glukosamin

14
ANALISA DATA

Nama Pasien : Ny.E


Umur : 48 tahun
NO DATA ( DS/DO) MASALAH ETIOLOGI
DS.
1 Pasien menyatakan nyeri dilutut Agen injuri biologis Nyeri akut
kanan sejak 1 minggu sebelum
dirawat di RS.
DO.
KU :Composmetis
TD : 130/80 Nadi : 88x/menitSuhu
: 36,50 C
P :TerpelesetJatuh
Q :kemeng, nyeri
R :lututkanan
S:6
T :setiapberjalansakit
Therapi ; inj
 Satagesic 3x tiap 8 jam
 Ranitidin 2xtiap 12 jam
 MTP 62,5 mg 3xtiap 8 jam
Per 1.V

15
DS.
2 Pasien mengatakan lutut kanan Kelemahan otot Hambatan mobilitas
sakit untuk di tekuk atau di fisik
gerakkan
DO.
Pasien berpindah tempat
menggunakan kursi roda
ADL dibantu keluarga

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Nyeri akut berhubungan dengan Agen Injuri biologis
2 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot

16
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Tujuan Intervensi rasional
1 Setelah dilakukan 1. Observasi TTV dan 1. Mengetahui keadaan
asuhan tingkat nyeri pasien umum pasien dan
keperawatan tindakan selanjutnya
selama 3x24 jam 2. Manajemen nyeri 2. Manajemen nyeri
nyeri pasien agar mengurangi rasa
berkurang, dengan 3. Ajarkan pasien nyeri
Kriteria hasil : tehnik relaksasi 3. Nafas dalam dapat
1. TTV dalam nafas dalam merilekskan pasien
batas normal dan mengalihkan
2. Melaporkan 4. Edukasi pasien dan nyeri.
nyeri keluarga untuk 4. Mengoptimalkan
berkurang/hilang membatasi pasien untuk istirahat
3. Wajah rileks pengunjung
5. Kolaborasi dengan 5. Untuk mengurangi
dokter pemberian rasa nyeri
analgetik.

2 Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Mengetahui keadaaan


asuhan kemampuan pasien umum
keperawatan dalam beraktifitas 2. Dapat mengurangi
selama 3x24 jam 2. Terapi latihan kekakuan otot
tidak terjadi kontrol otot 3. ROM dapat
hambatan mengurangi kekakuan
mobilitas fisik, 3. Lakukan ROM otot
dengan kriteria 4. Mengurangi faktor
hasil : 4. Edukasi keluarga resiko
Aktivitas fisik untuk mendampingi
pasien meningkat aktifitas pasien
5. Kolaborasi dengan 5. Fisioterapi
keluarga mengurangi rasa nyeri
6. Terapi keseimbagan
6. Terapi latihan agar pasien tidak
keseimbangan mudah jatuh.

TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. E


Umur : 48 tahun
Tanggal/Ja No. Dx. Tindakan Keperawatan
m

17
Selasa 03- 1 1. Mengobservasi TTV
07-2020/ 2. Mengkaji tingkat nyeri pasien
Jam 11.30 - 3. Mengajarkan pasien tertarik relaksasi nafas dalam
12.00 WIT 4. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga
untuk membatasi pengunjung.
5. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
 Santagesic : 3x1 ampul
 Ranitidin : 2x1 sehari/ 12 jam
 Methil 62,5 mg : 3x tiap /8 jam
 rednisolon3x1 ampul

Rabu 04-07- 2 1. Mengobservasi kemampuan pasien dalam beraktifitas


2020/ Jam 2. Terapi latihan kontrol otot
08.30 –
3. Mengedukasikan kepada keluarga untuk
09.00 WIT
mendampingi pasien dalam melakukan aktifitas
4. Terapi latihan keseimbangan

EVALUASI

Nama Pasien : Ny. E


Umur : 48 tahun
Diagnosa medis : Osteoarthritis genu dextra

No Prioritas
Masalah Keperawatan Intervensi Evaluasi
masalah
No : 1 Nyeri akut berhubungan 1. Observasi TTV dan tingkat S : Pasien

18
Tgl :Selasa dengan Agen Injuri nyeri pasien mengatakan
03-07-2020 biologis 2. Manajemen nyeri nyeri pada lutut
Jam : 11.30 - Tujuan : Terjadi 3. Ajarkan pasien tehnik kanan, terasa
12.00 WIT penurunan skala nyeri relaksasi nafas dalam pegel-pegel,
4. Edukasi pasien dan bisa beraktifitas
DS. keluarga untuk membatasi jalan terasa sakit
Pasien menyatakan nyeri pengunjung O :
dilutut kanan sejak 1 5. Kolaborasi dengan dokter KUComposmeti
minggu sebelum dirawat pemberian analgetik. s TTV :
di RS. TD 130/80
DO. Nadi 88x/menit
KU :Composmetis Suhu36,50 oC
TD : 130/80 Nadi : RR 22x/menit
88x/menitSuhu : 36,50 C Wajah pasien
P :TerpelesetJatuh tegang menahan
Q :kemeng, nyeri nyeri
R :lututkanan A : Nyeri akut
S:6 belum teratasi
T :setiapberjalansakit P : lanjutkan
Kriteria hasil : intervensi
1. TTV dalam batas
normal
2. Melaporkan nyeri
berkurang/hilang
3. Wajah rileks

No : 2 Hambatan mobilitas fisik 1. Observasi kemampuan S : Pasien


Tgl :Rabu berhubungan dengan pasien dalam beraktifitas mengatakan
04-07-2020/ kelemahan otot 2. Terapi latihan kontrol otot lutut sudah
Jam : 12.30 Tujuan : 3. Lakukan ROM berkurang
– 13.00 WIT DS. 4. Edukasi keluarga untuk sakitnya
Pasien mengatakan lutut mendampingi aktifitas O : Pasien
kanan sakit untuk ditekuk pasien berjalan masih

19
atau di gerakkan 5. Kolaborasi dengan menggunakan
DO. keluarga kursi roda
Pasien berpindah tempat 6. Terapi latihan A : Rasa nyeri
menggunakan kursi roda keseimbangan pada lutut sudah
ADL dibantu keluarga berkurang
P : Lanjutkan
Criteria hasil : intervensi
Aktivitas fisik pasien
meningkat

CATATAN PERKEMBANGAN
Diagnosa keperawatan : Nyeri Akut
Tanggal Implementasi Perkembangan
Selasa 03-07-2020/ Jam 1. Mengukur TTV dan S : Pasien mengatakan
11.30 - 12.00 WIT Observasi tingkat nyeri nyeri pada lutut kanan
terasa pegel-pegel, bisa
beraktifitas jalan terasa
sakit

O : KU : Composmetis
TTV :

20
TD 130/80
Nadi 88x/menit
Suhu36,50 oC
RR 22x/menit
Wajah pasien tegang
menahan nyeri

A : Nyeri akut belum


teratasi

2. Mengukur TTV dan P : lanjutkan intervensi


observasi hambatan fisik

S : Pasien mengatakan
lutut sudah berkurang
sakitnya

O : Pasien dalam berjalan


masih mengguankan kursi
roda.

A : Rasa nyeri pada lutut

P : Lanjutkan intervensi

Rabu 04-07-2020/ Jam 1. Mengukur TTV dan S : Pasien mengatakan

21
08.30 – 09.00 WIT Observasi tingkat nyeri nyeri pada lutut kanan
sudah berkurang.

O : TTV TD : 120/80
Nadi : 92x/menitSuhu :
370 C \RR: 24x/menit
Wajah pasien sudah tidak
tampak tegang

A : Nyeri berkurang

P : Lanjutkan intervensi

2. Mengukur TTV dan S : Pasien mengatakan


observasi hambatan fisik lutut sudah berkurang
sakitnya

O : Pasien dalam berjalan


masih mengguankan kursi
roda

A : Rasa nyeri pada lutut


sudah berkurang

P: Lanjutkan intervensi

22
BAB II
HASIL PENELITIAN

A. ANALISA PICO SISTEM MUSKULOSKELETAL

JURNAL I
Penulis : Bunga PA.
Tahun : 2013
Judul : PENGELOLAAN PASIEN OSTEOARTRITIS GENU,
HIPERTENSI GRADE II DAN OBESITAS GRADE I DENGAN
PENDEKATAN MEDIS DAN PERILAKU.
Penerbit : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

ABSTRAK
Latar Belakang. Osteoartritis (OA) merupakan penyakit gangguan
musculoskeletal progresif, ditandai oleh hilangnya kartilago artikular secara
bertahap. Penyakit ini paling sering mengenai pasien setengah baya dan lanjut
usia dan dipengaruhi oleh banyak faktor serta membutuhkan kepatuhan dalam
pengobatan. Kasus. Seorang wanita berusia 54 tahun datang dengan keluhan
tengkuk terasa berat, kepala pusing disertai lutut terasa sakit. Keluhan pada lutut
telah dirasakan sejak 1 tahun dan makin berat sejak 2 bulan terakhir ini. Melalui

23
Body Discomfort Brief Survey didapatkan risiko tinggi pada tangan dan
pergelangan tangan, siku dan tungkai kedua sisi untuk mengalami gangguan
muskuloskeletal. Dari hasil pemeriksaan fisik, tekanan darah 180/110mmHg,
Index Massa Tubuh (IMT) 29kg/m2. Pada status lokalis regio genu dextra et
sinistra saat digerakkan tidak ada pembatasan range of motion namun terdengar
krepitasi minimal. Simpulan. Telah ditegakkan diagnosa osteoartritis genu,
hipertensi grade II dan obesitas grade I pada pasien ini serta dilakukan
penatalaksanaan dengan pendekatan medis dan perilaku. [Medula
Unila.2013;1(3):51-60]
Kata Kunci: hipertensi, obesitas, osteoarthritis genu, pelayanan kedokteran
keluarga

P (PROBLEM)
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit gangguan musculoskeletal
progresif, ditandai oleh hilangnya kartilago artikular secara bertahap. Penyakit ini
paling sering mengenai pasien setengah baya dan lanjut usia dan dipengaruhi oleh
banyak faktor serta membutuhkan kepatuhan dalam pengobatan.
I (INTERVENTION)
Pada kasus ini pasien didiagnosis terkena penyakit Osteoarthritis,
sedangkan penyakit Hipertensi sudah pernah didiagnosis sebelumnya sekitar 1
tahun yang lalu namun pasien tidak rutin kontrol. Selain penatalaksanaan secara
farmakologis maupun nonfarmakologis terhadap tekanan darah pasien, pentingnya
dilakukan edukasi bahwa anak-anak pasien memiliki peluang untuk menderita
hipertensi dikemudian hari sekitar 1 : 7. Oleh karena itu dilakukan intervensi pada
keluarga pasien terutama anak dan cucunya berupa health promotion: melakukan
pola hidup sehat (pola makan sehat dan olahraga yang teratur) serta edukasi
mengenai osteoarthritis, hipertensi dan obesitas; specific protection: membatasi
makanan yang memiliki kandungan tinggi garam, diet rendah kolesterol dari serta
early diagnosis: melakukan skrining hipertensi dan obesitas dengan menganjurkan
pemeriksaan tekanan darah, IMT dan lingkar pinggang di tempat pelayanan
kesehatan.

24
C (CONCLUSION)
Telah ditegakkan diagnosa OA genu bilateral, hipertensi stage II, obesitas
grade I pada seorang wanita usia 54 tahun yang memiliki masalah pola berobat
kuratif, pengetahuan pasien mengenai OA, HT yang masih kurang, pasien bekerja
sebagai pembantu rumah tangga dan faktor eksternal adalah tidak ada pelaku
rawat, serta kurangnya perhatian dan dukungan anggota keluarga terhadap pasien.
Telah dilakukan penatalaksanaan terhadap pasien ini baik melalui pendekatan
medis maupun perilaku.

O (OUTCOME)
Pada pasien ini didapatkan bahwa pasien merupakan seorang wanita
dengan usia 54 tahun. Prevalensi OA sendiri lebih banyak pada wanita menurut
studi epidemiologi yaitu sebesar 18% untuk wanita dan 10% untuk laki-laki
(Woolf dan Pfleger, 2003). Faktor usia juga berpengaruh pada pasien ini dengan
usia pasien yang sudah 54 tahun. Selain itu pekerjaan pasien yang merupakan
seorang pembantu rumah tangga yang sudah dikerjakan pasien selama 23 tahun,
menjadi salah satu faktor pemberat penyakit OA yang pasien derita. Posisi yang
tidak ergonomis (posisi squatting saat pasien mencuci) serta overuse sendi lutut
yang cukup lama menambah progresivitas OA. Beban yang dipikul oleh tubuh
pun menjadi faktor yang mempengaruhi penyakit ini, dilihat dari IMT pasien yang
>25 dan masuk dalam kategori Obesitas Grade I (Caterson et al., 2000). Terhadap
pasien Telah dilakukan penatalaksanaan terhadap pasien ini baik melalui
pendekatan medis maupun perilaku

JURNAL II
Penulis : Aditya Denny Pratama
Tahun : 2019
Judul : INTERVENSI FISIOTERAPI PADA KASUS
OSTEOARTRITIS GENU DI RSPAD GATOT SOEBROTO
Penerbit : Jurnal Sosial Humaniora Terapan

25
ABSTRAK

Osteoarthritis merupakan kelainan sendi degenerasi non inflamasi yang terjadi


pada sendi yang dapat digerakkan dan sendi penopang berat badan dengan
gambaran khas memburuknya rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru
pada tepi tulang (osteofit) sebagai akibat perubahan biokimia, metabolisme,
fisiologis dan patologis pada rawan sendi dan tulang sub kondral. Masalah yang
muncul akibat osteoarthritis di antaranya nyeri sendi, hambatan gerak sendi, kaku
pagi, krepitasi, deformitas, pembengkakan sendi yang asimetris, tanda-tanda
peradangan, perubahan gaya berjalan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengetahui intervensi fisioterapi pada kasus osteoarthritis. Penelitian ini
merupakan studi kasus yang dilakukan di RSPAD Gatot Subroto pada bulan
Februari-Maret tahun 2017. Dalam studi kasus ini batasan permasalahan yang
akan dibahas yaitu nyeri, spasme, keterbatasan LGS dan penurunan kekuatan otot.
Modalitas yang akan diterapkan yaitu Trans Electrical Nerves Stimulation
(TENS), Ultrasound dan terapi latihan berupa Quadriceps Setting Exercise dan
passive hamstring stretching. Hasil studi kasus ini menunjukkan dengan modalitas
TENS dan Ultrasound (US) mampu menurunkan nyeri dan spasme. Dan dengan
terapi latihan passive stretching hamstring dan quadriceps setting exercise
mampu meningkatkan range of motion dan nilai kekuatan otot pada pasien dengan
kasus Osteoartritis Genu.
Kata Kunci: Osteoarthtritis, Fisioterapi, Exercise, Trans Electrical Nerves
Stimulation, Ultrasound

P (PROBLEM)
Osteoarthritis merupakan kelainan sendi degenerasi non inflamasi yang terjadi
pada sendi yang dapat digerakkan dan sendi penopang berat badan dengan
gambaran khas memburuknya rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru
pada tepi tulang (osteofit) sebagai akibat perubahan biokimia, metabolisme,
fisiologis dan patologis pada rawan sendi dan tulang sub kondral. Masalah yang
muncul akibat osteoarthritis di antaranya nyeri sendi, hambatan gerak sendi, kaku
pagi, krepitasi, deformitas, pembengkakan sendi yang asimetris, tanda-tanda

26
peradangan, perubahan gaya berjalan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengetahui intervensi fisioterapi pada kasus osteoarthritis.

I (INTERVENTION)
Permasalahan yang dibahas yaitu nyeri, spasme, keterbatasan LGS dan
penurunan kekuatan otot. Modalitas yang akan diterapkan yaitu Trans Electrical
Nerves Stimulation (TENS), Ultrasound dan terapi latihan berupa Quadriceps
Setting Exercise dan passive hamstring stretching.
Mekanisme TENS dalam mengurangi nyeri Dengan menggunakan
intervensi TENS dan UltraSound terdapat penuruan nyeri pada lutut kanan dari
vas 7 pada evaluasi 1 ke vas 1 pada evaluasi 6 dan pada lutut kiri dari vas 3 pada
evaluasi 1 ke vas 0 pada evaluasi 6. Hal ini dikarenakan TENS dapat mengurangi
nyeri menurut gate control atau sistem bloking, nyeri dapat dihambat oleh
mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Sistem bloking masuk
lebih dulu ke pintu masuk di substansia gelatinosa dan menghambat sel
nociceptive untuk memberikan informasi ke otak sehingga rangsang nyeri tidak
sampai ke otak.
Mekanisme Ultrasound dalam mengurangi nyeri dan spasme Dengan
menggunakan UltraSound untuk evaluasi spasme otot hamstring kanan sudah
hilang pada evaluasi ke- 4. UltraSound dapat menghilangkan nyeri yaitu dengan
adanya pengaruh gosokan membantu “venous dan lymphatic”, sehingga terjadi
peningkatan kelenturan jaringan lemak serta menurunnya nyeri dan proses
percepatan regenerasi jaringan. UltraSound juga dapat memperbaikan sirkulasi
darah yang akan menyebabkan terjadinya relaksasi otot-otot karena zat-zat
pengiritasi jaringan diangkut.
Mekanisme Quadriceps Setting Excerise dalam meningkatkan
kekuatan otot Dengan menggunakan Quadriceps Setting Excerise terdapat
kenaikan nilai otot quadriceps kanan dari nilai otot 3 pada evaluasi 1 ke nilai otot
5 pada evaluasi 6. Dengan menggunakan terapi latihan Quadriceps Setting
Excerise dilakukan dengan prinsip latihan yang melibatkan kontraksi otot tanpa
gerakan dari bagian tubuh lain. Sehingga melibatkan kontraksi otot untuk
melawan beban yang tetap atau tidak bergerak, hal ini dapat meningkatkan

27
kekuatan otot bila dilakukan dengan tahanan yang kuat (Anwer and Alghadir,
2014).
Mekanisme Passive Stretching Exercise dalam meningkatkan LGS
Dengan menggunakan Passive Stretching Exercise terdapat pertambahan LGS di
evaluasi 3 dari 900 pada evaluasi 1 ke 1350 di evaluasi 6. Pada Passive Stretching
Exercise terdapat pemanjangan otot dan menahannya pada posisi tersebut selama
satu periode untuk membut jaringan memanjang. Ini sebabnya dapat menambah
lingkup gerak sendi.

C (CONCLUSION)
Dengan menggunakan intervensi yang sudah dipilih fisioterapi, keluhan pasien
mengalami perubahan, yaitu:
1. TENS mampu menurunkan nyeri dari vas 7 ke vas 1 untuk lutut kanan dan dari
vas 3 ke vas 0 untuk lutut kiri.
2. Ultrasound (US) dapat mengurangi nyeri dan spasme quadriceps dextra hilang
pada evaluasi 4
3. Passive stretching hamstring mampu meningkatkan ROM dari 900 pada
evaluasi 1 ke 1350 pada evaluasi 6.
4. Terapi latihan Quadriceps Setting exercise terdapat kenaikan nilai otot dari 3 ke
5 pada otot Quadriceps lutut kanan.

O (OUTCOME)
Hasil studi kasus ini menunjukkan dengan modalitas TENS dan
Ultrasound (US) mampu menurunkan nyeri dan spasme. Dan dengan terapi
latihan passive stretching hamstring dan quadriceps setting exercise mampu
meningkatkan range of motion dan nilai kekuatan otot pada pasien dengan kasus
Osteoartritis Genu.
Maka, dapat disimpulkan bahwa penatalaksanaan fisioterapi dapat mengurangi
gejala dan meningkatkan kapasitas fungsional pada pasien dengan kasus
Osteoartritis Genu Bilateral.

JURNAL III

28
Penulis : UMNIATI RAFIAH ISMAH
Tahun : 2018
Judul :PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED,
TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION DAN EXERCISE DI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IR. SOEKARNO SUKOHARJO
Penerbit : Universitas Muhamadiyah Surakarta

ABSTRAK
Osteoarthritis Knee adalah penyakit degenerasi yang mengakibatkan nyeri lutut
yang disebabkan karena perlunakan serta perusakan rawan sendi dan diikuti
pemadatan tulang subkodral, tumbuhnya osteofit serta kekakuan sendi, sehingga
mengakibatkan gangguan fungsi dan gerak sendi lutut. Tujuan penelitian ini
Untuk Mengetahui manfaat pemberian Infra Red, Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation (TENS), dan exercise dalam menangani kasus osteoarthritis knee.
Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali, didapatkan adanya penurunan nyeri.
Nyeri yang diukur dengan VAS, nyeri diam FT 1= 2,1 menjadi FT 6= 1,5. Nyeri
tekan FT 1= 3,1 menjadi FT 6= 2. Nyeri gerak FT 1= 7,2 menjadi FT 6= 4,2.
Adanya peningkatan nilai kekuatan otot - otot flexor dan extensor, untuk otot -
otot flexor FT 1= 3,5 menjadi FT 6= 4, dan untuk otot - extensor FT 1= 4 menjadi
FT 6= 5. Adanya peningkatan LGS flexi knee FT 1= 115o menjadi FT 6= 125o.
Pemberian Infra Red, Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), dan
exercise dapat mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot, dan meningkatkan
kekuatan lingkup gerak sendi pada kasus osteoarthritis knee.
Kata Kunci: osteoarthritis, knee, infra red, Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation (TENS), exercise

P (PROBLEM)
Osteoarthritis Knee adalah penyakit degenerasi yang mengakibatkan nyeri
lutut yang disebabkan karena perlunakan serta perusakan rawan sendi dan diikuti
pemadatan tulang subkodral, tumbuhnya osteofit serta kekakuan sendi, sehingga
mengakibatkan gangguan fungsi dan gerak sendi lutut. Tujuan penelitian ini

29
Untuk Mengetahui manfaat pemberian Infra Red, Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation (TENS), dan exercise dalam menangani kasus osteoarthritis knee.

I (INTERVENTION)
Modalitas fisioterapi yang diberikan adalah berupa Infra Red (IR),
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan terapi latihan metode
free active exercise dan resisted active exercise.

C (CONCLUSION)
Pasien seorang wanita yang bernama Ny. S. S umur 60 tahun dengan
diagnosa osteoarthritis knee dextra dengan problematika fisioterapi nyeri lutut
sebelah kanan, penurunan lingkup gerak sendi lutut sebelah kanan, penurunan
kekuatan otot, penurunan aktivitas fisik serta kemampuan fungsional seperti
kesulitan berdiri dari posisi jongkok, naik turun tangga, dan kesulitan berjalan
jarak jauh. Setelah mendapatkan fisioterapi selama 6 kali dengan menggunakan
modalitas Infra Red (IR), Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan
terapi latihan metode free active exercise dan resisted active exercise didapatkan
adanya penurunan nyeri. Nyeri yang diukur dengan VAS, nyeri diam FT 1= 2,1
menjadi FT 6= 1,5. Nyeri tekan FT 1= 3,1 menjadi FT 6= 2. Nyeri gerak FT 1=
7,2 menjadi FT 6= 4,2. Adanya peningkatan nilai kekuatan otot - otot flexor dan
extensor, untuk otot - otot flexor FT 1= 3,5 menjadi FT 6= 4, dan untuk otot -
extensor FT 1= 4 menjadi FT 6= 5. Adanya peningkatan LGS flexi knee FT 1=
115o menjadi FT 6= 125o.

O (OUTCOME)
Pemberian Infra Red, Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation
(TENS), dan exercise dapat mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot, dan
meningkatkan kekuatan lingkup gerak sendi pada kasus osteoarthritis knee.
JURNAL IV
Penulis : SITI NAZIRAH
Tahun : 2012

30
Judul :PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI
OSTEOARTHRITIS GENU DEXTRA DI RSUD SRAGEN
Penerbit : Universitas Muhamadiyah Surakarta

ABSTRAK
Latar Belakang : Osteoarthritis adalah gangguan degeneratif dengan terjadinya
penipisan dan pecahnya tulang rawan yang bersifat progresif. yang dapat
menyebabkan seluruh fungsi sendi hilang Gangguan yang terjadi pada kondisi
Osteoarthritis adalah nyeri pada lutut, keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS),
penurunan kekuatan otot dan gangguan aktifitas fungsional Terapi yang di berikan
berupa Infra red dengan tujuan mengurangi nyeri dan meningkatkan aktifitas
fungsional, terapi latihan dengan tujuan menambah lingkup gerak sendi (LGS)
dan meningkatkan kekuatan otot.
Tujuan : Untuk mengetahui manfaat Infra red dan terapi latihan pada kondisi
Osteoarthritis genu dextra terhadap peningkatkan luas gerak sendi, kekuatan otot,
lingkar segmen, penurunan nyeri dan peningkatkan kemampuan fungsional.
Hasil : Setelah dilakukan terapi selama enam kali didapatkan hasil adanya
pengurangan nyeri T0 4 menjadi T6 2, peningkatan lingkup gerak sendi T0 S: 0 –
0 - 125 menjadi T6 S: 0 – 0 – 135, lingkar segmen T0 41, 40, 39, 38 cm menjadi
T6 39, 39, 37, 37, peningkatan kekuatan otot T03+ menjadi T6 4+, peningkatan
Skala Jette T0 posisis berdiri dari duduk 3, berjalan 15 meter 2, naik tangga 3 trap
2 menjadi T6 posisi berdiri dari duduk 2, berjalan 15 meter 2, naik tangga 3 trap
2.
Kesimpulan : Setelah di lakukan Penata laksanaan Fisioterapi pada kondisi
Osteoarthritis Genu Dextra dengan menggunakan Infra red dan Terapi latihan
dengan Pemeriksaan menggunakan Verbal Desciptive Scale (VDS), Manual
Mascel Testing (MMT), Lingkup Gerak Sendi (LGS) dengan Goniometer,
Lingkar Segmen dengan Midline dan Skala Jette. ditemukan hasil adanya
pengurangan nyeri, peningkatan otot, peningkatan lingkup gerak sendi, penurunan
lingkar segmen, dan peningkatan Aktifitas fungsional.
Kata kunci : Osteoarthhritis, Infra red dan Terapi latihan.

31
P (PROBLEM)
Osteoarthritis adalah gangguan degeneratif dengan terjadinya penipisan
dan pecahnya tulang rawan yang bersifat progresif. yang dapat menyebabkan
seluruh fungsi sendi hilang Gangguan yang terjadi pada kondisi Osteoarthritis
adalah nyeri pada lutut, keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS), penurunan
kekuatan otot dan gangguan aktifitas fungsional Terapi yang di berikan berupa
Infra red dengan tujuan mengurangi nyeri dan meningkatkan aktifitas fungsional,
terapi latihan dengan tujuan menambah lingkup gerak sendi (LGS) dan
meningkatkan kekuatan otot. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui manfaat
Infra red dan terapi latihan pada kondisi Osteoarthritis genu dextra terhadap
peningkatkan luas gerak sendi, kekuatan otot, lingkar segmen, penurunan nyeri
dan peningkatkan kemampuan fungsional.

I (INTERVENTION)
PROGRAM RENCANA FISIOTERAPI
TUJUAN :
1) Mengurangi nyeri lutut kanan
2) Mengurangi oedem lutut kanan
3) Meningkatkan kekuatan otot flexor dan extensor
4) Mengembalikan aktivitas fungsional seperti berjalan jauh, berdiri dari
posisi duduk.
PELAKSANAAN FISIOTERAPI
1. INFRA RED
Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi nyeri, melancarkan sirkulasi darah dan
merelaksasikan otot
2. TERAPI LATIHAN
a. Static kontraksi
b. Resisted active exercise.
3. EDUKASI

32
Pasien dianjurkan untuk mengurangi aktivitas yang menggunakan
pembebanan sendi lutut yang berlebihan, seperti naik turun tangga, (2) pasien
dianjurkan melakukan latihan di rumah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh
terapis, (3) pasien dianjurkan untuk mengatur pola makan untuk mengurangi
kegemukan, untuk mengurangi pembebanan pada lutut pasien. (4) pasien di
anjurkan pada saat pasien merasakan nyeri pada lututnya pasien dapat
mengompres lututnya dengan air hangat.

C (CONCLUSION)
Setelah dilakukan terapi selama enam kali didapatkan hasil adanya
pengurangan nyeri T0 4 menjadi T6 2, peningkatan lingkup gerak sendi T0 S: 0 –
0 - 125 menjadi T6 S: 0 – 0 – 135, lingkar segmen T0 41, 40, 39, 38 cm menjadi
T6 39, 39, 37, 37, peningkatan kekuatan otot T03+ menjadi T6 4+, peningkatan
Skala Jette T0 posisis berdiri dari duduk 3, berjalan 15 meter 2, naik tangga 3 trap
2 menjadi T6 posisi berdiri dari duduk 2, berjalan 15 meter 2, naik tangga 3 trap

O (OUTCOME)
Dari hasil penanganan fisioterapi selama enam kali terapi di RSUD Sragen
dapat disimpulkan bahwa bahwa pasien yang berinisial Ny. S, umur 60 tahun
dengan diagnosa medis osteoarthritis sendi lutut Dextra, diperoleh hasil melalui
evaluasi akhir berupa : (1) adanya penurunan nyeri gerak, nyeri tekan dan nyeri
diam (2) adanya peningkatan LGS lutut kanan (3) adanya peningkatan kekuatan
otot ekstensor dan fleksor lutut kanan mengalami (4) adanya peningkatan
kemampuan fungsional yang dievaluasi dengan skala jette.

JURNAL V
Penulis : Hantonius, Hermawan Nagar Rasyid, Gibran Tristan
Alpharian
Tahun : 2018
Judul :ORTHOPAEDIC EMERGENCY CASES AT HASAN
SADIKIN HOSPITAL BANDUNG CAUSED BY TRADITIONAL BONE
SETTER PRACTICE

33
Penerbit : Journal Orthopaedi and Traumatology Surabaya

ABSTRAK
Praktik pengobatan tulang tradisional masih sering ditemukan di negara
berkembang, termasuk Indonesia. Praktisi tradisional ini melakukan “pengobatan”
tanpa dilandasi pengetahuan medis. Meskipun di kalangan awam terdapat
anggapan bahwa pengobatan tulang tradisional memberikan hasil yang baik,
namun sesungguhnya angka kegagalan dan komplikasi yang ditimbulkan oleh
pengobatan tradisional tersebut tinggi. Tujuan penelitian ini adalah melaporkan
kasus kegawatdaruratan di bidang orthopaedi yang disebabkan oleh komplikasi
dari praktik pengobatan tulang tradisional. Jenis penelitian ini adalah
observasional deskriptif, terdapat 36 pasien dengan komplikasi setelah pengobatan
oleh praktisi pengobatan tulang tradisional yang dibawa ke Instalasi Gawat
Darurat RS Hasan Sadikin antara 1 Januari 2015 – 31 Agustus 2017.
Di antara kasus emergensi di RS Hasan Sadikin yang disebabkan oleh praktisi
pengobatan tulang tradisional, sindroma kompartemen dan gangren merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi. Terdapat dua puluh pasien (56%) dengan
luka terinfeksi dan sindroma kompartemen yang berhasil dilakukan tindakan
operasi, tiga belas (36%) pasien dengan gangren pada ektremitas yang diamputasi,
dan tiga pasien (8%) pasien dengan kegagalan multi organ meninggal dunia.
Sebanyak dua belas persen dari seluruh amputasi yang dilakukan di RS Hasan
Sadikin berhubungan dengan praktik pengobatan tulang tradisional. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa komplikasi yang ditimbulkan oleh praktik
pengobatan tulang tradisional dapat menimbulkan morbiditas yang tinggi seperti
kehilangan anggota badan bahkan mortalitas.
Kata kunci: Kasus emergensi orthopaedi, praktik pengobatan tulang tradisional,
neglected fracture

P (PROBLEM)
Praktik pengobatan tulang tradisional masih sering ditemukan di negara
berkembang, termasuk Indonesia. Praktisi tradisional ini melakukan “pengobatan”
tanpa dilandasi pengetahuan medis. Meskipun di kalangan awam terdapat

34
anggapan bahwa pengobatan tulang tradisional memberikan hasil yang baik,
namun sesungguhnya angka kegagalan dan komplikasi yang ditimbulkan oleh
pengobatan tradisional tersebut tinggi. Tujuan penelitian ini adalah melaporkan
kasus kegawatdaruratan di bidang orthopaedi yang disebabkan oleh komplikasi
dari praktik pengobatan tulang tradisional.

I (INTERVENTION)
Ditemukan kasus terbanyak yang disebabkan oleh praktisi pengobatan tulang
tradisional, sindroma kompartemen dan gangren merupakan komplikasi yang
paling sering terjadi dan menyebabkan morbiditas terhadap pasien. Tindakan
amputasi seringkali harus dilakukan untuk mengontrol infeksi dan menyelamatkan
nyawa pasien. Hilangnya anggota badan akan menimbulkan disabilitas pada
pasien dan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga terutama pada sebagian
besar pasien dengan usia produktif.

C (CONCLUSION)
Di antara kasus emergensi di RS Hasan Sadikin yang disebabkan oleh praktisi
pengobatan tulang tradisional, sindroma kompartemen dan gangren merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi. Terdapat dua puluh pasien (56%) dengan
luka terinfeksi dan sindroma kompartemen yang berhasil dilakukan tindakan
operasi, tiga belas (36%) pasien dengan gangren pada ektremitas yang diamputasi,
dan tiga pasien (8%) pasien dengan kegagalan multi organ meninggal dunia.
Sebanyak dua belas persen dari seluruh amputasi yang dilakukan di RS Hasan
Sadikin berhubungan dengan praktik pengobatan tulang tradisional.

O (OUTCOME)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komplikasi yang ditimbulkan oleh
praktik pengobatan tulang tradisional dapat menimbulkan morbiditas yang tinggi
seperti kehilangan anggota badan bahkan mortalitas.

B. ANALISA PICO SISTEM PENDENGARAN

35
JURNAL I
Penulis : Hidayatul Fitria, Yan Edward
Tahun : 2012
Judul : Penggunaan Tetes Telinga Serum Autologous dengan Amnion
untuk Penutupan Perforasi Membran Timpani
Penerbit : Jurnal Kesehatan Andalas

ABSTRAK
Latar Belakang: Gangguan pendengaran atau ketulian mempunyai dampak yang
merugikan bagi penderita keluarga, masyarakat maupun negara. Salah satu
penyebab ketulian yang sering dijumpai adalah radang telinga tengah, terutama
yang disertai perforasi membran timpani yang menetap. Penutupan perforasi
membran timpani dapat dilakukan dengan operatif dan konservatif. Secara
konservatif sudah banyak cara yang dilakukan. Salah satunya dengan mengkaustik
tepi perforasi dengan menggunakan silver nitrat untuk membuat luka baru,
kemudian digunakan amnion sebagai jembatan (bridge) dan faktor regulasi yang
terdapat pada tetes telinga serum autologous. Tujuan: Untuk menjelaskan
gambaran penggunaan amnion sebagai jembatan dan tetes telinga serum
autologous sebagai faktor regulasi. Tinjauan pustaka: Penutupan perforasi
membran timpani dapat dilakukan secara konservatif salah satunya dengan
menggunakan tetes telinga serum autologous sebagai faktor regulator, amnion
sebagai jembatan dan penggunaan silver nitrat pada tepi perforasi untuk membuat
luka baru. Serum autologous memiliki asselerator pertumbuhan yaitu epidermal
growth factor (EGF) , transforming growth factor β1(TGF- β1) dan fibronektin.
Asselerator pertumbuhan ini dapat kita temukan pada penyembuhan membran
timpani normal. Sedangkan membran amnion adalah jaringan semi transparan
tipis yang membentuk lapisan terdalam membran fetus dengan susunan membran
basalis yang tebal dan jaringan stroma avaskuler. Membran amnion mempercepat
pembentukan epitel normal dengan menekan pembentukan jaringan fibrosis. Sel
epitel amnion memproduksi faktor pertumbuhan seperti fibroblast growth factor
dan transforming growth factor beta. Faktor

36
pertumbuhan akan membantu komunikasi antara epitel dan sel fibroblast stroma
untuk menekan proliferasi dan diferensiasi jaringan fibrosis. Kesimpulan:
Diperlukan tiga elemen pada penutupan perforasi membran timpani yaitu faktor
regulasi, jembatan (bridge) dan membuat luka baru pada tepi perforasi.
Kata kunci: tetes telinga serum autologous, membran amnion, perforasi
membran timpani

P (PROBLEM)
Salah satu penyebab ketulian yang sering dijumpai adalah radang telinga
tengah, terutama yang disertai perforasi membran timpani yang menetap.
Penutupan perforasi membran timpani dapat dilakukan dengan operatif dan
konservatif. Secara konservatif sudah banyak cara yang dilakukan. Salah satunya
dengan mengkaustik tepi perforasi dengan menggunakan silver nitrat untuk
membuat luka baru, kemudian digunakan amnion sebagai jembatan (bridge) dan
faktor regulasi yang terdapat pada tetes telinga serum autologous. Tujuan dari
penelitian ini ialah Untuk menjelaskan gambaran penggunaan amnion sebagai
jembatan dan tetes telinga serum autologous sebagai faktor regulasi.

I (INTERVENTION)
Penutupan membran timpani merupakan proses regenerasi. Untuk
penyembuhan jaringan diperlukan tiga elemen yaitu sel, jembatan (bridge) dan
faktor regulasi. Pada perforasi yang kecil telah digunakan lemak sebagai tandur
dan teknik yang dipakai underlay dengan menggunakan fibrin glue.7,16 Baru-
baru ini penggunaan serum autologous dalam bentuk tetes air mata dikemukakan
sebagai pengobatan baru untuk kelainan permukaan luar okuler yang berat. Serum
tidak bersifat antigen, tetapi memiliki faktor pertumbuhan yang banyak, vitamin,
imonoglobulin dan secara in vitro dan in vivo dapat menstimulasi proliferasi
berbagai jaringan dalam penyembuhan luka.
Tetes telinga serum autologous didapatkan dengan mengambil darah vena
kemudian disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Kemudian
serum ini diencerkan 50% secara steril dengan antibiotik tetes telinga dan
dimasukan dalam vial 5 cc. Autologous serum ears drop dapat disimpan dalam

37
refrigerator pada suhu 4⁰C dan diambil saat dibutuhkan.20 Tsubota18
menyebutkan serum autologous dapat disimpan selama 1 bulan dalam
refrigerator suhu 40C. Dalam frezzer suhu -200C dapat disimpan selama 3 bulan.
Tetes telinga serum autologous oleh Kakehata20 digunakan untuk penutupan
perforasi membran timpani dimana tetes telinga serum autologous berfungsi
sebagai pelembab. Tepi perforasi dilukai dengan silver nitrat 10% sampai
memutih. Kemudian perforasi ditutup dengan membran chitin yang berfungsi
sebagai jembatan. Tetes telinga serum autologous diteteskan 1-2 tetes pada liang
telinga dan dibiarkan selama 10 menit. Hal ini dilakukan 2-4 kali sehari di rumah
dan dievaluasi setiap 2 minggu. Penutupan perforasi membrane timpani terjadi
pada 11 telinga dari 19 telinga yang diterapi pada penelitian ini. Selama
penggunaan serum autologous tidak ditemukan efek samping seperti nyeri,
inflamasi dan hiperkeratosis.

C (CONCLUSION)
Pada proses penutupan perforasi membrane timpani pertama kali tertutup
oleh epitel skuamus selanjutnya lamina propria dan lapisan mukosa, tertutup
antara hari kelima sampai hari kesepuluh tergantung ukuran perforasi. Setelah hari
keempat belas, ketiga lapisan tersebut terutama lapisan epitel skuamus kompleks
ketebalannya berkurang, kembali ke bentuk membran timpani normal. Beberapa
faktor perlu diperhatikan dalam keberhasilan penutupan perforasi membran
timpani permanen. Faktor pertumbuhan yang memacu pertumbuhan pembuluh
darah baru mempunyai potensi mempercepat penyembuhan luka jaringan ikat.
Ada empat macam faktor pertumbuhan yang bersifat angiogenik, yaitu fibroblast
growth factor (FGF), transforming growth factor beta (TGF-β), plateletderived
growth factor (PDGF) dan epidermal growth factor (EGF).24,25 Faktor
angiogenik merangsang terbentuknya sel-sel endotelial vaskuler secara langsung
atau tidak langsung. Secara langsung merangsang migrasi dan proliferasi sel
endotelial vaskuler dengan mengikat reseptor spesifik permukaan membran sel
endotelial, sedangkan secara tidak langsung melalui mediator makrofag.

38
Penutupan membran timpani secara konservatif memiliki beberapa
keuntungan, biaya relatif lebih murah, manipulasi minimal, prosedur operasi
relatif sederhana, mengurangi lama operasi, dapat dilakukan sekaligus pada kedua
telinga, mengurangi risiko operasi dan dapat dilakukan dengan rawat jalan.

O (OUTCOME)
Diperlukan tiga elemen pada penutupan perforasi membran timpani yaitu
faktor regulasi, jembatan (bridge) dan membuat luka baru pada tepi perforasi.
Faktor lain yang berpengaruh dalam proses penutupan perforasi membran timpani
adalah infeksi tepi perforasi, luas perforasi, proses degenerasi atau
timpanosklerosis di membran timpani, fungsi tuba auditoria, umur dan status gizi.

JURNAL II
Penulis : Siti Fatimatun Navisah1, Isa Ma'rufi2, Anita Dewi Prahastuti
Sujoso3
Tahun : 2016
Judul : Faktor Risiko Barotrauma Telinga pada Nelayan Penyelam di
Dusun Watu Ulo Desa Sumberejo Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember
Penerbit : Jurnal IKESM

ABSTRAK
Pendahuluan: Barotrauma telinga adalah kerusakan jaringan pada telinga berupa
rupturnya membran timpani akibat kegagalan tuba eustachius untuk menyamakan
tekanan antara telinga tengah dengan lingkungan saat terjadi perubahan tekanan
yang ekstrim. Nelayan penyelam tradisional menggunakan peralatan yang
terbatas, kurang memperhatikan aspek K3, dan sebagian besar pernah mengalami
keluhan barotrauma telinga.

39
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang
berhubungan dengan barotrauma telinga pada nelayan penyelam.
Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan
desain cross sectional. Analisis data menggunakan uji Cramer Coeficient C.
Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20 orang
(58,7%) dari 34 orang nelayan penyelam yang diperiksa mengalami barotrauma
telinga. Hasil uji Cramer Coeficient C menunjukkan bahwa faktor yang
berhubungan dengan barotrauma telinga adalah kedalaman menyelam (nilai
Cramers’V = 0,006, nilai Approx. Sig< 0,05) dan lama menyelam (nilai
Cramers’V = 0,008, nilai Approx. Sig< 0,05). Kesimpulan penelitian: faktor risiko
yang berhubungan dengan barotrauma telinga pada nelayan penyelam Watu Ulo
adalah kedalaman dan lama menyelam.
Kata kunci: Barotrauma telinga, Perforasi, Membran timpani, Nelayan penyelam.

P (PROBLEM)
Barotauma adalah kerusakan jaringan yang dihasilkan dari efek langsung
tekanan. Ketidakseimbangan tekanan terjadi apabila seseorang tidak mampu
menyamakan tekanan udara di dalam ruang telinga tengah pada waktu tekanan air
bertambah ataupun berkurang. Perubahan yang ekstrim atau ketidakseimbangan
antara tekanan lingkungan dan tekanan dalam yang berhubungan dengan rongga
tubuh dapat menyebabkan kerusakan fisik lapisan jaringan pada rongga. Rongga
tubuh yang paling berisiko mengalami barotrauma adalah telinga tengah, sinus
paranasal, dan paru-paru. Nelayan penyelam tradisional menggunakan peralatan
yang terbatas, kurang memperhatikan aspek K3, dan sebagian besar pernah
mengalami keluhan barotrauma telinga. Sehingga dilakukan penelitian ini dengan
tujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan barotrauma
telinga pada nelayan penyelam.

I (INTERVENTION)
Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain cross
sectional. Analisis data menggunakan uji Cramer Coeficient C. Populasi dalam
penelitian ini adalah nelayan penyelam tradisional (kompresor) di Dusun Watu

40
Ulo yang berjumlah 93 orang. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebanyak 34 orang, dengan teknik pengambilan sampel yaitu simple
random sampling. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara:
pemeriksaan otoskopi untuk mengetahui kejadian barotrauma telinga; wawancara
menggunakan kuesioner untuk mengetahui variabel keluhan, umur, masa kerja,
lama menyelam, frekuensi menyelam, dan waktu istirahat; pengukuran
menggunakan meteran kedalaman untuk mengetahui variabel kedalaman
menyelam. Selanjutnya data disajikan dengan cara tabulasi silang dan dianalisis
menggunakan uji Cramer Coeficient C untuk mengetahui ada atau tidak
kemaknaan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.

C (CONCLUSION)
Kejadian barotrauma pada nelayan penyelam di Dusun Watu Ulo Desa
Sumberejo Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember adalah sebesar 20 orang
(58,7%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kedalaman dan lama menyelam dengan kejadian barotrauma
telinga. Sedangkan faktor umur, masa kerja, frekuensi menyelam, dan waktu
istirahat tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan kejadian
barotrauma telinga. Berdasarkan hasil pemeriksaan otoskopi yang dilakukan
terhadap 34 orang nelayan penyelam didapatkan hasil bahwa sebanyak 20 orang
(58,7%) mengalami barotrauma telinga, berupa perforasi pada gendang telinga
atau membrane timpani.
Kesimpulan penelitian: faktor risiko yang berhubungan dengan
barotrauma telinga pada nelayan penyelam Watu Ulo adalah kedalaman dan lama
menyelam.

O (OUTCOME)
Diharapkan kepada tenaga kesehatan pada faskes yang berada di daerah
pesisir yang mayoritas penduduknya adalah nelayan agar dapat menyelenggarakan
kegiatan pemeriksaan rutin dan pelatihan penyelaman guna meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan nelayan penyelam.

41
Nelayan penyelam juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan
keterampilan mengenai teknik penyelaman dan ekualisasi, menyusun rencana
peyelaman, serta melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.

JURNAL III
Judul :karakteristik pasien otitis media supuratif kronis di
poliklinik tht rumah sakit umum pusat sanglah.
Nama penulis : A. A. Bagus Raditya Dharma Adi Putra, Komang Andi
Dwi Saputra
Tahun : 2016

PROBLEM :
Otitis media akut (OMA) dengan gejala adanya sekret persisten dari telinga
tengah dengan perforasi membran timpani.

INTERVENTION :
Pengumpulan data pasien yang menderita otitis media spuratif kronis
dikumpulkan dari rekam medis pasien yang berobat di Poliklinik THT RSUP
Sanglah, pada periode bulan Januari – Juni 2013.

COMPARISON :
Jumlah total penderita otitis media supuratif kronis yang berobat di Poliklinik
THT RSUP Sanglah selama periode bulan Januari – Juni 2013 adalah sebanyak
117 orang, dengan jumlah laki-laki yaitu 64 orang (54.7%) dan perempuan
sebanyak 53 orang (45.3%). Kelompok umur yang terbanyak menderita OMSK
adalah kelompok umur antara 11 – 20 tahun sebanyak 47 orang (40.2%).
Distribusi keluhan yang diderita oleh pasien OMSK yaitu telinga berair (otorhe)
sebanyak 107 orang (91.5%), nyeri telinga (otalgia) sebanyak 22 orang (18.8%),
dan gangguan pendengaran sebanyak 58 orang (49.6%).

42
OUTCOME :
Tipe penyakit yang paling banyak diderita oleh pasien OMSK adalah tipe benigna
sebanyak 112 orang (95.7%) sedangkan tipe maligna sebanyak 5 orang (4.3%).
Jumlah total penderita otitis media supuratif kronis yang berobat di Poliklinik
THT RSUP Sanglah selama periode bulan Januari – Juni 2013 adalah sebanyak
117 orang.

JURNAL IV
Judul : Hubungan Rinitis Alergi dengan Kejadian Otitis Media
Supuratif Kronik
Nama penulis : Fatma Diana, T. Siti Hajar Haryuna
Tahun : 2015

PROBLEM :
Terdapat beberapa teori yang mengungkapkan peran rinitis alergi dalam terjadinya
OMSK, teori yang paling banyakdigunakan adalah disfungsi tuba eustachius.

INTERVENTION :
Pengambilan sampel dengan metode consecutive sampling sebanyak 80 responden
yang terdiri atas 40 responden OMSK dan 40 responden non-OMSK yang datang
ke Poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Agustus–Oktober
2014.

COMPARISON :
Hasil penelitian menunjukkanbahwa pada kelompok OMSK, 28 orang (70%)
menderita rinitis alergi dan 12 orang (30%) tidak menderita rhinitisalergi. Pada
kelompok non-OMSK 6 orang (15%) menderita rinitis alergi dan 34 orang (85%)
tidak menderitarinitis alergi. Terdapat hubungan yang signifikan antara rinitis
alergi dan kejadian OMSK (p<0,001).

OUTCOME :

43
Pasien rinitis
alergi memiliki risiko 13 kali lebih besar untuk menderita OMSK dibanding
dengan pasien tanpa rinitis alergi (OR=13,222; 95% IK=4,400–39,732).
Probabilitas pasien rinitis alergi untuk menderita OMSK sebesar 92,9%.
Simpulan, terdapat hubungan antara rinitis alergi dan kejadian OMSK.

JURNAL V

Judul : Hubungan Otitis Media Supuratif Kronik dengan Derajat


Gangguan Pendengaran di Departemen THT-KL RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang
Nama penulis : Ayu Laisitawati1, Abla Ghanie2, Tri Suciati3
Tahun : 2017

PROBLEM :
Gangguan pendengaran pada OMSK tipe bahaya (maligna) lebih berat
dibandingkan tipe aman (benigna) dikarenakan proses infeksi pada tipe ini sering
melibatkan telinga bagian dalam sedangkan pada OMSK tipe aman (benigna)
proses infeksi tidak sampai mengenai telinga bagian dalam.
INTERVENTION :
Mengetahui adanya hubungan otitis media supuratif kronik dengan derajat
gangguan pendengaran di RSUP Dr. M. Hoesin Palembang. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan potong lintang
(cross-sectional study).
COMPARISON :
Dari 116 subjek, ditemukan 62 kasus OMSK tipe bahaya (maligna) dan 54 kasus
OMSK tipe aman (benigna) berturut-turut yitu derajat sedang berat (48,1%) dan
derajat sedang (38,7%). Jenis gangguan pendengaran terbanyak untuk tipe bahaya
(maligna) dan aman (benigna) adalah gangguan pendengaran tipe konduktif
dengan persentase berturut-turut 94,4% dan 43,5%. Terdapat hubungan antara
OMSK dengan derajat gangguan pendengaran (p= 0,027) dan terdapat perbedaan
rata-rata ambang dengar yang sangat bermakna antara OMSK tipe aman (benigna)

44
dan OMSK tipe bahaya (maligna) dengan nilai p= 0,000 serta terdapat hubungan
antara OMSK dengan jenis gangguan pendengaran (p=0,000).
OUTCOME :
Terdapat hubungan antara OMSK dengan derajat gangguan pendengaran, dimana
derajat gangguan pendengaran lebih berat pada tipe bahaya (maligna)
dibandingkan tipe aman (benigna).

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Osteoarhtritis merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, lutut, pergelangan kaki paling sering
terkena OA. Osteoarthritis adalah gangguan pada sendi bergerak. Penyakit ini
bersifat kronik, berjalan progresif lambat dan abrasi rawan sendi dan adanya
gangguan pembentukan tulang baru pada permukaan sendi.
Osteoarthritis terjadi karena tulang rawan yang menjadi ujung dari tulang yang
bersambung dengan tulang lain menurun fungsinya. Beberapa faktor resiko
timbulnya osteoarthritis adalah Umur 40 tahun keatas, Jenis kelamin ( wanita
lebih sering terkena osteoarthritis lutut dan sendi ), pernah mengalami trauma
pada suatu sendi sebelumnya, pekerjaan, Kegemukan, Faktor gaya hidup, Genetik,
Suku. Penatalakasaan Osteoarhtritis diantara; Obat-obatan, perlindungan sendi,
Diet, Dukungan psikososial, Fisioterapi dan Operasi.

45
Pada jurnal telah dibahas mengenai penatalaksaan Fisioterapi pada pasien
osteoarhtrits yang hasilnya adalah terjadi pengurangan nyeri, peningkatan otot,
peningkatan lingkup gerak sendi serta peningkatan aktifitas fungsional, sehingga
dapat dikatakan bahwa penatalaksaan fisioterapi sangat baik untuk proses
penyembuhan.
Selanjutnya ialah Cedera Membran Timpani. Jenis ketulian terdiri dari ketulian
tipe konduktif, sensorineural dan campuran antara keduanya. Tuli konduktif
terjadi apabila terdapat gangguan hantaran bunyi pada sistem konduksi di dalam
telinga, termasuk di dalamnya bila terjadi perforasi membran timpani. Salah satu
penyebab ketulian yang sering kita jumpai adalah radang telinga tengah, terutama
yang disertai perforasi membrane timpani yang menetap atau permanen. Perforasi
membran timpani permanen adalah suatu lubang pada membran timpani yang
tidak dapat menutup secara spontan dalam waktu tiga bulan setelah perforasi.
Perforasi membran timpani dapa disebabkan karena trauma atau infeksi telinga
tengah dan biasanya dapat menutup spontan kecuali bila perforasi besar atau
terjadi infeksi kronik di telinga tengah maka perforasi akan permanen. Pada Jurnal
telah dibahas mengenai Penggunaan Tetes Telinga Serum Autologous dengan
Amnion untuk Penutupan Perforasi Membran Timpani. penutupan perforasi
membrane timpani secara konservatif dengan menggunakan autologous serum
ear drops dan membran amnion ini memiliki beberapa keuntungan biaya relatif
lebih murah, manipulasi minimal, prosedur operasi relatif sederhana, mengurangi
lama operasi, dapat dilakukan sekaligus pada kedua telinga, mengurangi risiko
operasi dan dapat dilakukan dengan rawat jalan.

46

Anda mungkin juga menyukai