Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HAZARD FISIK DAN PENGENDALIANNYA

Kelompok 1

Nama Anggota:

SILWI YUSHA MALINDA 1814401001

TIKA OKTAVIANA 1814401002

YESI ANJELINA 1814401003

REGINA NOVITA SARI 1814401004

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

D-III KEPERAWATAN TANJUNG KARANG

TA 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur  saya panjatkan  kehadirat  Tuhan Yang Maha Esa, karena  atas berkat
dan rahmat-Nya lah makalah ini dapat  terselesaikan. Melalui makalah ini, kita dapat
mengetahui tentang Hazard Fisik dan Pengendaliannya

Pembuatan  makalah ini data-data  kami  peroleh  dari beberapa  sumber  dan 
pemikiran  yang  saya  gabungkan  menjadi  sebuah makalah  yang semoga dapat
bermanfaat  bagi  pembaca.

Kami  menyadari  akan  kelemahan  dan  kekurangan  dari  makalah  ini. Oleh  sebab 
itu, kami  membutuhkan  kritik  dan  saran  yang sifatnya  membangun, agar  makalah  ini 
akan  semakin  baik  sajiannya.

Semoga  makalah  ini  dapat  bermanfaat  bagi  semua  pembaca.

Bandar Lampung, 28 Juli 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan istilah yang sangat populer. Bahkan di


dalam dunia industri istilah tersebut lebih dikenal dengan singkatan K3 yang artinya
keselamatan, dan kesehatan kerja. Menurut Milyandra (2009) Istilah ‘keselamatan dan
kesehatan kerja’, dapat dipandang mempunyai dua sisi pengertian. Pengertian yang
pertama mengandung arti sebagai suatu pendekatan pendekatan ilmiah (scientific
approach) dan disisi lain mempunyai pengertian sebagai suatu terapan atau suatu
program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena itu keselamatan dan kesehatan kerja
dapat digolongkan sebagai suatu ilmu terapan (applied science). Keselamatan dan
Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya
mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya
penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya yang mungkin terjadi. Jadi
dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan
ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan
keselamatan yang mungkin terjadi.( Rijanto, 2010 ).
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi
kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi
yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit
jumlanya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar
karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh
teknologi apapun. Setiap tahun di dunia terjadi 270 juta kecelakaan kerja, 160 juta
pekerja menderita penyakit akibat kerja, kematian 2.2 juta dan kerugian finansial
sebesar 1.25 triliun USD. Sedangkan di Indonesia menurut data PT. Jamsostek
(Persero) dalam periode 2002-2005 terjadi lebih dari 300 ribu kecelakaan kerja, 5000
kematian, 500 cacat tetap dan konpensasi lebih dari Rp. 550 milyar. Konpensasi ini
adalah sebagian dari kerugian langsung dan 7.5 juta pekerja sektor formal yang aktif
sebagai peserta Jamsostek. Diperkirakan kerugian tidak langsung dari seluruh sektor
formal lebih dari Rp. 2 triliun, dimana sebagian besar merupakan kerugian dunia usaha.
(DK3N,2007).
Pelaksanaan K3 akan mewujudkan perlindungan terhadap tenaga kerja dari risiko
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu melakukan
pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan
tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif,
sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. Dengan
demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan produktivitas
perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia. Dengan demikian untuk
mewujudkan K3 perlu dilaksanakan dengan perencanaan dan pertimbangan yang tepat,
dan salah satu kunci keberhasilannya terletak pada peran serta pekerja sendiri baik
sebagai subyek maupun obyek perlindungan dimaksud dengan memperhatikan
banyaknya risiko yang diperoleh.

1.2         Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Apakah Pengertian Hazard Fisik?
2. Apa Faktor yg Mempengaruhi Hazard Fisik?
3. Bagimana Resiko Hazard Fisik di Rumah Sakit?
4. Bagaimana Cara Pengendalian Hazard Fisik?  

1.3         Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui Pengertian Hazard Fisik
2. Untuk mengetahui Faktoryang Mempengaruhi Hazard Fisik
3. Untuk mengetahui Resiko Hazard Fisik di Rumah Sakit
4. Untuk mengetahui Cara Pengendalian Hazard Fisik?
             

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN HAZARD FISIK.
Bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang menpunyai
kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan, maupun
manusia (Budiono, 2003). Menurut Suardi (2005), bahaya adalah sesuatu yang
berpotensi menjadi penyebab kerusakan yang mencakup substansi, proses kerja dan
atau aspek lainnya dari lingkungan kerja. Bahaya (hazard) adalah suatu keadaan yang
dapat mengakibatkan cidera (injury) atau kerusakan (damage) baik manusia, properti
dan setiap kegiatan yang dilakukan tidak ada satupun yang bebas dari resiko yang
ditimbulkan dari bahaya, demikian pula kegiatan yang dilakukan di industri yang
dalam proses produksinya menggunakan proses kimia.
Proses kimia pada industri memberikan potensi bahaya yang besar, potensi
bahaya yang ditimbulkan disebabkan antara lain: penggunaan bahan baku, tingkat
reaktivitas dan toksitas tinggi, reaksi kimia, temperatur tinggi, tekanan tinggi, dan
jumlah dari bahan yang digunakan. Potensi bahaya yang ditimbulkan diperlukan upaya
untuk meminimalkan terhadap risiko yang diterima apabila terjadi kecelakaan
(Baktiyar, 2009).
Suatu kegiatan dikatakan berbahaya bagi kesehatan akan muncul bila seseorang
kontak dengan sesuatu yang dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan bagi tubuh
ketika terjadi pajanan (“exposure”) yang berlebihan. Bahaya kesehatan dapat
menyebabkan penyakit yang disebabkan oleh pajanan suatu sumber bahaya di tempat
kerja. Potensi bahaya kesehatan yang biasa di tempat kerja berasal dari lingkungan
kerja antara lain faktor kimia, faktor fisik, faktor biologi, faktor ergonomis dan faktor
psikologi. Bahaya faktor-faktor tersebut akan dibahas secara rinci lebih lanjut di bawah
ini antara lain kimia, fisik, biologi dan ergonomis.

2.2 FAKTOR HAZARD FISIK


Faktor fisik adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika antara lain: Suara
(Kebisingan), Radiasi, Suhu (Panas/dingin), Vibrasi (Getaran), Tekanan Udara
(Hiperbarik/Hipobarik), Pencahayaan. Bahaya atau gangguan kesehatan yang dapat
timbul dari faktor lingkungan ini :
 Tuli permanen akibat kebisingan (misalnya ruang Generator, bengkel reparasi
alat, dll)
 Temperature atau suhu dapat menyebabkan Hyperpireksi, Miliaria, Heat
Cramp, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke
 Radiasi sinar electromagnet infrared dapat menyebabkan katarak
 Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitas

 Radio aktif/alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap sel


tubuh manusia
 Leukemi akibat radiasi (X-ray, Radioterapi dll)
 Kelelahan mata karena pencahayaan yang kurang,

2.3 RESIKO HAZARD FISIK DI RUMAH SAKIT


Kasus kecelakaan yang terdapat pada instalasi gawat darurat rumah sakit. Jenis
pekerjaan yang pernah mengalami kecelakaan di instalasi gawat darurat meliputi proses
pengambilan sampel darah, pemasangan infus pasien, perjalanan pergi dan pulang kerja
(kecelakaan lalulintas), proses injeksi obat kepada pasien dan proses penjahitan luka
pada pasien. Proses pekerjaan yang mengalami kecelakaan terbanyak yaitu proses
pemasangan infus yaitu sebanyak 3 kasus (33,4%) dari 9 kasus.
1. Pengambilan sampel darah
Pada pekerjaan pengambilan sampel darah pasien memiliki satu tahap pekerjaan
yaitu mengambil darah pasien. Pengambilan darah pasien memiliki bahaya fisik
menggunakan jarum suntik yang berdampak tertusuk jarum suntik. Bahaya biologi
yaitu kontak dengan darah pasien yang berdampak tertular penyakit Hepatitis,
AIDS, dan HIV. Bahaya perilaku yaitu tidak menggunakan alat pelindung diri yang
berdampak mudah tertular penyakit Hepatitis, AIDS, dan HIV. Pada bahaya fisik,
biologi dan bahaya perilaku apabila menerapkan rekomendasi pengendalian dari
peneliti dapat menurunkan tingkat risiko menjadi 60, 45, dan 30 (prioritas 3) yaitu
perlu diawasi dan diperhatikan secara berkesinambungan. Bahaya ergonomi yaitu
membungkuk saat pengambilan darah pasien (postur janggal) yang berdampak
nyeri otot atau low back pain. Pada bahaya ergonomi apabila menerapkan
rekomendasi pengendalian dari peneliti dapat menurunkan tingkat risiko menjadi
18 (diterima) yaitu intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi seminimal
mungkin.

2. Pemasangan infus pasien


Pada pekerjaan pemasangan infus pada pasien memiliki dua tahap pekerjaan yaitu
penusukan jarum ke vena dan merapikan alat. Penusukan jarum ke vena pasien
memiliki bahaya fisik menggunakan jarum suntik yang berdampak tertusuk jarum
suntik. Bahaya biologi yaitu kontak dengan darah pasien yang berdampak tertular
penyakit Hepatitis, AIDS, dan HIV. Pada bahaya fisik dan biologi apabila
menerapkan rekomendasi pengendalian dari peneliti dapat menurunkan tingkat
risiko menjadi 150 (Tinggi) yaitu mengharuskan adanya perbaikan secara teknis.
Tahap selanjutnya dari pekerjaan pemasangan infus yaitu merapikan alat.
Merapikan alat memiliki bahaya fisik jarum suntik yang telah digunakan dalam
pemasangan infus yang tidak langsung di buang ke dalam safety box. Dampak dari
bahaya tersebut bukan hanya luka tusuk jarum suntik tetapi ada juga bahaya tertular
penyakit menular yang di derita oleh pasien. Bahaya biologi dalam tahapan
merapikan alat pun sama dengan bahaya fisik yaitu kontak dengan darah pasien dan
dampaknya tertular penyakit hepatitis, HIV dan AIDS. Pada bahaya fisik dan
biologi apabila menerapkan rekomendasi pengendalian dari peneliti dapat
menurunkan tingkat risiko menjadi 30 (prioritas 3) yaitu perlu diawasi dan
diperhatikan secara berkesinambungan.

3. Proses injeksi obat kepada pasien


Pada pekerjaan injeksi obat pada pasien memiliki satu tahap pekerjaan yaitu
penusukan jarum ke vena. Penusukan jarum ke vena pasien memiliki bahaya fisik
menggunakan jarum suntik yang berdampak tertusuk jarum suntik. Kebiasaan
merecap jarum suntik merupakan pemicu dampak luka tusuk, yang seharusnya
setelah selesai jarum bekas pakai dibuang ke dalam safety box.

4. Proses penjahitan luka pada pasien


Pada penjahitan luka pada pasien memiliki tiga tahap pekerjaan yaitu menyiapkan
obat anastesi, penjahitan luka dan merapikan alat. Menyiapkan obat anastesi
memiliki bahaya fisik menggunakan jarum suntik dan memecahkan ampulan.
Dampaknya luka tusuk jarum dan luka gores pecahan ampulan. Pada bahaya fisik
apabila menerapkan rekomendasi pengendalian dari peneliti dapat menurunkan
tingkat risiko menjadi 90 (Tinggi) yaitu mengharuskan adanya perbaikan secara
teknis.
Tahap pekerjaan ke dua yaitu penjahitan luka memiliki bahaya fisik yaitu jarum
jahit luka atau jarum hecting. Dampaknya luka tusuk jarum hecting. pada bahaya
fisik apabila menerapkan rekomendasi pengendalian dari peneliti dapat menurunkan
tingkat risiko menjadi 90 (Tinggi) yaitu mengharuskan adanya perbaikan secara
teknis.

2.4 CARA PENGENDALIANNYA


1. Pemasangan infus
Pengendalian risiko dilakukan setelah mengetahui besarnya nilai risiko dan
potensial akibatnya, sehingga isi dari pengendalian risiko adalah rekomendasi
beberapa alternatif pengendalian sesuai dengan hierarki pengendalian risiko standar
AS/NZS 4360 2004, diketahui bahwa rekomendasi pengendalian risiko pada
tindakan pemasangan infus secara substitusi adalah mengganti jarum IV cath
dengan yang lebih aman, secara administratif melakukan role play tindakan,
pengawasan terhadap pelaksanaan SOP, pemeriksaan kesehatan secara berkala,
pemberian vaksinasi bagi perawat yang berisiko dan beberapa tindakan lain, untuk
menjahit luka secara subsitusi mengganti meja tindakan. Secara administratif
dilakukan dengan pengawasan SOP, sosialisasi K3, risk transfer kepada asuransi,
role play tindakan, dan selalu memakai sarung tangan bedah (surgical glove).
2. Pengambilan darah

Jenis Bahaya dan Pengendalian yang ada Rekomendasi pengendalian


pekerjaan Dampak di Rumah Sakit dari Peneliti
Mengambil Fisik menggunakan Alat Pelindung Diri dan 1. Tidak melakukan
darah pasien jarum suntik dan luka Standar Prosedur pengambilan sampel sendiri,
tusuk jarum suntik Operasional (SPO). harus menambah personil
2. Melakukan tindakan sesuai
SPO.
Biologi kontak Alat Pelindung Diri dan 1. Selalu menyertakan safety box
dengan darah pasien Standar Prosedur saat melakukan tindakan
dan tertular penyakit Operasional 2. Menghilangkan tahap
menular (Hepatitis, recapping pada SPO di ganti
HIV dan AIDS) dengan langsung membuang
jarum ke dalam Safety box

Perilaku, tidak Alat Pelindung Diri 1. Memberikan sosialisai dampak


menggunakan APD (APD) dan Standar dari tidak menggunakan APD
dan luka tusuk dan Prosedur Operasional 2. Mewajibkan semua petugas
mudah tertular medis memahami dan mentaati
Jenis Bahaya dan Pengendalian yang ada Rekomendasi pengendalian
pekerjaan Dampak di Rumah Sakit dari Peneliti
penyakit menular tahap-tahap pekerjaan yang ada
Hepatitis, AIDS, dan di SPO
HIV
Ergonomi Standar Prosedur 1. Memberikan penyuluhan
membungkuk saat Operasional tentang bahaya low back pain.
pengambilan darah 2. Menyediakan Kasur atau bed
pasien (postur yang fleksibel bisa di naik dan
janggal) dan nyeri turunkan
otot atau low back
pain
3. Proses injeksi obat pada pasien

Jenis Bahaya dan Dampak Pengendalian yang ada Rekomendasi pengendalian


pekerjaan di Rumah Sakit dari Peneliti
Fisik menggunakan Alat Pelindung Diri dan 1. Melakukan tindakan sesuai
jarum suntik dan luka Standar Prosedur dengan SPO yang tersedia
tusuk jarum suntik Operasional (SPO). 2. Memberi pengarahan kepada
pasien agar tetap tenang dan
tidak menggerakkan badan saat
akan dilakukan tindakan.
Biologi kontak Alat Pelindung Diri dan 1. Mengganti sarung tangan
dengan darah pasien Standar Prosedur apabila terjadi sobek.
dan tertular penyakit Operasional 2. Memberi pengarahan agar
menular (Hepatitis, melakukan pekerjaan sesuai
HIV dan AIDS) dengan SPO yang telah
tersedia.
Perilaku, tidak Alat Pelindung Diri 1. Memberikan sosialisai dampak
menggunakan APD (APD) dan Standar dari tidak menggunakan alat
dan luka tusuk dan Prosedur Operasional pelindung diri
mudah tertular 2. Mewajibkan semua petugas
penyakit menular medis memahami dan mentaati
Hepatitis, AIDS, dan tahap-tahap pekerjaan yang ada
HIV di SPO
3. Mewajibkan penggunaan APD
bagi petugas medis yang akan
melakukan tindakan ataupun
asisten yang membantu.
Ergonomi Standar Prosedur 1. Memberikan penyuluhan
membungkuk saat Operasional tentang bahaya low back pain.
pengambilan darah 2. Menyediakan Kasur atau bed
pasien (postur yang fleksibel bisa di naik dan
janggal) dan nyeri turunkan
otot atau low back
pain

4. Proses penjahitan luka pada pasien

Jenis pekerjaan Bahaya dan Pengendalian yang Rekomendasi pengendalian dari


Dampak ada di Rumah Sakit Peneliti
Menyiapkan Fisik menggunakan Alat Pelindung Diri 1. Memotong ampulan
obat anastesi jarum suntik, Sarung Tangan dan menggunakan alay pemotong
memecahkan masker khusus ampulan.
ampulan dan luka SPO Tindakan 2. Sosialisasi standar prosedur
tusuk jarum suntik operasional kepada pekerja
dan luka gores medis
pecahan ampulan
Penjahitan luka Fisik menggunakan Alat Pelindung Diri 1. Melakukan tindakan sesuai
jarum jahit luka dan Sarung Tangan dan dengan SPO.
luka tusuk jarum masker 2. Memberikan pengawasan
dan instrumen tajam SPO Tindakan kepada pekerja medis
3. Sosialisasi SPO yang sudah
tersedia
Biologi kontak Alat Pelindung Diri 1. Mengganti sarung tangan apabila
dengan darah pasien Sarung Tangan dan terjadi sobek.
dan tertular penyakit masker 2. Memberi pengarahan agar
menular (Hepatitis, SPO Tindakan melakukan pekerjaan sesuai
HIV dan AIDS) dengan SPO yang telah tersedia.
3. Menyediakan Alat pelindung diri
kaca mata karena ada
kemungkinan darah memancar
terkena muka dan mata.
Perilaku, tidak Alat Pelindung Diri 1 Memberikan sosialisai dampak
menggunakan APD Sarung Tangan dan dari tidak menggunakan alat
dan luka tusuk dan masker pelindung diri
mudah tertular SPO Tindakan 2 Mewajibkan semua petugas
penyakit menular medis memahami dan mentaati
Hepatitis, AIDS, tahap-tahap pekerjaan yang ada
dan HIV di SPO
3 Mewajibkan penggunaan APD
bagi petugas medis yang akan
melakukan tindakan ataupun
asisten yang membantu.
Jenis pekerjaan Bahaya dan Pengendalian yang Rekomendasi pengendalian dari
Dampak ada di Rumah Sakit Peneliti
4 Melakukan tindakan sesuai
dengan SPO yang tersedia
Ergonomi SPO Tindakan 1. Memberikan penyuluhan tentang
membungkuk saat bahaya low back pain.
pengambilan darah 2. Melakukan tindakan sesuai SPO
pasien (postur yang tersedia
janggal ) dan nyeri
otot atau low back
pain
Merapikan Alat fisik jarum suntik, SPO jahit luka 1. Melakukan tindakan sesuai
jarum jahit, gunting, Alat Pelindung Diri dengan SPO yang tersedia
benda tajam dan Safety Box 2. Memisahkan peralatan benda
luka tusuk dan luka tajam yang telah digunakan.
sayat 3. Membiasakan membawa safety
box setiap akan melakukan
tindakan
4. Membuang jarum bekas pakai
langsung ke dalam safety box.
5. Memberikan sosialisasi tentang
penanganan benda tajam bekas
pakai kepada semua tenaga
medis.
Biologi kontak Alat Pelindung Diri 1 Mengganti sarung tangan
dengan darah pasien Sarung Tangan dan apabila terjadi sobek.
dan tertular penyakit masker 2 Memberi pengarahan agar
menular (Hepatitis, SPO Tindakan melakukan pekerjaan sesuai
HIV dan AIDS) dengan SPO yang telah
tersedia.
3 Memisahkan instrumen atau
alat yang telah digunakan dan
terkena darah.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga


kerja dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada
waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan
K3, diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga
kerja yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan
produktivitas perusahaan. K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan
produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia.

Dengan demikian untuk mewujudkan K3 perlu dilaksanakan dengan


perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci keberhasilannya
terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai subyek maupun obyek
perlindungan dimaksud dengan memperhatikan banyaknya risiko yang diperoleh.

3.2 SARAN

Jagalah keselamatan anda dalam kondisi yang aman dan patuhilah pada
peraturan rambu lalu lintas agar tidak terjadi kecelakaan dan mengurangi risiko
kecelakaan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai