Anda di halaman 1dari 10

Nama : Nur Asni

Nim : P07220118023
Prodi : D-III Keperawatan Tingkat 3

VILEP K3 - TUGAS MANDIRI

Soal:

Di dalam Potensi Bahaya / Resiko di tempat kerja, khususnya resiko pribadi dan
psikologis, sering kita temukan resiko-resiko/ masalah, salah satunya HIV/IADS di
Tempat Kerja

Kembangkan pemikiran dan penalaran Anda dalam mengupas atau menjelaskan


tema/ penugasan tersebut serta cara mengatasinya baik secara konsep/ teori, maupun
pengalaman Anda.

Jawab :
HIV/AIDS adalah singkatan dari Human Immunodefiency Virus yaitu virus
yang menyebabkan AIDS (Acquired Immnune Deficiency Syndrome). AIDS adalah
tahap lanjut dari infeksi HIV yang menyebabkan beberapa infeksi lainnya. Virus akan
memperburuk sistem kekebalan tubuh dan penderita HIV/AIDS akan berakhir
dengan kematian dalam waktu 5-10 tahun kemudian jika tanpa pengobatan yang
cukup. HIV adalah organisme patogen yang menyebabkan AIDS retro virus yang
menyebabkan HIV, menular melalui darah, serum, semen, jaringan tubuh dan cairan
tubuh lainnya (Najmah, 2016).
AIDS merupakan sumber penyakit yang ditimbulkan oleh virus HIV. AIDS
berasal dari benua Afrika dan merupakan suatu penyakit menular yang dengan cepat
menyebar ke seluruh dunia, terutama melalui hubungan seksual. Sampai saat ini
belum diketahui ada vaksin maupun obat yang dapat menanggulangi penyakit ini,
angka kematian AIDS ini sangat tinggi hampir semua penderita penyakit meninggal
dunia dalam waktu lima tahun sesudah menunjukkan gejala pertama (Saydam, 2012).
AIDS adalah singkatan Acquired Immuno Defficiency Syndrome, yang berarti
sindroma (kumpulan gejala) akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat
(bukan penyakit keturunan). AIDS kumpulan gejala penyakit yangdisebabkan oleh
menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi HIV. HIV cenderung menyerang jenis
sel tertentu, terutama sekali sel darah putih limfosit T4 yang memegang peranan
penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Selain
limfosit T4, HIV dapat juga menginfeksi sel Langerhans pada kulit, menginfeksi
kelenjar limfe, alveoli paru-paru, retina, serviks uteri dan otak. Virus yang masuk
limfosit T4 kemudian mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya
menghancurkan sel limfosit itu sendiri. HIV juga mempunyai tat, yaitu salah satu dari
sejumlah gen yang dapat mengatur replikasi maupun pertumbuhan sel yang baru. Tat
dapat mempercepat replikasi virus sedemikian hebatnya sehingga terjadi
penghancuran limfosit T4 secara besar- besaran yang pada akhirnya menyebabkan
sistem kekebalan tubuh menjadi turun atau lemah. Penurunan sistem kekebalan tubuh
ini menyebabkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik dan keganasan kondisi ini
disebut AIDS (Pinem, 2012).
Saat ini HIV dan AIDS di Indonesia bukan hanya menjadi masalah kesehatan
akan tetapi menjadi masalah dunia kerja yang berdampak pada produktivitas dan
profitabilitas perusahaan. Prevalensi HIV dan AIDS di Indonesia saat ini sudah
mencapai tingkat epidemi yang lebih berat dan cenderung meningkat cepat, dipicu
oleh peningkatan kasus HIV dan AIDS pada kelompok usia produktif, ibu rumah
tangga, dan anak-anak serta remaja terutama melalui penularan hubungan seks
berisiko dan penggunaan NARKOBA suntik.

Program penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia telah berjalan kurang


lebih selama 20 tahun sejak ditemukannya kasus AIDS yang pertama pada tahun
1987.

Sampai saat ini program penanggulangan tersebut telah berkembang melalui


berbagai program pencegahan, layanan tes HIV, pengobatan, perawatan dan
dukungan. Namun penambahan kasus HIV dan AIDS masih terus meningkat secara
drastis.

Program penanggulangan HIV dan AIDS di tempat kerja dapat menjangkau


sebagian besar kelompok usia produktif sehingga memiliki potensi strategis untuk
meningkatkan
program penanggulangan HIV dan AIDS secara nasional.
Apabila program di tempat kerja dilakukan secara menyeluruh,
maka dapat menjangkau kurang lebih 120 juta pekerja yang ada
atau hampir separuh dari jumlah penduduk Indonesia.

Perjalanan Infeksi HIV


Apabila HIV memasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan
terinfeksi dan virus mulai memperbanyak diri (replikasi) dalam sel
darah putih terutama dalam sel limfosit T-CD4 dan makrofag. HIV
mempengaruhi sistem kekebalan tubub dengan menghasilkan
antibodi khas untuk HIV. Masa antara masuknya virus sampai
terbentuknya antibodi tersebut disebut window periode yang
diperkirakan 0 – 3 bulan yang belum terdeteksi pada pemeriksaan
laboratorium. Selama window periode tersebut, seseorang dengan
HIV sangat infeksius, sangat mudah menularkan kepada orang lain
meskipun hasil pemeriksaan laboratoriumnya negatif.
Orang yang terinfeksi HIV sering tidak memberikan gejala dan
tanda untuk jangka waktu cukup lama bahkan sampai 10 tahun atau
lebih. Jangka waktu HIV positif ini bervariasi pada setiap orang,
dimana virus bereplikasi dengan sangat cepat dan diikuti oleh
perusakan Limfosit T-CD4 dan sel kekebalan lainnya sehingga
terjadinya sindroma penurunan daya tahan tubuh yang progresif
yang merupakan awal proses terjadinya AIDS. Orang dengan AIDS
akan memiliki gejala:
1. Demam
2. Penurunan berat badan secara drastis
3. Pembengkakan kelenjar getah bening
4. Bercak-bercak putih di rongga mulut
5. Batuk dan sesak napas
6. Diare berkepanjangan
7. Hilangnya nafsu makan
8. Gangguan pada susunan saraf berupa lamban berpikir, pelupa,
pusing, kejang, libido, dll
Cara Penularan HIV & AIDS
Penularan HIV dan AIDS pada laki-laki berisiko tersebut
berefek domino pada kasus HIV dan AIDS di kalangan ibu
rumah tangga dan bayi atau balita.
Selain itu juga terdapat pekerja formal yang karena
karakteristik atau jenis pekerjaannya beradapada kondisi
berisiko tinggi terinfeksi HIV, antara lain tenaga profesional
non medis (perawat, analis, pekerja laboratorium klinik);
petugas P3K (First Aid) dan tenaga profesional medis
(dokter).
Para pekerja berisiko tersebut di atas, juga berpotensi
menularkan HIV kepada orang lain tanpa disadarinya. Hal ini
merupakan salah satu mata rantai penularan HIV pada
masyarakat secara luas.
Penularannya melalui kontak seksual, darah, ibu ke anak
selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI.
1. Penularan secara seksual, baik secara heteroseksual
maupun homoseksual adalah cara paling dominan dari
semua cara penularan. Resiko tertinggi adalah penetrasi
vaginal atau anal yang tak terlindungi dari individu yang
terinfeksi HIV. Kontak seksual langsung (mulut ke penis
atau mulut ke vagina) masuk dalam kategori resiko rendah
tertular HIV. Akan meningkat bila terdapat luka dalam
mulut, perdarahan gusi dan atau penyakit gigi mulut atau
pada alat kelamin (genital).
2. Pajanan darah terinfeksi, penularan melalui darah dapat
terjadi jika darah donor tidak diuji saring untuk antibodi
HIV. Penggunaan ulang jarum suntikan, alat medik
lainnya yang terkontaminasi HIV dapat terjadi di tempat
layanan kesehatan seperti rumah sakit, poliklinik,
pengobatan tradisional melalui alat tajam/jarum, juga
pada Injection Drug Users (IDU). Pajanan HIV pada
organ dapat terjadi dalam proses transplantasi
jaringan/organ di tempat layanan kesehatan.
3. Penularan dari Ibu ke Anak, HIV dapat ditularkan melalui
seorang ibu yang terinfeksi HIV kepada janin yang
dikandung atau dilahirkan. Selama kehamilan virus dapat
masuk melalui aliran darah dari plasenta, pada persalinan
darah ibu atau air ketuban dapat terminum oleh bayi.

HIV – AIDS dan Ketenagakerjaan


Internasional Labour Organization (ILO) memperkirakan
bahwa paling sedikit 25 juta pekerja/buruh berumur 15-49 tahun
yang merupakan kelompok angkatan kerja yang peling produktif
telah terinfeksi HIV-AIDS. Kelompok angkatan kerja produktif
adalah kelompok kerja yang rentan tertular HIV-AIDS disebabkan:
1. Usia produktif merupakan usia dimana secara hormonal
merupakan periode active sexually.
2. Banyak pekerja dalam usia produktif tersebut merupakan
migrant workers yang menjadi perantau dan terpisah jauh dari
keluarga.
3. Maraknya bisnis-bisnis hiburan yang timbul di sekitar
industri/pabrik tempat kerja
4. Sex merupakan salah satu kegiatan refreshing dari pekerja
setelah melakukan aktivitas pekerjaan di tempat kerja
5. Informasi dan sosialiasi tentang infeksi menular seksual yang
sangat minim sehingga pekerja tidak memiliki pengetahuan
tentang IMS sebagai pintu masuk HIV & AIDS
6. Adanya fenomena 3 M (Man, Mobile, Money) dimana
pekerja laki-laki yang memiliki pekerjaan dengan mobilitas
tinggi dan mempunyai uang sangat rentan untuk melakukan
perilaku berisiko.

Oleh karena itu sangat diperlukan program pencegahan dan


penanggualangan HIV-AIDS di sektor Ketenagakerjaan dengan
alasan:

1. Lebih dari 85% kasus pada kelompok usia produktif


2. Tempat kerja adalah tempat strategis untuk melakukan
intervensi, untuk menjangkau usia kerja
3. Epidemi AIDS berdampak terhadap dunia bisnis
4. Banyak pekerja yang bekerja dengan situasi dan pola kerja
yang berisiko tinggi terhadap terjangkitnya HIV/AIDS
5. Banyak pekerja berisiko terinfeksi HIV dalam pekerjaan yang
dilakukan misalnya pada institusi pelayanan kesehatan
6. Pengetahuan tentang HIV/AIDS masih rendah sehingga
menimbulkan tindak dan sikap stigma dan diskriminasi.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah


mengeluarkan Keputusan Menteri No. 68/Men/IV/2004 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.
Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tersebut
mewajibkan pengurus/pengusaha melakukan upaya pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja melalui:
1. pengembangan kebijakan tentang upaya pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja yang dapat
dituangkan dalam Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian
Kerja Bersama (PKB).
2. pengkomunikasian kebijakan dengan cara menyebarluaskan
informasi dan penyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
3. pemberian perlindungan kepada pekerja/buruh dengan
HIV/AIDS dari tindak dan perlakuan diskriminatif.
4. penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja khusus
untuk pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan standar yang
berlaku. Merujuk pada Pasal 7 ayat (1) Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep. 68/Men/IV/2004
diperlukan petunjuk teknis pelaksanaan yang akan diatur
lebih lanjut melalui Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di
Tempat Kerja.

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN


HIV/AIDS

1. Bentuk Kebijakan Kebijakan pencegahan dan


penanggulangn HIV/AIDS di tempat kerja dapat
diintegrasikan ke dalam kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja atau secara tersendiri.
2. Isi Kebijakan
a) Pernyataan komitmen pengusaha/pengurus untuk
mendidik pekerja/buruh tentang HIV/AIDS
b) Mengembangkan strategi dan promosi program
pencegahan HIV/AIDS untuk diselenggarakan di
tempat kerja
c) Memberikan pendidikan kepada pekerja/buruh untuk
meningkatkan pemahaman akan HIV/AIDS, termasuk
cara pencegahan.
d) Memberikan informasi kepada para pekerja/buruh
mengenai di mana pekerja/buruh dapat memperoleh
pelayanan testing, konseling dan pelayanan yang
dibutuhkan
e) Dilarang mewajibkan test HIV sebagai bagian dari
skrining untuk rekruitmen. promosi, kesempatan
untuk mendapatkan pendidikan dan kelangsungan
status kerja.
f) Melarang segala bentuk stigmatisasi dan diskriminasi
terhadap pekerja/buruh dengan HIV/AIDS
g) Menjaga kerahasiaan identitas pekerja/buruh dengan
HIV/AIDS
3. Penerapan Kebijakan Program HIV/AIDS di Tempat Kerja
a) Membuat kebijakan tertulis untuk menerapkan
program pencegahan dan penangulanggan HIV/AIDS
di tempat kerja
b) Mengkomunikasikan kebijakan kepada seluruh
pekerja/buruh
c) Menyusun rencana pelaksanaan pendidikan
pencegahan HIV/AIDS di tempat kerja melalui
program Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja atau Pelayanan Kesehatan Kerja yang sudah
ada.
d) Melaksanakan program pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja.
e) Mengevaluasi kebijakan dan pelaksanaan program
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat
kerja.

PENDIDIKAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN


HIV/AIDS BAGI PEKERJA/BURUH DI TEMPAT KERJA

1. Strategi Pendidikan
a) Menyusun program pendidikan HIV/AIDS
b) Melaksanakan pendidikan pekerja/buruh secara
berkesinambungan;
c) Memanfaatkan Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dan atau Pelayanan Kesehatan Kerja
dalam pelaksanaan program pendidikan pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja
2. Cakupan Pendidikan
a) Penjelasan tentang HIV/AIDS, cara penularan dan
cara pencegahannya.
b) Penjelasan tentang Infeksi Menular Seksual (IMS)
sebagai salah satu faktor risiko terinfeksi HIV/AIDS.
c) Pemberian informasi tentang layanan pengobatan
IMS, testing dan konseling sukarela HIV/AIDS
melalui Dinas Kesehatan dan pengobatan HIV/AIDS
melalui rujukan rumah sakit setempat
d) Penjelasan peraturan perundang-undangan berkaitan
dengan program HIV/AIDS di tempat kerja dan
kaidah ILO tentang HIV/AIDS di dunia kerja.
e) Metode pendidikan yang digunakan bersifat interaktif
dan partisipatif.
3. Pelaksanaan Pendidikan
a) Pengusaha/pengurus dapat membentuk subkomite
dalam kepengurusan Panitia Pembina Keselamatan
dan Kesehatan Kerja atau Pelayanan Kesehatan Kerja
yang ada di perusahaan untuk bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pendidikan pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja bagi
pekerja/buruh.
b) Pengusaha/pengurus mempersiapkan dan membekali
anggota Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dan atau personil Pelayanan Kesehatan Kerja
serta pekerja/buruh yang dipilih sebagai penyuluh
sesuai dengan pendidikan yang dibutuhkan.
c) Anggota Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dan atau personil Pelayanan Kesehatan Kerja
serta pekerja/buruh yang dipilih dan sudah
mendapatkan pendidikan wajib menyelenggarakan
pendidikan bagi seluruh pekerja/buruh.
d) Pekerja/buruh yang dipilih dan sudah mendapatkan
pendidikan ditugaskan untuk menyebarluaskan
informasi, mempengaruhi dan memantau perilaku
pekerja/buruh yang beresiko terhadap penularan
HIV/AIDS.

Anda mungkin juga menyukai