Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN INDIVIDU ASUHAN KEPERAWATAN

GERONTIK PADA Tn. S DENGAN REUMATOID ARTHRITIS


(REMATIK) DI WISMA (E) BPSTW UNIT BUDI LUHUR
KASONGAN BANTUL YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Profesi Ners


Stase Keperawatan Gerontik

Disusun oleh:

Djanti Dwi Kostradam


(1910206033)

PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rematik adalah orang yang menderita arthritis atau di sebut juga radang sendi.

Tiga jenis artritis yang paling sering diderita adalah osteoarthritis, arthritis gout, dan

rheumatoid arthritis yang menyebabkan berbenjol pada sendi atau radang pada sendi

secara serentak (Utomo, 2015). Di Indonesia penyakit rematik yang paling banyak

ditemukan dan dijumpai adalah osteoarthritis. Osteoarthritis merupakan suatu

penyakit degeneratif persendian yang disebabkan oleh beberapa faktor. Penyakit ini

mempunyai karateristik berupa terjadinya kerusakan pada kartilago (tulang rawan

sendi). Kartilago merupakan suatu jaringan keras bersifat licin yang melingkupi

sekitar bagian akhir tulang keras di dalam persendian. Jaringan ini berfungsi sebagai

penghalus gerakan antar tulang dan sebagai peredam (shock absorber) pada saat

persendian melakukan aktivitas atau gerakan.

Gejala osteoarthritis bersifat progresif, dimana keluhan terjadi perlahanlahan

dan lama-kelamaan akan memburuk (Helmi, 2012). Tenaga kesehatan yang

menangani kasus osteoarthritis salah satunya adalah fisioterapi. Menurut Fukuda

(2011), dilihat dari aspek fisioterapi, Osteoarthritis dapat menimbulkan bermacam-

macam gangguan seperti impairment yaitu terjadi penurunan kekuatan otot, adanya

nyeri yang mengakibatkan lingkup gerak sendi terbatas, terjadi spasme pada otot, dan

2 disability yaitu terjadi ketidak mampuan dalam melakukan aktivitas tertentu contoh

berlutut, berdiri lama, bangkit dari duduk, dan jongkok. Akibat dari menurunnya

kemampuan gerak. Bahkan pada tingkat functional limitation seperti mengalami

gangguan saat berjalan, naik turun tangga, dan saat berlari. Penderita osteoarthritis di

Indonesia cukup tinggi yaitu pada laki-laki 15,5% dan pada perempuan 12,7% dari
seluruh penderita osteoarthritis, pada usia < 40 tahun penderita osteoarthritis

mencapai 5% sedangkan pada usia 40-60 tahun mencapai 30% dan pada usia > 60

tahun mencapai 65%. (Mutiwara, 2016). Osteoarthritis biasanya terjadi pada usia di

atas 50 tahun.

Di Amerika, di laporkan bahwa terdapat lebih dari 60.000.000 penderita

osteoarthritis, sampai penyakit ini disebut sebagai penyakit pasca pensiun. Sebagian

besar penderita osteoarthritis kelihatannya menderita obesitas. Perempuan lebih

banyak menderita osteoarthritis daripada lelaki dan terutama pada usia lanjut. Sendi

yang sering dikenai osteoarthritis adalah sendi lutut, panggul dan beberapa sendi kecil

di tangan dan kaki (Yatim, 2016). Nyeri lutut merupakan salah satu keluhan yang

sering timbul dan sering dijumpai pada kasus osteoarthritis. Sedangkan nyeri

merupakan gejala klinik yang sering dijumpai pada pasien osteoarthritis lutut terutama

saat melakukan aktifitas atau pembebanan yang berlebih. Akibat lanjut dari

osteoarthritis adalah terjadi penurunan aktifitas fungsional (Parjoto, 2011).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah pada laporan kasus
ini adalah bagaimana memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap
klien dengan rematik di Wisma E BPSTW Unit Budi Luhur Kasongan Bantul.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Didapatkannya pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif pada klien dengan rematik di Wisma E BPSTW Unit Budi Luhur
Kasongan Bantul.
2. Tujuan Khusus
a. Profesi Ners
Mahasiswa mampu melakukan pengkajian, merumuskan masalah,
mendiagnosa, merencanakan, implementasi dan mengevaluasi tindakan asuhan
keperawatan pada klien dengan rematik di Wisma Edelweis BPSTW Unit Budi
Luhur Kasongan Bantul.
b. Pasien
Mampu meningkatkan status kesehatan klien baik secara biologi, psikologi,
sosial, dan spiritual.
D. Manfaat
1. Ilmu Pengetahuan
Hasil laporan ini diharapkan mampu memberikan informasi dan menambah
pengetahuan di bidang kesehatan terutama ilmu keperawatan gerontik terkait
pemberian asuhan keperawatan pada klien lansia dengan rematik .
2. Manfaat Praktisi
a. Bagi Pasien
Diharapkan dapat menjadi media informasi untuk menambah pengetahuan dan
memotivasi klien dalam melakukan tindakan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif terkait dengan kasus rematik pada lansia.
b. Bagi Profesi Ners
Diharapkan dapat menjadi sumber bacaan dalam meningkatkan perkembangan
dan kualitas kesehatan klien serta sebagai bahan masukan terkait kasus rematik
pada lansia .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Manifestasi Klinis


Etiologi 1. Pembengkakan / radang
Artritis rheumatoid adalah suatu penyakit inflamasi 2. Kekakuan pagi yang berlangsung selama lebih dari
1. Faktor Genetik satu jam
sistemik kronik yang walaupun manifestasi utamanya
2. Hormon Sex 3. Kekakuan setelah lama tidak ada gerakan
adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini 4. Kelelahan
3. Faktor Infeksi
juga melibatkan seluruh organ tubuh. Pada umumnya 5. Daerah yang terasa hangat saat disentuh
4. Faktor Lingkungan
selain gejala artikuler, AR dapat pula menunjukan gejala 5. Jenis Kelamin 6. Sensitif terhadap rasa nyeri
konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah, atau 6. Usia 7. Benjolan atau nodul di bawah kulit
gangguan organ nonartikuler lannya (Sjaifoellah, 2004). 8. Kelemahan
9. Demam ringan

REMATIK

Klasifikasi Stadium Pemeriksaan Penunjang Penatalaksanaan


Tiga stadium pada RA yaitu (Nasution, 1. Laju endap darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP) 1. Obat – obatan
2011): 2. Tes RhF (rheumatoid factor) 2. Perlindungan Sendi
1. Stadium sinovitis. 3. Tes antibodi anti-CCP (Cyclic Citrullinated Peptide) 3. Diet
2. Stadium destruksi 4. Tes darah lengkap 4. Dukungan Psikososial
3. Stadium deformitas 5. Analisis cairan sinovial 5. Fisioterapi
6. Tes Antinuklear Antibodi (ANA) 6. Operasi
(Shiel, 2011).
Patofisiologi Reumathoid Athritis
Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan degenerasi
yang terlihat pada penyakit rematik. Inflamasi akan terlihat pada persendian sebagai
sinovitis. Pada penyakit rematik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan
degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan
pannus (proliferasi jaringan synovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun.
Pada penyakit rematik degenerative dapat terjadi proses inflamasi yang sekunder.
Sinovitis ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan suatu proses reaktif. Sinovitis
dapat berhubungan dengan pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas dari kartilago
artikuler yang mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi dapat pula terlibat.
RA merupakan manifestasi dari respon system imun terhadap antigen asing pada
individu-individu dengan predisposisi genetic. Suatu antigen penyebab RA yang berada
pada membrane synovial, akan memicu proses inflamasi. Proses inflamasi mengaktifkan
terbentiknya makrofag. Makrofag akan meningkatkan aktivitas fagositosisnya terhadap
antigen dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibody.
Setelah berikatan dengan antigen, antibody yang dihasilkan akan membentuk komplek
imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan komplek imun
ini akan mengaktivasi system komplemen C5a.
Komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan
permiabilitas vaskuler, juga dapat menarik lebih banyak polimorfonukler (PMN) dan
monosit kea rah lokasi tersebut. Fagositosi komplek imun oleh sel radang akan disertai
pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrin, prostaglandin yang akan
menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan
terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan
viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan
proteoglikan rawan sendi.
Pengendapan komplek imun akan menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell
yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamine dan berbagai enzim proteolitik serta
aktivasi jalur asam arakidonat yang akan memecah kolagen sehingga terjadi edema,
proliferasi membrane synovial dan akhirnya terbentuk pannus. Masuknya sel radang ke
dalam membrane synovial akibat pengendapan komplek imun menyebabkan terbentuknya
pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam pathogenesis RA. Pannus
merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblast yang berproliferasi,
mikrovaskuler dan berbagai jenis sel radang. Pannus akan menghancurkan tulang rawan
dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang
akan mengganggu gerakan sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan
mengalami perubahan degenerative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan
kontraksi otot.
Pathways
Inflamasi non bacteria : infeksi, endokrin, autoimun,
metabolic, faktor genetik dan faktor lingkungan

Reaksi Peradangan ( REMATIK )

Kurangnya informasi Sinofial menebal Sinovitis


tentang proses penyakit

Pannus Hermia dan pembengkakan

Nekrosis dan kerusakan


Infiltrasi ke dalam os. Nodul pada dalam sendi
Subcandria
Deformitas Nyeri
Hambatan nutrisi pada Sendi
kartilago artikularis
Gangguan Body
Image

Kerusakan kartilago dan Kartilago Nekrosisi


tulang
Erosi Kartilago
Tendon dan ligamen
melemah
Adhesi pada permukaan
sendi
Hilangnya kekuatan otot

Alkilosis Fibrosa
Resiko Cidera

Kekakuan Sendi

Terbatasnya gerak Gangguan Mobilitas Fisik

Defisit Self Care


Mind Map Asuhan Keperawatan
Nyeri Kronis

Kontrol Nyeri (1605) : Manajemen Nyeri (1400) :


1. Mengenali kapan nyeri terjadi 2-4 1. Melakukan pengkajian nyeri ( meliputi lokasi,
2. Mengambarkan faktr penyebab 3-4 durasi, frekuensi, intensitas dan faktor
3. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri pencetus
tanpa analgesik 2-4 2. Berikan informasi tentang penyebab nyeri,
4. Menggunakan analgesik yang antisipasi dan ketidaknyamanan akibat nyeri
direkomendasikan 3-5 3. Pilih tindakan non farmakologi untuk
meredakan rasa nyeri ( tarik nafas dalam)
4. Dorong pasien untuk menggunakan obat-obat
penurun rasa sakit yang adekuat
5. Dukung istirahat atau tidur untuk menurunkan
rasa nyeri

Resiko Jatuh

Kejadian Jatuh (1912) Manajemen Lingkungan: Keselamatan (6486)


a. Klien tidak jatuh saat berdiri maupun a. Identifikasi kebutuhan keamanan klien
berjalan berdasarkan fungsi fisik dan kognitif serta
b. Klien tidak jatuh saat ke kamar mandi riwayat perilaku di masa alalu
b. Identifikasi hal-hal yang membahayakan di
Perilaku Pencegahan Jatuh (1909) lingkungan
a. Klien meminta bantuan jika membutuhkan c. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
b. Klien menggunakan pegangan tangan jika bahaya dan resiko
diperlukan d. Gunakan peralatan perlindungan (missal
c. Klien mendapat pencahayaan yang pegangan pada sisi, kunci pintu, pagar, dll)
memadai e. Siapkan nomer telepon emergensi untuk klien
d. Menyesuaikan ketinggian toilet sesuai yang (missal polisi, dinas kesehatan, dll)
diperlukan Pencegahan Jatuh (6490)
a. Identifikasi perilaku dan factor yang
mempengaruhi resiko jatuh
b. Identifikasi karakteristik lingkungan yang
mungkin meningkatkan potensi jatuh (misal
lantai licin)
c. Ajarkan klien bagaimana jika jatuh untuk
meminimalkan cedera.

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA TN. S DENGAN


RHEUMATOID ARTRITIS DI WISMA (E) BPSTW UNIT BUDI LUHUR
KASONGAN BANTUL YOGYAKARTA
Disusun Oleh:

Djanti Dwi Kostradam


(1910206033)

PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA

2020

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK Tn. S DENGAN RHEUMATOID


ARTRITIS DI WISMA EDELWIS (E) BPSTW YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

1. Identitas Klien
Nama : Tn.S
Umur : 84 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Kebonagung, Imogiri, Bantul
Status perkawinan :-
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SD
Tanggal masuk : Juli 2019
2. Status kesehatan saat ini
Keluhan utama : Pasien mengeluh nyeri pada bagian kedua lutut. Pasien
mengatakan nyeri dirasakan sekitar 1 tahun ini. Pasien mengatakan pernah mengalami
rematik.
P : Rheumatoid Artritis
Q : di tusuk tusuk
R : di kedua lutut
S : Tn. S mengatakan rasa sakit yang dialaminya menunjukan pada skala 6
T : rasa sakit yang dirasakan Tn. S pada malam hari dan bagun tidur dipagi hari
dan kadang terasa hilang dan timbul.
3. Riwayat kesehatan dahulu
a. Penyakit :
 Tn. S memiliki penyakit Rematik sejak beberapa tahun yang lalu.
 Tn. S mengatakan pernah jatuh sekitar 3 bulan yang lalu.
b. Alergi
Tn. S mengatakan tidak memiliki alergi makanan dan obat.
c. Kebiasaan
1. Tn. S Tidak minum kopi
2. Tn. S merokok 1 batang perhari
4. Riwayat kesehatan keluarga
Tn. S mengatakan keluarganya ada keluarga yang mengalami Rematik.
5. Tinjauan sistem
Keadaan Umum Composmetis

Integumen Kulit terlihat agak keriput, warna sawo matang


Sistem hemopietik Tidak ada tanda-tanda memar dan wajah tidak tampak
pucat

Kepala Rambut hitam putih, kulit kepala.

Mata Tn. S tidak dapat melihat jelas apabila jaraknya jauh, mata
bersih.

Telinga Pendengaran tidak terganggu.

Mulut dan Tenggorokan Tidak memiliki gigi, tidak ada bau mulut

Leher dan bagian Tidak terdapat benjolan.


payudara

Sistem pernafasan Vesikuler, tidak ada suara tambahan

Sistem kardiovaskuler Tidak ada edema, tidak tampak iktus cordis

Sistem gastrointestinal Pola makan 3 kali sehari dengan lauk dan sayuran yang
telah disediakan, frekuensi BAB lancar. Setiap pagi
bangun tidur

Sistem perkemihan BAK lancar minimal 3-4 kali sehari dan tidak ada keluhan
nyeri saat BAK

Sistem Genetoreproduksi Tidak ada keluhan

Sistem musculoskeletal Bagian kedua lutut kaki nyeri pada saat digerakkan

Sistem saraf pusat Tidak ada riwayat cedera kepala

Sistem endokrin Tidak ada tanda-tanda pembesaran tiroid, tidak ada


riwayat DM

Pengkajian inkotinensia urine akut :


 Tn. S mengatakan bahwa ia buang air kecil sekitar 3-5 kali perhari
 Tn. S mengatakan pada malam hari biasanya ia bisa buang air kecil 1- 2 kali.
 Tn. S mengatakan bila merasa ingin kencing ia tidak bisa menahannya dengan
waktu yang lama.
 Tn. S mengatakan Tidak ada masalah ketika buang air kecil dan Tn. S mampu
melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain
 Tn. S mengatakan BAB setiap pagi

Pengkajian inkotinensia urine persisten :


 Tn. S mengatakan tidak pernah mengeluarkan urine jika tidak kebelet kencing

6. Pengkajian Psikososial dan spritual


a. Psikososial
Kemampuan sosialisasi Tn.S dengan teman- temannya baik dan bisa bersosialisasi
dengan teman satu wisma lainnya.
b. Identifikasi masalah emosional
1) Pertanyaan tahap 1
a) Apakah klien mengalami sukar tidur? tidak
b) Apakah klien sering mengalami gelisah? Tidak
c) Ada gangguan / masalah atau banyak pikiran? tidak
d) Apakah klien sering mengalami was-was atau kuatir? Tidak

Lanjutkan ke pertanyaan tahap 2 jika lebih dari 1 atau sama dengan 1 jawaban
“Ya”
2) Pertanyaan tahap 2
a) Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari satu kali dalam sebulan? Tidak
b) Ada masalah / banyak pikiran? Tidak
c) Ada gangguan / masalah dengan keluarga lain? Tidak
d) Menggunakan obat tidur/ penenang atas anjuran dokter? Tidak
e) Cenderung mengurung diri? Tidak
Bila lebih dari 1 atau sama dengan satu jawaban “Ya” masalah emosional positif.
dari beberapa pertanyaan yang dipertanyakan pada saat pengkajian tidak ada
jawaban “Ya” sehingga dapat disimpulkan Tn. S MASALAH EMOSIONAL
POSITIF
c. Spiritual
Tn. S selalu melaksanakan sholat 5 waktu tetapi jarang berjama’ah di Mushola
BPSTW budi luhur.
7. Pengkajian Fungsional Klien
a. KATZ Indeks
Termasuk kategori yang manakah klien?
1) Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan pakaian, pergi
ketoilet, berpindah dan mandi.
2) Mandiri semuanya kecuali satu fungsi saja.
3) Mandiri, kecuali mencuci pakaian.

Dari hasil observasi dan wawancara, Tn. S termasuk dalam kategori 1 yakni
mandiri.

b. Modifikasi dari bartel indeks


Termasuk yang mana klien?

Dengan
No Kriteria Mandiri Keterangan
Bantuan
1 Makan 5 10 Frekuensi: 3x
Jumlah: sedikit
Jenis, nasi, sayur, lauk
2 Minum 5 10 Frekuensi: 6-8 kali sehari
Jumlah: secangkir kecil
Jenis: air putih dan teh
3 Berpindah dari 5-10 15 Pasien aktif melakukan
satu tempat aktifitas harian
ketempat lain
4 Personal toilet 0 5 Frekuensi: 3x
(cuci muka,
menyisir
rambut, gosok
gigi).
5 Keluar masuk 5 10 Frekuensi: 2-3 kali
toilet ( mencuci
pakaian,
menyeka tubuh,
meyiram)
6 Mandi 5 15 2 kali sehari
7 Jalan 0 5 Setiap ingin mealakukan
dipermukaan sesuatu misalnya mengambil
datar minum atau ke kamar mandi.
8 Naik turun 5 10 Tidak dilakukan
tangga
9 Mengenakan 5 10 Mandiri
pakaian
10 Kontrol Bowel 5 10 Frekuensi: 1x setiap pagi
(BAB) Konsistensi: -
11 Kontrol Bladder 5 10 Frekuensi: 3-5 kali sehari
(BAK) Warna: kuning
12 Olah raga/ 5 10 Tn. S ikut senam setiap pagi
latihan di BPSTW unit budi luhur
13 Rekreasi/ 5 10 Jenis: mengobrol dengan
pemanfaatan teman yang berada di
waktu luang BPSTW unit Budi luhur.

Keterangan:
a) 130 : mandiri
b) 65-125 : ketergantungan sebagian
c) 60 : ketergantungan total
Setelah dikaji didapatkan skor 125 yang termasuk dalam kategori ketergantungan
sebagian.
8. Pengkajian Status Mental Gerontik
a. Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short Portable
Status Mental Questioner (SPSMQ)
Benar Salah No Pertanyaan
√ 01 Tanggal berapa hari ini?
√ 02 Hari apa sekarang?
√ 03 Apa nama tempat ini?
√ 04 Dimana alamat anda?
√ 05 Berapa umur anda?
√ 06 Kapan anda lahir?
√ 07 Siapa presiden Indonesia sekarang?
√ 08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
√ 09 Siapa nama ibu anda?
√ 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap
angka baru, semua secara menurun
Jumlah
Interpretasi hasil:
a) Salah 0-3: fungsi intelektual utuh
b) Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
c) Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang
d) Salah 9-10: Kerusakan intelektual berat
Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu 1 sehingga dapat disimpulkan
Tn. S mengalami fungsi intelektual utuh
b. Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE
(Mini Mental Status Exam)
1. Orientasi
2. Registrasi
3. Perhatian
4. Kalkulasi
5. Mengingat kembali
6. Bahasa

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif Maksimal Klien
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar
 Tahun
 Musim
 Tanggal
 Hari
 Bulan
Orientasi 5 5 Diamana kita sekarang?
 Negara Indonesia
 Provinsi DIY
 Kota Yogyakarta
 PSTW Budi Luhur
 Wisma E
2 Registrasi 3 3 Sebutkan nama tiga obyek (oleh
pemeriksa) 1 detik dan
menyebutkan masing-masing
obyek. Kemudian tanyakan 3 nama
obyek tersebut kepada klien
3 Perhatian 5 2 Minta klien untuk memulai dari
dan angka 100 kemudian dikurangi 7
kalkulasi sampai 5 kali / tingkat.
 93
 86
 79
 72
 65
4. Menginga 3 3 Minta klien untuk mengulangi
t ketiga obyek pada no 2 (registrasi)
tadi. Bila benar, 1 point masing-
masing obyek.
5 Bahasa 9 9 Tunjukkan pada klien suatu benda
dan tanyakan nama pada klien
 Missal bolpoint
 Missal pensil
Minta klien untuk mengulangi kata
berikut: “taka da jika, dan, atau,
tetapi”. Bila benar nilai satu poin
 Pertanyaan benar 2 buah:
taka da, tetapi
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut terdiri dari 3
langkah.
“ ambil kertas ditangan anda, lipat
dua dan taruh dilantai”
 Ambil kertas ditangan anda
 Lipat dua
 Taruh dilantai
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut ( bila aktivitas sesuai
perintah nilai 1 point)
 “tutup mata anda”
Perintahkan pada klien untuk
menulis satu kalimat dan menyalin
gambar
 Tulis satu kalimat
 Menyalin gambar
Total 27
Nilai
Interpretasi hasil

>23: aspek kognitif dari fungsi mental baik

<23: terdapat kerusakan aspek fungsi mental


Dari hasil pengkajian Aspek kognitif dari fungsi mental Tn. S mendapat skor 27
(>23) jadi dapat disimpulkan Tn. S terdapat fungsi mental baik.

9. Pengkajian Depresi Geriatrik


a. Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan anda? Ya
b. Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan atau minat atau kesenangan
anda? ya
c. Apakah anda merasa bahwa hidup ini kosong belaka? Tidak
d. Apakah anda sering merasa bosan? Ya
e. Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? Tidak
f. Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada anda? Ya
g. Apakah anda bahagia di sebagian besar hidup anda? Ya
h. Apakah anda sering merasa tak berdaya? Tidak
i. Apakah anda senang tinggal dirumah dari pada pergi keluar dan mengerjakan
sesuatu yang baru? Ya
j. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat
dibandingkan dengan kebanyakan orang? Tidak
k. Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini menyenangkan? Ya
l. Apakah anda merasa berharga? Ya
m. Apakah anda merasa penuh semangat? Ya
n. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? Tidak
o. Apakah anda pikir orang lain keadannya lebih baik dari pada anda? Tidak
Penilaian
Nilai 1 jika menjawab sesuai kunci berikut:

1. Tidak 9. Ya
2. Ya 10. Ya
3. Ya 11. Tidak
4. Ya 12. Ya
5. Tidak 13. Tidak
6. Ya 14. Ya
7. Tidak 15. Ya
8. Ya
Skor:
5-9: kemungkinan depresi
10 atau lebih depresi
Dari hasil pengkajian depresi geriatrik Tn. S tidak mengalami DEPRESI.

10. Pengkajian resiko jatuh


Terdapat beberapa cara untuk menilai resiko jatuh pada lansia, antara lain :
a. Postural hipotensi
Ukur tekanan darah lansia dalam 3 posisi, yaitu :
 Tidur : 130/80 mmHg
 Duduk : 130/90 mmHg
 Berdiri : 150/90 mmHg
Bila terdapat perbedaan tekanan darah lebih atau sama dengan 20 mmHg, maka
yang dikatakan memiliki resiko jatuh.
Catatan : jarak pengukuran antar posisi kurang lebih 5-10 menit.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Tn. S mengalami resiko jatuh.
b. Fungional reach test (FR Test)
Mintalah lansia untuk berdiri di tembok
Mintailah lansia untuk mencondongkan badanya kedepan tanpa melangkahkan
kakinya
Ukur jarak condong antara tembok dengan punggung lansia, dan biarkan
kecondongan terjadi selama 1-2 menit
c. Hasil pengukuran Fungional reach test (FR Test) adalah < 6inc maka lansia
dikatakan memiliki resiko jatuh
d. The timep up and Go (TUG test ).
1. Mintalah lansia berdiri dari kursi dan berjalan 10 langkah ke depan, kembali
ke kursi semula dan kembali duduk di kursi.
2. Ukur waktu dalam detik, jika:
< 10 detik =mobilitas bebas
<20 detik =mostly independent
20-29 detik =varable mobiliti
>30detik = gangguan mobilitas
Dari pengukuran diatas durasi waktu yang dibutuhkan Tn. S untuk melakukan
The timep up and Go (TUG test ) adalah 19 detik maka dapat dikatatakan
bahwa Tn. S mostly independent.
A. Analisa data
No Data Fokus Etiologi Problem
1 DS : Autoimun Nyeri kronis
 Klien mengatakan merasa nyeri dibagian (Rheumatoid)
kedua lutut kaki.
 Pasien mengatakan nyeri dirasakan
sekitar 1 tahun ini.
 Pasien mengatakan pernah mengalami
rematik.
DO :
pasien tampak lemas, tampak, TD: 130/90
mmHg, Nadi: 88x/menit, RR : 30x/menit.
P : Rheumatoid artritis
Q : di tusuk-tusuk
R : di kedua lutut kaki
S : Tn. S mengatakan rasa sakit
yang dialaminya menunjukan pada skala
6
T : rasa sakit yang dirasakan Tn. S
pada malam hari dan bagun tidur dipagi
hari dan kadang hilang dan timbul

2 DS: Risiko Jatuh


Pasien mengatakan pernah jatuh sekitar 3 bulan
yang lalu
DO:
1. Postural hipotensi
Ukur tekanan darah lansia dalam 3 posisi,
yaitu :
 Tidur : 130/80 mmHg
 Duduk : 130/90 mmHg
 Berdiri : 150/90 mmHg
2. Hasil pengukuran Fungional reach test (FR
Test) adalah < 6inc maka lansia dikatakan
memiliki resiko jatuh
3. Hasil TUG tes 19 detik (mostly
independent).

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri akut b.d autoimun (rheumatoid) pada penyakit artritis
2. Risiko jatuh
NO Diagnosa Tujuan Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi
keperawatan
1. Nyeri akut b.d L.08066 I.08238 Selasa, 4 Februari 2020 Pukul 13.30
autoimun Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri Pukul : 10.00 S:
(rheumatoid) pada Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian a. Melakukan pengkajian nyeri Pasien mengatakan nyeri
penyakit artritis tindakan asuhan nyeri secara secara komprehensif. seperti ditusuk-tusuk
keperawatan selama komprehensif. b. Mengobservasi reaksi non dibagian dengkul.
3x 7 jam nyeri dapat 2. Observasi reaksi non verbal dari ketidak O:
berkurang dengan verbal dari ketidak nyamanan Pasien tampak mengurut
kriteria hasil : nyamanan. c. Memonitor TTV lutut
a. Nyeri berkurang  3. Monitor TTV d. Mengajarkan tehnik non P : Rheumatoid artritis
dari 4 menjadi 2 4. Ajarkan tehnik non farmakologi (relaksasi Q: di tusuk-tusuk
dengan menggun farmakologi (relaksasi dengan tarik nafas dalam) R: di kedua lutut kaki
akan menejemen dengan tarik nafas e. Memantau respon sebelum S: Tn. S mengatakan rasa
nyeri. dalam) dan sesudah diberikan obat sakit yang dialaminya
b. Pasien merasa 5. Pantau respon Natrium Diklofenac menunjukan pada skala 6
nyaman setelah sebelum dan sesudah T: rasa sakit yang
nyeri berkurang. diberikan obat. dirasakan Tn. S pada
c. TTV dalam batas malam hari dan bagun
normal tidur dipagi hari dan
kadang hilang dan timbul
TTV :
TD pre : 150/90 mmHg,
TD post : 150/80 mmHg,
Nadi : 80x/menit.
A:
Masalah nyeri kronis
teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi dengan
memberikan Terapi
Relaksasi nafas dalam

D. Dwi Kostradam
2. Risiko Jatuh L.14138 I.14540 Selasa, 4 Februari 2020 Pukul 13.45
Tingkat Jatuh Pencegahan Jatuh Pukul : 11.00 S:
Setelah dilakukan 1. Identifikasi faktor 1. Mengidentifikasi faktor usia Pasien mengatakan sudah
tindakan asuhan risiko jatuh (usia >65 >65 tahun, hipotensi ortostatik, tidak kuat berjalan jauh
keperawatan selama tahun, hipotensi gangguan keseimbangan. O:
3x7 jam pasien ortostatik, gangguan 2. Mengidentifikasi faktor Pasien tampak lelah
dapat mengontrol keseimbangan) lingkungan yang meningkatkan TD : 150/80 mmHg, Nadi:
derajat jatuh dengan 2. Identifikasi faktor risiko jatuh (lantai licin, lantai 71x/menit
kriteria hasil : lingkungan yang tidak rata). A:
a. Jatuh saat meningkatkan risiko 3. Menghitung resiko jatuh dengan Masalah risiko jatuh belum
berjalan dari 3 ke jatuh (lantai licin, menggunakan skala hipotensi teratasi
1. lantai tidak rata) ortostatik, fungsional reach test, P:
b. Jatuh saat 3. Hitung resiko jatuh time up and go. Planning dilanjutkan dengan
membungkuk dengan menggunakan 4. Menganjurkan menggunakan mengajarkan relaksasi
dari 3 ke 1. skala hipotensi alas kaki yang tidak licin. progresif.
ortostatik, fungsional 5. Menganjurkan berkonsentrasi
reach test, time up untuk menjaga keseimbangan
and go tubuh.
4. Anjurkan D. Dwi Kostradam
menggunakan alas
kaki yang tidak licin.
5. Anjurkan
berkonsentrasi untuk
menjaga
keseimbangan tubuh.
3. Nyeri akut b.d L.08066 I.08238 Rabu, 5 Februari 2020 Pukul 13.30
autoimun Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri Pukul : 10.00 S:
(rheumatoid) pada Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian a. Melakukan pengkajian nyeri Pasien mengatakan nyeri
penyakit artritis tindakan asuhan nyeri secara secara komprehensif. seperti ditusuk-tusuk
keperawatan selama komprehensif. b. Mengobservasi reaksi non dibagian dengkul.
3x 7 jam nyeri dapat 2. Observasi reaksi non verbal dari ketidak O:
berkurang dengan verbal dari ketidak nyamanan Pasien tampak mengurut
kriteria hasil : nyamanan. c. Memonitor TTV lutut
a. Nyeri berkurang  3. Monitor TTV d. Mengajarkan tehnik non P : Rheumatoid artritis
dari 4 menjadi 2 4. Ajarkan tehnik non farmakologi (relaksasi Q: di tusuk-tusuk
dengan menggun farmakologi (relaksasi dengan tarik nafas dalam) R: di kedua lutut kaki
akan menejemen dengan tarik nafas e. Memantau respon sebelum S: Tn. S mengatakan rasa
nyeri. dalam) dan sesudah diberikan obat sakit yang dialaminya
b. Pasien merasa 5. Pantau respon Natrium Diklofenac menunjukan pada skala 6
nyaman setelah sebelum dan sesudah T: rasa sakit yang
nyeri berkurang. diberikan obat. dirasakan Tn. S pada
c. TTV dalam batas malam hari dan bagun
normal tidur dipagi hari dan
kadang hilang dan timbul

TTV :
TD pre : 150/80 mmHg,
TD post : 140/80 mmHg,
Nadi : 66x/menit.
A:
Masalah nyeri kronis
teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi dengan
memberikan Terapi
Relaksasi nafas dalam

D. Dwi Kostradam
4. Risiko Jatuh L.14138 I.14540 Rabu, 5 Februari 2020 Pukul 13.45
Tingkat Jatuh Pencegahan Jatuh Pukul : 11.00 S:
Setelah dilakukan 1. Identifikasi faktor 1. Mengidentifikasi faktor usia Pasien mengatakan sudah
tindakan asuhan risiko jatuh (usia >65 >65 tahun, hipotensi ortostatik, tidak kuat berjalan jauh
keperawatan selama tahun, hipotensi gangguan keseimbangan. O:
3x 7 jam pasien ortostatik, gangguan 2. Mengidentifikasi faktor Pasien tampak lelah
dapat mengontrol keseimbangan) lingkungan yang meningkatkan TD : 140/80 mmHg, Nadi:
derajat jatuh dengan 2. Identifikasi faktor risiko jatuh (lantai licin, lantai 66x/menit
kriteria hasil : lingkungan yang tidak rata). A:
a. Jatuh saat meningkatkan risiko 3. Menghitung resiko jatuh dengan Masalah risiko jatuh belum
berjalan dari 3 jatuh (lantai licin, menggunakan skala hipotensi teratasi
ke 1. lantai tidak rata) ortostatik, fungsional reach test, P:
b. Jatuh saat 3. Hitung resiko jatuh time up and go. Planning dilanjutkan dengan
membungkuk dengan menggunakan 4. Menganjurkan menggunakan mengajarkan relaksasi
dari 3 ke 1. skala hipotensi alas kaki yang tidak licin. progresif.
ortostatik, fungsional 5. Menganjurkan berkonsentrasi
reach test, time up untuk menjaga keseimbangan
and go tubuh.
4. Anjurkan D. Dwi Kostradam
menggunakan alas
kaki yang tidak licin.
5. Anjurkan
berkonsentrasi untuk
menjaga
keseimbangan tubuh.
5. Nyeri akut b.d L.08066 I.08238 Kamis, 6 Februari 2020 Pukul 13.30
autoimun Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri Pukul : 10.00 S:
(rheumatoid) pada Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian a. Melakukan pengkajian nyeri Pasien mengatakan nyeri
penyakit artritis tindakan asuhan nyeri secara secara komprehensif. seperti ditusuk-tusuk
keperawatan selama komprehensif. b. Mengobservasi reaksi non dibagian dengkul.
3x 7 jam nyeri dapat 2. Observasi reaksi non verbal dari ketidak O:
berkurang dengan verbal dari ketidak nyamanan Pasien tampak mengurut
kriteria hasil : nyamanan. c. Memonitor TTV lutut
a. Nyeri berkurang  3. Monitor TTV d. Mengajarkan tehnik non P : Rheumatoid artritis
dari 4 menjadi 2 4. Ajarkan tehnik non farmakologi (relaksasi Q: di tusuk-tusuk
dengan menggun farmakologi (relaksasi dengan tarik nafas dalam) R: di kedua lutut kaki
akan menejemen dengan tarik nafas e. Memantau respon sebelum S: Tn. S mengatakan rasa
nyeri. dalam) dan sesudah diberikan obat sakit yang dialaminya
b. Pasien merasa 5. Pantau respon Natrium Diklofenac menunjukan pada skala 6
nyaman setelah sebelum dan sesudah T: rasa sakit yang
nyeri berkurang. diberikan obat. dirasakan Tn. S pada
c. TTV dalam batas malam hari dan bagun
normal tidur dipagi hari dan
kadang hilang dan timbul

TTV :
TD pre : 140/70 mmHg,
TD post : 140/80 mmHg,
Nadi : 66x/menit.
A:
Masalah nyeri kronis
teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi dengan
memberikan Terapi
Relaksasi nafas dalam

D. Dwi Kostradam
6. Risiko Jatuh L.14138 I.14540 Kamis, 6 Februari 2020 Pukul 13.45
Tingkat Jatuh Pencegahan Jatuh Pukul : 11.00 S:
Setelah dilakukan 1. Identifikasi faktor 1. Mengidentifikasi faktor usia Pasien mengatakan sudah
tindakan asuhan risiko jatuh (usia >65 >65 tahun, hipotensi ortostatik, tidak kuat berjalan jauh
keperawatan selama tahun, hipotensi gangguan keseimbangan. O:
3x 7 jam pasien ortostatik, gangguan 2. Mengidentifikasi faktor Pasien tampak lelah
dapat mengontrol keseimbangan) lingkungan yang meningkatkan TD : 150/80 mmHg, Nadi:
derajat jatuh dengan 2. Identifikasi faktor risiko jatuh (lantai licin, lantai 66x/menit
kriteria hasil : lingkungan yang tidak rata). A:
a. Jatuh saat meningkatkan risiko 3. Menghitung resiko jatuh dengan Masalah risiko jatuh belum
berjalan dari 3 ke jatuh (lantai licin, menggunakan skala hipotensi teratasi
1. lantai tidak rata) ortostatik, fungsional reach test, P:
b. Jatuh saat 3. Hitung resiko jatuh time up and go. Planning dilanjutkan dengan
membungkuk dengan menggunakan 4. Menganjurkan menggunakan mengajarkan relaksasi
dari 3 ke 1. skala hipotensi alas kaki yang tidak licin. progresif.
ortostatik, fungsional 5. Menganjurkan berkonsentrasi
reach test, time up untuk menjaga keseimbangan
and go tubuh.
4. Anjurkan D. Dwi Kostradam
menggunakan alas
kaki yang tidak licin.
5. Anjurkan
berkonsentrasi untuk
menjaga
keseimbangan tubuh.
Kesimpulan

Lansia yang menderita Rheumatoid selain pola makan yang sangat diperhatikan
dan pola istirahat maka perlu juga dilakukan tindakan nonfarmakologis yaitu terapi
relaksasi progresif. Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan klien (Tn. S) setelah
diberikan terapi relaksasi progresif, klien mengatakan badannya lebih rileks ditandai
dengan adanya penuruhan tekanan darah. Hal ini diperkuat dengan hasil evidence based
yang menerangkan tetang terapi relaksasi progresif yang secara signifikan berpengaruh
terhadap penurunan tekanan darah pada lansia. Oleh karena itu, terapi relaksasi progresif
perlu dilakukan untuk mengurangi tekanan darah.

JENIS
Langkah-langkah Terapi Relaksasi Progresif
a. Senam progresif
Berikut dipaparkan masing-masing gerakan dan penjelasan mengenai otot
otot yang dilatih dalam senam progresif.

1) Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara
menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Klien diminta membuat
kepalan ini semakin kuat (gambar 2), sambil merasakan sensasi ketegangan yang
terjadi. Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan rileks selama 10
detik. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien dapat
membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami.
Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.
2) Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang. Gerakan
ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan
tangan sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang,
jari-jari menghadap ke langit-langit (gambar 2).
3) Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot Biceps. Otot biceps adalah otot besar
yang terdapat di bagian atas pangkal lengan (lihat gambar 3). Gerakan ini diawali
dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa
kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot biceps akan menjadi tegang.

4) Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk 


mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara mengangkat kedua
bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua
telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu,
punggung atas, dan leher.
5) Gerakan kelima sampai ke delapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan untuk
melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot dahi,
mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara
mengerutkan dahi dan alis sampai ototototnya  terasa dan kulitnya keriput. Gerakan
yang ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali dengan menutup keras-
keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang
mengendalikan gerakan mata (gambar 5).
ge

6) Gerakan ke enam dengan cara menutup mata


7) Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot-
otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi
sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang.
8) Gerakan kedelapan ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut.
Bibir  dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar
mulut.
9) Gerakan kesembilan (gambar 7) dan gerakan kesepuluh (gambar 7) ditujukan
untuk merilekskan otot-otot leher bagian depan maupun belakang. Gerakan diawali
dengan otot leher bagian belakang baru kemudian otot leher bagian depan. Klien
dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk
menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga klien
dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas.
10) Sedangkan gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan (lihat
gambar 7). Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian
klien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan
ketegangan di daerah leher bagian muka.
11) Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat
dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung
dilengkungkan, lalu busungkan dada sehingga tampak seperti pada gambar 6. Kondisi
tegang dipertahankan selama 10 detik, kemudian rileks. Pada saat rileks, letakkan
tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot menjadi lemas.
12) Gerakan berikutnya adalah gerakan keduabelas, dilakukan untuk melemaskan
otototot dada. Pada gerakan ini, klien diminta untuk menarik nafas panjang untuk
mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan selama
beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun ke perut.
Pada saat ketegangan dilepas, klien dapat bernafas normal dengan lega. Sebagaimana
dengan gerakan yang lain, gerakan ini diulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan
perbedaan antara kondisi tegang dan rileks.
13) Setelah latihan otot-otot dada, gerakan ketigabelas bertujuan untuk melatih otot-otot
perut. Gerakan ini dilakukan dengan cara menarik kuat-kuat perut ke dalam,
kemudian menahannya sampai perut menjadi kencang dank eras. Setelah 10 detik
dilepaskan bebas, kemudian diulang kembali seperti gerakan awal untuk perut ini.
Gerakan 14 dan 15 adalah gerakan-gerakan untuk otot-otot kaki. Gerakan ini
dilakukan secara berurutan.
14) Gerakan keempat belas bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan dengan cara
meluruskan kedua belah  telapak kaki (lihat gambar delapan) sehingga otot paha
terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut (lihat gambar delapan),
sedemikian sehingga ketegangan pidah ke otot-otot betis. Sebagaimana prosedur
relaksasi otot, klien harus menahan posisi tegang selama 10 detik baru setelah itu
melepaskannya. Setiap gerakan dilakukan masing-masing dua kali.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000
Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2001
Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta, Penerbit
Hipokrates, 1999
Kodim Nasrin. Hipertensi : Yang Besar Yang Diabaikan, @ tempointeraktif.com, 2003
Smith Tom. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?, Jakarta,
Penerbit Arcan, 1995
Semple Peter. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta, Penerbit
Arcan, 1996
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2002
Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh
Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995
Marvyn, Leonard. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet, Jakarta, Penerbit
Arcan, 1995
Tucker, S.M, et all . Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis dan evaluasi ,
Edisi V, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1998re

Anda mungkin juga menyukai