Anda di halaman 1dari 49

HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAN MINUM OBAT DIABETIK ORAL DENGAN

KONTROL KADAR GULA DARAH TERHADAP PASIEN DIABETES MELITUS DI


PUSKESMAS MEDAN AREA SELATAN PADA BULAN OKTOBER – NOVEMBER
TAHUN 2018

(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior Departemen
Kesehatan Masyarakat)

Disusun oleh:

Anugrah Hasan Dalimunthe 1608320173


Tia Afelita 1608320177
Rifqi Dzakwan 1608320200
Tazkia Solihaty Tsabitah 1608320205
Shella Rama Shanti 1608320206
Nursahara Harahap 1608320190
Imas Putri Munthe 1608320189
Dini Lestari 1608320170
Khoirun Nisa Barus 1608320163

Pembimbing:
dr. Heppy Jelita Sari Batubara, M.KM

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


DEPARTEMEN KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena
hanya dengan rahmat dan karunia-nya, penyusun penelitian ini dapat
selesai. Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala karena
berkat rahmatNya, kami dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik
senior Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Kami menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai


pihak, sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan tulisan ini. Oleh
karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada:

1) dr. Heppy Jelita Sari Batubara, M.KM sebagai pembimbing selama


melaksanakan Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kesehatan
Masyarakat.
2) dr. Lininiaty Daely M.Kes sebagai Kepala Puskesmas Medan Area
Selatan yang telah memberikan kemudahan dan memberikan
pelajaran selama melaksanakan Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu
Kesehatan Masyarakat.
3) Seluruh pegawai/staf Puskesmas Medan Area Selatan yang telah
banyak membantu kami selama melaksanakan kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Kami menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan masukan berupa saran membangun demi
kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2018


Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Saat ini diabetes mellitus menjadi perhatian utama dari kesehatan

masyarakat, karena jumlahnya semakin meningkat dan melibatkan jutaan

penduduk di dunia. Kadar glukosa dalam darah kita biasanya berfluktuasi,

artinya naik turun sepanjang hari dan setiap saat, tergantung pada makanan

yang masuk dan aktivitas. Diabetes melitus terbagi menjadi beberapa tipe,

yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, gestational diabetes, dan DM jenis lainnya. 1

Data International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2006 angka

prevalensi DM tipe 2 di Amerika Serikat, Cina, Malaysia berturut turut

adalah 8,3%; 3,9%; 14,90%; angka kejadianDM tipe 2 meliputi lebih 90%

dari semua populasiDM. Menurut laporan World Health Organization

(WHO), jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia menduduki

peringkat keempat terbesar di dunia. Penduduk Indonesia di atas 20 pada

tahun 2000 diperkirakansebesar 125 juta orang, diasumsikanprevalensi DM

sebesar 4,6% atau sekitar 5,6 jutaorang jumlah pengidap DM. Dari sekian

kasus DM yang ada saat ini, hanya sekitar 30% saja diantaranya yang

melakukan pengobatan secara teratur.1

Menurut American Diabetes Association 2010, diabetes melitus

adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

atau keduanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama

mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah, yang menimbulkan

berbagai macam komplikasi, antara lain aterosklerosis, neuropati, gagal

ginjal, dan retinopati.2 Penatalaksanaan DM mempunyai tujuan utama untuk

mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam

upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler dan neuropatik. Faktor

risiko yang dapat menyebabkan penyakit DM meliputi faktor genetik,

lingkungan, usia, obesitas, diet, kurangnya aktivitas fisik, resistensi insulin,

urbanisasi dan modernisasi.1

Penatalaksanaan DM meliputi lima komponen, yaitu: diet, latihan

fisik teratur, penyuluhan, obat (obat hipoglikemik oral dan insulin) dan

cangkok pankreas. Penderita DM penting untuk berkonsultasi secara berkala

dengan dokter, selain itu dituntut untuk mempunyai kepatuhan dan sikap

disiplin dalam menjalani terapi obat yang diberikan. 1Komplikasi yang

timbul dapat menyebabkan kompleksitas pengobatan. Terlalu banyaknya

obat yang harus diminum, toksisitas, serta efek samping obat dapat menjadi

faktor penghambat dalam penyelesaian terapi pasien. Salah satu pilar dalam

penanganan diabetes adalah intervensi farmakologi berupa pemberian obat

hipoglikemik oral.3
Keberhasilan dalam pengobatan dipengaruhi oleh kepatuhan pasien

terhadap pengobatan yang merupakan faktor utama dari outcome

terapi.3Upaya pencegahan komplikasi pada penderita diabetes melitus dapat

dilakukan dengan meningkatkan kepatuhan untuk memaksimalkan outcome

terapi.1Kepatuhan pengobatan adalah kesesuaian pasien terhadap anjuran

atas medikasi yang telah diresepkan yang terkait dengan waktu, dosis, dan

frekuensi. Hubungan antara pasien, penyedia layanan kesehatan, dan

dukungan sosial merupakan faktor penentu interpersonal yang mendasar dan

terkait erat dengan kepatuhan minum obat.4

Salah satu faktor yang berperan dalam kegagalan pengontrolan

glukosa darah pasien diabetes melitus tipe 2 adalah faktor ketidakpatuhan

pasien terhadap pengobatan. Faktor yang memengaruhi ketidakpatuhan

pengobatan dan penyakit antara lain faktor pasien, faktor demografi, sosio

ekonomi, durasi atau lamanya penyakit, dan keparahan penyakit. Selain itu,

minimnya pengetahuan pasien mengenai penyakit dan pengobatannya dan

kurangnya pemahaman pasien tentang terapi dalam pengobatan

menyebabkan pasien memiliki motivasi rendah untuk mengubah perilaku

atau kurang patuh dalam minum obat,5 pasien tidak memiliki pengetahuan

tentang penyakit dan tidak mengetahui konsekuensi dari ketidakpatuhan.

Hambatan lain terkait dengan masalah sosial ekonomi, gangguan memori,

masalah psikologis dan keyakinan pribadi.6


Dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara pasien yang patuh dan tidak patuh dalam minum

OHO dengan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2, yaitu pasien yangpatuh

memiliki kadar glukosa darah normal dan pasien yang tidak patuh memiliki

kadar glukosa darah tinggi. Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa

penatalaksanaan DM yaitu yang paling utama adalah edukasi, terapigizi

medis, latihan jasmani baru kemudian intervensi farmakologis. Intervensi

farmakologis dilakukan apabila kadar glukosa darah belum mencapai target

setelah dilakukan edukasi, terapi gizi medis danlatihan jasmani. Hal ini

sesuai dengan studi kasus yang berjudul “Peran Serta Keluarga Dalam

Membantu Proses Perawatan Penderita Diabetes Mellitus (Studi Kasus Di

Ruang A, D, Dan F RSUD Kabupaten Malang)” yang menyatakan bahwa

peran serta keluarga dalam membantu proses perawatan penderita DM di

RSUD Kabupaten Malang adalah baik. Peran serta keluarga di sini meliputi:

menganjurkan disiplin minum obat, mengontrol kadar glukosa darah untuk

mematuhinasehat dokter, berolahraga, pengaturan diet, dan membantu

memonitor diabetes di rumah.6

Jumlah kunjungan pasien DM tipe 2 di Puskesmas Medan Area

Selatan pada tahun 2017 sebanyak 748 kunjungan. Jumlah kunjungan

tersebut masuk urutan ke-3 dari jumlah kunjungan 10 macam penyakit

terbanyak yang ada di Puskesmas Medan Area Selatan. Penelitian tentang

hubungan tingkat kepatuhan minum OHO dengan kadar glukosa darah pada
pasien DM tipe 2 di Puskesmas Medan Area Selatan belum pernah

dilakukan sebelumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuiada

tidaknya hubungan tingkat kepatuhan minumOHO dengan kadar glukosa

darah pada pasien DMtipe 2 di Puskesmas Medan Area Selatan.

1.1 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan tingkat kepatuhan minum obat anti diabetik oral

terhadap kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di

puskesmas Medan Area Selatan?

1.2 Hipotesis

Ada hubungan tingkat kepatuhan minum obat anti diabetik oral

terhadap kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di

puskesmas Medan Area Selatan.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat kepatuhan minum obat anti

diabetik oral terhadap kadar gula darah pada penderita diabetes

mellitus tipe 2 di puskesmas Medan Area Selatan

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui tingkat kepatuhan minum obat anti diabetik oral di

puskesmas Medan Area Selatan.

2. Mengetahui kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di

puskesmas Medan Area Selatan.


1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk:

 Institusi Pendidikan Kedokteran.

1. Memberikan informasi bahwa tingkat kepatuhan minum obat anti

diabetik oral terhadap kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus

tipe 2.

 Peneliti

1. Peneliti dapat mengetahui mengenai hubungan tingkat kepatuhan minum

obat anti diabetik oral terhadap kadar gula darah pada penderita diabetes

mellitus tipe 2.

2. Peneliti memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam membuat

penelitian.

 Masyarakat

1. Memberi informasi dan pengetahuan kepada masyarakat bahwa tingkat

kepatuhan minum obat anti diabetik oral berpengaruh terhadap kadar

gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus tipe 2

2.1.1 Definisi

DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua duanya.

2.1.2 Patogenesis Diabetes Melitus tipe 2

Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas

telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Selain

otot, liver dan sel beta, ada organ lain yang ikut berperan dalam

menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2.

Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal

(omnious octet) berikut :


Gambar 2.1

1. Kegagalan sel beta pancreas: Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan,

fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja

melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-

4 inhibitor.

2. Liver: Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan

memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan

basal oleh liver (HGP = hepatic glucose production) meningkat. Obat

yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses

gluconeogenesis.

3. Otot: Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin

yang multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin

sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan

sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di

jalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion.

4. Sel lemak: Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,

menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas

(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang

proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan

otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang


disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja

dijalur ini adalah tiazolidindion.

5. Usus: Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar

dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai

efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like

polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide

atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM

tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP.

Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim

DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang

bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.

Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan

karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah

polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan

berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja

untuk menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.

6. Sel Alpha Pancreas: Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan

dalam hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi

dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam

plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam

keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang


normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat

reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP- 4 inhibitor dan amylin.

7. Ginjal: Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam

pathogenesis DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa

sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap

kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose coTransporter) pada

bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di

absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden,

sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM

terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat

kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di

tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang

bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah

satu contoh obatnya.

8. Otak: Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu

yang obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia

yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada

golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi

insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah

GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.

2.1.3 Diagnosis Diabetes Melitus tipe 2


Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa

darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan

glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan

hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan

glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan

atas dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada

penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat

keluhan seperti:

 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Kriteria diagnosis DM

 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah

kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam. Atau

 Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes

Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.

Atau

 Pemeriksaan KGD sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik. Atau

 Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang

terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization

Program (NGSP).
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM

digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi

glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

a) Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan

glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan

TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl;

b) Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa

plasma 2 -jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa

plasma puasa <100 mg/dl;

c) Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT Diagnosis prediabetes

dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c yang

menunjukkan angka 5,7-6,4%.

Pemeriksaan penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis Diabetes

Melitus Tipe-2 dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak

menunjukkan gejala klasik DM yaitu:

1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23

kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:

a) Aktivitas fisik yang kurang.

b) First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam

keluarga).

c) Kelompok ras/etnis tertentu.


d) Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4

kg atau mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG).

e) Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk

hipertensi).

f) HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.

g) Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.

h) Riwayat prediabetes.

i) Obesitas berat, akantosis nigrikans.

j) Riwayat penyakit kardiovaskular.

2. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.

Catatan: Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma

normal sebaiknya diulang setiap 3 tahun, kecuali pada kelompok

prediabetes pemeriksaan diulang tiap 1 tahun.

2.1.4 Penatalaksanaan Diabetes Melitus tipe 2

Tujuan penatalaksanaan meliputi :

1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki

kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.

2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas

penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.

3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa


darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan

pasien secara komprehensif.

2.1.4.1 Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum

Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan

pertama, yang meliputi:

1. Riwayat Penyakit

a) Usia dan karakteristik saat onset diabetes.

b) Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat

perubahan berat badan.

c) Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.

d) Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap,

termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh

tentang perawatan DM secara mandiri.

e) Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,

perencanaan makan dan program latihan jasmani.

2. Pemeriksaan Fisik

a) Pengukuran tinggi dan berat badan.

b) Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah

dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi

ortostatik.

c) Pemeriksaan funduskopi.

d) Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.


e) Pemeriksaan jantung.

f) Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.

g) Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular,

neuropati, dan adanya deformitas).

h) Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi,

necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan

insulin)

i) Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.

3. Evaluasi Laboratorium

Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, 2jam setelah TTGO, kadar HbA1c,

profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density Lipoprotein

(HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan trigliserida, tes fungsi hati, tes

fungsi ginjal, Elektrokardiogram., Foto Rontgen thoraks (bila ada indikasi:

TBC, penyakit jantung kongestif).

4. Penapisan Komplikasi

2.1.4.2 Langkah-langkah penatalaksanaan khusus

Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat

(terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi

farmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral dan/atau suntikan.

Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau

kombinasi. Pada keadaan emergensi dengan dekompensasi metabolik berat,

misalnya: ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan


cepat, atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke Pelayanan Kesehatan

Sekunder atau Tersier.

1. Edukasi

Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi

edukasi tingkat lanjutan. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di

Pelayanan Kesehatan Primer yang meliputi:

 Perjalanan penyakit DM.

 Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara

berkelanjutan.

 Penyulit DM dan risikonya.

 Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target

pengobatan.

 Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat

antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.

 Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah

atau urin mandiri.

 Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.

 Pentingnya latihan jasmani yang teratur.

 Pentingnya perawatan kaki.


Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan

Sekunder dan / atau Tersier, yang meliputi:

 Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.

 Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.

 Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.

 Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi)Kondisi

khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-hari sakit).

 Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir

tentang DM.

 Pemeliharaan/perawatan kaki.

2. Terapi Nutrisi Medis

Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat sebesar 45-65% total asupan energi. Terutama karbohidrat yang

berserat tinggi. Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat

diberikan makanan selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian

dari kebutuhan kalori sehari. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25%

kebutuhan kalori, dan tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan

energi. Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi. Anjuran

asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat yaitu

<2300 mg perhari.

3. Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2

apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan

latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali

perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu.

4. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan

latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral

dan bentuk suntikan.


\
Obat Antihiperglikemia Suntik

Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1.

Insulin diperlukan pada keadaan :

a) HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik

b) Penurunan berat badan yang cepat

c) Krisis Hiperglikemia

d) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal, KI terhadap OHO

e) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut,

stroke)

f) Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak

terkendali

g) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

h) Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi


Dasar pemikiran terapi insulin:

a) Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi

prandial.

b) Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa

darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan

terapi oral maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk

mencapai sasaran tersebut adalah insulin basal (insulin kerja sedang

atau panjang)
c) Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai,

sedangkan HbA1c belum mencapai target, maka dilakukan

pengendalian glukosa darah prandial (mealrelated). Insulin yang

dipergunakan adalah insulin kerja cepat (rapid acting) yang

disuntikan 5-10 menit sebelum makan atau insulin kerja pendek

(short acting) yang disuntikkan 30 menit sebelum makan.


2.1.5 Komplikasi Diabetes Melitus

2.1.5.1 Komplikasi akut

1. Krisis hiperglikemia

Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes yang

ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600

mg/dl), disertai tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat.

Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/ml) dan terjadi peningkatan

anion gap.

Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH) adalah suatu keadaan

dimana terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dl),

tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-

380 mOs/ml), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.

2. Hipoglikemia

Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah < 70

mg/dl. Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan

atau tanpa adanya gejala-gejala sistem otonom, seperti adanya whipple’s

triad:

a) Terdapat gejala-gejala hipoglikemia


b) Kadar glukosa darah yang rendah

c) Gejala berkurang dengan pengobatan

2.1.5.2 Komplikasi menahun

1. Makroangiopati

a) Pembuluh darah jantung: penyakit jantung koroner.

b) Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering terjadi pada

penyandang DM. Gejala tipikal yang biasa muncul pertama kali

adalah nyeri pada saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat

(claudicatio intermittent), namun sering juga tanpa disertai gejala.

Ulkus iskemik pada kaki merupakan kelainan yang dapat ditemukan

pada penderita.

c) Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke hemoragik

2. Mikroangiopati

a) Retinopati diabetik; kendali glukosa dan tekanan darah yang baik

akan mengurangi risiko atau memperlambat progresi retinopati.

b) Nefropati diabetik; untuk penderita penyakit ginjal diabetik,

menurunkan asupan protein sampai di bawah 0.8gram/kgBB/hari

tidak direkomendasikan karena tidak memperbaiki risiko

kardiovaskuler dan menurunkan GFR. Ginjal.

c) Neuropati; pada neuropati perifer, hilangnya sensasi distal

merupakan faktor penting yang berisiko tinggi untuk terjadinya

ulkus kaki yang meningkatkan risiko amputasi. Gejala yang sering


dirasakan berupa kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan terasa

lebih sakit di malam hari.

2.2 Kerangka teori

 Resistensi insulin
 Penurunan sekeresi insulin
 Peningkatan sekresi glukagon
 Penurunan efek inkretin
 Peningktan produksi glukosa hepar
 Penurunan ambilan glukosa otot
 Disfungsi neurotransmitter
 Peningkatan reabsorbsi lukosa pada Diabetes mellitus tipe 2
ginjal
 Peningkatan lipolisis

Penatalaksanaan Penatalaksanaan
umum khusus

Kadar gula darah Obat anti hiperglikemia


oral

 Golongan
 Dosis
 Waktu
2.3 Kerangka konsep

Kepatuhan minum obat Kadar gula darah


anti diabetik oral

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Skala Alat Ukur Hasil Ukur

Operasional
Kepatuhan Kesesuaian Ordinal Kuesioner Skor < 6

Minum responden MMAS 8 Rendah

Obat dalam Skor 6 – 7

menggunakan Sedang

obat Skor 8

berdasarkan Tinggi

cara

pemakaian,

jadwal

konsumsi ,

pernah atau

tidaknya
berhenti

mengkonsumsi

obat.
Kadar Gula Nilai Rasio dan Glucometer Terkontrol

Darah pemeriksaan nominal < 200

kadar gula Tidak

darah pasien Terkontrol

DM tipe 2 > 200

berdasarkan

hasil

pemeriksaan

gula darah

sewaktu

3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian

Desain penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observasional

(non eksperimental) dengan melakukan pendekatan cross sectional yang

bersifat prospektif dan dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif

dan analitik. Untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan minum obat

dengan kontrol gula darah penyakit Diabetes Mellitus di Puskesmas Medan

Area Selatan tahun 2018. Selain itu, hubungan sebab – akibat pada variabel

independen dan dependen pada penelitian ini tidak bersifat timbal balik.

Pada penelitian ini data pada semua variabel, baik variabel dependen
maupun independen diambil pada saat yang bersamaan dalam menggunakan

kuesioner.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Medan Area Selatan pada bulan

Oktober – November tahun 2018.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah pasien Diabetes Melitus tipe 2

yang berobat jalan di Puskesmas Medan Area Selatan pada periode

bulan Oktober – November tahun 2018.

3.4.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah pasien Diabetes Melitus tipe 2

yang berobat jalan di puskesmas Medan Area Selatan pada bulan

Oktober – November 2018. Penelitian ini menggunakan rancangan

survey crossectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Total sampling. Total sampling merupakan

teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan

sebagai sampel.

3.4.3 Kriteria Inklusi


1. Pasien yang telah di diagnosa menderita Diabetes Melitus tipe

2 yang berobat di Puskesmas Medan Area Selatan pada bulan

Oktober – November tahun 2018.

2. Subjek bersedia untuk mengisi kuesioner Morisky Medication

Adherence Scale 8 – items dan data pengobatan.

3. Pasien rawat jalan

4. Subjek mendapatkan pengobatan obat antidiabetes oral dalam

waktu minimal 1 bulan.

3.4.4 Kriteria Ekslusi

1. Pasien wanita hamil

2. Pasien DM tipe 2 yang menggunakan insulin

3. Pasien DM tipe 2 dengan penyakit kronik lain, seperti

hipertensi atau penyakit ginjal.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder :

1. Data Primer

Data primer yang digunakan adalah kuesioner MMAS – 8,

yaitu Morisky Medication Adhenrence Scale – 8) yang berisi 8

pertanyaan untuk mengukur tingkat kepatuhan subjek dalam

menggunakan obat. Dengan skor interpretasi :

Kuesioner MMAS – 8
Petunjuk : berilah tanda centang pada kolom yang sesuai dengan jawaban

No Pertanyaan Ya Tidak

.
1. Apakah anda pernah lupa

minum obat untuk penyakit

yang anda derita?


2. Selama 2 minggu terakhir,

pernahkah anda lupa meminum

obat?
3. Pernahkah anda mengurangi

atau berhenti minum obat tanpa

memberitahu dokter, karena

anda merasa semakin parah pada

saat meminum obat tersebut?


4. Ketika saat bepergian, apakah

anda pernah lupa membawa

obat?
5. Apakah kemarin anda meminum

obat?
6. Ketika merasa sehat, apakah

anda berhenti minum obat?


7. Meminum obat setiap hari

merupakan hal yang tidak

menyenangkan pada sebagian

orang. Apakah anda merasa


terganggu pada saat menjalani

pengobatan?
8. Seberapa sering anda

mengalami kesulitan saat

meminum semua obat ?

a. Tidak pernah/jarang

b. Beberapa kali

c. Kadang kala

d. Sering

e. Selalu

Tulis : Ya (bila memilih :

b/c/d/e ; Tidak (bila memilih a)


Tabel 3.2 Tingkat kepatuhan penggunakan obat

Skor Tingkat kepatuhan


<6 Rendah
6–7 Sedang
8 Tinggi

2. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan adalah kadar gula darah pada pasien

Diabetes Melitus tipe 2 yang diperoleh dari puskesmas Medan Area

Selatan Medan .

3.5.1 Alat penelitian

1. Lembar persetujuan
2. Alat tulis

3. Kuesioner

3.5.2 Cara Kerja

1. Peneliti menterjemahkan dan memodifikasi kuesioner

MMAS – 8

2. Peneliti meminta izin responden

3. Peneliti menjelaskan tentang tujuan penelitian dan prosedur

pengisian kuesioner MMAS – 8.

4. Responden mengisi kuesioner MMAS – 8.

5. Peneliti melakukan pengolahan dan analisis data.

3.5 Pengolahan dan analisis data

3.5.1 Pengolahan data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan beberapa tahap sebagai

berikut:

1. Editing

Memeriksa kembali kuesioner yang telah diberikan kepada responden

yang telah diisi.

2. Coding
Dilakukan dengan memberi tanda pada masing – masing jawaban

dengan kode berupa angka, sehingga memudahkan proses pemasukan data

di komputer.

3. Skoring

Pada tahap skoring ini peneliti memberi nilai pada data sesuai dengan

skor yang telah ditentukan berdasarkan kuesioner yang telah diisi

responden.

4. Tabulating

Kegiatan tabulating meliputi memasukkan data – data hasil penelitian

ke dalam diagram sesuai kriteria yang telah ditentukan berdasarkan

kuesioner yang telah ditentukan skornya.

5. Data entry

Tahap terakhir dalam penelitian ini yaitu, proses dalam memasukkan

data yang dilakukan oleh peneliti untuk memasukkan data dari kuesioner ke

sistem pengolahan data computer.

6. Processing

Setelah di edit dan di koding , diproses melalui program pengolahan

data di komputer.

3.5.2 Analisis data


Pengolahan dilakukan setelah pengumpulan data dari kuesioner, dan

dimasukkan ke dalam tabel data.Untuk melihat gambaran distribusi

frekuensi dan proporsi dari variable independen dan dependen digunakan

analisis univariat.

Uji hipotesis yang akan di gunakan adalah uji chi – square (x 2) bila

memenuhi syarat. Bila tidak memenuhi syarat uji Chi – Square, digunakan

uji alternative yaitu, Kolmogorof – Smirnov sebagai uji normalitas kadar

gula darah. Sedangkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua

variable digunakan analisis bivariate.

Setelah menghitung total skor secara manual, data yang diperoleh

dari kuesioner akan dimasukkan ke software Microsoft Excel untuk proses

coding, dan dianalisis melalui software SPSS.


3.6 Alur Penelitian

Pasien Diabetes Melitus

Datang ke Puskesmas
Medan Area pada bulan
oktober - november 2018

Pasien kontrol dan


mengambil obat
antidiabetes oral

Bersedia menjadi subjek


penelitian

Dilakukan dengan
memberi kuesioner
tentang penggunaan obat
antidiabetes oral

Pengolahan Data

Analisis Data

Hasil
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Demografi sampel penelitian

Sampel penelitian ini diambil dari populasi pasien DM tipe II yang

berada di Puskesmas Medan Area Selatan dari bulan Oktober – November.

Sampel yang didapatkan berjumlah 30 orang, yang telah memenuhi kriteria

inklusi.

4.1.2 Karakteristik sampel penelitian

Pada penelitian ini, karakteristik sampel didistribusikan berdasarkan

jenis kelamin melalui tabel distribusi frekuensi.

Tabel 4.1 Distribusi karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Frekuensi (n) Persentasi (%)


Laki-laki 15 50,0%
Perempuan 15 50,0%
Jumlah 30 100,0%

Berdasarkan tabel di atas dari 30 jumlah sampel, terdapat 15 pasien

laki-laki dan 15 pasien perempuan. Persentasenya masing-masing, laki-laki

50% dan perempuan 50%.


4.1.3 Distribusi frekuensi kepatuhan minum obat

Pada penelitian ini distribusi kepatuhan minum obat didapatkan dari

analisis data skor kuesioner MMAS-8. Pada data tersebut nilai akhir yang

ditampilkan dalam bentuk angka. Namun dalam penelitian ini

dikelompokkan menjadi kepatuhan rendah, sedang, dan tinggi.

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi kepatuhan minum obat

Skor MMAS-8 Frekuensi (n) Persentasi (%)


Rendah 14 46,7%
Sedang 10 33,3%
Tinggi 6 20,0%
Jumlah 30 100,0%

Berdasarkan tabel di atas, pasien dengan kepatuhan rendah

berjumlah 14 orang, kepatuhan sedang 10 orang, dan kepatuhan tinggi 6

orang. Persentase masing-masing yang rendah adalah 46,7%, sedang 33,3%

dan tinggi 20,0%.

4.1.4 Distribusi kadar gula darah

Pada penelitian ini, distribusi kadar gula darah didapatkan dari

pemeriksaan kadar gula sewaktu dengan menggunakan alat glukometer

Autocheck.

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi kadar gula darah

Kadar gula darah Frekuensi (n) Persentasi (%)


Normal 12 40,0%
Hiperglikemia 18 60,0%
Jumlah 30 100,0%

Berdasarkan tabel di atas, pasien dengan kadar gula darah normal

berjumlah 12 orang dan hiperglikemia berjumlah 18 orang. Persentase

masing-masing yang normal adalah 40,0% dan hiperglikemia 60,0%.

4.1.5 Hubungan kepatuhan minum obat dengan nilai kadar gula

darah

Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah terdapat

hubungan antara tingkat kepatuhan minum obat anti diabetik oral dengan

kadar gula darah. Setelah melakukan uji hipotesis, ternyata didapatkan tabel

tersebut tidak layak untuk diuji dengan Chi-Square karena sel yang nilai

expected-nya kurang dari 5 ada 50%. Jadi dilakukan uji analitik spss dengan

uji kolmogorov-smirnov, dengan nilai signifikansi p<0,05.

Tabel 4.4 Hubungan tingkat kepatuhan minum obat anti diabetik

dengan kadar gula darah

Tingkat KGD
Jumlah P
Normal Hiperglikemi
Kepatuhan n % n % N %
Rendah 3 21,40% 11 78,60% 14 100%
Sedang 4 40% 6 60% 10 100%
0,305
Tinggi 5 83,30% 1 16,70% 6 100%
Total 12 40% 18 60% 30 100%

Dari hasil di atas, diperoleh hasil uji kolmogorov smirnov, nilai

Significancy menunjukkan angka 0,305. Oleh karena p > 0,05, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa “tidak ada hubungan antara tingkat kepatuhan

minum obat anti diabetik oral dengan kadar gula darah”.

4.1 Pembahasan

Hasil penelitian berdasarkan skor MMAS-8 menunjukkan bahwa

pasien DM di puskesmas Medan area selatan periode Oktober-November

paling banyak dengan tingkat kepatuhan rendah yaitu sebanyak 14 orang

(46,7%), dan paling sedikit dengan kepatuhan tinggi yaitu sebanyak 6 orang

(20%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di University of

Khartoum, Sudan, dengan hasil tidak patuh sebanyak 55%. penyebab utama

ketidakpatuhan disebutkan karena ketidaktersediaan obat (34,4%) dan lupa

minum obat (30,7%), lalu dikuti dengan penyebab lainnya seperti rendahnya

pengetahuan tentang pengobatan, akses yang jauh, harga obat dan

pengobatan yang terlalu banyak. Pada penelitian ini dikatakan hal ini sering

dijumpai pada negara-negara berkembang seperti Sudan, Ethiopia, Nigeria

dan Mesir. Penelitian di Ethiopia dan Nigeria menyatakan masalah

keuangan merupakan penyebab terbesar ketidakpatuhan minum obat. Lain

halnya dengan Mesir, perempuan , usia muda dan edukasi yang baik dapat

meningkatkan kepatuhan, walaupun hasil penelitian tersebut tidak

signifikan. Penelitian di Amerika menyatakan 34% orang mengatakan

karena pembayaran saat berobat pasien jadi terhambat untuk mendapatkan

obat antidiabetik.17
Penelitian lain yang dilakukan di RS Banjarbaru, Kalimantan Selatan,

yang mendapatkan hanya 39,6% pasien yang patuh minum obat dan

mengambil obat. Alasan terbesar adalah terlambat menebus obat (86,4%)

dan lupa minum obat (77,3%). Wawancara terhadap pasien menghasilkan

informasi bahwa pasien memiliki aktivitas yang padat sehingga tidak ada

waktu untuk memeriksakan kesehatan sehingga terlambat menebus obat.

Kesibukan juga membuat pasien lupa minum obat. Pada jawaban lain, pasen

mengaku akan menghentikan pengbatan jika merasa sehat atau malahan

merasa kondisi tidak perubahan. Kurangnya informasi menyebabkan pasien

tidak tahu bahaya menghentikan pengobatan.18

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Nepal, didapatkan

pasien dengan kepatuhan tinggi yaitu 60,9%. Hal ini disebabkan pasien-

pasien tersebut kebanyakn mengikuti pendidikan formal dan konseling

mengenai diabetes.19

Dukungan keluarga, dan psikologi bersama dengan pengetahuan

pasien, dan intervensi yang diberikan dapat mengubah kebiasaan pasien agar

lebih patuh minum obat.17

Pada penelitian ini kadar gula darah pasien dijumpai paling banyak

yang mengalami hiperglikemia (60%). Hal ini bisa disebabkan oleh

beberapa faktor seperti terlalu banyak makan karbohidrat, tidak aktif

bergerak atau olahraga, ketidakpatuhan minum obat atau obat yang tidak

adekuat, efek samping dari penggunaan steroid atau obat antipsikotik, ada
penyakit penyerta, stres, sedang merasa nyeri, masa menstruasi dan

dehidrasi.20

Berdasarkan hasil penelitian ini dijumpai tidak terdapat hubungan

antara tingkat kepatuhan minum obat anti diabetik oral dengan kadar gula

darah. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang berjudul “Perbedaan Faktor

Yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah Normal Dan Tidak Normal Pasien

Diabetes Mellitus Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. Mohamad

Soewandhie Surabaya” menunjukkan hasil, yaitu tidak ada perbedaan

kepatuhan konsumsi OHO antara pasien dengan kadar glukosa darah normal

dan pasien dengan kadar glukosa darah yang tidak normal.21 Namun,

penelitian ini memiliki hasil yang berbeda dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh Khotkar et all di India bahwa skor kepatuhan pengobatan

yang rendah mencerminkan kadar glikemik yang tidak terkontrol pada

pasien DM tipe II.22 Pada penelitian lain yang dilakukan oleh wiwik et all

yang dilakukan di Yogyakarta, juga didapatkan hasil yang sebaliknya bahwa

pada pasien dengan tingkat kepatuhan minum obat yang rendah maka

memiliki kadar gula darah yang tidak terkontrol.23

Perbedaan hasil penelitian tersebut akibat tidak diketahuinya faktor

yang mempengaruhi kadar glukosa darah normal dan tidak normal pasien

DM pada penelitian tersebut. Beberapa faktor seperti pola diet (tepat jenis,

jadwal dan jumlah), pola latihan jasmani dan pengertian akan manfaat

penyuluhan untuk para penderita DM dapat mempengaruhi kadar gula


darah. Hal tersebut kemungkinan subjek penelitian tersebut sudah baik

dalam menjalankan pola diet, pola latihan jasmani dan penyuluhan yang

diberikan tenaga kesehatan sudah mencapai target yang diharapkan sehingga

untuk terapi OHO tidak tampak secara signifikan hasilnya. Hasil tersebut

sesuai dengan teori penatalaksanaan DM yaitu yang paling utama adalah

edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani baru kemudian intervensi

farmakologis. Intervensi farmakologis dilakukan apabila kadar glukosa

darah belum mencapai target setelah dilakukan edukasi, terapi gizi medis

dan latihan jasmani. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan

kepatuhan pengobatan adalah kontrol pasien secara pribadi, interaksi pasien

dengan petugas kesehatan, serta interaksi pasien dengan sistem pelayanan

kesehatan.21
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Medan

Area Selatan mengenai “Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat

Diabetik Oral Dengan Kontrol Kadar Gula Darah Terhadap Pasien

Diabetes Melitus di Puskesmas Medan Area Selatan Tahun 2018”, maka

dapat disiumpulkan bahwa :

1. Tingkat kepatuhan minum obat pasien Diabetes Melitus di Puskesmas

Medan Area Selatan memiliki kepatuhan rendah berjumlah 14 orang

dengan persentase 46,7%, kepatuhan sedang 10 orang dengan

persentase 33,3%, dan kepatuhan tinggi 6 orang dengan persentase

20,0%.

2. Dari hasil penelitian ini di dapati nilai p = 0,305. Oleh karena p > 0,05,

sehingga pada penelitian ini “tidak ada hubungan antara tingkat

kepatuhan minum obat anti diabetik oral dengan kadar gula darah”.

5.2 Saran

Untuk peneliti selanjutnya, untuk bisa mendalami penelitian tentang

kepatuhan minum obat diabetes terhadap kadar gula darah dengan variabel

yang berbeda.
Daftar Pustaka

1. Salistyaningsih W, Theresia Puspitawati dan Dwi Kurniawan Nugroho.


Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Hipoglikemik Oral denganKadar
Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Berita Kedokteran
Masyarakat.Desember 2011. Vol. 27(4): 215-126.
2. American Diabetes Association. Standars of medical care in diabetes-2014.
Diabetes Care. 2014;37(1):S14-S80. doi: 10.2337/dc14-S014.
3. Morello CM, Chynoweth M, Kim H, Singh RF, Hirsch JD. Strategies to
improve medication adherence reported by diabetes patients and caregivers:
results of a taking control of your diabetes survey (February). Annals
Pharmacother. 2011;45(2):145–53. doi: 10.1345/ aph.1P322
4. Letchuman GR, Wan Nazaimoon WM, Wan Mohamad WB, Chandran LR,
Tee GH, Jamaiyah H, et al. Prevalence of diabetes in the Malaysian
National Health Morbidity Survey III 2006. Med J Malay. 2010;65(3):180–
6.
5. Evert AB, Boucher JL, Cypress M, Dunbar SA, Franz MJ, Mayer-Davis EJ,
et al. Nutrition therapy recommendations for the management of adults with
diabetes. Diabetes Care. 2014;37(1):S120–S143. doi: 10.2337/dc14-S120.
6. Rasdianah, Nur et all. Gambaran Kepatuhan Pengobatan Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Puskesmas Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Farmasi Klinik Indonesia, Desember 2016. Vol. 5 (4).hlm 249–257
7. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Konsensus Pengendalian dan
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, PB. PERKENI.
Jakarta. 2015
8. International Diabetes Federation (IDF). IDF Diabetes Atlas Sixth
Edition, International Diabetes Federation (IDF). 2013.
9. Executive summary: Standards of medical care in diabetes--2013,
Diabetes Care. 2013, 36 Suppl 1, S4-10.
10. Soewondo, P. Current Practice in the Management of Type 2 Diabetes
in Indonesia: Results from the International Diabetes Management
Practices Study (IDMPS), J Indonesia Med Assoc. 2011, 61.
11. American Diabetes Association, Standards of medical care in diabetes
2014, Diabetes Care. 2014, 37 (Suppl 1), S14-80.
12. American Diabetes, A. Executive summary: Standards of medical care
in diabetes--2014, Diabetes Care. 2014, 37 Suppl 1, S5-13.
13. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Konsensus Pengendalian dan
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, PB. PERKENI.
Jakarta. 2011.
14. Little, R. R.; Roberts, W. L. A Review of Variant Hemoglobins
Interfering with Hemoglobin A1c Measurement, Journal of Diabetes
Science and Technology. 2009, 3, 446-451.
15. Casqueiro, J.; Casqueiro, J.; Alves, C. Infection in Patients with
Diabetes Mellitus : a Review of Pathogenesis, Indian Journal of
Endocrinology and Metabolism. 2012, 16(Suppl1), S27-S36.
16. Ralph A. DeFronzo. From the Triumvirate to the Ominous Octet: A
New Paradigm for the Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes.
2009; 58: 773-795
17. Tariq ME, Abdelhaleem MM, Hisham M, Abdelrahim, Abubakr KY.
Factor affecting medication non adherence in type 2 Sudanese diabetic
patients. Pharmacology & Pharmacy. 2016; 7: 141-6
18. Valentina MS, Annisa DC, Ratna CWH. Analisis faktor yang
memengaruhi kepatuhan minum obat pasien diabetes melitus tipe 2.
Jurnal manajemen dan pelayanan farmasi. 2016; 6(3): 205-11
19. American Diabetic Association. Factor affecting blood glucose. Clinical
Diabetes. 2018; 36(2)
20. Pushpanjali S, Biraj MK, ArchanaS, Baard EK. Factor associated with
medication adherence among type 2 diabetes mellitus patients in Nepal.
Diabetes. 2018; 67(1). Available from: https://doi.org/10.2337/db18-
709-P
21. Rini, D.Y. 2010. Perbedaan faktor yang mempengaruhi kadar gula
darah normal dan tidak normal pasien diabetes mellitus di Poli Penyakit
Dalam RSUD Dr. Mohamad Soewandhie Surabaya. Skripsi: Program
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Surabaya. Tersedia dalam:http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?
id=gdlhub-gdl-s1-2010
rinidwiyul12874&q=kadar+gula+darah&PHPSESSID=a46159e2d84c6d
5fab6e581f7d3e7f3a. Diakses tanggal 10 november 2018.
22. Kishor Khotkar et all. Assessment of Medication Adherence in Type II
Diabetic Patients: A Cross-sectional Study. MGM Journal of Medical
Sciences. April-June 2017. 4(2): 65-69.
23. Salistyaningsih W, Theresia Puspitawati dan Dwi Kurniawan Nugroho.
Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Hipoglikemik Oral
denganKadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2.
Berita Kedokteran Masyarakat.Desember 2011. Vol. 27(4): 215-126.

Anda mungkin juga menyukai