Anda di halaman 1dari 73

Pengantar Singkat

Kumpulan kwot ini adalah rangkuman curhat dari


pengalaman saya bermusik dan menulis selama belasan
tahun. Sebagian besar kwot saya cuplik dari buku-buku
yang pernah saya terbitkan sepanjang 2008 – 2020.
Sisanya adalah ide-ide yang muncul begitu saja ketika
melamun atau berdiskusi dengan teman-teman.

Setiap pengalaman bermusik dan menulis yang saya


jalani sejauh ini selalu membawa saya pada kegelisahan
dan kebahagiaan. Kalau tidak gelisah maka saya tidak
akan berpikir, kalau tidak bahagia buat apa menjalani
sesuatu hingga belasan tahun? Begitulah kira-kira.

Saya masih sangat percaya bahwa musik harus dibantu


kata-kata untuk semakin memahami maknanya bagi
kehidupan.

Silakan bagikan buku ini kepada siapa saja yang Anda


anggap perlu untuk dibagi. Selamat nyekrol-nyekrol
pake jempol, semoga ada manfaatnya.

Erie Setiawan
www.eriesetiawan.com (Blog)
@erie_setiawan @artmusictoday @amtpublisher_ (IG)
Musik dan Aksara (YouTube)
1

“Semua manusia berhak


menikmati musik,
juga berpikir tentang musik”
2

“Andaikan musik manusia,


ia tidak akan menginginkan
dinikmati (hanya) oleh
status sosial tertentu”
3

“Hakikat musik adalah


penghayatan atas
pendengaran, perasaan,
dan pikiran”
4

“Musik dapat menghibur


di saat manusia mengalami
keterdesakan mental. Musik
memberi stimulus pada saraf di
otak dan mengendorkannya
dari ketegangan”
5

“Musik yang pertama kali


kudengar adalah
detak jantung ibu”
6

“Pada umumnya,
musik hanyalah menjadi
pelengkap di tengah rutinitas
hidup yang padat”
7

“Dalam logika industri,


musik tidak berbeda dengan
kripik singkong, teh botol,
suplemen, dan lain-lain. Dijual,
dibeli, dikonsumsi, selesai”
8

“Penikmatan akan musik,


bagi orang yang merasa
mendalami musik, adalah
perjalanan hidup yang
mengagumkan”
9

“Kita tidak perlu sekolah musik


untuk bisa cari duit banyak
dari musik”
10

“Obrolan musik di tengah orang


awam terdengar natural dan
mengalir tanpa beban.
Sebaliknya, di dunia akademik,
musik jadi ruwet,
malah nambahi beban!”
11

“Orang-orang politik berlomba


berebut kekuasaan, orang-orang
musik berlomba berebut job!”
12

“...Yang jelas musik itu bukan


barang, bukan kosmetik,
meskipun musik sangat
berpotensi dijual”
13

“Pada suatu ketika di sebuah sesi


rekaman, seorang pemain piano salah
pencet satu nada. Si pianis ingin
mengulanginya karena merasa tidak
sempurna. Namun niat itu dicegah oleh
si tukang rekam, ia bilang: “Biarin aja,
malah asyik, enggak fals kok, ini justru
manusiawi, biar enggak kaku kaya
mesin.” Dalam musik, keliru dibilang
manusiawi, dan justru menjadi nilai
keindahan tersendiri.
Musik memang agak aneh”
14

“Haruslah kita pahami bahwa


karir sebagai musisi bukanlah
karir yang dibatasi oleh waktu
(jam kerja) seperti halnya
pekerjaan pegawai kantoran”
15

“Ayo perangi kebisingan!


Ciptakan kelembutan
di telinga...”
16

“Musik sebagai seni bukan soal


pernyataan ‘kita harus membuat
musik yang seperti apa dengan
alat/piranti apa’, tetapi lebih
kepada: Apakah (dengan alat/
piranti yang ada) kita mampu
menciptakan musik yang benar-
benar sanggup menghidupkan
energi jasmani dan rohani kita?”
17

“Persamaan Musik dan Tuhan:


sama-sama tidak kelihatan”
18

“Jika lukisan butuh ruang berupa


kanvas, musik perlu ruang
berupa waktu dan saat.
Waktu adalah general,
saat adalah momentum”
19

“Telinga seperti lambung yang


punya batas tampung.
Maka berhati-hatilah dengan
apa yang kamu dengar”
20

“Apakah musik tidak boleh


menghibur? Boleh dan sah-sah
saja, namun bukan itu yang
menjadi esensi; hiburan
hanyalah pintu masuk untuk
menghadapi nilai-nilai
kehidupan yang terkandung di
sebalik karya musik,
hiburan bukanlah tujuan”
21

“Musik hanyalah sebagian kecil


dari kehidupan, dan posisinya
hanya sebagai tool, tidak lebih
dari media untuk mencapai
‘sesuatu’ yang kita inginkan.
Sebab itu janganlah mengagung-
agungkan musik. Nanti kamu
dicap sebagai
penyembah berhala”
23

“Saking misteriusnya musik,


mungkin harus diukur pula
dengan cara yang misterius,
supaya seimbang
keberadaannya. Teori mana pun
rasanya tak akan pernah bisa
mengungkap substansi musik
dengan detail dan gamblang”
24

“Apabila musik itu kehidupan,


maka beruntunglah kita yang
selalu mendapatkan rezeki dari
sana, dalam bentuk apa saja”
25

“Apabila kompetisi-kompetisi
di dalam musik melibatkan
unsur gaib dengan modus
menjatuhkan lawan main, maka
musik tidak lebih dari sekadar
media kejahatan”
26

“Dalam dunia musik tak ada


standarisasi harga, dan
sebaiknya memang jangan diberi
standar. Alasannya adalah, biar
para pekerja musik menguji
sendiri kemampuannya. Ini juga
akan menyesuaikan dimana ia
tinggal, orientasinya, sejauh apa
tanggapan masyarakat,
dan lain-lain”
27

“Andaikata pengalaman
mendengarkan aneka referensi
musik itu penting sebagai pemantik
alam ide dan tafsir, lalu kemudian
itu diteruskan ke laku penciptaan
supaya memiliki dimensi yang
semakin luas, maka kita perlu
bertanya sejauh apa itu dibangun
atau bagaimana runtutan
prosesnya”
28

“Musik telah membuat setiap


orang pada masa kini benar-
benar ‘merdeka’ menentukan
apa yang mereka mau,
menyebarkan ke mana saja
mereka suka, menjual semurah-
murahnya, bahkan membagi
segratis-gratisnya”
29

“Musik adalah sandiwara”


30

“Dalam dunia musik dikenal


istilah ‘musik anak’, tetapi tidak
dikenal istilah ‘musik dewasa’
atau ‘musik orang tua’.
Kenyataan ini agak
terdengar menggelikan”
31

“Musik membutuhkan bahasa.


Bahasa juga akan melengkapi
hadirnya musik untuk
memperoleh asupan informasi
dan demi menghayatinya secara
lebih intim”
32

“Sejujurnya musik adalah seni


yang paling sulit dibahasakan”
33

“Musik itu lebih enak


didengarkan, dimainkan, dibikin
goyang. Namun kita selalu
merasa butuh
mendiskusikannya,
menuliskannya, untuk
menemukan sesuatu yang
tidak dimiliki bunyi”
34

“Industri musik di Indonesia


keadaannya sudah terlalu kacau-
balau. Tidak berhasil menjadi
sebuah strategi untuk
meningkatkan devisa, terlebih
lagi meningkatkan kualitas
musisinya—makanya yang kita
dengar sekarang adalah lagu-
lagu yang mudah dicerna
sekaligus mudah dilupakan”
35

“Hampir tak ada parameter yang


jelas, kapan musik menjadi
sebuah hiburan, kapan pula
harus dimaknai sebagai seni, dan
apa kaitan sesungguhnya antara
musik dan nasib kehidupan
manusia jika kita menganggap
musik itu sebuah pendidikan—
bahkan kebudayaan”
36

“Teknologi musik bisa menjadikan


orang stres tanpa kenal ampun,
memelototi komputer seharian
untuk coding (melakukan
pemrograman), menciptakan bunyi-
bunyi sintesis secara mandiri. Lalu
muncul sonic art yang estetikanya
ada pada unsur teknis yang
membutuhkan logika matematika
sekaligus fisika bunyi yang tidak
mudah, butuh konsentrasi tinggi”
37

“Di depan layar televisi Indonesia


kita prihatin: Tak ada lagi siaran
musik untuk anak-anak”
38

“Saat ini hampir setiap awam


sudah cukup bahagia
mendengarkan musik-musik
dengan menggunakan headset
yang cempreng dan mendhem.
Oleh sebab itu kerja para sound
engineer rasanya seperti
muspra (mubazir)”
39

“Kesadaran akan struktur dari


bunyi (musik) dan kemampuan
memilih media dengar adalah
masalah kebudayaan yang lebih
dulu melewati tahap
pendalaman akan estetika”
40

“Keberhasilan para penata musik


film adalah ketika bunyi-bunyian
yang mereka rakit mampu
menciptakan kesan dan bahkan
menimbulkan memori
berkepanjangan bagi penikmatnya.
Musik akhirnya menjadi identik
dengan filmnya. Begitu pula
sebaliknya, sebuah film akan identik
dengan musiknya”
41

“Dalam dunia musik, tugas seorang


penata suara sangatlah berat bebannya.
Ia harus memiliki komitmen untuk
berperilaku jujur serta tidak bekerja
dengan memakai teori manipulasi. Kalau
pun teknologi mampu menyulap yang
jelek jadi bagus dan yang kurang bagus
jadi tambah bagus,
itu semua hanyalah kosmetika
dan bukan substansinya”
42

“Musik, jiwa, dan roh:


mewujud menjadi satu,
mengelola kalbumu,
memutuskanmu dari jurang
gelisah terdalam,
menghantarkanmu
menuju kemuliaan”
43

“Aku belum ingin mati,


karena musik membantuku
untuk terus hidup. Dan Tuhan
tahu tentang niat hambanya
yang penuh dosa ini”
44

“Diam adalah bunyi


yang sedang cuti
dan malas bicara”
45

“Otak kita terlalu kerdil untuk


bisa menangkap detail sebuah
karya musik yang kita
dengarkan. Maka tulisan tentang
musik akan membantu
menjabarkannya lebih
gamblang”
46

“Saya punya istilah mandiri yang


saya namakan ‘Logika Musikal’,
maknanya adalah: bagaimana kita
menempatkan ‘pikiran’ dan
‘perasaan’ pada sumbu/koordinat
yang seimbang (untuk keperluan
mendengar musik atau mengalami
musik). Maka kita akan bisa
menikmati musik
sekaligus memahaminya”
47

“Pada era sekarang ini, kita


nyaris tak bisa membedakan
mana bunyi yang perlu bagi
telinga, dan mana yang tidak”
48

“Banyak para sarjana musik yang telah


meraih gelar tinggi kemudian
berkeinginan untuk mengadaptasi karya
ilmiah mereka menjadi buku. Namun
sayangnya, rata-rata kelemahan mereka,
adalah tidak bisa menyarikan hasil
penelitian itu menjadi ilmiah-populer,
yang lebih bisa dinikmati publik luas.
Mengapa? Karena mereka tidak terbiasa
menulis untuk masyarakat luas selain
untuk kalangan mereka sendiri.
Vokabulari dan penguasaan linguistik
yang (sangat) terbatas juga
mempengaruhi kelemahan itu”
49

“Musik dalam lanskap ilmu


pengetahuan masih dalam tahap
proses meraih perhatian publik
lebih luas. Sebab itu musikologi
di Indonesia tidak atau
belum laku”
50

“Jika kamu mengharamkan


musik, maka musik akan baik-
baik saja. Sama seperti ketika
kamu mengharamkan babi,
maka babi juga
akan tetap baik-baik saja”
51

“Komponis paling cerdik di dunia


adalah Tuhan, perpustakaan
bunyinya langit dan bumi.
Sementara kita masih tergantung
alat musik yang kalau pas lagi BU
terpaksa dijual. Jangankan cerdik,
kita cuma komponis paling kasihan”
52

“Dengan mendengar apa yang


memang perlu (dibutuhkan) bagi
telinga, sesungguhnya kita telah
belajar bersikap bijaksana. Tapi
sayangnya di mana-mana terjadi
tsunami bunyi, dan kita makin tak
punya satpam untuk
telinga kita sendiri”
53

“Kemampuan telinga manusia


sesungguhnya makin tua makin
peka. Tapi kita sudah kadung
beranggapan sebaliknya. Bahkan
di tengah bising kota saat ini, tak
sedikit orang yang tuli muda,
diajak bicara lirih tidak bisa”
54

“Dalam soal kemampuan


mendengar, kita tidak lebih pandai
dari hewan ngengat, yang
kemampuan dengarnya 150 kali
lebih baik dari manusia. Maka
jangan sombong, kalau mereka jadi
guru solfes atau dirigen,
mampuslah kita!”
55

“Sejujurnya tidak pernah ada


musik yang abadi seperti pernah
ditulis JA Dungga sekitar 40
tahun lalu. Musik menjadi abadi
karena kita selalu
mengingatnya”
56

untuk para jomblo

“Witing tresna jalaran saka nguli musik.


Jodohmu bisa saja ketemu di sekitar
panggung. Tenang saja.
Bersabarlah”
57

“Musik adalah seni membunuh


waktu, dan kamu
adalah begalnya”
58

“Kemampuan menengarai, atau


katakanlah menebak-nebak
unsur/elemen musik ketika
musik tengah berjalan, adalah
kemampuan mendasar untuk
pelajaran mendengarkan musik”
59

“Telinga sehat,
pikiran ikut sehat”
60

“Noise adalah ancaman, tapi


sekaligus berkah bagi mereka
yang menangkapnya sebagai ide
kreatif untuk komposisi musik”
61

“Bunyi gamelan adalah surga


indah yang terkapling di dunia”
62

“Dari hati dan telinga yang


terdalam, saya mencintai gamelan
sebagai sebuah energi. Asalkan
bunyinya natural dan tidak
dikelabuhi oleh konversi-konversi
gelombang yang merusak hasrat
dan hakikat akustiknya”
63

“Sebagai penggemar alam klenik


dalam batas yang manusiawi dan
wajar, saya selalu kagum pada
kekuatan musik.
Klenik itu frekuensi,
musik itu juga frekuensi.
Sangat nyambung”
64

“Kekayaan budaya musik


Nusantara seperti sedang
menganggur jika dihubungkan
dengan konteks pendidikan
musik formal di Indonesia yang
nyaris seluruhnya berkiblat pada
sumber-sumber dari Barat.
Eman-eman”
65

“Jika selama ini pendidikan


musik hanya dipandang sebagai
skill, maka itu kurang tepat, dan
lebih tepat disebut sebagai
kursus atau pelatihan”
66

“Musik adalah pintu paling


efektif untuk memasuki luasnya
pengetahuan. Apa pun bisa kita
pelajari dengan berangkat dari
mempelajari musik”
67

“Kita berkesempatan
menggugah semangat banyak
orang untuk mengenali dampak-
dampak signifikan yang terjadi
sesudah karya musik dibuat,
direkam, atau dipentaskan.
Sayangnya, umumnya, semua itu
hanya berhenti di kesan”
68

“Sejauh berdirinya hingga kini,


sudahkah institusi (baca:
perguruan tinggi musik), menjadi
barometer ilmu pengetahuan
musik yang benar-benar
dibutuhkan masyarakat?”
69

“Mendengarkan musik kontemporer


yang njlimet itu sangat perlu dan
sangat disarankan; tujuannya adalah
untuk melatih kesiapan kita
menghadapi hal-hal
yang tidak biasa
dan tidak terduga”
70

“Apakah Anda ingin sukses berkarir


di dunia musik? Jika iya, sekarang
katakanlah: ‘Alhamdulillah, saya
sukses!’, atau ‘Puji Tuhan, saya
sukses!’ Maka Anda
langsung auto-sukses!”
Kwot Bonus:

Terima kasih sudah menyimak.


Jangan lupa tag saya kalau kalian
ingin screenshot
dan mengunggahnya ke medsos

Anda mungkin juga menyukai