Anda di halaman 1dari 67

7 LAPORAN PENDAHULAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

Di susun oleh:

ARYANTI

NIM: JNR0190006

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2020
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN
MASALAH PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

Di susun oleh:

ARYANTI

NIM: JNR0190006

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2020
A. Kasus (Masalah Utama)
Persepsi Sensori: Halusinasi

B. Pengertian, Etiologi, Tanda Dan Gejala


1. Pengertian

Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan


panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka penulis  mengambil kesimpulan bahwa
halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.

2. Etiologi

Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan


diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan
rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang
dicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan
perasaannya sendiri.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu,
tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang
orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa
yang dilihat, didengar atau dirasakan)

3. Tanda dan Gejala

Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan


duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu,
tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang
orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati
sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang
dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini
merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999)

a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan


Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

C. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart ( 2007) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

- Faktor Predisposisi
1. Biologis
Abnormalitas perkambangan syaraf berhubungan dengan respon
neorologis yang maladaftif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian sebagai berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofren
b. Beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang
berlebihan
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia.
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :
kemiskinan, perang, kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi
D. Faktor Presipitasi
 Faktor Presipitasi
Secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap stressor
dan maslah koping dapat mengindikasi kemungkinnan kekambuhan
(kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1. Biologis
Ganngguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima
oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3. Sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
E. Pohon Masalah
Menurut Trimelia ( 2012 ), pohon masalah pada klien dengan gangguan
sensori persepsi : halusinasi pendenganran dan perabaan sebagai beriku:

Resiko Perilaku kekerasan

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

Isolasi Sosial

F. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


1. Masalah Keperawatan

Akibat : Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Masalah utama : Perubahan sensori perseptual : halusinasi

Penyebab : Isolasi sosial : menarik diri


2. Data Yang Perlu Dikaji

a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


1. Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.Klien suka
membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa
lainnya
2. Data Objektif :
Mata merah, wajah agak merah.Nada suara tinggi dan keras,
bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang
lain.Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
1. Data Subjektif
a. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
b. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d. Klien merasa makan sesuatu
e. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f. Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g. Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2. Data Objektif
a. Klien berbicara dan tertawa sendiri
b. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c. Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
d. Disorientasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
1. Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya
dijawab dengan singkat ”tidak”, ”ya”.
2. Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri/menghindari
orang lain, berdiam diri di kamar, komunikasi kurang atau tidak ada
(banyak diam), kontak mata kurang, menolak berhubungan dengan
orang lain, perawatan diri kurang, posisi tidur seperti janin (menekur).

G. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko perilaku mencederai diri berhubungan dengan halusinasi


pendengaran
2. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri
3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

H. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan
Tujuan Kriteria Intervensi

1. Gangguan Tujuan umum : 1. Ekspresi wajah bersahabat 1. Bina hubungan saling


persepsi sensori: - klien tidak menunjukkan rasa senang percaya dengan
halusinasi mencederai orang 2. Mau berjabat tangan mengungkapkan prinsip
pendengaran lain 3. Mau menyebutkan nama komunikasi terapentik.
berhubungan Tujuan khusus : 4. Mau menjawab salam - Sapa klien dengan ramah
dengan menarik - memnbina 5. Klien mau dudk baik verbal maupun non
diri hubungan saling berdampingan dengan verbal
percaya perawat - Perkenalkan diri dengan
6. Mau mengungkapkan sopan
masalah yang dihadapi - Tanyakan nama lengkap
klien dan nama
panggilan yang disukai
klien
- Jelaskan tujuan
pertemuan
- Jujur dan menepati janji
- Tunjukan sikp simpati
dan menerima apa
adanya
- Beri perhatian pada
kebutuhan dasar klien
Tujuan Khusus : Klien dapat menyebutkan 2. Adakan kontak sering dan
- Klien dapat mengenal waktu isi, frekuensi yang singkat secara bertahap
halusinasinya menimbulkan halusinasinya observasi tingkah laku
klien terkait dengan
halusinsinya.
3. Bantu klien mengenal
halusinasinya
a. Jika klien sedang
halusinansi, tanyakan
apakah ada suara yang
didengar
b. Jika klien menjawab ada,
lanjtkan apa yang yang
ia katakan
c. Katakan bahwa perawat
percaya dengan suara
tersebut
d. Katakan bahwa klien lain
juga ada yang sperti
klien
e. Katakan bahwa perawat
akan membantu klien
f. Jika klien tidak sedang
berhalusinansi ,
klarifikasi tentang
adanya pengalaman
halusinasi
4. Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang
menimbulkan dan tidak
menimbulkan halusinasi
b. Waktu terjadinya
halusinasi (pagi, siang,
atau sore)
Tujuan khusus: 1. Klien dapat 1. Identifikasikan bersama
- Klien dapat menyebutkantindakan yang klien atau tidakan yang
mengontrol biasa dilakukan untuk dilakukan jika terjadi
halusinansinya mengendalikan halusinasi
halusinasinya 2. Diskusikan manfaat dan
cara yang digunakan klien,
jika bermanfaat beri
pujian
3. Diskusikan cara baru
untuk memutus/
mengontrol timbulnya
halusinasi :
Katakan : “saya tidak mau
dengar/lihat kamu” (pada
saat halusinasi terjadi)
Menemui orang lain
(perawat/teman/anggota
keluarga) untuk bercakap
cakap atau mengatakan
halusinasi yang didengar /
dilihat
Membuat jadwal kegiatan
sehari hari agar halusinasi
tidak sempat muncul

2. Klien dapat memilih cara 4. Meminta keluarga/teman/


mengatasi halusinasinya perawat menyapa jika
yang elah di diskusikan tampak bicara sendiri
oleh perawat 5. Bantu Klien memilih dan
3. Klien dapat mengikuti melatih cara memutus
terapi aktifitas kelompok halusinasi secara bertahap
6. Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang
dilatih. Evaluasi hasilnya
dan beri pujian jika
berhasil
7. Anjurkan klien mengikuti
terapi aktivitas kelompok,
orientasi realita, stimulasi
persepsi
Tujuan khusus: 1. Keluarga dapat membina 1. Anjurkan klien untuk
- Klien dapat dukungan hubungan saling percaya memberitahu keluarga jika
dari keluarga dalam dengan perawat mengalami halusinasi
mengontrol 2. Keluarga dapat 2. Diskusikan dengan
halusisnasinya menyebutkan pengertian, keluarga )pada saat
tanda, dan tindakan untuk keluarga berkunjung/pada
mengendalikan halusinasi saat kunjungan rumah)
klien 3. Gejala halusinasi yang di
alami klien
4. Cara yang dapat dilakukan
klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi
5. Cara merawat anggota
keluarga yang halusinasi
di rumah : beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri,
makan bersama,
berpergian bersama
6. Beri informasi waktu
follow up atau kapan perlu
mendapat bantuan
halusinasi

Tujuan khusus: 1. Klien dan keluarga dapat 1. Diskusikan dengan klien


- Klien dapat menyebutkan manfaat, dan keluarga tentang
memanfaatkan obat dosis, dan efek samping manfaat, dosis, dan efek
dengan baik obat samping
2. Klien dapat 2. Anjurkan Klien minta
mendemontrasikan sendiri obat pada perawat
pengguanaan obat dengan dan merasakan
benar manfaatnya
3. Klien memahani akibat 3. Anjurkan klien bicara
berhenti minum obat dengan dokter tentang
manfaat dan efek samping
obat yang dirasakan
4. Diskusikan akibat berhenti
minum obat tanpa
konsultasi
5. Bantu klien menggunakan
obat dengan prinsip 5
(lima) benar
I. Tren Isue Keperawatan Jiwa di Masa Pndemi Covid-19 ( Pelaksanaan )

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :


1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan


pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di
lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau
bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara
fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati
pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan
realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan
dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya
secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang
di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan
dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang
data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri
dalam permainan atau aktivitas yang ada.

J. Daftar Pustaka

Keliat BA, Ria UP, Novy H. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.Edisi
2. Jakarta. EGC.

Maramis W. F.1998. Catatan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.

Residen bagian Psikiatri UCLA. 1990. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC

Stuart & Laraia. 2001. Principles and practice of psychiatric nursing.USA:


Mosby Company.

Stuart & Sudeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa .Edisi 3.Jakarta : EGC.

Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa .Edisi 5. Jakarta. EGC.


LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN
MASALAH PERILAKU KEKERASAN (PK)

Di susun oleh:

ARYANTI

NIM: JNR0190006

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2020
A. Kasus (Masalah Utama)
Perilaku Kekerasan

B. Pengertian, Etiologi dan Tanda Gejala


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu
beresikomenimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun
orang lain (Carpenito,2000).
Suatu keadaan ketika individu mengalami perilaku yang secara
fisik dapatmembahayakan bagi diri sendiri atau pun orang lain (Sheila L.
Videbeck, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukaiseseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan
definisi tersebut maka perilakukekerasan dapat dilakukan secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri,orang lain, danlingkungan. Perilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku
kekerasan terdahulu. (Yosep, 2010)
Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang
melakukantindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri,
orang lain bahkan dapatmerusak lingkungan.

2. Etiologi
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan konsep diri:
harga dirirendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian
diri denganmenganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan hargadiri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilangkepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan (Keliat,1999).
3. Tanda dan Gejala
Menurut Yosep, 2010. perawat dapat mengidentifikasi dan
mengobservasi tanda dangejala perilaku kekerasan :
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot atau pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Mengatupkan rahang dengan kuat
i. Mengepalkan tangan
j. Jalan mondar-mandir

C. Faktor Predisposisi ( Biologi, Psikologi dan Sosial Budaya )


Menurut Sujuono Riyadi, 2009. Faktor predisposisi pada RPK yaitu :
1. Biologi
a. Instinctual drive theory (teori dorongan naluri). Teori ini menyatakan
bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatudorongan kebutuhan
dasar yang kuat.
b. Psycomatic theory (teori psikomatik). Pengalaman marah adalah
akibat dari respons psikologis terhadap stimulus eksternal, internal
maupun lingkungan. Dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai
pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasamarah.
2. Psikologi
a. Frustasion aggression theory (teori agresif frustasi). Menurut teori ini
perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi frustasiterjadi
apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal
atauterhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu
berperilaku agresifkarena perasaan frustasi akan berkurang melalui
perilaku kekerasan.
b. Behaviororal theory (teori perilaku).Kemarahan adalah proses belajar,
hal ini dapat dicapai apabila tersediafasilitas atau situasi yang
mendukung. Reinforcement yang diterima padasaat melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atauluar rumah.
Semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
c. Existentinal theory (teori eksistensi). Bertindak sesuai perilaku adalah
kebutuhan dasar manusia apabilakebutuhan tersebut tidak dapat
dipenuhi melalui perilaku konstruktif makaindividu akan memenuhi
kebutuhannya melalui perilaku destruktif
3. Sosial Budaya
a. Social environment theory (teori lingkungan). Lingkungan sosial akan
mempengaruhi sikap individu dalammenekspresikan marah. Budaya
tertutup dan membalas secara diam (pasifagresif) dan kontrol sosial
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasanakan menciptaakan
seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
b. Social learning theory (teori belajar sosial). Perilaku kekerasan dapat
dipelajari secara langsung maupun melalui prosessosialisasi.

D. Faktor Presipitasi
Menurut Yosep, 2010. faktor-faktor yang dapat mencetuskan
perilakukekerasan seringkali berkaitan dengan :
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas
sepertidalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian massal dan sebagainya.
2. Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3. Kesulitan dalam dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukankekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat
danalcoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasafrustasi.

E. Pohon Masalah

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Perilaku kesekarasan

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain


dan lingkungan

F. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu di Kaji


1. Masalah keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2. Data yang perlu dikaji
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1.) Data subjektif
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2.) Data objektif
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan
1.) Data subjektif
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya
2.) Data objektif
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
1.) Data subjektif
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
2.) Data objektif
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
H. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Tujuan
No Keperawatan Intervensi
Umum Khusus
.
1. Perilaku Klien terhindar dari a. Klien dapat membina - Bina hubungan saling percaya :
kekerasan mencederai diri, hubungan saling percaya. salam terapeutik, empati, sebut
orang lain dan b. Klien dapat nama perawat dan jelaskan tujuan
lingkungan. mengidentifikasi penyebab interaksi.
perilaku kekerasan. - Panggil klien dengan nama
c. Klien dapat panggilan yang disukai.
mengidentifikasi tanda-tanda - Beri kesempatan
perilaku kekerasan. mengungkapkan perasaan.
d. Klien dapat - Bantu klien mengungkapkan
mengidentifikasi perilaku perasaan jengkel / kesal
kekerasan yang biasa - Anjurkan klien mengungkapkan
dilakukan. yang dialami dan dirasakan saat
e. Klien dapat jengkel/kesal.
mengidentifikasi akibat - Observasi tanda perilaku
perilaku kekerasan. kekerasan.
f. Klien dapat - Anjurkan mengungkapkan
mengidentifikasi cara perilaku kekerasan yang biasa
konstruktif dalam berespon dilakukan.
terhadap kemarahan. - Bantu bermain peran sesuai
g. Klien dapat dengan perilaku kekerasan
mengidentifikasi cara yang biasa dilakukan.
mengontrol perilaku - Bicarakan akibat/kerugian dari
kekerasan. cara yang dilakukan.
h. Klien mendapat dukungan - Bersama klien menyimpulkan
dari keluarga. akibat dari cara yang digunakan.
I. Klien dapat menggunakan - Beri pujian jika mengetahui cara
obat dengan benar (sesuai lain yang sehat.
program). - Diskusikan cara lain yang
sehat.Secara fisik : tarik nafas
dalam jika sedang kesal, berolah
raga, memukul bantal / kasur.
- Bantu memilih cara yang paling
tepat.
- Bantu mengidentifikasi manfaat
cara yang telah dipilih.
- Beri pendidikan kesehatan
tentang cara merawat klien
melalui pertemuan keluarga.
- Beri reinforcement positif atas
keterlibatan keluarga.
- Diskusikan dengan klien tentang
obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping).
- Bantu klien mengunakan obat
dengan prinsip 5 benar (nama
klien, obat, dosis, cara dan
waktu).
2. Gangguan konsep Klien tidak a. Klien dapat membina - Bina hubungan saling percaya :
diri : harga diri melakukan hubungan saling percaya. salam terapeutik, empati, sebut
rendah kekerasan b. Klien dapat nama perawat dan jelaskan tujuan
mengidentifikasi kemampuan interaksi.
dan aspek positif yang - Panggil klien dengan nama
dimiliki. panggilan yang disukai.
c. Klien mampu menilai - Diskusikan kemampuan dan
kemampuan yang dapat aspek positif yang dimiliki
digunakan untuk diri sendiri - Hindari penilaian negatif detiap
dan keluarga pertemuan klien
d. Klien dapat merencanakan - Diskusikan kemampuan dan
kegiatan yang bermanfaat aspek positif yang dimiliki
sesuai kemampuan yang - Diskusikan pula kemampuan
dimiliki yang dapat dilanjutkan setelah
e. Klien dapat melakukan pulang ke rumah
kegiatan sesuai kondisi dan - Rencanakan bersama klien
kemampuan aktivitas yang dapat dilakukan
f. Klien dapat memanfaatkan setiap hari sesuai kemampuan.
sistem pendukung yang ada - Beri contoh cara pelaksanaan
kegiatan yang klien lakukan.
- Beri klien kesempatan mencoba
kegiatan yang telah direncanakan
- Beri pujian atas keberhasilan
klien
- Beri pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang cara merawat
klien
- Bantu keluarga memberi
dukungan selama klien dirawat

I. Tren Isue Keperawatan Jiwa di Masa Pndemi Covid-19 ( Pelaksanaan )


1. Farmakologis
- Obat anti psikosis:Penotizin
- Obat anti depresi:Amitripilin
- Obat anti ansietas:Diasepam,Bromozepam,Clobozam
- Obat anti insomnia:Phneobarbital
2. Non-farmakologis
- Terapi Keluarga:Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu
mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian
- Terapi Kelompok:Berfokus pada dukungan dan
perkembangan,keterampilan sosial, atau aktivitas lain dengan berdiskusi
dan bermain untuk mengembalikan keadaan klien karena masalah
sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
- Terapi Musik:Dengan music klien terhibur,rileks dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran diri
J. Daftar Pustaka

Carpenito, LJ. 200. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Iyus, Yosep., 2010, Keperawatan Jiwa. Bandung : Refia Aditama

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999

Sujono Riyadi Teguh. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Il

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN


MASALAH HARGA DIRI RENDAH (HDR)
Di susun oleh:

ARYANTI

NIM: JNR0190006

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2020

A. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah

B. Pengertian, Etiologi dan Tanda Gejala


1. Pengertian
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
( KeliatBA,2006).
Harga diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak
diterima lingkungan dan gambaran-gambaran negatif tentang dirinya
(Barry, dalam Yosep, 2009).
Gangguan jiwa ialah terganggunya kondisimental atau psikologi
seseorang yang dapat dipengaruhi dari faktor diri sendiri dan lingkungan.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan
konstitusi, umur, dan sex, keadaan badaniah, keadaan
psikologik,keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan,
pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang
yang di cintai, rasa permusuhan,hubungan antara manusia (Herman,
2011).

2. Etiologi
Menurut Makhripah D & Iskandar, 2012, Harga diri rendah dapat terjadi
secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh korupsi,
dipenjara tiba-tiba).

b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang
negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi
negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang
maladaptif.

3. Tanda dan Gejala


Menurut Carpenito dalam keliat (2011) perilaku yang berhubungan
denganharga diri rendah antara lain :
a. Mengkritik diri sendiri
b. Menarik diri dari hubungan sosial
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Perasaan lemah dan takut
e. Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
f. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
g. Hidup yang berpolarisasi
h. Ketidakmampuan menentukan tujuan
i. Merasionalisasi penolakan
j. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
k. Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan ).

C. Faktor Predisposisi
1. Biologis
Adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja hormon
secaraumum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter diotak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat
mengakibatkan klienmengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan harga diri dikuasaioleh pikiran-pikiran negatif dan tidak
berdaya.

2. Identitas Diri
Meliputi ketidak percayaan, tekanan dari teman sebaya dan
perubahanstruktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan
menyebabkananak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam mengambil
keputusan dandihantui rasa bersalah ketika akan melakukan sesuatu.
Control orang yang berat pada anak remaja akan menimbulkan perasaan
benci kepada orang tua.Teman sebaya merupakan faktor lain yang
berpengaruh pada identitas.Remaja ingin diterima, dibutuhkan dan diakui
oleh kelompoknya.
3. Peran Diri
Dimasyarakat umunya peran seseorang disesuai dengan jenis
kelaminnya.Misalnya seseorang wanita dianggap kurang mampu, kurang
mandiri, kurang obyektif dan rasional sedangkan pria dianggap kurang
sensitive, kuranghangat, kurang ekspresif dibandingkan wanita. Sesuai
dengan standar tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak sesuai
lazimnya maka dapat menimbulkankonflik diri maupun hubungan sosial.
4. Harga Diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis, kegagalan
yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.

D. Faktor Presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi yang
dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan. Situasi atas stressor
dapat mempengaruhi komponen.Stressor yang dapat mempengaruhi gambaran
diri adalah hilangnya bagiantubuuh, tindakan operasi, proses patologi penyakit,
perubahan struktur dan fungsitubuh, proses tumbuh kembang prosedur
tindakan dan pengobatan. Sedangkanstressor yang dapat mempengaruhi harga
diri dan ideal diri adalah penolakan dankurang penghargaan diri dari orang tua
dan orang yang berarti, pola asuh yangtidak tepat, misalnya selalu dituntut,
dituruti, persaingan dengan saudara,kesalahan dan kegagalan berulang, cita-cita
tidak terpenuhi dan kegagalan bertanggung jawab sendiri. Stressor pencetus
dapat berasal dari internal daneksternal :
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan.
2. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dan individu mengalaminya sebagai frustasi.

E. Pohon Masalah

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga


diri rendah
Berduka disfungsional

F. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu di Kaji


1. Masalah Keperawatan
a. Isolasi sosial : menarik diri
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

2. Data yang Perlu di Kaji


a. Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkanperasaan
malu terhadap diri sendiri.

b. Data objektf
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri & ingin mengakhiri
hidup.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah
2. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

H. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Tujuan
No Keperawatan Umum Khusus Intervensi

1. Isolasi sosial Klien dapat a. Klien dapat - Sapa pasien dengan ramah baikverbal
menarik diri b/d berinteraksi membina hubungan maupun non verbal
harga diri dengan orang lain saling percaya - Perkenalkan diri dengan sopan
rendah b. Klien dapat - Tanyakan nama lengkap pasien dannama
menyebutkan panggilan yang disukai pasien
penyebab menarik - Kaji pengetahuan klien tentang perilaku
diri menarik diridan tanda-tandanya
c. Klien dapat - Beri kesempatan kepada klien
menyebutkan untukmengungkapkan perasaan penyebab
keuntungan menarik diri atau maubergaul
berhubungan dengan -Identifikasi bersama klien cara tindakan
oranglain dan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
kerugian tidak (tidur,marah, menyibukkan diri dll).
berhubungan dengan - Beri kesempatan kepada klien untuk
orang lain mengungkapkanperasaan tentang
d. Kaji pengetahuan keuntungan berhubungan dengan prang
klien tentang lain
manfaat dan - Diskusikan bersama klien tentang
keuntungan manfaat berhubungandengan orang lain
berhubungan dengan - Beri kesempatan kepada klien untuk
orang lain mengungkapkan perasaan dengan orang
e. Kaji pengetahuan lain
klien tentang - Diskusikan bersama klien tentang
kerugian bila tidak kerugian tidak berhubungan dengan orang
berhubungan dengan lain
orang lain - Kaji kemampuan klien membina
f. Klien dapat hubungan dengan orang lain
melaksanakan - Beri reinforcement positif terhadap
hubungan sosial keberhasilan yang telahdicapai.
g. Klien dapat - Dorong klien untuk mengungkapkan
mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan
perasaannya setelah orang lain
berhubungan dengan - Diskusikan dengan klien tentang perasaan
orang lain masnfaat berhubungan dengan orang lain.
h. Klien dapat -
memberdayakan
sistem pendukung
atau keluarga
i.
2. Harga diri klien tidak terjadi a. Klien dapat membina - Bina hubungan saling percaya : salam
rendah gangguan hubungan saling percaya terapeutik, perkenalan diri
interaksisosial, b. Klien dapat - Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
bisa berhubungan mengidentifikasi lingkungan yang tenang,
dengan orang lain kemampuan dan aspek - Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat
dan lingkungan. positif yangdimiliki dan topik pembicaraan)
c. Klien dapat menilai - Diskusikan kemampuan dan aspek positif
kemampuan yang dapat yang dimiliki
digunakan - Hindarkan memberi penilaian negatif
d. Klien dapat
setiap bertemu klien
menetapkan &
- Diskusikan pula kemampuan yang dapat
merencanakan kegiatan
dilanjutkan setelah pulang ke rumah
sesuai dengan
- Rencanakan bersama klien aktifitas yang
kemampuan yang
dapat dilakukan setiap hari sesuai
dimiliki kemampuan
e. Klien dapat melakukan
-Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
kegiatan sesuai kondisi
toleransi kondisi klien
dan kemampuan - Beri kesempatan mencoba kegiatan yang
f. Klien dapat
telah direncanakan
memanfaatkan sistem
- Beri pujian atas keberhasilan klien
pendukung yang ada
- Beri pendidikan kesehatan pada keluarga
tentang cara merawat klien
- Bantu keluarga memberi dukungan
selama klien dirawat.
I. Trend Issue Keperawatan Jiwa di Masa Pandemi Covid-19 (Pelaksaanan)
Terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan
sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih
manusiawi dari pada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
1. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang
hanyadiperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu
golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical).Obat
yang termasuk golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL
(psikotropik untuk menstabilkan senyawa otak),dan Haloperidol (mengobati
kondisi gugup). Obat yang termasuk generasi kedua misalnya, Risperidone
(untuk ansietas), Aripiprazole (untuk antipsikotik). (Hawari,2001)
2. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
denganorang lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya supaya
iatidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005)
3. Terapi modalitas
Terapi modalitas/ perilaku merupakan rencana pengobatan untukskizofrenia
yang ditunjukan pada kemampuan dan kekurangan pasien.Teknik perilaku
menggunakan latihan keterampilan sosial untukmeningkatkan kemampuan
sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiridan latihan praktis dalam
komunikasi interpersonal. Terapi kelompokbagi skizofrenia biasnya
memusatkan pada rencana dan masalah dalamhubungan kehidupan yang
nyata.( Eko P,2014)
4. Terapi kejang listrik
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmal secaraartifisial
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yangdipasang satu atau
dua temples. Terapi kejang listrik diberikan padaskizofrenia yang tidak
mempan dengan terapi neuroleptika oral atauinjeksi, dosis terapi kejang
listrik 4–5 joule/detik. (Maramis, 2005)

J. Daftar Pustaka

Hawari, D. 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa: Skizofrenia.


Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Herdman. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, C. (2011).Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Yogyakarta: EGC.

Iskandar, M. D. (2012).Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung: PT


RefikaAditama.

Yosep Iyus, 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.


LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN
MASALAH ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

Di susun oleh:

ARYANTI

NIM: JNR0190006
PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2020

A. Kasus (Masalah Utama)


Isolasi Sosial : Menarik Diri

B. Pengertian, Etiologi, Tanda Dan Gejala


1. Pengertian
Isolasi sosial adalah individu yang mengalami ketidakmampuan
untuk mengadakan hubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan
sekitarnya secara wajar dalam khalayaknya sendiri yang tidak realistis.
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh  seseorang
karena orang lain mengatakan sikap negatif atau mengancam. (Dalami
dkk, 2009).
Gangguan hubungan sosial merupakan suatu ganggguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel
yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi
seseorang dalam berhubungan sosial. (Riyadi Sujono, 2009).
Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. (Dr.Keliat, 2009).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkaan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain di sekitarnya. (Yosep, 2007).
Berdasarkan definisi yang telah disebutkan sebelumnya, jadi dapat
disimpulkan bahwa isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan
interpersonal atau perasaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
akibat penolakan dan sikap negatif serta kepribadian yang tidak fleksibel
sehingga muncul perilaku maladaptif seperti menghindari/kehilangan
hubungan dengan orang, tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan, yang dimanifestasikan dengan
sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian sehingga fungsi hubungan
sosial seseorang terganggu.

2. Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi
diantaranya perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain,
tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini
dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang
lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan
kegiatan sehari-hari terabaikan. (Farida, 2010).

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial antara lain :

a. Menyendiri dalam ruangan


b. Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata
c. Sedih, afek datar
d. Perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan
usianya
e. Berpikir menurut pikirannya sendiri, tindakan berulang dan tidak
bermakna
f. Mengekspresikan penolakan atau kesepian pada orang lain
g. Tidak ad asosiasi antara ide satu dengan yang lainnya
h. Menggunakan kata-kata simbolik (neologisme)
i. Menggunakan kata yang tak berarti
j. Kontak mata kurang/tidak mau menatap lawan bicara Klien cenderung
menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun, berdiam diri.
(Farida, 2010).

C. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan social
berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia bayi
sampai usia lanjut untuk dapat  mengembangkan hubungan social yang
positif, diharapkan setiap tahapan perkembangan dapat dilalui dengan
sukses. Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan
respon social maladaptif.
b. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota
keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada
kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah
58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada
struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan
volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.
c. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
 Sikap bermusuhan/hostilitas
 Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
 Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
 Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang
tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan
masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.
 Ekspresi emosi yang tinggi
 Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan
yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
d. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan
oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

D. Faktor Presipitasi
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan
orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat
menimbulkan isolasi sosial.
a. Stresor Biokimia
1) Teori dopamine yaitu kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya
MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada
pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan
karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan
maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan
tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur
sel-sel otak.
b. Stresor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi
akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
c. Stresor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang
ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk
mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan
berhubungan pada tipe psikotik. Menurut teori psikoanalisa perilaku
skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan tekanan yang
berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien
psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak
pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu
terhambat.

E. Pohon Masalah

Resiko Perubahan Sensori-persepsi : Halusinasi

Isolasi sosial :menarik diri Core Problem


Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

F. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji

1. Masalah Keperawatan
1. Perubahan persepsi – sensori : halusinasi

2. Isolasi Sosial : menarik diri

3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

2. Data Yang Perlu Di Kaji

a. Isolasi sosial : menarik diri

1) Data obyektif : Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri,


berdiam diri dikamar, banyak diam, kontak mata kurang
(menunduk), menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan
diri kurang, posisi menekur.

2) Data subyektif : Sukar didapat jika klien menolak komunikasi,


kadang hanya dijawab dengan singkat, ya atau tidak.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan persepsi sensori
2. Isolasi sosial : menarik diri
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

H. Rencana Tindakan Keperawatan


No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan
Tujuan Umum Tujuan Khusus Intervensi

1. Gangguan Klien dapat 1. Klien dapat membina 1. Bina hubungan saling percaya
isolasi sosial : berinteraksi dengan hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
menarik diri orang lain sehingga komunikasi terapentik.
tidak terjadi a. Sapa klien dengan ramah baik
halusinasi verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan
nama panggilan yang disukai
klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukan sikp simpati dan
menerima apa adanya
g. Beri perhatian pada kebutuhan
dasar klien
2. Klien dapat 1. Kaji pengetahuan klien tentang
menyebutkan penyebab perilaku menarik diri dan tanda-
menarik diri tandanya

2. Beri kesempatan kepada klien


untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau
bergaul

3. Diskusikan bersama klien tentang


perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul

4. Berikan pujian terhadap


kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya

3. Klien dapat 1. Kaji pengetahuan klien tentang


menyebutkan manfaat dan keuntungan
keuntungan berhubungan berhubungan dengan orang lain
dengan orang lain dan 2. Beri kesempatan kepada klien
kerugian tidak untuk mengungkapkan perasaan
berhubungan dengan tentang keuntungan berhubungan
orang lain. dengan prang lain
3. Diskusikan bersama klien tentang
manfaat berhubungan dengan
orang lain
4. Beri reinforcement positif terhadap
kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
5. Kaji pengetahuan klien tentang
kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien
untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang
kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap
kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain

4. Klien dapat 1. Kaji kemampuan klien membina


melaksanakan hubungan hubungan dengan orang lain
social
2. Dorong dan bantu kien untuk
berhubungan dengan orang lain
melalui tahap

K – P : Klien – Perawat

K – P – P lain : Klien – Perawat –


Perawat lain

K – P – P lain – K lain  : Klien –


Perawat – Perawat lain – Klien lain

K – Kel/ Klp/ Masy      : Klien –


Keluarga/Kelompok/Masyarakat

3. Beri reinforcement positif terhadap


keberhasilan yang telah dicapai

4. Bantu klien untuk mengevaluasi


manfaat berhubungan

5. Diskusikan jadwal harian yang


dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
6. Motivasi klien untuk mengikuti
kegiatan ruangan

7. Beri reinforcement positif atas


kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan.

5. Klien dapat 1. Dorong klien untuk


mengungkapkan mengungkapkan perasaannya bila
perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
berhubungan dengan
orang lain 2. Diskusikan dengan klien tentang
perasaan manfaat berhubungan
dengan orang lain

3. Beri reinforcement positif atas


kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan
dengan oranglain

I. Tren Isue Keperawatan Jiwa di Masa Pndemi Covid-19 ( Pelaksanaan )


1. Penatalaksanaan medis :
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan
dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2
elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan
kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung
25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak
menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.
Indikasi :
1) Depresi mayor
 Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham, tidak ada
perhatian lagi terhadap dunia sekelilingnya, kehilangan berat badan
yang berlebihan dan adanya ide bunuh diri yang menetap.
 Klien depresi ringan adanya riwayat responsif atau memberikan
respon membaik pada ECT.
 Klien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan
antidepresan atau klien tidak dapat menerima antidepresan.
2) Maniak
Klien maniak yang tidak responsif terhadap cara terapi yang lain
atau terapi lain berbahaya bagi klien.
3) Skizofrenia
Terutama akut, tidak efektif untuk skizofrenia kronik, tetapi
bermanfaat pada skizofrenia yang sudah lama tidak kambuh.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan
bagian penting dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini
meliputi: memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan
yang terapeutik, bersifat empati, menerima klien apa adanya, memotivasi
klien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap
ramah, sopan dan jujur kepada klien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih
dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan
harga diri seseorang.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Modalitas Keperawatan yang dilakukan adalah:
a. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
1) Pengertian
TAK merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan
perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama.
2) Tujuan
Membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta
mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif.
3) Terapi aktivitas kelompok yang digunakan untuk pasien dengan
isolasi sosial adalah TAK Sosialisasi dimana klien dibantu untuk
melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitar klien.
Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal,
kelompok dan massa.

J. Daftar Pustaka

Dalami,dkk. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.Edisi 2. Jakarta. EGC.

Dr.Kelirat.2007. Catatan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.

Farida.2010.Buku Saku Keperawatan Jiwa .Edisi 5. Jakarta. EGC


Riyadi Sujono. 2009. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC

Nanda Nic Noc.2010. Principles and practice of psychiatric nursing.USA:


Mosby Company.

Nanda. 2010. Buku Saku Keperawatan Jiwa .Edisi 3.Jakarta : EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN


MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI
Di susun oleh:

ARYANTI

NIM: JNR0190006

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2020

A. Kasus (Masalah Utama)


Defisit perawatan diri

B. Pengertian, Etiologi dan Tanda Gejala


1. Pengertian
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan dalam :
kebersihandiri, makan, berpakaian, berhias diri, makan sendiri, buang air
besaratau kecil sendiri (toileting) (Keliat B. A, dkk, 2011).
Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia
dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan
hidupnya,kesehatannya dan kesejahteraannya sesuai dengan
kondisikesehatannya . Klien dinyatakan terganggu perawatan dirinya
jikatidak dapat melakukan perawatan dirinya (Mukhripah &
Iskandar,2012).
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul pada
pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan iwa kronis sering
mengalamiketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala
perilakunegatif dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam
keluargamaupun masyarakat (Yusuf, Rizky & Hanik,2015).

2. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), Etiologi kurang perawatan diri
adalah:
a. Kelelahan fisik
b. Penurunan Kesadaran

3. Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria
(2009) adalah sebagai berikut:
a. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air
mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta
masuk dan keluar kamar mandi
b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau
menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam,memilih pakaian, meggunakan alat
tambahan, emngguakan kancig tarik, melepaskan pakaian, menggunakan
kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskkan,
mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
c. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
meggunakan alat tambahan, mendapat makanan, membuka container,
memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah
lalu memasukannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makanan
menurut cara diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta
mencerna cukup makanan dengan aman.
d. Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban,
memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah
BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil

C. Faktor Predisposisi (Biologi, Psikologi dan Sosial Budaya)


Menurut Mukhripah & Iskandar, 2012. Faktor predisposisi yaitu :
1. Biologis, Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
2. Perkembangan, Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu
3. Kemampuan realiatas turun, Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri.
4. Sosial, Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri

D. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri (Mukhripah & Iskandar, 2012).

E. Pohon Masalah

Gangguan pemerilahraan kesehatan


(BAB/BAK,mandi,makan,minum)
Defisit perawatan diri

Menurunnya motivasi dalam


perawatan diri

Isolasi sosial : menarik diri

F. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu di Kaji


1. Masalah keperawatan
a. Defisit perawatan diri
b. Menurunnya motivasi perawatan diri

2. Data yang perlu di kaji


a. Data subjektif, Klien mengatakan malas mandi, tak mau menyisir
rambut, tak mau menggosok gigi, tak mau memotong kuku, tak mau
berhias, tak bisa menggunakan alat mandi / kebersihan diri.
b. Data objektif, Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku
panjang dan kotor, gigi kotor, mulut bau, penampilan tidak rapih, tak
bisa menggunakan alat mandi.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit perawatan diri
2. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
H. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Tujuan
No Keperawatan Umum Khusus Intervensi

1. Defisit Klien dapat a. Klien dapat membina - Beri salam setiap berinteraksi
perawatan diri melakukan hubungan saling - Perkenalkan nama,nama panggilan
perawatan diri secara percaya perawat, dan tujuan perawat
mandiri b. Klien mengetahui berinteraksi.
pentingnya perawatan - Diskusikan dengan klien penyebab
diri klien tidak merawat diri
c. Klien mengetahui - Manfaat menjaga perawatan diri
cara-cara melakukan untuk keadaanfisik, mental dan
perawatan diri sosial.
d. Klien dapat - Diskusika frekuensi mejaga
melaksanakan perawatan diri selama ini seperti
perawatan diri dengan mandi, gosok gigi, keramas,
bantuan perawatan Berpakain, Berhias, gunting kuku
e. Klien dapat - Diskusikan cara praktek perawatan
melaksanakan diri yang baik dan benar
perawatan secara - Bantu klien saat perawatan diri
mandiri - Beri pujian setelah klien selesai
f. Klien mendapatkan melaksanakan perawatan diri
dukungan keluarga - Pantau klien dalam melaksanakan
untuk meningkatkan perawatan diri
perawatan diri - Diskusikan dengan keluarga
penyebab klien tidak melaksanakan
perawatan diri
- Dukungan yang bisa diberika oleh
keluarga untuk meningkatkan
kemempuan klien dalam perawatan
diri

2. Penurunan Klien dapat a. Klien dapat membina - Berikan salam setiap berinteraksi.
kemampuan dan meningkatkan minat hubungan saling percaya - Perkenalkan nama, nama panggilan
motivasi dan motivasinya dengan perawat. perawat dan tujuan perawat
merawat diri untuk berkenalan.
memperhatikan - Tanyakan nama dan panggilan
kebersihan diri kesukaan klien.
- Tunjukan sikap jujur dan menepati
janji setiap kali berinteraksi.
- Tanyakan perasaan dan masalah
yang dihadapi klien.
- Buat kontrak interaksi yang jelas.
- Dengarkan ungkapan perasaan klien
dengan empati.
- Penuhi kebutuhan dasar klien.
- Beri pendidikan kesehatan tentang
merawat klien dan memotivasi klien
untuk kebersihan diri melalui
pertemuan keluarga
- Beri reinforcement positif atas
partisipasi aktif keluarga

I. Trend Issue Keperawatan Jiwa di Masa Pandemi Covid-19 (Penatalaksaan)


1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis : Penotizin.
b. Obat anti depresi : Amitripilin.
c. Obat antu ansietas : Diasepam, bromozepam, clobozam.
d. Obat anti insomia : phnebarbital
2. Terapi
a. Terapi keluarga
b. Terapi aktivitas kelompok
c. Terapi kelompok
Penatalaksanaan manurut herman (Ade, 2011) adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
J. Daftar Pustaka

Keliat,BudiAnna.2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas:CMHN(Basic
Course). Jakarta: EGC
Mukhripah & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT
Refika Aditama.
Yusuf, Rizky, & Hanik. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
Tarwoto & Wartonah. (2000). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Medika
Fitria Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
DanSrategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan(LP dan SP).Jakarta:Salemba
Medika.

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN


MASALAH RESIKO BUNUH DIRI ( RBD )
Di susun oleh:

ARYANTI

NIM: JNR0190006

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2020

A. Kasus (Masalah Utama)


Resiko bunuh diri

B. Pengertian, Etiologi dan Tanda Gejala


1. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami
resiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat
mengancam nyawa.Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri
sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah
dapat mengarah pada kematian.Perilaku destruktif diri yang mencakup
setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu
menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan.(Stuart dan Sundeen,
1995 dalam Fitria, 2009)
Risiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri
yangdapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan
psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya.
Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan
berkepanjangan dimana indi!idu gagal dalam melakukan
mekanismekoping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Rusdi,
2013).

2. Etiologi
Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan
masalah. Terbagi menjadi:
a. Faktor Genetik
- 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu
yang menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami
gangguan mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
- Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar
dizigot

b. Faktor Biologis lain. Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis


tertentu, misalnya:Stroke, Gangguuan kerusakan kognitif (demensia),
Diabetes, Penyakit arteri koronaria, Kanker, HIV / AIDS.
c. Faktor Psikososial & Lingkungan
- Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa
kehilangan objek berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan
negatifthd diri, dan terakhir depresi.
- Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif
yang berkembang, memandang rendah diri sendir
- Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan,
kurangnyasistem pendukung sosial

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala menurut Fitria (2009) ;
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati
c. Impulsif
d. Menunjukan perilaku yang mencurigakan
e. Mendekati orang lain dengan ancaman
f. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
g. Latar belakang keluarga

C. Faktor Predisposisi (Biologi, Psikologi dan Sosial Budaya)


1. Teori genetic
a. Genetik. Prilaku bunuh diri menurut shadock (2011) serta Varcarolis dan
Hitler(2010) merupakan sesuatu yang di turunkan dalam keluarga
kembarmonozigot memiliki reriko dalam melakukan bunuh diri stuard
(2011).
b. Hubungan neurokimia. Nourotransmiter adalah zat kimia dalam otak dari
sel ke saraf , peningkatan dan penurunan neuro transmiter mengakibatkan
perubahan pada prilaku. Neurotrasmiter yg yang di kaitkan dengan
prilaku bunuh diriadalah dopamine, neuroepineprin, asetilkolin, asam
amino dangaba (Stuard, 2011)
c. Diagnosis psikiatri. Lebih dari 90 % orang dewasa yg mengahiri
hidupnya dengan bunuh dirimengalami gangguan jiwa
d. Gangguan jiwa yang beriko menimbulkan individu untuk bunuh
diriadalah gangguan modd , penyalah gunaan zat , skizofrenia , dan
gangguankecemasan (Stuard, 2013)
2. Faktor psikologi
a. Kebencian terhadap diri sendiri, Bunuh diri merupakan hasil dari
bentuk penyerangan ataw kemarahanterhaapp orang lain yang tidsk di
trima dan di mannifestasikan atau ditunjuksn pada diri sendiri (Stuard
dan videbeck, 2011)
b. Ciri kepribadian, Keempat aspek kepribadian yg terkait dengan
peningkatan resiko bunuhdiri adalah permusuhan, impulsive, depresi
dan putus asa (Stuard, 2013 )
c. Teori psikodinamika, Menyatakan bahwa depresi kaarna kehilangan
suatu yang di cintai, rasakeputusasaan, kesepian dan kehilangan harga
diri (Shadock, 2011
3. Faktor sosial budaya
a. Beberapa faktor yang mengarah kepada bunuh diri adalah kemisknan
danketikmampuan memenuhi kebutuhan dasar, pernikahan yang
hancur,keluarga dengan orang tua tunggal ( Towsend , 2009 ).
b. Faktor budaya yang di dalamnya adalah faktor spiritual, nilai yang di
anutoleh keluarga, pandangan terhadap perilaku yang menyebabkan
kematian berdampak pada angka kejadian bunuh diri (Krch et al, 2008).
c. Kehilangan, kurangnya dukungan sosial dan peristiwa keidupan
yangnegatif dan penyakit fisik kronis. Baru-baru ini perpisahan
perceraian dan penurunan dukungan sosial merupakan faktor penting
berhubungandengan resiko bunuh diri.(Stuard, 2013).

D. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusan

E. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri


sendiri

Resiko bunuh diri

Isolasi sosial

Harga diri rendah

F. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu di Kaji


1. Masalah keperawatan
a. Risiko bunuh diri
b. Keputus asaan
c. Ketidakberdayaan
d. Gangguan konsep diri
e. Kecemasan
f. Berduka fungsional
g. Koping individu tidak efektif
h. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
i. Koping keluarga tidak efektif
2. Data yang perlu dikaji
a. Data subjektif
- Mengungkapkan keinginan bunuh diri
- Mengungkapkan keinginan untuk mati
- Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
- Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari
keluarga
- Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat
yangmematikan
- Mengungkapkan adanyanya konflik interpersonal
- Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekerasan saat
kecil
b. Data objektif
- Impulsif
- Mennjukkan perilaku yang mencurigakan(biasaya menjadi sangat
patuh)
- Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan
penyalahgunaanalkohol)
- Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal)
- Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau
kegagalandalam karier)

G. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko bunuh diri
2. Gangguan konsep diri

H. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Tujuan
No. Keperawatan Umum Khusus Intervensi
1. Resiko bunuh Klien tidak melakukan a. klien dapat membina - Perkenalkan diri dengan klien
diri percobaan bunuh diri hubungan saling - Tanggapi pembicaaran klien
percaya dengan sabar dan tidak menyangkal
b. klien dapat terlindung - Jauhkan klien dari benda-benda
dari perilaku bunuh diri yang dapat membahayakan
c. klien dapat - Tempatkan klien di ruangan yang
mengekspresikan tenang dan selalu terlihat oleh
perasaannya perawat.
d. klien dapat - Dengarkan keluahan yang
meningkatkan harga dirasakan
diri - Bersikap empati untuk
e. klien dapat meningkatkan ungkapkan
menggunakan koping keraguan, ketakutan dan
yang adaptif keputuasaan
- Bantu untuk memahami ahwa klien
dapat memgatas keputuasaanya
- Identifkasi aspek positif yang
dimilki
- Ajakrkan untuk mengidentifkasi
pengalamn yang menyenangkan
setiap hari
- Bantu untuk mengenali hal-hal
yang ia cintai dan yang ia sayang
dam pentingknya terhadap
kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
2. Gangguan Meningkakan a. klien dpaat membina - Bina hubungan saling percaya
konsep diri kepecyaan diri pasien hubungan saling dengan memberikan salam
percaya terapeutik, empati, sebut nama
b. klien dapat perawat dan jelaskan tujuan
mengidentifkasikan interaksi
kemampuan dan aspek - Panggil klien dengan nama
positif yang dimiliki panggilan yang disukai
c. klien mampu menilai - Disuksiakan kemampuan dan aspek
kemampuan yang dapat postif yang dimilik
digunakan untuk diri - Diskusiskan pula kempuan klien
sendri dan keluarga yang padat dilanjukan setelah
d. klien dapat pulang kerumah
merencakana kegiatan - Rencanakan bersama klien aktifitas
yang bermanfaat sesuai yang dapat dilakuakn setiap hari
kemampuan yang sesuai kempuan
dimiliki - Beri contoh cara pelaksanaan
e. kllien dapat melakukan kegiatan yang klien lakukan
kegiatan sesuai kondisi - Beri klien kesempatan mencoba
dan kemampuan kegiatan yang direncakana
f. klien dapat - Beri pujian atas keberhasilan klien
memnfaatkan sistem - Beri pendidikan kesehatan pada
pendukung yang ada keluarga tentang cara merawat
klien bantu kleuarga memberi
dukungan selama klien dirawat

I. Trend Issue Keperawatan Jiwa di Masa Pandemi Covid-19 (Pelaksanaan)


Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan
rencana keperawatanyang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang
telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah
rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya saat ini (here and now).
Perawat juga meniali diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan
interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan
dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka
tindakan keperawatan boleh dilaksanakan

J. Daftar Pustaka

Dermawan, R., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka
KerjaAsuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluandan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Kaplan Sadoch. 2009. Sinopsis Psikiarti. Edisi 7. Jakarta : EGC
Stuart, W. Gail. (2013). Keperawatan Kesehatan Jiwa.Singapore: Elsevier
Towsend, Marry C. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan
Psikiarti edisi 3. Jakarta. EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN


MASALAH PERUBAHAN PROSES PIKIR : WAHAM
Di susun oleh:

ARYANTI

NIM: JNR0190006

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2020

A. Kasus (Masalah Utama)


Perubahan Proses Pikir : Waham
B. Pengertian, Etiologi dan Tanda Gejala
1. Pengertian
Waham adalah suatu keadaan di mana seseorang individu
mengalami sesuatu kekacauan dalam pengoperasian dan aktivitas –
aktivitas kognitif (Townsend, 2010)
Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan
walaupun walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 2012).
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan
penilaian realitas yang salah , keyakinan yang tidak konsisten dengan
tingkat intelektual dan latar belakang budaya , ketidakmampuan merespon
stimulus internal dan eksternal melalui proses interaksi / informasi secara
akurat (Yosep ,2009).

2. Etiologi
Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi dimana
seseorang melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman ke dunia luar.
Individu itu biasanya peka dan mudah tersinggung , sikap dingin dan
cenderung menarik diri. Keadaan ini sering kali disebabkan karena merasa
lingkungannya tidak nyaman , merasa benci , kaku , cinta pada diri sendiri
yang berlebihan angkuh dan keras kepala. Dengan seringnya memakai
mekanisme proyeksi dan adanya kecenderungan melamun serta
mendambakan sesuatu secara berlebihan , maka keadaan ini dapat
berkembang menjadi waham. Secara berlahan – lahan individu itu tidak
dapat melepaskan diri dari khayalannya dan kemudian meninggalkan
dunia realitas.
Kecintaan pada diri sendiri, angkuh dan keras kepala , adanya rasa
tidak aman , membuat seseorang berkhayal ia sering menjadi penguasa dan
hal ini dapat berkembang menjadi waham besar.
Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga
diri dan keutuhan keluarga merupakan penyebab terjadinya halusinasi dan
waham. Selian itu kecemasan , kemampuan untuk memisahkan dan
mengatur persepsi mengenai perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan
perasaan sendiri menurun sehingga segala sesuatu sukar lagi dibedakan ,
mana rangsangan dari pikiran dan rangsangan dari lingkungan (Keliat,
1998)

3. Tanda dan Gejala


Untuk mendapatkan data waham saudara harus melakukan observasi
perilaku berikut ini :

a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus ,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “saya
punya tambang emas”
b. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan / mencederai dirinya , diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan.
Contoh : “saya tahu… seluruh saudara ingin mneghancurkan hidup
saya karena merasa iri dengan kesuksesan saya.”
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan ,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “kalau saya masuk surge saya harus menggunakan pakaian
putih setiap hari.”

d. Waham somatic
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu / terserang
penyakit , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya sakit kanker” , setelah pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda – tanda kanker namun pasien terus mengatakan
bahwa ia terserang kanker.
e. Waham nihilistic
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meninggal ,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “ini kan alam kubur ya , semua yang ada adalah roh – roh”.

C. Faktor Predisposisi (Biologi, Psikologi dan Sosial Budaya)


 Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menggangu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakir
dengan gangguan presepsi, klien menekankan perasaan nya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif
 Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa di asingkan dan kesepian dapat menyebabkan
timbul nya waham
 Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda bertentangan dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan
 Faktor biologis
Waham di yakini terjadi karena ada nya atrofi otak, pembesaran ventrikel
di otak atau perubahan pada sel kortikal dan lindik
 Faktor genetik
Gangguan orientasi realita yang ditemukan pada klien dengan skizoprenia

D. Faktor Presipitasi
- Faktor sosial budaya, Waham dapat di picu karena ada nya perpisahan
dengan orang yang berarti atau di asingkan dari kelompok.
- Faktor biokimia, Dopamin, norepinepin, dan zat halusinogen lain nya di
duga dapat menjadi penyebab waham pada seseorang
- Faktor psikologis, Kecemasan yang memanjang dan terbatasan nya
kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang menyenagkan.

E. Pohon Masalah
Resiko ----- Resiko Perilaku Kekerasan

CP ---------- Perubahan proses pikir: waham

Etiologi ---- Gangguan konsep diri: harga diri rendah

F. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu di Kaji


1. Masalah keperawatan
a. Perubahan proses pikir: waham
b. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
c. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Data yang perlu dikaji
a. Data subjektif, Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya
(tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali
secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan
b. Data objektif, Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga,
bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang
panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan/ realitas,
ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.
G. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan komunikasi verbal

2. Gangguan proses pikir : waham

3. Harga diri rendah kronik

H. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Tujuan Umum dan khusus


No. Keperawatan Intervensi

1. Klien tidak melakukan percobaan - Bina hubungan saling percaya dengan


bunuh diri klien: beri salam terapeutik (panggil
2. Klien dapat menidentifikasikan nama klien), sebutkan nama perawat,
kemempuan yang dimiliki jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
3. Klien dapat mengidentifikasi lingkungan yang tenang, buat kontrak
kebutuhan yang tidak terpenuhi yang jelas (topik yang dibicarakan,
4. Klien dapat berhubungan dengan waktu dan tempat).
Gangguan realistis - Jangan membantah dan mendukung
proses pikir : 5. Klien mendapat dukungan waham klien :
waham keluarga Katakan perawat menerima keyakinan
1. 6. Klien dapat menggunakan obat klien “saya menerima keyakinan anda”
dengan benar disertai ekspresi menerima, Katakan
perawat tidak mendukung “sukar bagi
saya untuk mempercayainya” disertai
ekspresi ragu tapi empati
- Tidak membicarakan isi waham klien
- Yakinkan klien berada dalam keadaan
aman dan terkindung :
Anda berada di tempat aman, kami akan
menemani anda.
- Gunakan keterbukaan dan kejujuran.
Jangan tinggalkan klien sendirian
- Observasi apakan waham klien
mengganggu aktifitas sehari-hari dan
perawatan diri
- Beri pujian pada penampilan dan
kemampuan klien yang realistis
- Diskusikan dengan klien tentang
kemampuan yang dimiliki pada waktu
lalu dan saat ini yang realistis (hati-hati
terlibat diskusi tentang waham).
- Tanyakan apa yang bisa klien lakukan
(kaitkan dengan aktifitas sehari-hari dan
perawatan diri) kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini.
Jika klien selalu bicara tentang
wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan
waham tidak ada. Perawat perlu
memperhatikan bahwa klien penting.
- Observasi kebutuhan klien sehari-hari
Diskusikan kebutuhan klien yang tidak
terpenuhi baik selama dirumah atauppun
dirumah sakit (rasa takut, ansietas,
marah). Hubungan kebutuhan yang tidak
terpenuhi dengan waham
- Tingkatkan aktifitas yang dapat terpenuhi
kebutuhan klien dan memerlukan waktu
dan tenga (aktifitas dapat dipilih bersama
klien, jika mungkin buat jadwal). Atur
situasi agar klien mempunyai waktu
untuk menggunakan wahmnya.
- Berbicara dengan klien dalam konteks
realitas (realitas diri, realitas orang lain,
realitas tempat dan realitas waktu).
Sertakan klien dalam terapi aktifitas
kelompok: orientasi realitas
- Berikan pujian pada setiap kegiatan
positif yang dilakukan klien
- Diskusikan dengan keluarga dengan :
Gejala waham
Cara merawatnya
Lingkungan keluarga
Folow-up obat
- Anjurkan keluarga melaksanaka. Dengan
bantuan perawat
- Diskusikan dengan klien dan keluarga
tentang obat, dosis, frekuensi, dan efek
samping akibat penghentian.
- Diskusikan perasaan klien setelah makan
obat
- Berikan obat dengan prinsip 5 (lima)
benar.

I. Trend Issue Keperawatan Jiwa di Masa Pandemi Covid-19 (Pelaksanaan)


Perawatan dan pengobatan harus secepat mungkin dilaksanakan karena,
kemungkinan dapat menimbulkan kemunduran mental. Tetapi jangan
memandang klien dengan waham pada gangguan skizofrenia ini sebagai pasien
yang tidak dapat disembuhkan lagi atau orang yang aneh dan inferior bila
sudah dapat kontak maka dilakukan bimbingan tentang hal-hal yang praktis.
Biar pun klien tidak sembuh sempurna, dengan pengobatan dan bimbingan
yang baik dapat ditolong untuk bekerja sederhana di rumah ataupun di luar
rumah. Keluarga atau orang lain di lingkungan klien diberi penjelasan
(manipulasi lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya.

Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi farmako terapi, ECT dan


terapi lainnya seperti: terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatik, terapi
seni, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spritual dan terapi okupsi yang
semuanya bertujuan untuk memperbaiki prilaku klien dengan waham pada
gangguan skizoprenia. Penatalaksanaan yang terakhir adalah rehablitasi
sebagai suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan bagi klien agar
mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan
masyarakat.

J. Daftar Pustaka

Keliat (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka KerjaAsuhan


Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosis


Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika

Stuart, W. Gail. (2010). Keperawatan Kesehatan Jiwa.Singapore: Elsevier

Towsend, Marry C. 2010. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan


Psikiarti edisi 3. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai