Anda di halaman 1dari 19

Indikator Mutu Pelayanan Asuhan Keperawatan Yang Berkaitan

Dengan Pemanfaatan Dan Efisiensi Tempat Tidur

OLEH :

1. Ni Putu Eka Novianti (P07120018118)


2. Putu Dewi Suyastini (P07120018120)
3. Ni Wayan Astini (P07120018133)
4. Ni Putu Diah Purnamaningsih (P07120018140)
5. Kadek Dewi Suandari (P07120018141)
6. Ni Putu Diah Rastini Pande (P07120018143)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN PRODI D-III KEPERAWATAN

TAHUN PELAJARAN 2020


KATA PENGANTAR

 Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Indikator Mutu Pelayanan
Asuhan Keperawatan Yang Berkaitan Dengan Pemanfaatan Dan Efisiensi
Tempat Tidur” dengan baik. Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini, Kami menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami
perlukan dalam perbaikan makalah ini. Dan semoga makalah ini bisa berguna bagi
kami dan pembaca.

                                                                                        Denpasar, 29 Maret 2020

                                                                                                            Tim Penyusun


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………….……….. i

KATA PENGANTAR……………….……………………………………...…...…. ii

DAFTAR ISI…………………..……………………………………………...….… iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….. 1

1.1 Latar Belakang………………….……………………………………… 1


1.2 Rumusan Masalah………………………...……………….……………. 3
1.3 Tujuan...………………………………………………………................ 3

BAB II PEMBAHASAN..…………………………………………………….......... 4
2.1 Mutu Pelayanan Asuhan Keperawatan Yang Berkaitan Dengan
Pemanfaatan Dan Efisiensi Tempat
Tidur……………………………………………………………………... 4

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………… 9

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………… 9

3.2 Saran…………………………………………………………..……........ 9

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Efisiensi perawatan rawat inap merupakan kemampuan menjeral dalam
mengelola sumber dana, tenaga, peralatan, dan teknologi dalam rangja
memberikan pelayanan pada pasien. Efisiensi pelayanan kesehatan dapat
mempengaruhi hasil atau kualitas dari pelayanan kesehatan, apalagi sumber daya
pelayanan kesehatan pada umumnya terbatas. Secara garis besar efisiensi dapat
dilihat dari dua segi, yaitu segi medis yang meninjau efisiensi dari sudut mutu
pelayanan medis dan dari segi ekonomi yang meninjau efisiensi dari sudut
pendayagunaan sarana yang ada.
Salah satu efisiensi yang harus diperhatikan oleh rumah sakit adalah efisiensi
pelayanan rawat inap, terutama dalam pemanfaatan tempat tidur. Tingginya
jumlah kunjungan pasien yang tidak diiringi dengan penambahan jumlah tempat
tidur menyebabkan rumah sakit merujuk pasien ke rumah sakit lain atau
menawarkan pasien untuk dirawat yang lebih tinggi dengan penambahan biaya
oleh pasien. Selain itu hal ini juga akan meningkatkan beban kerja tenaga
kesehatan dan mendorong tenaga kesehatan untuk , mempercepat pelayanan pada
setiap pasien agar dapat menrima pasien baru sehingga dapat menurunkan
kualitas pelayanan.
Pelayanan yang berkualitas harus memenuhi beberapa standar yaitu standar
input, standar proses dan standar output. Standar input terdiri dari elemen-elemen
sarana, prasaranan, metoda, dan anggaran. Standar proses merupakan kegiatan-
kegiatan dalam penanganan pasien seperti proses pemberian pelayanan, proses
asuhankeperawatan, waktu pelayanan, kesinambungan pelayanan. Sedangkan
yang termasuk kedalam standar output adalah indikator-indikator yang digunakan
dalam penilaian kinerja rumah sakit seperti BOR (Bed Occupancy Ratio), LOS
(Length of Stay), TOI ( Turn Over Internal), dan BTO (Bed Turn Over).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam Sistem Informasi Rumah Sakit
2011 (SIRS 6) telah menetapkan beberapa indikator yang dapat digunakan untuk
menilai efisiensi pelayanan rawat inap, yaitu : BOR, LOS, TOI dan BTO, NDR
(Net Death Rate) dan GDR ( Gross Death Rate).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja indikator mutu pelayanan asuhan keperawatan yang berkaitan
dengan pemanfaatan dan efisiensi tempat tidur rawat inap : BOR, ALOS dll?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui indikator pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan
pemanfaatan dan efesiensi tempat tidur rawat inap : BOR , ALOS dll.
BAB II

PEMBAHASAN

INDIKATOR PENILAIAN MUTU ASUHAN KEPERAWATAN

Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan
struktur, proses, dan outcome sistem pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan pelayanan
RS juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat,
mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS. Secara umum aspek penilaian meliputi
evaluasi, dokumen, instrumen, dan audit (EDIA) (Nursalam, 2014).

Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-


pendekatan yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :

1. Aspek Struktur (Input)


Masukan (input) yang meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan,
organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya
lainnya dalam fasilitas keperawatan (Wijono, 2000).
Input (masukan) adalah segala sesuatu yg dibutuhkan untuk dapat
melaksanakan sistem playanan struktur rumah sakit yang tertata dengan baik
akan menjamin mutu playanan kualitas struktur rumah sakit termasuk
komitmen, dan prosedur serta kebijakan sarana dan prasarana fasilitas dari
masing-masing komponen struktur.
2. Proses
Proses yang mentransformasi struktur (input) ke dalam hasil
(outcome). Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh
tenaga kesehatan (perawat) dan interaksinya dengan pasien (Wijono, 2000).
Proses (process) adalah langkah yang harus dilakukan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Proses dikenal dengan nama fungsi manajemen.
Pada umumnya, proses ataupun fungsi manajemen merupakan tanggung
jawab pimpinan. Pendekatan proses adalah semua metode dengan
caramenginteraksi secara professional dengan pasien. Interaksi ini diukur
antara lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit pasien, penegakkan
diagnosis, rencana tindakan pengobatan, oenanganan penyakit , dan prosedur
pengobatan.
3. Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat
terhadap pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan
kepuasan baik positif maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat
diukur dari derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan
perawatan yang telah diberikan (Wijono, 2000).
Output adalah hasil dari suatu pekerjaan manajemen yang di capai
dalam jangka pendek . Untuk manajemen kesehatan,misalnya akhir
darikegiatan pemasangan infus, output dikenal dengan nama pelayanan
kesehatan (health services),Macam pelayanan kesehatan adalah Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).
Sedangkan outcome adalah hasil yang terjadi setelah pelaksanaan
kegiatan jangka pendek misalnya plebitis setelah 3x24jam pemasangan infus
(Nursalam 2015) .
Indikator penilaian mutu pelayanan kesehatan, yaitu:
1. Indikator yang mengacu pada aspek medis
2. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS.
3. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien.
4. Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasaan pasien.

Standar Nasional
 Standart Nasional Indikator Mutu Pelayanan
Ʃ BOR 75-80%
Ʃ ALOS 1-10 hari
Ʃ TOI 1-3 hari
Ʃ BTO 5-45 hari
Ʃ NDR < 2,5%
Ʃ GDR < 3%
Ʃ ADR 1,15.000
Ʃ PODR < 1%
Ʃ POIR < 1%
Ʃ NTRR < 10%
Ʃ MDR < 0,25%
Ʃ IDR < 0,2%
Tabel 1. Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan

 Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui


tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit (Tjiptono,
2004). Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :

1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)


BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu
tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat
pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.Nilai parameter BOR yang ideal
adalah antara 60-85%.
Rumus :
(jumlah hari perawatan di rumah sakit) × 100%
(jumlah tempat tidur × jumlah hari dalam satu periode)

2. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)


ALOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini
disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat
memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis
tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih
lanjut.Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari.
Rumus :
(jumlah lama dirawat)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati)

3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)


TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari
telah diisi ke saat terisi berikutnya.Indikator ini memberikan gambaran
tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.Idealnya tempat tidur kosong
tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus :
((jumlah tempat tidur ×  Periode) −  Hari Perawatan) 
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)


BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode,
berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.Idealnya
dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus :
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
(jumlah tempat tidur)

5. NDR (Net Death Rate)


NDR adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap
1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu
pelayanan di rumah sakit.
Rumus :
Jumlah pasien mati >  48 jam      × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
6. GDR (Gross Death Rate)
GDR adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita
keluar.
Rumus :
Jumlah pasien mati seluruhnya   × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati)

1. Tujuan dari Mutu Pelayanan Asuhan Keperawatan


Terdapat 5 tahapan tujuan mutu pelayanan asuha keperawatan menurut
Nursamalam cit tribuwono (2013), yaitu :
 Tahap pertama adalah penyusunan standar atau kriteria.Dimaksudkan
agar asuhan keperawatan lebih terstruktur dan terencana berdasarkan
standar kriteria masing-masing perawat.
 Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai dengan
kriteria. Informasi disini diharapkan untuk lebih mendukung dalam
proses asuhan keperawatan dan sebagai pengukuran kualitas
pelayanan keperawatan.
 Tahap ketiga adalah identifikasi sumber informasi. Dalam memilih
informasi yang akurat diharuskan penyeleksian yang ketat dan
berkesinambungan. Beberapa informasi juga didapatkan dari pasien
itu sendiri.
 Tahap keempat adalah mengumpulkan dan menganalisa data. Perawat
dapat menyeleksi data dari pasien dan kemudian menganalisa satu-
persatu.
 Tahap kelima adalah evaluasi ulang. Dihahap ini berfungsi untuk
meminimkan kekeliruan dalam pengambilan keputusan pada asuhan
dan tidakan keperawatan.
2. Terdapat indikator penilaian mutu pelayanan kesehatan yang terdiri
dari 4 indikator yang sudah disebutkan, yang dinilai pada setiap
indikator tersebut adalah :
 Indikator mutu pelayanan medis seperti:
- Angka infeksi nosokomial.
- Kemaitan pasca bedah.
- Angka kematian kasar.
- Kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahir.
- NDR.
- ADR.
- PODR.
- POIR.
 Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS
seperti :
- Biaya perunit untuk rawat jalan.
- Jumlah penderita yang mengalami dikubitus.
- Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur.
- BOR 70-85%.
- BTO 5-45 hari/ 40-50 kali per satu tempat tidur/tahun.
-TOI 1-3 hari tempat tidur yang kosong.
- LOS 7- 10 hari.
 Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien meliputi:
- Pasien jatuh dari tempat tidur/kamar mandi.
- Pemberian obat yang salah.
- Tidak ada alat pemadam kebakaran.
- Tidak ada obat/alat emergensi.
- Tidak ada oksigen.
 Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien
meliputi :
- Jumlah keluhan pasien/ keluarga.
- Surat kaleng.
- Surat dari kotak saran.

3. Pengertian Standar Mutu Pelayanan Asuhan Keperawatan


Menurut Rowland and Rowland (1983) Standar adalah spesifikasi dari
fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan kesehatan
agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal
dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Secara luas.
4. Faktor Mutu Pelayanan Keperawatan
Menurut Nursalam (2014) kualitas mutu pelayanan keperawatan terdiri atas
beberapa faktor yaitu:
 Komunakasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication),biasanya
komunikasi dari mulut ke mulut sering dilakukan oleh masyarakat awam
yang telah mendapatkan perawatan dari sebuah instansi. Yang nantinya
akan menyebarkan berita positif apabila mereka mendapatkan perlakuan
yang baik selama di rawat atau menyampaikan berita negatif tentang mutu
pelayanan keperawatan berdasarkan pengalaman yang tidak mengenakkan.
 Kebutuhan pribadi (personal need), kebutuhan dari masing-masing pasien
bervariasi maka mutu pelayanan keperawatan juga harus menyesuaikan
berdasarkan kebutuhan pribadi pasien.
 Pengalaman masa lalu (past experience), seorang pasien akan cenderung
menilai sesuatu berdasarkan pengalaman yang pernah mereka alami.
Didalam mutu pelayanan keperawatan yang baik akan memberikan
pengalaman yang baik kepada setiap pasien, namun sebaliknya jika
seseorang pernah mengalami hal kurang baik terhadap mutu pelayanan
keperawatan maka akan melekat sampai dia mendapatkan perawatan
kembali di suatu instansi.
 Komunikasi eksternal (company’s external communication), sebagai
pemberi mutu pelayanan keperawatan juga dapat melakukan promosi
sehingga pasien akan mempercayai penuh terhadap mutu pelayanan
keperawatan di instansi tersebut.
Sedangkan menurut Triwibowo (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi mutu
pelayanan keperawatan itu sendiri meliputi 7 kriteria diantaranya:
 Mengenal kemampuan diri, seorang perawat sebelum melakukan sebuah
tindakan keperawatan kepada pasien harus mengetahui kelemahan dan
kekuatan yang ada pada diri perawat sendiri. Karena intropeksi diri yang
baik akan menghasilkan atau meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan.
 Meningkatkan kerja sama, perawat harus berkerjasama dalam melakukan
asuhan keperawatan baik dengan tim medis, teman sejawat perawat,
pasien dan keluarga pasien.
 Pengetahuan keterampilan masa kini, dimaksudkan agar perawat lebih
memiliki pengetahuan yang luas dan berfungsi dalam penyelesaian keluhan
pasien dengan cermat dan baik.
 Penyelesaian tugas, perawat merupakan anggota tim medis yang paling
dekat dengan pasien. oleh karena itu, perawat dituntut untuk mengetahui
keluhan pasien dengan mendetail dan melakukan pendokumentasian teliti
setelah melakukan asuhan.
 Pertimbangan prioritas keperawatan, seorang perawat harus mampu
melakukan penilaian dan tindakan keperawatan sesuai dengan prioritas
utama pasien.
 Evaluasi berkelanjutan, setelah melakukan perencanaan perawat juga harus
melakukan evaluasi pasien agar tindakan perawatan berjalan dengan baik,
dan perawat mampu melakukan pemantauan evaluasi secara berkelanjutan.
5. Dimensi mutu pelayanan
Lima dimensi mutu pelayanan (Service Quality), terdiri dan:
a.    Wujud nyata (tangibles) adalah wujud Iangsung yang meliputi fasilitas
fisik, yang mencakup kemutahiran peralatan yang digunakan, kondisi sarana,
kondisi SDM perusahaan dan keselarasan antara fasilitas fisik dengan jenis
jasa yang diberikan.
b.    Kehandalan (reliability) adalah aspek-aspek keandalan system pelayanan
yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi kesesuaian pelaksanaan
pelayanan dengan rencana kepedulian perusahaan kepada permasalahan yang
dialami pasien, keandalan penyampaian jasa sejak awal, ketepatan waktu
pelayanan sesuai dengan janji yang dibenikan,keakuratan penanganan.
c.    Ketanggapan (responsiveness) adalah keinginan untuk membantu dan
menyediakan jasa yang dibutuhkan konsumen. Hai ini meliputi kejelasan
informasi waktu penyampaian jasa, ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan
administrasi, kesediaan pegawai dalam membantu konsumen, keluangan
waktu pegawai dalam menanggapi permintaan pasien dengan cepat.
d.   Jaminan (assurance) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan
memberikan jaminan keamanan yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman
selama berurusan dengan karyawan, kesabaran karyawan, dan dukungan
pimpinan terhadap staf. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan
gabungan dari dimensi :
 Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan
yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan
 Kesopanan (Courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap
para karyawan
 Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan
sebagainya.
e.    Empati (empathy), berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada
konsumen yang meliputi perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi
kepada konsumen, pemahaman akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap
kepentingan, kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen. Dimensi
empati ini merupakan penggabungan dari dimensi :

1.    Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memafaatkan jasa yang


ditawarkan

2.    Komunikasi (Communication), merupakan kemapuan melaukan


komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau
memperoleh masukan dari pelanggan

3.    Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi


usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan
keinginan pelanggan Strategi mutu
A. Quality Assurance (Jaminan Mutu) 
        Quality  Assurance  mulai  digunakan  di  rumah  sakit  sejak  tahun  1960-an
implementasi  pertama  yaitu  audit  keperawatan.  Strategi  ini  merupakan program 
untuk  mendesain  standar  pelayanan  keperawatan  dan  mengevaluasi pelaksanaan
standar tersebut (Swansburg, 1999). Sedangkan menurut Wijono (2000),  Quality 
Assurance  sering  diartikan  sebagai  menjamin  mutu  atau memastikan  mutu 
karena Quality Assurance berasal  dari  kata to assure  yang artinya  meyakinkan 
orang,  mengusahakan  sebaik-baiknya,  mengamankan atau  menjaga.  Dimana 
dalam  pelaksanaannya  menggunakan  teknik-teknik seperti  inspeksi,  internal  audit 
dan  surveilan  untuk  menjaga  mutu  yang mencakup dua tujuan yaitu : organisasi
mengikuti prosedur pegangan kualitas, dan efektifitas prosedur tersebut untuk
menghasilkan hasil yang diinginkan. 
     Dengan  demikian  quality  assurance  dalam  pelayanan  keperawatan  adalah
kegiatan  menjamin  mutu    yang  berfokus  pada  proses  agar  mutu pelayanan
keperawatan  yang  diberikan  sesuai  dengan  standar.  Dimana  metode  yang
digunakan  adalah  :  audit  internal  dan  surveilan  untuk  memastikan  apakah
proses pengerjaannya (pelayanan keperawatan  yang diberikan kepada pasien) telah 
sesuai  dengan  standar  operating  procedure  (SOP);  evaluasi  proses; mengelola 
mutu;    dan  penyelesaian  masalah.  Sehingga  sebagai  suatu  sistem (input,  proses, 
outcome),  menjaga  mutu  pelayanan  keperawatan  difokuskan hanya  pada  satu 
sisi  yaitu  pada  proses  pemberian  pelayanan  keperawatan untuk menjaga mutu
pelayanan keperawatan.
B. Continuous  Quality  Improvement  (Peningkatan  Mutu  Berkelanjutan) 
        Continuous  Quality  Improvement  dalam  pelayanan  kesehatan  merupakan
perkembangan  dari  Quality  Assurance  yang  dimulai  sejak  tahun  1980-
an. Continuous  Quality  Improvement  (Peningkatan  mutu  berkelanjutan)  sering
diartikan sama dengan Total Quality Management karena semuanya mengacu pada 
kepuasan  pasien  dan  perbaikan  mutu  menyeluruh.  Namun  menurut Loughlin 
dan  Kaluzny  (1994,  dalam  Wijono  2000)  bahwa  ada  perbedaan sedikit  yaitu 
Total  Quality  Management dimaksudkan  pada  program  industri sedangkan 
Continuous  Quality  Improvement  mengacu  pada  klinis.  Wijono (2000) 
mengatakan  bahwa  Continuous  Quality  Improvement  itu  merupakan upaya
peningkatan mutu secara terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien. 
Tujuannya  adalah  untuk  meningkatkan  mutu  yang  tinggi  dalam pelayanan 
keperawatan  yang  komprehensif  dan  baik,  tidak  hanya  memenuhi harapan aturan
yang ditetapkan standar yang berlaku. 
     Pendapat  lain  dikemukakan  oleh  Shortell  dan  Kaluzny  (1994) bahwa  Quality
Improvement  merupakan  manajemen  filosofi  untuk  menghasilkan  pelayanan yang
baik. Dan Continuous Quality Improvement sebagai filosofi peningkatan mutu  yang
berkelanjutan  yaitu proses  yang dihubungkan dengan memberikan pelayanan  yang 
baik  yaitu  yang  dapat  menimbulkan  kepuasan  pelanggan (Shortell,  Bennett  & 
Byck,  1998)
     Sehingga  dapat  dikatakan  bahwa  Continuous  Quality  Improvement  dalam
pelayanan  keperawatan  adalah  upaya  untuk  meningkatkan  mutu  pelayanan
keperawatan  secara  terus  menerus  yang  memfokuskan  mutu  pada perbaikan mutu
secara keseluruhan dan kepuasan pasien. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai 
karakteristik-karakteristik  yang  dapat  mempengaruhi  mutu  dari outcome yang
ditandai dengan kepuasan pasien.
C. Total quality manajemen (TQM) 
        Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu cara
meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau
proses,  dalam  setiap  area  fungsional  dari  suatu  organisasi,  dengan menggunakan 
semua  sumber  daya  manusia  dan  modal  yang  tersedia  dan berfokus pada
kepuasan pasien dan perbaikan mutu menyeluruh

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait
dengan struktur, proses, dan outcome sistem pelayanan RS
tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji dari tingkat
pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat. Penilaian terhadap
mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :
1. Input
Masukan (input) yang meliputi sarana fisik
perlengkapan/peralatan, organisasi, manajemen, keuangan,
sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilitas
keperawatan
2. Proses
Proses yang mentransformasi struktur (input) ke dalam hasil
(outcome). Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara
profesional oleh tenaga kesehatan (perawat) dan interaksinya
dengan pasien.
3. Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan
perawat terhadap pasien.

3.2 Saran
Penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan, sehingga
masih diperlukan perbaikan-perbaikan untuk menghasilkan
makalah yang lebih baik lagi dan lengkap. Adapun saran dari
penyusun adalah perlu adanya perbaikan perbaikan tambahan
dari pembaca untuk kesempurnaan dalam pembuatan maklah
ini.
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam, 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam, 2015. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika

Tjiptono, F. 2004. Prinsip-prinsip total quality service (TQS). Yogyakarta : Andi


Press

Wijono,  D.  2000.  Manajemen  Mutu  Pelayanan  Kesehatan.  Teori,  Strategi  dan 
Aplikasi. Volume.1. Cetakan Kedua.Surabaya : Airlangga University

Nursalam, 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai