Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MANAJEMEN FARMASI RUMAH SAKIT

PENERAPAN MANAGEMEN FARMASI RUMAH SAKIT PADA KASUS BIPOLAR

Dosen Pengampu : Apt. Azies Ismunandar, S.Farm., MM

Disusn oleh : Kelompok 4

Deden Mulya Prayoga 180105020


Dhina Isro Insani 180105021
Dimas Setiyono 180105024
Faaizani Putri 180105030
Fitria Kusumaningsih 180105035
Imroatun Nafingah 180105041
Riska Fitria Ningsih 180105088
Octavianing Yosephine 180105076
Nina Dwi Stiyani- 180105070
Pardilah Setiani 180105077

PRODI S1 FARMASI
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HAT\RAPAN BANGSA PURWOKERTO
2020
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Gangguan bipolar, atau dikenal juga dengan manic-depressive illness, adalah


gangguan sistem saraf yang menyebabkan perubahan yang ekstrem atau tidak biasa
pada perasaan, energi, tingkat aktivitas, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan
harian. Gangguan bipolar merupakan gangguan suasana perasaan yang ditandai
dengan adanya deviasi atau penyimpangan yang sangat besar pada mood atau
perasaan (Durand &Barlow 2006).
Pada mulanya rumah sakit hanya dianggap sebagai suatu tempat penderita atau
pasien ditangani, namun sekarang rumah sakit dianggap sebagai suatu lembaga yang
giat memperluas pelayanannya kepada penderita atau pasien. Misalnya rumah sakit
memberikan layanan kepada penderita rawat inap dan ambulatory didalam rumah
sakit itu sendiri, di klinik, ruang gawat darurat, sentra pelayanan darurat, praktek
dokter di rumah sakit, pelayanan dalam puskesmas, dalam klinik komunitas, dan
dalam fasilitas pelayanan yang diperluas seperti rumah rawatan, serta di rumah
penderita yang memerlukan layanan perawatan kesehatan (Siregar & Amalia 2003).
Sebagai tenaga profesional, Apoteker hendaknya berperan dalam
membantuupaya pemerintah dalam menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat
danmandiri. Gangguan depresif termasuk gangguan yang cukup banyak
dideritamasyarakat Indonesia, jenisnya beragam dan membutuhkan penanganan
yangberbeda. Peran serta Apoteker didasari dengan pengetahuan dan kompetensi
yangdimiliki Apoteker terutama terkait dengan obat-obatan yang digunakan dan hal-
halyang harus dihindari oleh penderita gangguan depresif.

I.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana pengertian dari penyakit/gangguan bipolar ?


b. Bagaimana patofisiologi, manifestasi klinik dan etiloginya ?
c. Bagaimana penerapan managemen farmasi terhadap pasien gangguan bipolar ?
d. Bagaimana peran apoteker dalam managemen faramsi terhadap pasien gangguan
bipolar?
1.3 Tujuan

a. Dapat mengetahui pengertian dari penyakit/ gangguan bipolar.


b. Dapat mnegtahui patofisiologi, manifestasi klinik dan etiloginya.
c. Dapat mengetahui penerapan managemen farmasi terhadap kasus bipolar.
d. Dapat mengetahui peran apoteker pada managemen farmasi terhadap kasus bipolar.
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 PENYAKIT BIPOLAR

1. Pengertian Bipolar
Gangguan bipolar, atau dikenal juga dengan manic-depressive illness, adalah
gangguan sistem saraf yang menyebabkan perubahan yang ekstrem atau tidak biasa
pada perasaan, energi, tingkat aktivitas, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan
harian. Gangguan bipolar merupakan gangguan suasana perasaan yang ditandai
dengan adanya deviasi atau penyimpangan yang sangat besar pada mood atau
perasaan (Durand &Barlow 2006).
Gangguan ini ditandai dengan satu atau lebih episode mania atau hipomania,
dan terkadang diikuti dengan satu atau lebih episode depresif. Suasana perasaan
pasien dengan gangguan bipolar dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub
(bipolar) yang berlawanan yaitu kutub kebahagiaan (mania) dan kutub kesedihan
(depresi) yang berlebihan tanpa pola dan waktu yang pasti (Durand &Barlow 2006).
Gangguan bipolar dan gangguan lain yang terkait dipisahkan dari gangguan
depresi dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V (APA 2013).
DSM V mengklasifikasikan gangguan bipolar menjadi:
a. Bipolar I mewakili pemahaman klasik mengenai manic-depressive disorder
dimana pasien dengan kategori ini mengalami satu atau lebih episode mania serta
episode depresi berat dalam hidup mereka.
b. Bipolar II terjadi setidaknya satu episode depresi berat dan satu episode
hipomania dalam seumur hidup. Siklotimik (cyclothymic) ditandai dengan
mengalami episode hipomania dan depresi tanpa memenuhi kriteria untuk episode
mania, hipomania, dan depresi berat. Terjadi setidaknya dalam 2 tahun untuk
orang dewasa, dan satu tahun penuh pada anak-anak. Bipolar yang diinduksi oleh
substansi kimia atau obat-obatan. Sejumlah besar zat kimia yang disalahgunakan
maupun obat yang diresepkan dapat dikaitkan dengan gejala yang mirip dengan
episode mania. Bipolar yang terkait kondisi medis lain. Kondisi medis lain yang
dapat dikaitkan dengan gejala serupa gangguan bipolar (APA 2013).

Other Specified Bipolar and Related Disorder berlaku untuk gejala yang
dikarakterisasi sebagai gangguan bipolar dan ditandai dengan kesedihan yang
signifikan secara klinis, penurunan fungsi sosial, pekerjaan serta aspek-aspek lain
yang penting. Kategori ini digunakan oleh dokter untuk mengklasifikasi gangguan
yang serupa namun tidak memenuhi kriteria bipolar dan gangguan terkait (APA
2013).
Other Unspecified Bipolar and Related Disorder berlaku untuk gejala yang
dikarakterisasi sebagai gangguan bipolar dan ditandai dengan kesedihan yang
signifikan secara klinis, penurunan fungsi sosial, pekerjaan serta aspek-aspek
penting lain. Kategori ini digunakan oleh dokter untuk mengklasifikasi gangguan
yang tidak memenuhi satupun kriteria bipolar, namun memiliki informasi lain
yang cukup untuk membuat diagnosis yang lebih spesifik. Definisi dari gangguan
bipolar adalah gangguan mood yang ditandai dengan adanya frustasi dari energi
dan perilaku. Gangguan ini bersifat siklis. DSM-5 mengelompokkan bipolar
menjadi beberapa tipe, yaitu bipolar tipe I, bipolar tipe II, gangguan siklotimik,
bipolar karena diinduksi obat atau substansi lain, bipolar karena kondisi medis
tertentu, bipolar tidak spesifik dan bipolar yang spesifik lainnya (Wells dkk 2009).
Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang ditunjukkan adanya gejala
halusinasi, delusi serta terdapat gangguan dalam berbicara dan berperilaku. Pasien
yang menderita gangguan psikotik ini akan sulit untuk membedakan kondisi yang
nyata dan kondisi yang tidak benar-benar terjadi (imajinasi). Gejala gangguan
psikotik bisa dialami oleh penderita gangguan bipolar, depresi, psikosis yang
diinduksi dengan penggunaan obat dan skizofrenia. Episode psikotik ini dibagi
menjadi 3 fase, yaitu prodrome, fase akut dan fase recovery (Castle & Tan 2013).
2. Epidemiologi
Secara umum gangguan bipolar dikategorikan ke dalam gangguan bipolar I,
bipolar II, dan not otherwise specified (NOS). Sejumlah besar penelitian epidemiologi
telah melihat gangguan bipolar dari semua jenis (bipolar I dan bipolar II), mencakup
semua kondisi klinis yang berkaitan dengan gangguan ini (Crabtree & Faulkner
2008).
Prevalensi seumur hidup gangguan bipolar I diperkirakan antara 0,3% - 2,4%.
Sedangkan untuk gangguan bipolar II berkisar 3% - 6,5%. Gangguan bipolar I
mempengaruhi pria dan wanita dengan porsi yang sama banyak, sedangkan bipolar II
lebih banyak terjadi pada wanita (Drayton & Weinstein 2008).
Bipolar seringkali muncul pada akhir remaja atau awal dewasa. Sedikitnya
setengah dari keseluruhan kasus terjadi pada usia 25 tahun. Usia rata-rata onset
gangguan bipolar terjadi pada 20 tahun, meskipun onset dapat pula terjadi pada awal
masa anak-anak hingga pertengahan usia 40 tahun. Apabila gangguan bipolar muncul
pada usia di atas 60 tahun, kemungkinan besar dapat menyebabkan munculnya
gangguan atau penyakit lain. Onset yang terlalu cepat juga dapat menimbulkan
penyakit penyerta yang lebih besar, episode mood yang lebih banyak, waktu depresi
lebih lama, dan risiko percobaan bunuh diri yang lebih besar bila dibandingkan
dengan onset gangguan bipolar yang muncul terlambat (Crabtree & Faulkner 2008).
3. Etiologi
Penyebab dari gangguan bipolar belum diketahui secara pasti. Gangguan
bipolar dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat meningkatkan ekspresi gen dan
menyebabkan abnormalitas neurochemical pada pasien gangguan bipolar. Genetik
merupakan faktor yang paling umum diketahui sebagai penyebab gangguan bipolar.
Seseorang yang lahir dari keluarga yang memiliki riwayat gangguan bipolar berisiko
80% - 90% terhadap gangguan ini. Prevalensi gangguan bipolar sebesar 5% - 10%
terjadi pada keluarga derajat pertama (Crabtree & Faulkner 2003).
Faktor fisiologis Depresi disebabkan oleh penurunan kadar norepinefrin dan
epinefrin, sedangkan peningkatan kadar keduanya dapat menyebabkan mania (Ikawati
2011). Serotonin merupakan neurotransmitter yang paling sering dihubungkan dengan
keadaan depresi. Dimana penurunan kadar serotonin di cairan serebrospinal
menyebabkan depresi (Ikawati 2011).
Faktor lingkungan Faktor eksternal lingkungan dan psikologis juga diyakini
berperan dalam pengembangan gangguan bipolar. Faktor eksternal ini disebut sebagai
faktor pemicu. Pemicu dapat memulai episode baru mania atau depresi serta membuat
gejala yang ada semakin memburuk, namun banyak episode gangguan bipolar terjadi
tanpa pemicu yang jelas. Salah satu faktor eksternal yang utama adalah stress.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa peristiwa yang menyebabkan stress sering
mendahului episode pertama serta dapat memperpanjang waktu pemulihan gangguan
mood (Drayton & Weinstein 2008).
4. Tanda dan gejala klinik
Secara umum gangguan bipolar dibagi menjadi dua yaitu bipolar I dan bipolar
II. Bipolar I ditandai dengan munculnya episode mania dan depresi, Sedangkan
bipolar II ditandai dengan episode hipomania dan depresi (Lubis 2009).
Gejala yang muncul pada pasien dengan gangguan bipolar berbeda untuk
masing-masing individu. Gejala bervariasi dalam pola, frekuensi, dan keparahan.
Beberapa orang lebih rentan terhadap episode mania atau depresi, sementara individu
lain bergantian sama antara kedua episode. Pasien gangguan bipolar dapat mengalami
episode hipomania, mania, depresi, episode campuran, dan atau mengalami stress akut
(Crabtree & Faulkner 2008).
Seseorang dapat mengalami gejala-gejala mania tetapi pada saat yang sama
juga merasa agak depresi atau cemas. Kombinasi ini disebut mixed manic episode
(episode mania campuran) atau dysphoric manic episode (episode mania disforik).
Pasien biasanya mengalami gejala-gejala mania seperti kehilangan kontrol atau
berbahaya dan menjadi cemas atau depresi atas ketidakmampuannya untuk
mengontrol diri (Durand & Barlow 2006).
Berikut adalah tanda dan gejala gangguan bipolar menurut National Institute of
Mental Health (NIMH 2012) :
a. Gejala episode mania perubahan suasana perasaan, meliputi: perasaan sangat
“tinggi” yang berlebihan dan berlangsung lama, iritabilitas yang ekstrem.
b. Perubahan perilaku, meliputi: berbicara sangat cepat, ide yang melompat-lompat,
serta pemikiran yang liar, pikiran menjadi kacau dan tidak wajar, meningkatnya
aktivitas, gelisah berlebihan, tidak merasakan lelah, memiliki kepercayaan yang
tidak realistis terhadap kemampuannya, bertindak sesuai kehendak dan tertarik
pada sesuatu yang menyenangkan.
c. Gejala episode depresi perubahan suasana perasaan, meliputi: merasa sangat sedih
dan putus asa yang berlebihan dan berlangsung lama, kehilangan ketertarikan
pada sesuatu yang menyenangkan.
d. Perubahan perilaku, meliputi: merasa sangat mudah lelah, bermasalah dengan
konsentrasi, mengingat, dan membuat keputusan, kurang istirahat dan mudah
marah, perubahan pola makan, tidur dan kebiasaan lain, berpikir untuk mati atau
bunuh diri.

II.2 PENERAPAN MANAGEMEN FARMASI RUMAH SAKIT

Pada mulanya rumah sakit hanya dianggap sebagai suatu tempat penderita atau
pasien ditangani, namun sekarang rumah sakit dianggap sebagai suatu lembaga yang
giat memperluas pelayanannya kepada penderita atau pasien. Misalnya rumah sakit
memberikan layanan kepada penderita rawat inap dan ambulatory didalam rumah
sakit itu sendiri, di klinik, ruang gawat darurat, sentra pelayanan darurat, praktek
dokter di rumah sakit, pelayanan dalam puskesmas, dalam klinik komunitas, dan
dalam fasilitas pelayanan yang diperluas seperti rumah rawatan, serta di rumah
penderita yang memerlukan layanan perawatan kesehatan (Siregar & Amalia 2003).

Secara prinsip, Pharmaceutical Care atau pelayanan kefarmasian terdiri dari


beberapa tahap yang harus dilaksanakan secara berurutan:

1. Penyusunan Informasi Dasar Atau Database Penderita


2. Evaluasi
3. Penyusunan RPK
4. Implementasi RPK
5. Implementasi Monitoring dan Konseling
6. Tindak Lanjut

II.2.1 . Penyusunan Informasi Dasar Atau Database  Penderita

Penyusunan database dilakukan dengan menyalin nama, umur, berat


badanpenderita serta terapi yang diberikan yang tertera pada resep atau
rekammedik (medical record). Mengenai masalah medis (diagnosis, gejala),
apotekermelakukan pengkajian dan menyusun perkiraan masalah yang mungkin
timbulpada penderita dari terapi yang diberikan. Masalah tersebut selanjutnya
dikonfirmasikan ulang kepada penderita atau keluarga dan dokter bila perlu.Yang
perlu ditanyakan pada penderita - keluarga adalah :

Obat yang digunakan saat ini

 Obat yang dipakai untuk jangka panjang
 Kemajuan terapi
 Obat yang sama harus diteruskan kecuali diputuskan lain oleh dokter
 Obat tidak boleh dihentikan tanpa sepengetahuan dokter
 Jika suatu obat tidak efektif, dapat dicoba obat yang lain
 Evaluasi ulang sangat penting untuk beberapa bulan berikutnya
 Riwayat penyakit
 Pengalaman Reaksi Obat yang Tidak Diharapkan (ROTD)

Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi munculnya efek samping dan efekyang
disebabkan masalah terapi obat lainnya, serta untuk membantu pemilihan obat.
II.2.2 Evaluasi Atau Pengkajian ( Assessment).

Tujuan yang ingin dicapai dari tahap ini adalah identifikasi masalah yang
berkaitan dengan terapi obat. Pelaksanaan pengkajian dilakukan dengan
membandingkan data rekam medik, terapi, dan data base yang telah
disusun,kemudian dikaitkan dengan pengetahuan tentang farmakoterapi,
farmakologidan ilmu pengetahuan lain yang berkaitan. Tujuan yang ingin dicapai
dari tahap ini adalah identifikasi masalah yang berkaitan dengan terapi obat.
Pelaksanaan pengkajian dilakukan dengan membandingkan data rekammedik,
terapi, dan database yang telah disusun, kemudian dikaitkan dengan pengetahuan
tentang farmakoterapi, farmakologi dan ilmu pengetahuan lainyang berkaitan.Kaji
apakah penderita memakai/minum obat-obat yang depresogenik (contoh:steroid
narkotik, sedatif/hipnotik, benzodiazepin, antihipertensi, histamin-2antagonis, beta-
bloker, antipsikotik, imunosupresif, sitotoksik).

II.2.3  Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK).

1) Rekomendasi terapi

 Apabila di dalam pengkajian resep ditemukan masalah terkait obat (MTO)ma
ka dibuat rekomendasi terapi yang berisi saran tentangpemilihan/penggantian obat,
perubahan dosis, interval dan bentuk sediaan.

a. Lama Terapi Antidepresan


b. Fase Terapi Akut : 3 bulan
c. Fase Terapi Lanjutan : 4-9 bulan
d. Fase Terapi Rumatan : bervariasi
 Terapi akut dan lanjutan dianjurkan untuk semua penderita dengangangguan
depresif mayor (misal lama terapi = 7 bulan)
 Keputusan untuk memberikan terapi rumatan didasarkan pada:
o Jumlah episode sebelumnya
o Beratnya episode sebelumnya
o Riwayat gangguan depresif pada keluarga
o Usia penderita (prognosis memburuk bila lansia)
o Respon terhadap antidepresan- Menetapnya stresor (pencetus) lingkungan
 Terapi rumatan dianjurkan bila ada salah satu dari kriteria berikut :
1. Tiga atau lebih episode depresif sebelumnya (tanpa memperhatikanusia)
2. Dua atau lebih episode sebelumnya dan usia lebih dari 50 tahun
3. Satu atau lebih dan usia lebih dari 60 tahun.

II.2.4 Rencana Monitoring

Rencana monitoring terapi obat meliputi:

a. Monitoring efektivitas terapi.
Monitoring terapi obat pada gangguan depresif dilakukan denganmemantau tanda
dan gejala klinis. Apoteker perlu memperhatikankepatuhan penderita dalam
menggunakan obat dan mengetahui alasanketidakpatuhan penderita. Penderita
dirujuk ke dokter (psikiater) apabilamenunjukkan gejala-gejala psikosis atau
pikiran bunuh diri; penderita tidak berespon terhadap satu atau dua pengobatan
yang adekuat; ataugejala memburuk.
b. Monitoring Reaksi Obat Tidak Dikehendaki (ROTD)
Meliputi efek samping obat, alergi dan interaksi obat. Pelaksanaanmonitoring
terapi obat bagi penderita rawat jalan memiliki keterbatasanbila dibandingkan
dengan penderita rawat inap, antara lain kesulitan untuk mengikuti perkembangan
penderita. Metode yang digunakan antara lain adalah monitoring melalui telepon
baik apoteker yangmenghubungi maupun sebaliknya, penderita melaporkan
melalui telepontentang kejadian yang tidak diharapkan kepada apoteker.
Khususnyadalam memonitor terjadinya ROTD, perlu disampaikan ROTD yang
potensial akan terjadi serta memiliki signifikansi secara klinik dalamkonseling
kepada penderita. Selain itu penderita/keluarga dihimbau untukmelaporkan
kejadian yang dicurigai ROTD kepada apoteker. Selanjutnyaapoteker dapat
menyusun rekomendasi terkait ROTD tersebut untukditeruskan kepada dokter
yang bersangkutan.
c. Monitoring ketaatanUntuk memastikan kalau penderita tidak responsif terhadap
terapi, harusdipastikan dahulu apakah penderita :
 Taat
 Mendapatkan dosis yang cukup untuk periode yang cukup
 Bila minum antidepresan trisiklik, sebaiknya diperiksa kadar obatdalam
serum, terutama pada lanjut usia, dan penderita yang minumobat lain yang
dapat merubah farmakokinetik TCA

II.2.5 Rencana Konseling

Rencana konseling memuat pokok-pokok materi konseling yang akan


disampaikan.Tujuan pemberian konseling kepada penderita adalah untuk mengetahui
sejauh mana pengetahuan dan kemampuan penderita dalam menjalani pengobatannya
serta untuk memantau perkembangan terapi yang dijalanipenderita. Ada tiga
pertanyaan utama (Three Prime Questions) yangdapat digunakan oleh Apoteker
dalam membuka sesi konseling yang disampaikan kepada penderita atau keluarganya.
Pertanyaan tersebutadalah sebagai berikut:

1. Apa yang telah diinformasikan oleh dokter tentang obat anda?\

2. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat anda?

3. Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat anda?

Pengajuan ketiga pertanyaan di atas dilakukan dengan tujuan agar tidakterjadi


pemberian informasi berulang atau yang bertentangan denganinformasi yang telah
disampaikan oleh dokter, untuk menggalipemahaman penderita mengenai terapinya
dan memberikan edukasiyang tepat pada penderita dan keluarganya.Konseling
seyogyanya dapat dilakukan secara berkesinambungan dansekaligus berfungsi sebagai
proses pemantauan.

1. Bagaimana penjelasan dokter tentang obat anda ?
Perlu dipastikan bahwa kegunaan obat ini untuk apa?
Obat antidepresan juga dapat digunakan untuk hal lain : misalnya mengatasinyeri
pada neuropati. Apabila untuk mengatasi depresi, perlu digali seberapa jauh
penderita/keluarga memahaminya. Konseling yang dapat diberikan diantaranya :
 Depresi bukan merupakan suatu kelemahan karakter
 Antidepresan mempunyai efektivitas yang sama2
2.  Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat anda?
Antidepresan sebaiknya diminum pada waktu yang sama setiap hari. Hal ini perlu
ditekankan pada setiap kali pertemuan. Antidepresan harus diminum minimal 6-9
bulan, sesuai saran dokter. Antidepresan diteruskan diminum, walaupunn sudah
merasa nyaman. Jangan hentikan tanpa konsultasi dokter. Antidepresan bukan
senyawa adiktif.
3. Bagaimana penjelasan dokter tentang harapan setelah minumobat anda ?
Sebagian besar penderita yang menggunakan antidepresan akan mengalami efek
samping. Respon terhadap antidepresan tertunda,umumnya baru muncul 2 – 6
minggu kemudian. Sedangkan ADR kemungkinannya muncul lebih awal. Pada 3
bulan pertama bisa muncul episode keinginan bunuh diri.
Contoh Konseling Untuk Penderita Gangguan Depresif 

A. Penderita Rawat Inap


Tujuan Konseling :
 untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuanpenderita
dalam menggunakan obat antidepresan.
 untuk monitoring kepatuhan penggunaan obat.
 untuk monitoring efektifitas penggunaan obat.
 untuk monitoring efek yang merugikan/reaksi obat yang tidak diharapkan :
misal alergi.

Metoda Konseling : BED SIDE COUNSELING

  Tahapan-tahapan konseling :

1. Memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan konseling.


2. Menanyakan kepada keluarga yang mendampingi apakah penderitamau
minum obat?
3. Apa yang dirasakan selama minum obat tersebut ?
4. Berikan penjelasan bahwa semua obat antidepresan ada efeksamping,
sesuaikan dengan jenis dan golongan obat yang dikonsumsi.
5. Jelaskan bahwa obat harus diminum minimal 6 - 9 bulan dimanapada 3
bulan pertama ada episode keinginan untuk bunuh diri, jadi harus ada
pengawas minum obat dan dibutuhkan kepatuhan minum obat dan
pengawal penderita.

 B. Penderita Rawat Jalan :Tujuan Konseling :

 untuk edukasi penderita dan keluarganya.
 untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuanpenderita dan
keluarga dalam menggunakan obat.
 untuk monitoring kepatuhan penggunaan obat.
 untuk monitoring efektifitas obat.

Metoda Konseling : VERBAL INTERAKTIF

 Tahap-tahap konseling :

1. Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan konseling.
2. Menanyakan dengan teknik prime question :
 apa yang dokter katakan mengenai kegunaan obat ini
 apa yang dokter katakan tentang cara penggunaan obat ini
 berapa kali sehari anda gunakan obat ini
 apakah ada masalah yang dirasakan selama menggunakan obatini
3. Menanyakan apakah ada pengalaman penggunaan obat lain
yangpernah diminum? Tujuannya untuk menggali informasi bila ada
riwayat alergi terhadap obat – obat tertentu.
4. Menanyakan apakah ada penyakit lain yang diderita?
5. Menanyakan apakah ada obat lain yang
saat inidigunakan/dikonsumsi?
6. Berikan penjelasan edukatif ke penderita dan keluarganya, misal :
 Depresi bukan merupakan suatu kelemahan karakter,
 Seluruh obat antidepresan sama-sama efektif,
 Sebagian besar penderita yang menggunakan antidepresan akan
mengalami efek samping,
 Antidepresan sebaiknya diminum pada waktu
yang sama setiaphari, Pada penggunaan obat antidepresan, efek
yang diharapkan munculnya belakangan, sedangkan efek yang
tidak diinginkan akan muncul lebih dulu. Pada umumnya efek
yang yangdiharapkan baru akan muncul 2 – 4 minggu
kemudian.
 Obat harus diminum minimal 6 – 9 bulan, pada 3 bulan pertama
ada episode keinginan bunuh diri.
 Obat tidak menyebabkan ketergantungan
.Dari semua konseling baik untuk penderita rawat jalan maupun
rawat inap, harus didokumentasikan untuk bukti kegiatan.

D. Implementasi RPK.

Kegiatan ini merupakan upaya melaksanakan Rencana Pelayanan Kefarmasian


(RPK) yang sudah disusun. Rekomendasi terapi yang sudah disusun dalamRPK,
selanjutnya dikomunikasikan kepada dokter penulis resep. Metode penyampaian
dapat dipilih antara berbicara langsung atau melalui telepon.Komunikasi antar profesi
memerlukan teknik dan cara tersendiri yang dapat dipelajari dan dikembangkan
berdasarkan pengalaman.

E. Implementasi Monitoring & Konseling

Implementasi rencana monitoring adalah dengan melaksanakan monitoring


terapi obat dengan metode seperti yang sudah disebutkan di atas. Demikian pula
implementasi rencana konseling dilaksanakan dengan konseling kepada penderita atau
keluarga.

F. Tindak Lanjut

Tindak lanjut merupakan kegiatan yang menjamin kesinambungan pelayanan


kefarmasian sampai penderita dinyatakan sembuh atau tertatalaksana dengan baik.
Kegiatan yang dilakukan dapat berupa pemantauan perkembangan penderita baik
perkembangan kondisi klinik maupun perkembangan terapi obatdalam rangka
mengidentifikasi ada atau tidaknya masalah terapi obat (MTO)yang baru. Bila
ditemukan MTO baru, maka selanjutnya apoteker menyusun atau memodifikasi
RPK.Kegiatan lain yang dilakukan dalam tindak lanjut adalah memantau hasil dari
rekomendasi yang diberikan. Hal ini sangat penting bagi apoteker dalam menilai
ketepatan rekomendasi yang diberikan. Kegiatan tindak lanjut memang lebih sulit
ilaksanakan di lingkup farmasi komunitas, kecuali penderita kembali ke apotekyang
sama, apoteker secara aktif menghubungi penderita ata penderita menghubungi
apoteker melalui telepon.

II.2.6 Peran Apoteker

Sebagai tenaga profesional, Apoteker hendaknya berperan dalam


membantuupaya pemerintah dalam menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat dan
mandiri. Gangguan depresif termasuk gangguan yang cukup banyak
dideritamasyarakat Indonesia, jenisnya beragam dan membutuhkan penanganan
yangberbeda. Peran serta Apoteker didasari dengan pengetahuan dan kompetensi yang
dimiliki Apoteker terutama terkait dengan obat-obatan yang digunakan dan hal-hal
yang harus dihindari oleh penderita gangguan depresif.
Edukasi pada Penderita

Tujuh hal yang perlu diketahui berkaitan dengan gangguan depresif

a. Gangguan depresif bukan cacat kepribadian atau kelemahan karakter


Gangguan depresif dikaitkan dengan suatu ketidakseimbangan kimiawi
dalamsistem saraf yang dengan mudah diobati dengan antidepresan dan
pemberiankonseling. Penderita dan keluarga perlu diberi edukasi untuk
mengenali tanda-tanda dini gangguan depresif.
b. Semua antidepresan efektivitasnya sama
Kurang lebih 65% penderita menerima terapi antidepresan memberikan
responyang bermanfaat. Efek perbaikan akan tampak biasanya 2-3
minggu.Target pengobatan adalah menjadi sehat kembali (100%) dan
mempertahankan tetap sehat. Angka kekambuhan sangat tinggi 50% dari orang
yang mengalami satuepisode depresif.
c. Sebagian besar penderita yang menerima antidepresan akan mengalamiefek
samping pada permulaan terapi.Umumnya efek samping yang timbul itu tidak
berbahaya dan biasanya akanmenghilang dalam waktu 7-10 hari.
d. Antidepresan sebaiknya diminum pada waktu yang sama setiap hari.Hal ini
mempermudah untuk mengingat kapan harus minum obat dan
jugameminimalkan efek samping.
e. Respon terhadap antidepresan tertunda
Umumnya baru muncul 2 – 6 minggu kemudian. Sedangkan
ROTDkemungkinannya muncul lebih awal. Hal ini perlu ditekankan pada setiap
kali konseling
f. Antidepresan harus diminum sekurang-kurangnya 6 - 9 bulan
Studi menunjukkan bahwa penderita yang menghentikan terapi selama 6
bulanpertama lebih mungkin terjadi depresi lagi walapun semula
tampakkeadaannya lebih baik. Pada 3 bulan pertama bisa muncul episode
keinginan bunuh diri
g. Antidepresan bukan senyawa adiktif
Antidepresan dapat memperbaiki mood  penderita tetapi tidak bertindaksebagai
stimulan dan tidak terkait dengan craving   atau penyalahgunaan obat.Namun
bila antidepresan dihentikan dengan tiba-tiba akan terjadi reaksi withdrawl.

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan

III.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

MASIH BELUM YAAA,, TOLONG DILANJUTIN YAA MANTEMAN.. 

Anda mungkin juga menyukai