Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

STASE MUSKULOSKELETAL

RSD MANGUSADA BADUNG

OLEH :

I WAYAN SUANTARA DINATA (1902631013)

DESAK NYMAN PUSPA INDAH SARASWATI (1902631036)

NI NYOMAN MELANI KARANG (1902631045)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
FRAKTUR
a. Definisi Fraktur
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan lempeng
pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma maupun non trauma serta kontinuitas
tulang yang terputus tergantung jenis dan luasnya, akibat daripada stress yang besar
melebihi tahap absorbsi tulang.
b. Etiologi Fraktur
1. Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh : 1.) Cedera langsung berarti
cedera langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Cedera ini
biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. 2.)
Cedera tidak langsung berarti cedera yang berada jauh dari lokasi benturan, misalnya
jatuh dengan tangan berjulur. 3.) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang
mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologi
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur, seperti : 1.) Tumor tulang (jinak atau ganas), yaitu
pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali atau progresif. 2.) Infeksi seperti
mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai
salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri. 3.) Rakhitis, suatu penyakit
tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D. 4.) Stress tulang seperti pada
penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
3. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka.
c. Manifestasi klinik
Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan
perubahan warna. Nyeri biasanya akan terjadi terus menerus dan bertambah berat
sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang. Setelah kejadian fraktur, bagian bagian ekstrimitas yang terkena tidak dapat
digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran
fragmen pada fraktur ini terutama pada lengan dan tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya
dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot. Saat
ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
d. Klasifikasi fraktur
I. Fragmen Tulang Terpisah
1. Fraktur komplit yaitu tulang terpisah menjadi dua fragmen atau lebih.
Patahan fraktur yang dilihat secara radiologi dapat membantu untuk
memprediksi tindakan yang harus dilakukan setelah melakukan reduksi.
Jenis fraktur komplit diantaranya
a. Fraktur transversal adalah fraktur yang memotong lurus pada tulang.
b. Fraktur spiral merupakan fraktur yang mengelilingi lengan/ tungkai pada
tulang
c. Fraktur oblik adalah patahnya miring membentuk sudut.
d. Fraktur kominutif adalah fraktur pecahnya tulang ke beberapa bagian

2. Fraktur inkomplit adalah tulang tidak terbagi seutuhnya dan terdapat


kontinuitas periosteum. Jenis fraktur diantaranya
a. Fraktur buckle atau torus
b. Fraktur greenstick (anak-anak),satu sisi tulang retak, sisi lainnya
bengkok
c. Fraktur kompresi tulang terdorong kearah tulang lain.
II. Perubahan struktural
A. Translasi adalah displacement ke samping, depan atau belakang
B. Angulasi adalah sudut fragmen dengan bagian proksimal berubah
C. Rotasi adalah berlaku perputaran tulang yaitu deformitas rotasional
pada bagian distal
D. Panjang - fragmen tulang menjauh atau memendek akibat dari spasme
otot
III. Fraktur terbuka dan tertutup
A. Fraktur tertutup adalah fraktur dengan kulit yang tidak tembus oleh
fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan. Dibagi menjadi
Grade 0
Minimal kerusakan jaringan lunak,cedera tidak langsung pada anggota
badan (torsi),pola fraktur sederhana
Grade 1
Abrasi atau kontusi superfisial, pola fraktur ringan
Grade 2
Abrasi mendalam, kulit atau otot, pola patah tulang yang parah, trauma
langsung pada anggota badan
Grade 3
Kontaminasi kulit yang ekstensif atau luka bakar, kerusakan parah
pada otot yang mendasarinya, sindrom kompartemen, avulsi subkutan
B. Fraktur Terbuka (compound Fraktur), adalah fraktur dengan kulit
ekstremitas yang terlibat telah ditembus, dan terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibagi enjadi 3 yaitu
 Tipe I: luka bersih dan kecil
 Tipe II: luka bersih dan kecil 1cm, remuk dan kominuon yang
sedang.
 Tipe III: laserasi luas, kerosakan kulit hingga vaskuler
IIIA: laserasi luas, tulang masih tertutup dengan
jaringan lunak
IIIB: periosteal stripping ekstensif, fraktur tidak tertutup
tanpa flap
IIIC: cedera arteri yang memerlukan penangannan
khusus, dengan atau tanpa cedera jaringan lunak
e. Penyembuhan Fraktur
Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang yaitu
1. Inflamasi
Respons tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons apabila ada
cedera di bagian tubuh lain. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan
hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan
dalam jaringan yang cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah
tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya
pasokan darah terjadi hipoksia dan inflamasi dan mempromosikan pembelahan
sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai penyembuhan.
2. Proliferasi sel
Dalam waktu 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-
benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast
(berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan
kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang.
Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum,
tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh
gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang
berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh
menunjukkan potensial elektronegatif. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2
– 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 – 8.
3. Osifikasi / pembentukan kalus
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk
jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau
umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Pertumbuhan jaringan
berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah
sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan
fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume
dibutuhkan untuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan
jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat
minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan
fibrous. Secara klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan.
4. Remodelling
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk
yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus
menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang
tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali
pada ukuran semula. Ketika remodeling telah sempurna, muatan permukaan
pada tulang tidak lagi negatif. Proses penyembuhan tulang dapat dipantau
dengan pemeriksaan sinar X. Imobilisasi harus memadai sampai tanda-tanda
adanya kalus tampak pada gambaran sinar X.

FRAKTUR CLAVICULA
Fraktur clavicula adalah cedera yang sering terjadi terutama pada usia muda dan individu
yang aktif. Insidensinya sekitar 2.6% dari semua fraktur. Kejadian dari fraktur ini adalah
sebesar 70 % dan didominasi oleh pria. Fraktur clavicula merupakan salah satu cedera tulang
yang paling sering dan jarang memerlukan reduksi terbuka.
A. Anatomi
1. Anatomi tulang clavicula
Tulang clavicula relatif tipis, bagian paling lebar adalah sisi medial dan lateral
tempatnya berartikulasi dengan sternum dan akromion. Tulang ini mempunyai dua
lengkungan: yang lebih besar adalah bagian koronal yang memberi bentuk huruf S
(konveks anterior sisi medial dan konkaf anterior sisi lateral).
Bentuk topografik anatomi dari clavicula ini diperlukan untuk menentukan
implan yang akan digunakan dengan tepat. Pada bagian diafisis yang tipis yang
merupakan tulang kortikal yang keras, implan yang digunakan adalah cortical screw;
sedangkan untuk sisi medial dan lateral yang merupakan tulang cancellous yang lebih
lunak, digunakan larger pitch cancellous screws yang dapat diinsersi tanpa tapping.
2. Anatomi Otot dari Clavicula
Clavicula tidak sepenting scapula dalam hal origo otot, namun merupakan
insersio dari beberapa otot besar. Di sisi medial, otot pektoralis mayor berorigo di
shaft clavicula anteroinferior, dan otot sternokleidomastoideus berorigo di bagian
superiornya. Origo pektoralis dan origo anterior deltoid bergabung di bagian lateral,
sementara insersi trapezius bergabung dengan origo deltoid.
Insersio otot memegang peranan yang signifikan terhadap terjadinya
deformitas setelah fraktur: fragmen medial clavicula terangkat oleh tarikan otot
sternokleidomastoideus, sedangkan fragmen distal tertarik ke bawah oleh deltoid, dan
ke medial oleh pektoralis mayor. Di sisi bawah clavicula merupakan insersi dari otot
subklavius, yang fungsinya sedikit, namun merupakn soft tissue buffer pada ruang
subclavicula superior dari pleksus brachialis dan pembuluh subklavia. Plastisma atau
“shaving muscle” bervariasi dalam ketebalan dan panjangnya, biasanya membungkus
aspek anterior dan superior clavicula, berada di jaringan subkutan, yang dibelah saat
operasi, dan dijahit kembali.

B. Epidemiologi
Pada anak-anak, clavicula mudah mengalami fraktur, namun hampir selalu
terjadi union dengan cepat dan tanpa komplikasi. Pada orang dewasa, fraktur
clavicula merupakan injuri yang lebih sulit. Fraktur clavicula pada orang dewasa
sering terjadi, insidensinya 2,6-4% dari semua fraktur dan kurang lebih 35%
merupakan cedera dari gelang bahu. Fraktur pada midshaft merupakan yang
terbanyak 69-82%, fraktur lateral 21-28%, dan fraktur medial yang paling jarang 2-
3%.

C. Mekanisme Trauma
Mekanisme trauma dari fraktur clavicula terjadi karena penderita jatuh pada
bahu, saat aktivitas olahraga atau kecelakaan lalu lintas. Bila gelang bahu mendapat
trauma kompresi dari sisi lateral, penopang utama untuk mempertahankan posisi
adalah clavicula dan artikulasinya. Bila traumanya melebihi kapasitas struktur ini
untuk menahan, terjadi kegagalan melalui 3 cara, Artikulasi akromioclavicular akan
rusak, clavicula akan patah, atau sendi sternoclavicular akan mengalami dislokasi.
Trauma pada sendi sternoclavicular jarang terjadi dan biasanya berhubungn dengan
trauma langsung ke clavicula bagian medial dengan arah lebih posterior (dislokasi
posterior) atau trauma dari arah posterior yang langsung mengenai gelang bahu
(menyebabkan dislokasi proksimal clavicula ke anterior).

D. Klasifikasi
Fraktur clavicula biasanya diklasifikasikan berdasarkan posisi dari fraktur oleh
Allman menjadi proximal (Group I), middle (Group II), dan distal (Group III) third
fractures. Pembagian secara general berhubungan dengan pendekatan klinis yang akan
dikerjakan. Karena tingginya tingkat delayed union and non-union pada fraktur 1/3
distal, Neer membaginya menjadi tiga subklasifikasi berdasarkan kondisi ligamentum
dan derajat pergeseran. Neer tipe I (ligamentum coracoclavicular masih intak), Neer
tipe II (ligamentum coracoclavicular robek atau lepas dari fragmen medial tetapi
ligamentum trapezoid tetap intak dengan segmen distal), dan Neer tipe III
(intraartikular).

Klasifikasi yang lebih detail untuk fraktur midshaft dibuat oleh Robinson, yang
berguna untuk pengolahan data dan membandingkan hasil klinis.
E. Penatalaksanaan
Fraktur Clavicula 1/3 Distal
Mayoritas (69-82%) fraktur terjadi di midshaft clavicula, diikuti oleh 12-26% di
bagian lateral dan 2-6% di bagian medial. Ini dapat dijelaskan secara anatomis dengan
fakta bahwa bagian medial dan lateral clavicula dijaga oleh ligamen dan otot yang
kuat, sedangkan bagian tengah clavicula tidak memiliki penyangga yang kuat
sehingga lebih rentan terhadap trauma.
Sebagian besar fraktur 1/3 distal klavikula mengalami pergeseran minimal dan
ekstra-artikular. Ligamentum korakoklavikula yang intak mencegah pergeseran jauh
dan manajemen non operatif biasanya dipilih. Penatalaksanaannya meliputi
pemakaian sling selama 2-3 minggu sampai nyeri menghilang, dilanjutkan dengan
mobilisasi dalam batas nyeri yang dapat diterima. Fraktur klavikula 1/3 distal
displaced berhubungan dengan robeknya ligamentum korakoklavikula dan merupakan
injuri yang tidak stabil. Banyak studi menyebutkan fraktur ini mempunyai tingkat
non-union yang tinggi bila ditatalaksana secara non operatif. Pembedahan untuk
stabilisasi fraktur sering direkomendasikan. Teknik operasi menggunakan plate dan
screw korakoklavikular, fiksasi plat hook, penjahitan dan sling techniques dengan
graft ligamen Dacron dan yang terbaru adalah locking plates klavikula.
F. Komplikasi
1. Non-union
Fraktur clavicula 1/3 lateral mempunyai tingkat non-union yang tinggi (11,5-
40%). Pilihan terapi untuk non-union simptomatik adalah eksisi bagian lateral dari
clavicula (bila fragmen kecil dan ligamentum coracoclavicular intak) atau reduksi
terbuka, fiksasi interna dan graft tulang bila fragmen besar. Implan yang
digunakan adalah locking plates and hooked plates.
2. Malunion
Semua fraktur yang mengalami pergeseran akan sembuh dengan posisi
nonanatomis dengan pemendekan dan angulasi, meskipun tidak menunjukkan
gejala. Beberapa akan mengalami nyeri periskapular, yang biasanya terjadi pada
pemendekan lebih dari 1,5 cm. Pada kasus ini, operasi osteotomi korektif dan
pemasangan plat dapat dipertimbangkan.1,2 Kekakuan bahu Hal ini sering terjadi
namun biasanya hanya sementara.

FRAKTUR HUMERUS
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan jaringan lunak disekitarnya (Brunner &
Suddarth, 2009), sedangkan menurut Black & Hawks (2009) fraktur adalah terputusnya
jaringan tulang karena stress akibat tahanan yang datang lebih besar dari daya tahan yang
dimiliki oleh tulang. Fraktur adalah patah tulang, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Price & Wilson, 2006). Berdasarkan ketiga definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa fraktur humerus adalah terputusnya kontinuitas tulang dan jaringan disekitar humerus,
karena stress atau tahanan yang berlebihan pada tulang, yang mengakibatkan dislokasi sendi,
kerusakan jaringan lunak, saraf dan pembuluh darah. Fraktur sepertiga proksimal humerus
Fraktur yang mengenai proksimal metafisis sampai insersi m. pectoralis mayor
diklasifikasikan sebagai fraktur leher humerus. Fraktur di atas insersi pectoralis mayor
menyebabkan fragmen proksimal abduksi dan eksorotasi rotator cuff serta distal fragmen
bergeser ke arah medial. Fraktur antara insersi m. pectoralis mayor dan deltoid umumnya
terlihat adduksi pada akhir distal dari proksimal fragmen dengan pergeseran lateral dan
proksimal dari distal fragmen.

A. Anatomi Bahu
Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang panjang yang
terletak pada brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di proksimal dan
dengan radius ulna di distal. Humerus dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proksimal
humeri, shaft humeri dan distal humeri (Maurice, 1997).
1. Proksimal Humeri
Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan dilapisi oleh
tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang berartikulasi dengan
kavitas glenoidalis yang merupakan bagian scapula. Arah caput humeri serong
mediosuperior dan sedikit posterior. Caput humeri dipisahkan dengan struktur di
bawahnya oleh collum anatomicum.
Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan tuberculum
minor. Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan diri ke distal sebagai
crista tuberculi majoris. Tuberculum minor mengarah ke anterior dan melanjutkan diri
sebagai crista tuberculi minoris. Di antara kedua tuberculum serta crista tuberculi
dibentuk sulcus intertubercularis yang dilapisi tulang rawan dan dilalui tendon caput
longum m. bicipitis
2. Shaft Humeri
Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga. Permukaan shaft
humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies anterior lateralis dan
facies posterior. Pertemuan facies anterior medialis dengan facies posterior
membentuk margo medialis. Margo medialis ke arah distal makin menonjol dan tajam
sebagai crista supracondilaris medialis. Pertemuan facies anterior lateralis dengan
facies posterior membentuk margo lateralis. Margo lateralis ini juga ke arah distal
makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris lateralis.
3. Distal Humeri
Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft humeri. Margo medialis
yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis berakhir sebagai
epicondilus medialis. Demikian pula margo lateralis yang melanjutkan diri sebagai
crista supracondilaris lateralis berakhir sebagai epicondilus lateralis. Epicondilus
medialis lebih menonjol dibandingkan epicondilus lateralis serta di permukaan
posterior epicondilus medialis didapatkan sulcus nervi ulnaris.
Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi tulang rawan untuk
artikulasi dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini mempunyai sumbu yang
sedikit serong terhadap sumbu panjang shaft humeri. Struktur ini disebut trochlea
humeri di medial dan capitulum humeri di lateral. Trochlea humeri dilapisi oleh
tulang rawan yang melingkar dari permukaan anterior sampai permukaan posterior
dan berartikulasi dengan ulna. Di proksimal trochlea baik di permukaan anterior
maupun di permukaan posterior didapatkan lekukan sehingga tulang menjadi sangat
tipis. Dipermukaan anterior disebut fossa coronoidea dan di permukaan posterior
disebut fossa olecrani.
I. Otot-Otot Penggerak Pada Bahu
Otot- otot bahu terdiri dari :
a. Gerakan fleksi shoulder
Gerakan ini terutama dilakukan oleh m. deltoid bagian anterior dan m. supraspinatus
dari 0o-90o, sedangkan untuk 90o-180o dibantu oleh m. pectoralis mayor, m.
coracobrachialis dan m. biceps brachii.
b. Gerakan ekstensi shoulder
Otot pergerakannya adalah m. latissimus dorsi dan m. teres mayor, sedangkan pada
gerakan hiperekstensi m. teres mayor tidak berfungsi lagi, dan digantikan fungsinya
oleh m. deltoid posterior.
c. Gerakan abduksi shoulder
Gerakan ini dilakukan oleh serabut tengah m. deltoideus dimana innervasinya oleh
nervus axilaris C5, 6 dan m. supraspinatus yang diinervasi oleh nervus supra scapula
C5.
d. Gerakan adduksi shoulder
Penggerak utama gerakan ini adalah m. pectoralis major yang diinervasi oleh nervus
medial dan lateral pectoral C5-Th 1.
e. Gerakan exorotasi shoulder
Gerakan ini dilakuakan oleh m. infraspinatus yang diinervasi oleh nervus supra
scapula C5, 6 dan m. teres minor yang diinervasi oleh nervus axilaris C5. Gerakan
endorotasi shoulder penggerak utamanya adalah m. supscapularis yang diinervasi
oleh nervus supscapular C5, 6 kemudian juga m. latissimus dorsi dan m. teres mayor.
B. Komplikasi fraktur humerus proksimal
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat yang tidak dapat dihindarkan dari cedera
awal, atau sebagai akibat dari kesalahan dalam perawatan. Osteonekrosis, nonunion,
dan malunion dari tuberositas menyebabkan disfungsi rotator cuff adalah komplikasi
yang paling umum, dan hasil yang penyembuhan akan sangat baik jika komplikasi
diatas dihindari.
5. Osteonekrosis
Osteonekrosis mungkin merupakan komplikasi yang sulit terhindarkan dari
cedera yang merusak suplai darah di bagian kepala humerus, dan dengan demikian
lebih sering terjadi pada fraktur multi-bagian dan dislokasi fraktur. Ini mungkin juga
hasil dari teknik operasi yang buruk, dengan manipulasi fraktur yang berlebihan dan
pengambilan jaringan lunak. pasien biasanya mengalami nyeri bahu dan kelemahan,
kehilangan fungsi, dengan tanda-tanda kelemahan dan disfungsi dari rotator cuff. Saat
ini, tidak ada pengobatan yang diketahui komplikasi ini.
6. Non union
Non union pada head-shaft humerus jarang terjadi namun bisa menjadi
komplikasi pada pasien-pasien yang mempunyai faktor – faktor seperti osteoporosis,
peradangan pada sendi bahu atau degeneratif, keadaan fisiologis yang buruk,
komorbiditas medis, merokok dan penyalahgunaan alkohol. Patah tulang yang paling
berisiko adalah mereka yang tidak memiliki kontak kortikal antara kepala humerus
(humeral head) dan bagian batang humerus (shaft). Gangguan total pada periosteal
lengan menyebabkan ketidakstabilan dan interposisi jaringan lunak yang dapat
menghambat pembentukan kalus. Penggunaan gips tangan, mobilisasi bahu yang
berlebihan, teknik operasi yang buruk dengan pengambilan jaringan lunak yang luas
dan fiksasi fraktur yang tidak stabil secara mekanis juga dapat menyebabkan
nonunion. Pasien mengeluh parah rasa sakit, kekakuan dan kehilangan fungsi, dan
biasanya ada (Pseudoparalysis) dari deltoid, rotator cuff, dan otot periskapular.
7. Malunion
Dalam Beberapa kasus malunion tidak dapat dihindari pada fraktur displaced dari
proksimal humerus yang dirawat secara nonoperatif. Penting untuk menentukan
penyebab gejala dengan pemeriksaan klinis yang teliti seperti kekakuan bahu pasca
operasi, disfungsi sendi acromioclavicular, tendinopati pada bisep dan gejala nyeri
yang bersifat regional yang semuanya berkontribusi pada gejala. Jika dicurigai
infeksi, aspirasi sendi dan pemeriksaan bakteriologis bisa dilakukan. Gejala dapat
ditingkatkan dengan osteotomi dan koreksi kelainan bentuk, atau secara umum
dengan pergantian kepala humerus.Kekakuan bahu pasca-trauma. Meskipun
kontraktur kapsular mungkin merupakan penyebab utama kekakuan faktor-faktor lain
termasuk malunion fraktur, gejala nyeri yang bersifat regional, thoracic outlet
syndrome, penyempitan implan, dan disfungsi rotator cuff karena adanya
impingement atau robekan . Perawatan awal adalah non-operasi dengan rehabilitasi
dalam upaya untuk mendapatkan kembali gerakan bahu menggunakan latihan
peregangan. Pada pasien dengan kekakuan pasca trauma tanpa malunion, pengobatan
dengan manipulasi di bawah anestesi dan dengan artrolisis arthroscopic sering
membantu.
8. Infeksi
Infeksi relatif jarang terjadi setelah fraktur humerus proksimal, bahkan setelah
ORIF, karena vaskularisasi yang kaya dan penutupan jaringan lunak yang baik.
Namun, sebagian besar infeksi yang terkait dengan fraktur ini mengikuti intervensi
operasi. Infeksi superfisial sering terjadi dan selalu sembuh dengan terapi antibiotik,
sedangkan infeksi yang terjadi pada jaringan dalam dapat terjadi lebih lama.
Pengangkatan implan mungkin diperlukan untuk memberantas infeksi. Infeksi pada
jaringan dalam dapat terjadi beberapa tahun setelah artroplasti dan mungkin hasil dari
bakteremia sementara yang disebabkan oleh berbagai organisme. Pengangkatan
logam implan, debridemen, pemasangan spacer, dan terapi antibiotik parenteral harus
menjadi dasar perawatan. Reimplantasi akhirnya dapat dilakukan jika organisme
dapat dihilangkan.
ASSESSMENT
I. Identitas Pasien
a. Nama : Ny.WS
b. Tanggal Lahir : 25 Juni 1987
c. Umur : 32 tahun
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Alamat : Mengwi
f. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
g. Agama : Hindu

II. Pemeriksaan Subjektif


a. Keluhan Utama (KU) saat MRS

Nyeri dan keterbatasan gerak pada bahu kanan


b.

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

Pasien mengalami kecelakaan sepeda motor pada tanggal 7 Desember 2019


c. pukul 7 pagi hari, karena diserempet oleh mobil dan pasien kehilangan
keseimbangan lalu terjatuh. Setelah kecelakaan, pasien langsung dibawa ke
RS Mangusada dan melakukan pemeriksaan radiologi. Terdapat fraktur
pada distal clavicula dan proximal humerus.Tanggal 8 Desember 2019
pasien melakukan pemasangan ORIF. Saat ini pasien mengeluhkan nyeri
dan kaku pada kanan post operasi. Nyeri dengan intensitas sedang pada
bahu kanan. Nyeri paling dirasakan saat menggerakkan bahu keatas
maupun kebelakang dan kesamping serta nyeri diperingan saat diam.
Terdapat nyeri diam dan nyeri tekan.
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) & Penyakit Penyerta

Disangkal
d.

Riwayat Kesehatan Keluarga

Disangkal

e. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien saat ini disibukkan dengan aktivitas ibu rumah tangga dimana
banyak menggunakan tangan kanan dan perawatan kesehatan pasien
menggunakan jaminan kesehatan.
III. Pemeriksaan Objektif
a. Vital Sign
Absolut Tambahan*
HR : 80 x/Min Saturasi Oksigen : 97%
RR : 18 x/Min Kesadaran : compos mentis
E4 V5 M6
BP : 110/70 mmHg Suhu: 36,5o C

b. Pemeriksaan Per-Kompetensi
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Statis - Pasien tidur pada bed dengan posisi supine lying
- Wajah pasien tampak pucat dan lemas
- Terpasang bandage pada clavicula sampai bahu
kanan
- Terpasang infus pada wrist sinistra
Inspeksi Dinamis - Pasien mampu duduk mandiri
- Pasien kesulitan saat menggerakkan bahu kanan
Palpasi - Kembang kempis dada simetris ketika inspirasi dan
ekspirasi
- Oedema (-)
- Nyeri tekan di otot bahu kanan

Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

Pemeriksaan Hasil
Aktif Pemeriksaan yang dilakukan pada semua regio

Regio & Sinistra Dextra


Gerakan ROM Nyeri ROM Nyeri
Shoulder
Full
Fleksi - Terbatas +
ROM
Full
Ekstensi - Terbatas +
ROM
Full
Abduksi - Terbatas +
ROM
Full
Adduksi - Terbatas +
ROM
Internal Full
- Terbatas +
Rotasi ROM
Eksternal Full
- Terbatas +
Rotasi ROM
Elbow
Fleksi Full - Full -
Pasif Regio & Sinistra Dextra
Gerakan ROM Nyeri Endfeel ROM Nyeri Endfeel
Shoulder
Tidak Nyeri
Full Tidak Tissue
Fleksi Full Firm
ROM nyeri strecth
ROM
Tidak Nyeri
Full Tidak Tissue Full
Ekstensi Firm
ROM nyeri strecth ROM
Tidak Nyeri
Full Tidak Tissue Full
Abduksi Firm
ROM nyeri strecth ROM
Tidak Nyeri
Full Tidak Tissue Full
Adduksi Firm
ROM nyeri strecth ROM
Tidak Nyeri
Internal Full Tidak Tissue Full Firm
Rotasi ROM nyeri Stretch ROM
Tidak Nyeri
Eksternal Full Tidak Tissue Full Firm
Rotasi ROM nyeri Stretch ROM
Elbow
Full Tidak Full Tidak
Fleksi Soft Soft
ROM nyeri ROM nyeri
Full Tidak Bone to Full Tidak Bone to
Ekstensi
ROM nyeri bone ROM nyeri bone
Wrist
Dorso Full Tidak Tissue Full Tidak Tissue
Fleksi ROM nyeri Stretch Rom Nyeri Stretch
Palmar Full Tidak Tissue Full Tidak Tissue
Flexi ROM nyeri Stretch Rom Nyeri Stretch
Radial Full Tidak Bone to Full Tidak Bone to
Deviasi ROM nyeri bone ROM nyeri bone
Ulnar Full Tidak Bone to Full Tidak Bone to
Deviasi ROM nyeri bone ROM nyeri bone

Isometrik Regio & Sinistra Dextra


Gerakan Tahanan Nyeri Tahanan Nyeri
Shoulder
Dapat
Tidak NT
Fleksi melawan NT
nyeri
tahanan
Dapat
Tidak NT
Ekstensi melawan NT
nyeri
tahanan
Dapat
Tidak NT
Abduksi melawan NT
nyeri
tahanan
Dapat
Tidak NT
Adduksi melawan NT
nyeri
tahanan
Dapat
Internal Tidak NT
melawan NT
Rotasi nyeri
tahanan
Dapat
Eksternal Tidak NT
melawan NT
Rotasi nyeri
tahanan
Elbow
Dapat Dapat
Tidak
Fleksi melawan melawan Tidak nyeri
nyeri
tahanan tahanan
Dapat Dapat
Tidak
Ekstensi melawan melawan Tidak nyeri
nyeri
tahanan tahanan
Wrist
Dapat Dapat
Dorso Tidak
melawan melawan Tidak nyeri
Fleksi nyeri
tahanan tahanan
Dapat Dapat
Palmar Tidak
melawan melawan Tidak nyeri
Flexi nyeri
tahanan tahanan
Dapat Dapat
Radial Tidak
melawan melawan Tidak nyeri
Deviasi nyeri
tahanan tahanan
Dapat Dapat
Ulnar Tidak
melawan melawan Tidak nyeri
Deviasi nyeri
tahanan tahanan

Pengukuran

Pengukuran Alat ukur Hasil


Nyeri VAS - Nyeri diam: 1/10
(Visual - Nyeri tekan : 4/10
Analogue - Nyeri gerak : 5/10
Scale)
Kekuatan MMT Gerakan sinistra dextra
Otot (Manual
Muscle Shoulder Fleksi 5 3-
Testing) Ekstensi 5 3-

Abduksi 5 3-

Adduksi 5 3-
Internal 5 3-
Rotasi
Eksternal 5 3-
Rotasi
Elbow Fleksi 5 3+
Ekstensi 5 3+
Wrist Dorso fleksi 5 3+
Palmar 5 3+
Radial 5 3+
deviasi
Ulnar 5 3+
deviasi

ROM Goniometer Regio


&
Dekstra Sinistra
Bidang
gerak
Shoulder
Sagital 20o-0o-80o 45o-0o-160o
Frontal 50o-0o -30o 160o-0o -70o
c. Algoritma Pemeriksaan

Nyeri dan H0  Post op ORIF fraktur 1/3 distal clavicula


keterbatasan gerak dan fraktur 1/3 proximal humerus
pada bahu kiri
7 Desember 2019: kecelakaan lalu lintas  masuk
YA
rumah sakit  melakukan pemeriksaan radiologi
8 Desember 2019 pasien melakukan
pemasangan ORIF saat ini pasien merasakan
nyeri post operasi dan pada bahu kanan, terdapat nyeri
Assesment
gerak dan tekan.

- Inspeksi Statis: Pasien tidur pada bed dengan


YA posisi supine lying,wajah pasien tampak pucat
dan lemas,terpasang bandage pada clavicula
sampai bahu kanan, terpasang infus pada wrist
sinistra
Pemeriksaan
- Inspeksi Dinamis : Pasien mampu duduk
fisik
mandiri,pasien kesulitan saat menggerakkan
bahu kanan
- Palpasi : Kembang kempis dada simetris
YA
ketika inspirasi dan ekspirasi, tidak terdapat
oedema,nyeri tekan di otot bahu kanan

PFGD Aktif: keterbatasan menggerakkan bahu kanan,


nyeri gerak (+)
YA
Pasif: keterbatasan menggerakkan bahu kanan,
nyeri gerak (+)

Nyeri: tekan : 4/10, nyeri gerak 5/10, nyeri diam 1/10


Pengukuran
ROM: shoulder dextra tidak full ROM, nyeri (+)
YA MMT: nilai kekuatan otot shoulder dextra: 3-/5

Post ORIF Closed Fracture 1/3 distal clavicula


dan Closed Fracture 1/3 humerus dextra
DIAGNOSIS
ICF Coding
I. Impairment (Body Structure & Body Function Impairment)

Body structure

- s7200 bone of shoulder region


- s7201 Joints of shoulder region
- s7202 Muscles of shoulder region
- s7203 Ligaments and fasciae of shoulder region

Body function

- b730 muscle power function


- b720 mobility of bone function
- b28014 pain in upper limb
II. Activity
- Limitation
b710 mobility of joint function
- b28016 Pain in joints
- d430 Lifting and carrying objects
- d4452 reaching
- d4450 Pulling
- d4454 Throwing
- d5202 Caring for hair

III. Participation of Restriction

- d910 community life


- d920 recreation and leisure
- d 930 Religion and spirituality
- d760 family relationship

IV. Contextual Factor


a. Personal Factor


Pasien memiliki motivasi yang tinggi untuk cepat kembali
b. beraktivitas
• Pasien mampu memahami instruksi fisioterapis, kooperatif dan
komunikatif
Environmental Factor

Fasilitator :
e310 immediate family
Diagnosis e355 health professionals
Fisioterapi
e580 health services, systems and policies

Adanya nyeri saat menggerakkan bahu kanan sehingga mengakibatkan


keterbatasan aktivitas fungsional oleh karena Post ORIF Closed Fracture 1/3
distal Clavicula dan Closed Fracture 1/3 humerus dextra.
PROGNOSIS
I. Quo ad vitam
Bonam

II. Quo ad sanam


Bonam
III. Quo ad cosmeticam

Dubia ad Bonam

IV. Quo ad fungsionam

Bonam

PLANNING
I. Jangka Pendek

- Mengurangi nyeri
- Memelihara dan meningkatkan ROM
- Memelihara dan meningkatkan kekuatan otot ekstremitas atas

II. Jangka Panjang

Dapat mengembalikan aktivitas fungsional

III. Clinical Reasoning

Trauma

CF 1/3 Distal Clavicula dextra CF 1/3 Proximal Humerus dextra

Intervensi
- Penurunan
Breathing Exercise Kontraktur Edukasi & Home Program
Konservatifkekuatan
Nyeri -Terapi
Mal
Bone otot
Latihan
Union/Non
Immobilisasi
healing UnionOperatif
process
lama Keterbatasan ROM
INTERVENSI
I. Tabel Intervensi

Intervensi Metode Pelaksanaan Dosis Evidence Based


Breathing - Pasien diintruksikan Ulangi 5-8 kali Maoki Naki., Sakamoto
Exercise untuk mengatur pola sesuai toleransi Harumi., Takata Yu.,
nafas menjadi lambat pasien Kobayashi Naohiro.,
dengan menghirup dan Kikuchi Shinji., Goto
menghembuskan secara Yukinobu., Ichimura
perlahan dan dalam. Hideo., Sato Yukio.,
Yanagi., Hisako.
2018.Effect of
Respiratory
Rehabilitation for Frail
Older Patients with
Musculoskeletal
Disorders: A
Randomized Controlled
Trials. 50(10).
Terapi - Active Assisted ROM Dilakukan secara Kisner Caroline & Colby
Latihan Exercise bergantian 8 x 2 LA. (2014). Terapi
- Active ROM Exercise hitungan atau Latihan “Dasar dan
dengan toleransi Teknik”. Vol 1, Edisi 6.
pasien Terjemahan. Jakarta :
Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.
Halaman : 61-65

II. Edukasi & Home Program

Edukasi
1. Lakukan ROM exercise baik pada bahu yang sakit Kisner Caroline &
maupun yang sehat hindari gerakan Colby LA. (2014).
protraksi,retraksi,elevasi pada bahu. Terapi Latihan “Dasar
2. Memperhatikan nutirisi, pola makan yang benar dan dan Teknik”. Vol 1&3,
mengurangi kebiasaan merokok untuk membantu Edisi 6. Terjemahan.
proses penyembuhan. Jakarta : Penerbit Buku
3. Edukasi keluarga pasien untuk memantau latihan atau Kedokteran, EGC.
membantu proses latihan pasien bila perlu.

DAFTAR PUSTAKA
Blom, A., Warwick, D., Whitehouse, M.R. 2018. Apley & Solomon’s System of
Orthopaedics and Trauma (10th edition). New York: CRC Press
Court-Brown, C.M., Heckman, J.D., McQueen, M.M., Ricci, W.M., Tornetta, P. 2015.
Rockwood and Green’s Fracture in Adults (8th edition). Philadelphia: Wolters Kluwer
Canale, ST., Beaty, SH. 2016. Campbell’s Operative Orthopedics (13th edition). Tennessee:
Elsevier
Dionyssiotis.,et al. 2008.Rehabilitation after falls and fractures. J Musculoskelet Neuronal
Interact 8(3)
Kihlström, C., Möller, M., Lönn, K and Wolf, O. 2017. Clavicle Fractures: Epidemiology,
Classification And Treatment Of 2 422 Fractures In The Swedish Fracture Register; An
Observational Study. BMC Musculoskeletal Disorders. 18(82)
Solomon & Appley, A.G. 2010. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley.Jakarta:Widya Medika
UITH Surgery 2013. Fracture Classification in Orthopaedics

Anda mungkin juga menyukai