Abstract
ASEAN Economic Community (AEC) is one of bog changes that is being done by ASEAN on its
attempt in integrating the region. One of this community vision is to bring ASEAN on becoming one regional
production network, where ASEAN would not be seen as separate entity, instead ASEAN would be seen as one
integrated area of investment. In this paper, automotive industry is chosen because of its history in the region as
one of sector that has been developed for a long time and always have full support from the domestic
government. This paper will try to analyze the effectiveness of AEC implementation in developing regional
production network of automotive industry, and how far each of domestic government are willing to push this
integration effort.
Industri baja, karet, hingga elektronik rantai yang berkaitan dengan kegiatan yang
adalah beberapa industri yang terkait pada mengantarkan produk jadi ke tangan
industri otomotif. Hal tersebut juga belum konsumen. Konsep ini mengaitkan segala
termasuk dengan nilai sentimental lain kegiatan tersebut melalui konsep rantai, di
yang menyertainya, di mana masih banyak mana setiap kegiatan merupakan satu fase
yang beranggapan bahwa penguasaan atau mata rantai produksi yang mana saling
negara merupakan sebuah pencapaian produksi yang lain (mulai dari ekstraksi
Dari fakta ini, kemudian muncul bahkan hingga pada rantai pengelolaan
upaya implementasi AEC sebagai dasar (Kaplinsky dan Morris, 2002: 4). Rantai
Industri otomotif bukanlah hal baru berdampak pada industri otomotif nasional,
Tercatat industri ini mulai bergulir bahkan mendirikan basis produksi di negara
sebelum Perang Dunia II. Tercatat bahwa tersebut, walau pada perkembangannya
Indonesia telah memiliki basis perakitan produk yang dihasilkan masih belum dapat
kendaraan milik General Motors (GM) di memenuhi target kandungan lokal yang
dengan perubahan arah kebijakan masing- berhenti pada jalur produksi saja, namun
masing negara yang berupaya untuk hingga pengembangan komponen dan suku
cadang kendaraan guna memastikan memiliki kemiripan dengan program
kemandirian industrinya. Malaysia bahkan pembangunan Thailand. Perbedaan di
mendirikan perusahaan otomotif kedua antara keduanya terletak pada fokus
yang bernama Perodua untuk pemerintah, di mana bila Thailand
meningkatkan kompetitivitasan produk berfokus untuk tidak akan
otomotif nasionalnya (Rosli, 2006: 92-94). mengembangkan sektor industri yang telah
dikelola swasta, Indonesia lebih berfokus
Kebijakan yang lebih bersahabat
pada penjaminan tidak akan adanya lagi
diimplementasikan oleh Thailand.
pengambilan alih perusahaan swasta oleh
Pemerintah Thailand mulai membuka diri
pemerintah seperti yang pernah dilakukan
terhadap investor asing pada awal 1960
oleh rezim pemerintahan sebelumnya
melalui Program Pembangunan Ekonomi
(Departemen Keuangan Republik
dan Sosial pertamanya (1961-1966). Salah
Indonesia 1967). Meski begitu, Indonesia
satu pernyataan menarik di dalam program
pun tetap menganut norma yang umum
tersebut adalah tertulisnya komitmen
diimplementasikan negara berkembang
pemerintah untuk tidak mengembangkan
pada periode tersebut: pelarangan impor
industri yang telah didirikan dan
kendaraan utuh guna mendorong
dikembangkan oleh pihak swasta(The
perkembangan industri otomotif
National Economic Development Board,
nasional.Serupa dengan negara Asia
1967). Hal ini menunjukkan adanya
Tenggara lainnya, para produsen otomotif
perbedaan pendekatan yang dilakukan
pun mulai mendirikan basis produksinya di
Thailand dibandingkan dua negara
negara ini guna memenuhi ketentuan
sebelumnya. Dengan kebijakan tersebut
pemerintah. Yang berbeda adalah
dan ditambah dengan disinsentif berupa
Indonesia juga sempat berupaya
tarif impor yang sangat tinggi bagi
mendirikan perusahaan otomotif nasional,
importasi kendaraan bermotor akhirnya
seperti yang dilakukan oleh Malaysia.
membuat banyak prinsipal otomotif yang
Prototype berupa mobil Maleo yang
mendirikan basis produksinya di negara
didesain oleh Prof. Habibie merupakan
ini.
pionir pengembangan kendaraan pribadi
pembukaan pasar industri Indonesia baru pada akhirnya Presiden Soeharto pada
terbuka lebar pada era Presiden Soeharto masa itu memilih strategi lain dengan
melalui program Pembangunan Lima menggunakan perusahaan Timor yang