Anda di halaman 1dari 37

Kasus Kematian pada Pasangan Suami Istri Akibat Dugaan

Keracunan

Suhaima Izzatiey Amirah bt Suhaimi

102014232

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

izzatiey94@gmail.com

Pendahuluan
Ilmu kedokteran forensik adalah cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan
ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum. Proses penegakan hukum dan keadilan
merupakan suatu usaha ilmiah, dan bukan sekedar common sense, nonscientific belaka. Dengan
demikian, dalam penegakan keadilan yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia,
bantuan dokter dengan pengetahuan ilmu kedokteran forensik dan medikolegal yang dimilikinya
amat diperlukan.1
Ilmu toksikologi adalah ilmu yang menelaah tentang kerja dan efek berbahaya zat
kimia atau racun terhadap mekanisme biologis suatu organisme. Racun adalah senyawa yang
berpotensi memberikan efek yang berbahaya terhadap organisme. Sifat racun dari suatu
senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor, sifat fisiko kimis toksikan
tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan
bentuk efek yang ditimbulkan.2
Toksikologi forensik adalah salah satu cabang ilmu forensik. Tosikologi forensik
menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi untuk kepentingan
peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun
kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam
ungkapan apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang
dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan.2

Skenario
Suatu hari Anda didatangi penyidik dan diminta untuk membantu mereka dalam
memeriksa suatu tempat kejadian perkara (TKP). Menurut penyidik, TKP adalah sebuah

1
rumah yang cukup besar milik seorang pengusaha perkayuan yang terlihat sukses. Tadi pagi
si pengusaha dan isterinya ditemukan meninggal dunia di dalam kamarnya yang terkunci di
dalam. Anaknya yang pertama kali mencurigai hal itu (pukul 08.00) karena si ayah yang
biasanya bangun untuk lari pagi, hari ini belum keluar dari kamarnya. Ia bersama dengan pak
ketua RT melaporkannya kepada polisi.
Penyidik telah membuka kamar tersebut dan menemukan kedua orang tersebut tiduran
di tempat tidurnya dan dalam keadaan mati. Tidak ada tanda-tanda perkelahian di ruang
tersebut, segaanya masih tertata rapi sebagaimana biasa, tutur anaknya. Dari pengamatan
sementara tidak ditemukan luka-luka pada kedua mayat dan tidak ada barang yang hilang.
Salah seorang penyidik ditelepon oleh petugas asuransi bahwa ia telah dihubungi oleh anak si
pengusaha berkitan dengan kemungkinan klaim asuransi jiwa pengusaha tersebut.

Pembahasan
Aspek Hukum dan Medikolegal
Kewajiban Dokter Membantu Peradilan3

Pasal 133 KUHAP

1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan
diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan pada
ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Penjelasan Pasal 133 KUHAP


Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan.

2
Pasal 179 KUHAP

1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau doktera
tau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenanar-benarnya menurut
pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan dan Manfaatnya1

Pasal 183 KUHAP


Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.

Pasal 184 KUHAP


1. Alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, pertunjuk,
keterangan terdakwa.
2. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pasal 186 KUHAP


Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Pasal 180 KUHAP


1. Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
2. Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap
hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar
hal itu dilakukan penelitian ulang.
3. Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).

3
Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter3

Pasal 216 KUHP


1. Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
sembilan ribu rupiah.
2. Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-
undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan
umum.
3. Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya dapat ditambah
sepertiga.

Pasal 222 KUHP


Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 224 KUHP


Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau
juru bahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang
ia harus melakukannnya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9
bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.

Pasal 522 KUHP

4
Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa,
tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan
ratus rupiah.

Identifikasi Forensik
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu
penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu
masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat
amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses
peradilan.1
Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit dia metode yang digunakan
memberikan hasil positif (tidak meragukan). Penentuan identitas personal dapat
menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik,
gigi, serologi dan secara ekslusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode identifikasi
DNA.4,5

Pemeriksaan Sidik Jari4,5


Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari
antemortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui
paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang.
Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari
tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya melakukan pembungkusan kedua
tangan jenazah dengan kantung plastik.

Metode Visual4,5
Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang-oarang yang
merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang
belum membusuk sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih
dari satu orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang
turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.

Pemeriksaan Dokumen4,5

5
Dokumen seperti kartu identifikasi (KTP, SIM, Paspor, dsb.) yang kebetulan dijumpai
dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali jenazah tersebut.
Perlu diingat bahwa pada kecelakaan massal, dokumen yang terdapat dalam tas atau
dompet yang dekat dengan jenazah belum tentu milik jenazah yang bersangkutan.

Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan4,5


Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek
atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, yang semuanya dapat membantu
identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.

Pemeriksaan Medik4,5
Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata,
cacat/kelainan khusus, tatu (rajah). Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain
dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk
pemeriksaan dengan sinar-X), sehingga ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada
tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan metode identifikasi ini. Melalui metode ini,
diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan tinggi badan, kelainan pada
tulang, dan sebagainya.

Pemeriksaan Gigi4,5
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi serta
rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi
dan sebagainya.
Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang
khas. Dengan demikian, dapat dilakukan identifikasi dengan cara membandingkan data
temuan dengan data pembanding mortem.

Pemeriksaan Serologi4,5
Pemeriksaan serologi bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah,
penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan
memeriksa rambut, kuku dan tulang.

Tanatologi

6
Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian
dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan
tersebut. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati
klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral, dan mati otak (mati batang otak).1
Mati somatis (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ke tiga sistem penunjang
kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem pernapasan, yang
menetap. Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba,
denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan, dan suara nafas tidak terdengar
pada auskultasi.1
Mati suri adalah terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang ditentukan
dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat
dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada
kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik, dan tenggelam.1
Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh beberapa
saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-
beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.1
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang
otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan
kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.1
Mati otak (mati batang otak) adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal
intrakranial yang irreversible termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati
otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat
dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.1
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat
timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan
peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang,
kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pascamati yang jelas
yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai
tanda pasti kematian berupa lebam mayat (hipostasis atau lividitas pasca-mati), kaku mayat
(rigor mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mummifikasi dan adiposera.4

Tanda Tidak Pasti kematian4

7
Tanda kematian yang tidak pasti adalah: (1) pernafasan berhenti, dinilai selama lebih
dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi).; (2) Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15
menit, nadi karotis tidak teraba.; (3) Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat
dipercaya, karena mungkin terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.; (4)
Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dan otot-otot wajah menyebabkan kulit
menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda. Kelemasan
otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan pendataran
daerah-daerah yang tartekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat yang
terlentang.; (5) Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah
kematian. Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.

Tanda Pasti Kematian4


Untuk melihat tanda pasti kematian seseorang, maka akan dapat ditemukan lebam
mayat, kaku mayat, penurunan suhu tubuh, pembusukan, adiposera, dan mummifikasi.

Lebam Mayat
Pada lebam mayat (livor mortis), setelah kematian klinis maka eritrosit akan
menempati tempat terbawah akibat gaya gravitasi, mengisi vena dan venula, membentuk
bercak darah berwarna ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh
yang tertekan alas keras. Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal
dari endotel pembuluh darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak pada 20-30 menit pasca
mati, makin lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12
jam. Sebelum waktu itu, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat
berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam mayat akan lebih cepat dan lebih
sempurna apabila penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam
pertama setelah mati klinis. Tetapi walaupun setelah 24 jam, darah masih tetap cukup cair
sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat di tempat
terendah yang baru. Kadang dijumpai bercak perdarahan berwarna biru kehitaman akibat
pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam disebabkan oleh bertimbunnya sel-sel darah
dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu kekauan otot-otot
dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut.1
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan sebab
kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna
kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi mayat

8
yang dilakukan setelah terjadi lebam mayat yang menetap; dan memperkirakan saat
kematian. Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap
dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk
lebam mayat baru di daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih
hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat
pemeriksaan.1
Mengingat pada lebam mayat darah terdapat didalam pembuluh darah, maka keadaan
ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi). Bila
pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna merah
darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan resapan darah tidak menghilang.4

Kaku Mayat4
Kaku mayat (rigor mortis), kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan
karena metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot
yang menghasikan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama
masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bia cadangan glikogen dalam
otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi
kaku.
Perhatikan bahwa ATP baru harus melekat ke miosin agar ikatan jembatan silang
antara miosin dan aktin dapat terlepas pada akhir siklus, meskipun selama proses disosiasi ini
ATP tidak terurai. Kebutuhan akan ATP dalam memisahkan miosin dan aktin jelas terlihat
dalam rigor mortis, suatu penguncian menyeluruh otot rangka yang dimulai 3 sampai 4
setelah kematian dan berakhir dalam waktu sekitar 12 jam. Setelah kematian, konsentrasi
Ca2+ sitosol mulai meningkat, kemungkinan besar karena membrane sel otot inaktif tidak
dapat menahan Ca2+ ekstrasel dan juga mungkin karena Ca2+ keluar dari kantung lateral. Ca2+
ini menggeser ke samping protein-protein regulatorik, menyebabkan aktin berikatan dengan
jembatan silang miosin, yang sudah dibekali ATP sebelum kematian. Sel-sel mati tidak lagi
dapat menghasilkan ATP sehingga aktin dan miosin, sesekali terikat, tidak dapat terlepas,
karena sel-sel tersebut tidak memiliki ATP segar. Karena itu filamen tipis dan tebal tetap
terikat oleh jembatan silang, menyebabkan otot yang mati menjadi kaku. Dalam beberapa
hari selanjutnya, kaku mayat secara bertahap berkurang akibat protein-protein yang terlibat
dalam kompleks rigor mortis mulai terurai.

9
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak
kira-kira 2 jam setelah mati kilnis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah
dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal.
Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan
kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai
pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi
teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.
Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivtas fisik sebelum
mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu lingkungan
tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan
memperkirakan saat kematian.

Penurunan Suhu Tubuh4


Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke
benda yang lebih dingin, melalul cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Grafik
penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurva sigmoid atau seperti huruf S. Kecepatan
penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaban udara, bentuk tubuh,
posisi tubuh, pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu diketahul untuk perhitungan perkiraan
saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling yang rendah,
lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak
berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil.

Pembusukan4
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolysis dan kerja
bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril.
Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya
dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk
ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut bertumbuh. Sebagian besar
bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses
pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN, serta asam amino dan asam lemak.
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada
perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta
terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-

10
hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada,
dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar
dan berwarna hijau kehitaman.
Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan
kemerahan berbau busuk.
Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas
yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik
(krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan
terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan payudara. Tubuh
berada dalam sukap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam
sukap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi.
Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah
menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir
tebal, lidah membengkak dan sering terjulur diantara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda
dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.
Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama
bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas
berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi. Larva lalat akan dijumpai setelah
pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira 36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur
lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung
dan diantara bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24
jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia
larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi
bahwa lalat biasanya secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal (dan tidak
lagi dapat mengusir lalat yang hinggap).
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.
Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu
kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh
darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu
mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi
berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek. Kemudian alat dalam akan
mengerut. Prostat dan uterus non gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan
terhadap perubahan pembusukan.

11
Pembusukan akan timbul cepat bila suhu keliling optimal (26,5 deracat celcius hingga
sekitar suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk,
tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat juga
berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan
yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang
berada dalam tanah : air : udara adalah 1:2:8.

Adiposera4
Adiposera (lilin mayat) adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak
atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu
disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena menunjukkan sifat-
sifat diantara lemak dan lilin.
Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh
hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca
mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi
dan Kristal-kristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera terapung di air, bila dipanaskan
mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut di dalam alkohol panas dan eter.
Adiposera dapat terbentuk di sebaran lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi lemak
superfisial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat terlihat di
pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh
berubah menjadi adiposera.
Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga
bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih
dimungkinkan. Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban
dan lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang
membuang elektrolit.
Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan
mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan mempercepat
pembentukannya.
Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan
dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0,5% asam lemak
bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12
minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini adiposera menjadi jelas secara makroskopik
sebagai bahan berwarna putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian

12
lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera
paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat.

Mummifikasi4
Mummifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup
cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan
pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan
tidak membusuk karena kuman tidak berkembang pada lingkungan yang kering.
Mummifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh
yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). Mummifikasi jarang dijumpai pada
cuaca yang normal.

Perkiraan Waktu Kematian


Selain dari melihat tanda-tanda perubahan pada mayat seperti di atas, beberapa
perubahan lain dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati. Diantaranya dapat dilihat
dari perubahan pada mata, lambung, rambut, kuku, cairan serebrospinal, dsb.

Perubahan pada Mata4


Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-kanan kornea akan
berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea
(traches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang
terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang
telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan
yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik dalam keadaan mata tertutup
maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa
jam saja fundus tidak tampak jelas.
Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada
penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati.
Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga
30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus optikus.
Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi. Selama
2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna
kuning juga tampak disekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vaskular
koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola

13
segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam
menjadi homogen dan lebih pucat.
Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh
besar yang mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning kelabu.
Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat
kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi
beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi
gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna
coklat gelap.

Perubahan pada Lambung4


Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat digunakan
untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati. Namun keadaan
lambung dan isinya mungkin membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan
tertentu dalam isi lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum
meninggal telah makan makanan tersebut.

Perubahan pada Rambut dan Kuku4


Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari, panjang
rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian. Cara ini
hanya dapat digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau
jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia mencukur. Sejalan dengan hal rambut tersebut di
atas, pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm per hari dapat digunakan untuk
memperkirakan saat kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong
kuku.

Perubahan Cairan Serebrospinal dan Cairan Vitreus4


Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat
10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24
jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian
belum mencapai 10 jam dan 30 jam. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium
yang cukup akurat untuk memperkirakan saat kematian antara 24 – 100 jam pasca mati.

Kadar Komponen Darah4

14
Kadar komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca mati
tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan
tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel
yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat
menimbulkan perubahan dalam darah bahkan sebelum kematian itu terjadi. Hingga saat ini
belum ditemukan perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat
mati dengan lebih tepat.

Reaksi Supravital4
Rekasi supravital yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama
seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat dilakukan
terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih dapat menimbulkan
kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi kelenjar
keringat sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan
perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.

Tempat Kejadian Perkara (TKP)


Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat ditemukannya benda bukti dan atau
tempat terjadinnya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu kesaksian.
Meskipun kelak terbukti bahwa di tempat tersebut tidak pernah terjadi suatu tindak pidana,
tempat tersebut tetap disebut sebagai TKP. Peran dokter di TKP adalah membantu penyidik
dalam mengungkap kasus dari sudut kedokteran forensik. Dasar pemeriksaan adalah
hexameter, yaitu menjawab 6 pertanyaan : apa yang terjadi, siapa yang tersangkut, di mana,
kapan terjadi, bagaimana terjadinnya, dan dengan apa melakukannya serta kenapa terjadi
peristiwa tersebut.4
Beberapa tindakan dapat mempersulit penyelidikan, seperti memegang setiap benda di
TKP tanpa sarung tangan, mengganggu bercak darah, membuat jejak baru, atau memeriksa
sambil merokok. Pemeriksaan di tempat kejadian penting untuk membantu penentuan
penyebab kematian dan menentukan cara kematian. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
posisi korban saat mati, benda-benda bukti di sekitar korban, dan keadaan lingkungan.4
Pemeriksaan dimulai dengan membuat foto dan sketsa TKP, termasuk penjelasan
mengenai letak dan posisi korban, benda bukti dan interaksi lingkungan. Mayat dan benda
bukti biologis/ medis, termasuk obat atau racun, dikirimkan ke instalasi kedokteran forensik
atau ke rumah sakit umum setempat untuk pemeriksaan lanjutan. Apabila tidak tersedia

15
sarana pemeriksaan laboratorium forensik, benda bukti dapat dikirim ke laboratorium
kepolisian atau ke bagian kedokteran forensik. Benda bukti bukan biologis dapat langsung
dikirim ke laboratorium kriminil/forensik kepolisisan daerah setempat.4
Pemeriksaan di tempat kejadian penting untuk membantu penentuan penyebab
kematian dan menentukan cara kematian. Pemeriksaan harus ditujukan untuk menjelaskan
apakah mungkin orang itu mati akibat keracunan, misalnya dengan memeriksa tempat obat,
apakah ada sisa obat atau pembungkusnya. Jika diduga korban adalah morfinis, cari bubuk
heroin, pembungkusnya atau alat penyuntik. Bila terdapat muntahan, pakah berbau fosfor
(bau bawang putih), bagaimana sifat muntahan misalnya seperti bubuk kopi (zat kaustik),
berwarna hitam (H2SO4 pekat), kuning (HNO3), biru kehijauan (CuSO4).
Apakah terdapat gelas atau alat minum lain atau ada surat perpisahan/peninggalan jika
merupakan kasus bunuh diri. Mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang saat
kematian, kapan terakhir kali ditemukan dalam keadaan sehat, sebelum kejadian ini apakah ia
sehar-sehat saja. Berapa lama gejala timbul setelah makan/minum terakhir dan apa gejala-
gejalanya. Bila sebelumnya sudah sakit, apa penyakitnya dan obat-obat apa yang diberikan
serta siapa yang memberi. Harus ditanyakan pada dokter yang memberi obat, apa
penyakitnya, obat-obat yang diberikan dan berapa banyak, juga ditanyakan apakah apotik
memberikan obat yang sesuai. Obat yang tersisa dihitung jumlahnya.
Pada kasus kecelakaan, misalnya pada anak-anak, tanyakan di mana zat beracun
disimpan, apakah dekat dengan makanan-minuman. Apakah anak biasa makan sesuatu yang
bukan makanan. Bagaimana keadaan emosi korban tersebut sebelumnya dan apakah
pekerjaan korban, sebab mungkin saja racun diambil dari tempat dia bekerja atau mengalami
industrial poisoning. Mengumpulkan barang bukti. Kumpulkan obat-obatan dan
pembungkusnya, muntahan harus diambil dengan kertas saring dan disimpan dalam toples,
periksa adanya etiket dari apotik dan jangan lupa untuk memeriksa tempat sampah.
Pada TKP ditemukan korban meninggal sepasang suami istri yang meninggal dalam
kamar tidur dan tepat meninggal di atas tempat tidur dalam posisi terlentang. Keadaan rumah
baik-baik saja, tidak ada tanda-tanda pembobolan rumah. Terutama pada kamar korban
meninggal tanda-tanda perkelahian tidak ditemukan, segala sesuatunya masih tertata rapi
sebagaimana biasa.

Toksikologi4
Toksikologi ialah ilmu yang mempelajari sumber, sifat, serta khasiat racun, gejala-
gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban yang

16
meninggal. Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan dan fisiologik yang
dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian.
Berdasarkan sumber, dapat dibagi menjadi racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan:
opium (dari Papaver somniferum), kokain, kurare, aflatoksin (dari Aspergillus niger), berasal
dari hewan: bisa/toksin ular/laba-laba/hewan laut, mineral: arsen, timah hitam, atau sintetik:
heroin. Berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi racun yang terdapat
di alam bebas, misalnya gas racun di alam, racun yang terdapat di rumah tangga; misalnya
deterjen, desinfektan, insektisida, herbisida, pestisida. Racun yang digunakan dalam industri
dan laboratorium, misalnya asam dan basa kuat, logam berat. Racun yang terdapat dalam
makanan, misalnya CN dalam singkong, toksin botulinum, bahan pengawet, zat aditif serta
‘racun’ dalam bentuk obat, misalnya hipnotik, sedatif, dll.
Dapat pula pembagian racun berdasarkan organ tubuh yang dipengaruhi, misalnya
racun yang bersifat hepatotoksik, nefrotoksik. Berdasarkan mekanisme kerja, dikenal racun
yang mengikat gugus sulfhidril (-SH) misalnya Pb, yang berpengaruh pada ATP-ase, yang
membentuk methemoglobin misalnya nitrat dan nitrit. (Nitrat dalam usus oleh flora usus
diubah menjadi nitrit). Pembagian lain didasarkan atas cara kerja/efek yang ditimbulkan. Ada
racun yang bekerja lokal dan menimbulkan beberapa reaksi misalnya perangsangan,
peradangan atau korosif. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan dapat
menyebabkan kematian akibat syok neurogenik. Contoh racun korosif adalah asam dan basa
kuat: H2SO4, HNO3, NaOH, KOH; golongan halogen seperti fenol, lisol, dan senyawa logam.
Racun yang bekerja sistemik dan mempunyai affinitas terhadap salah satu sistem
misalnya barbiturat, alkohol, morfin terhadap susunan saraf pusat, digitalis, oksalat terhadap
jantung, karbon monoksida terhadap hemoglobin darah. Terdapat pula racun yang
mempunyai efek lokal dan sistemik sekaligus misalnya asam karbol menyebabkan erosi
lambung dan sebagian yang diabsorpsi akan menimbulkan depresi susunan saraf pusat.
Tetraetil lead yang masih terdapat dalam campuran bensin selain mempunyai efek iritasi, jika
diserap dapat menimbulkan hemolisis akut.
Pelbagai faktor mempengaruhi terjadinya keracunan, antara lain cara masuk, umur,
kondisi tubuh, kebiasaan, alergi, takaran, dan waktu pemberian. Keracunan paling cepat
terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara masuk lain, berturut-turut ialah intravena,
intramuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral, dan paling lambat ialah melalui kulit yang
sehat. Untuk beberapa jenis racun tertentu, orang tua dan anak-anak lebih sensitif misalnya
pada barbiturat. Bayi prematur lebih rentan terhadap obat karena ekskresi melalui ginjal
belum sempurna dan aktifitas mikrosom dalam hati belum cukup. Penderita penyakit ginjal

17
umumnya lebih mudah mengalami keracunan. Pada penderita demam dan penyakit lambung,
absorpsi dapat terjadi dengan lambat. Bentuk fisik dan kondisi fisik, misalnya lambung berisi
atau kosong.
Kebiasaan sangat berpengaruh pada racun golongan alkohol dan morfin, sebab dapat
terjadi toleransi, tetapi toleransi tidak dapt menetap, jika pada suatu ketika dihentikan, maka
toleransi akan menurun lagi. Idiosinkrasi dan alergi pada vitamin E, penisilin, streptomisin,
dan prokain. Pengaruh langsung racun tergantung pada takaran. Makin tinggi takaran akan
makin cepat (kuat) keracunan. Konsentrasi berpengaruh pada racun yang bekerja secara
lokal, misalnya asam sulfat. Struktur kimia, misalnya calomel (Hg 2Cl2) jarang menimbulkan
keracunan sedangkan Hg sendiri dapat menyebabkan kematian. Morfin dan nalorfin yang
mempunyai struktur kimia hampir sama merupakan antagonis. Dapat pula terjadi sinergisme
yang seperti adisi, tetapi lebih kuat. Adisi dan sinergisme sangat penting dalam masalah
medikolegal. Untuk racun yang ditelan, jika ditelan sebelum makan, absorpsi terjadi lebih
baik sehingga efek akan timbul lebih cepat.

Kriteria Diagnostik4
Diagnosis keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan
racun penyebab. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya racun pada sisa barang
bukti. Yang terpenting pada penegakan diagnosis keracunan adalah dapat ditemukan
racun/sisa racun dalam tubuh/cairan tubuh korban, jika racun menjalar secara sistemik serta
terdapatnya kelainan pada tubuh korban, baik makroskopik maupun mikroskopik yang sesuai
dengan racun penyebab. Disamping itu perlu pula dipastikan bahwa korban tersebut benar-
benar kontak dengan racun.
Yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan korban keracunan ialah: keterangan
tentang racun apa kira-kira yang merupakan penyebabnya, dengan demikian pemeriksaan
dapat dilakukan dengan lebih terarah dan dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya.

Pemeriksaan Kedokteran Forensik


Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang sejak
semula sudah dicurigai kematian diakibatkan oleh keracunan dan kasus yang sampai saat
sebelum autopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan.
Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracunan bila pada pemeriksaan
setempat (scene investigation) terdapat kecurigaan akan keracunan, bila pada autopsi
ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu, misalnya

18
lebam mayat yang tidak biasa (cherry pink color pada keracunan CO; merah terang pada
keracunan CN; kecoklatan pada keracunan nitrit, nitrat, anilin, fenasetin dan kina); luka bekas
suntikan sepanjang bena dan keluarnya buih dari mulut dan hidung (keracunan morfin); bau
amandel (keracunan CN) atau bau kutu busuk (keracunan malation) serta bila pada autopsi
tak ditemukan penyebab kematian (negative autopsy).

Pengambilan Bahan Toksikologi4


Para dokter hendaknya mengetahui dengan baik bahan apa yang harus diambil, cara
mengawetkan dan cara pengiriman. Tidak jarang seorang dokter mengirimkan bahan yang
salah atau dalam jumlah terlampau sedikit. Dengan demikian jela bahawa ahli toksikologi
tidak dapat memenuhi permintaan dokter tersebut.
Pada semua kasus, bahan tersebut dibawah ini diambil sekalipun dokter yang
melakukan autopsi sudah memperoleh petunjuk yang cukup kuat bahwa ia sedang
menghadapi suatu jenis racun, hendaknya ia tetap mengambil bahan-bahan secara lengkap.
Misalnya sudah jelas bahwa karbon monoksida adalah racun penyebab kematian sehingga
pada hakekatnya pengiriman darah saja sudah cukup untk pemeriksaan toksikologi.
Tetapi selalu terdapat kemungkinan bahwa setelah beberapa hari timbul kecurigaan
akan adanya racun lain terlibat dalam peristiwa kematian tersebut. Misalnya, korban diberi
obat tidur terlebih dahulu sebelum ia diracuni dengan gas yang mengandung karbon
monoksida. Untuk penentuan racun lain itu dibutuhkan bahwa bahan-bahan lain, selain darah.
adalah lebih baik mengambil bahan dalam keadaan segar dan lengkap pada waktu autopsi
dari pada kemudian harus mengadakan penggalian kubur untuk mengambil bahan-bahan
yang dilakukan dan melakukan analisis toksikologi atas jaringan yang sudah busuk atau yang
sudak diawetkan (dengan formalin).
Darah diambil terpisah dari sebelah kanan dan kiri masing-masing sebanyak 50 ml.
darah tepi sebanyak 30-50 ml, diambil dari vena iliaka komunis, bukan darah adari vena
porta. Diketahui stelah oang menelan glukosa, dapat terjadi difusi kebilik jantung sebelah
kanan, sehingga kadar glukosa dalam darah sebelah kanan lebih tinggi daripada dalam darah
sebelah kiri. Dikhawatirkan difusi seperti itu jga dapat terjadi pada obat/ racun sehingga
penentuan konsentrasi atas jantung sebelah kanan saja akan memberikan kesan yang salah
tentang konsentrasi obat/racun dalam darah.
Setelah seseorang meninggal, tubuhnya tetap merupakan pabrik kimia yang efisien.
Sianida, aseton, dan alkohol ternyata dapat membentuk dalam jaringan yang membusuk.
Dengan demikian pengambilan darah dalam jumlah besar dari satu tempat. Bila misalnya

19
daam beberapa contoh darah yang diambil dari berbagai tempat ditemukan konsentrasi yang
sama, maka dengan aman dapat dinyatakan bahwa racun bersangkutan berasal dari luar tubuh
(terpapar dari luar), sebab proses bakteriologik kimiawi yang terjadi dalam tubuh yang telah
membusuk tidak berlangsung serentak dengan kecepatan yang tetap sama diseluruh tubuh.
Pada korban yang masih hidup darah adalah bahan yang terpenting. Ambil contoh darah
masing-masing minimal 5 ml; yang pertama diberi pengawet NaF 1% dan yang lain tanpa
pengawet.
Urin diambil semua yang ada dalam kandung kemih. Bilasan lambung juga diambil
semuanya. Pada mayat diambil lambung beserta isinya lambung diikat pada perbatasan dengn
usus dua belas jari agar pil/ tablet tidak hancur. Atau dengan cara lain, dokter membuka
lambung itu sendiri, kemudian mencatat kelainan-kelainan yang didapat. Baru dikirim ke
laboratorium sehingga dapat diperkirakan jenis racunnya.
Usus beserta isinya dapat sagat berguna terutama bila kematian terjadi dalam waktu
beberapa jam setelah menelan racun sehinga dapat dapat diperkirakan setelah kematian dapat
pula ditemukan pil yang tak dapat hancur oleh lambung (enteric-coated). Hati semua harus
diambil setelah dibersihkan untuk pemeriksaan patologi anatomi dengan alasan: takaran
toksik kebanyakan racun sangat kecil, hanya beberapa mg/kg sehingga kadar racun dalam
tubuh sangt rendah dan untuk memudahkan racun, bahan pemeriksan harus banyak, dan hati
merupakan tempat detosikasi tubuh terpenting. Organ ini mempunyai kekampuan untuk
mengkonsentrasikan racun-racn sehingga kadar racun dalam hati sangat tinggi.
Ginjal keduanya diambil, ginjal penting dalam intoksikasi logam, pemeriksaan racun
secara umum dan pada kasus dimana secara histologis ditemukan kalsium oksalat dan
sulfonamid. Untuk otak, jaringan lipoid dalam otak mempunyai kemampuan untuk menahan
racun, misalnya CHCl3 tetap ada walaupun jaringan otak telah membusuk. Otak bagian
tengah peting pada intoksikasi CN karena tahan terhadap pembusukan (CN dapat terbentuk
pada pembusukan). Urin paling penting karena merupakan tempat ekskresi sebagian besar
racun sehngga dapat untuk tes pendahuluan (spot test) dan juga penting untuk pemerikasan
penyaring racun golongan narkotika dan stimulan.
Empedu sebaiknya kandung empedu jangan dibuka agar cairan empedu tidak
mengalir kehati dan mengacaukan pemeriksaan bahan-bahan tersebut diatas umumnya sudah
cukup untuk memberikan informasi pada keracunan akut yang masuk melalui mulut. Tetapi
pada beberapa keadaan dapat diambil limpa, jantung, likuor otak, jaringan lemak,
(insektisidan, obat anastesi), otot (CO, Pb), rambut (arsen). Cara lain adalah dengan
mengambil dari tiga tempat, yaitu: tempat masuk racun (lambung, tempat suntikan), darah

20
(yang menandakan racun beredar secara sistemik), dan tempat keluar (urin, empedu).
Menurut Curry, contoh bahan pemeriksaan yang rutin harus diambil adalah lambung beserta
isinya, darah, seluruh hati dan seluruh urin.

Wadah Bahan Pemeriksaan Toksikologik4


Idealnya diperlukan minimal 9 wadah karena masing-masing bahan pemeriksaan
ditempatkan secara tersendiri, tidak boleh dicampur, yaitu: 2 buah peles a 2 liter untuk hati
dan usus; 3 peles a 1 liter untuk lambung beserta isinya, otak dan ginjal; 4 botol a 25 ml
untuk darah (2 buah), urin dan empedu. Wadah harus dibersihkan terlebih dahulu dengan
mencucinya dengan asam kronat hangat lalu dibilas aquades dan dikeringkan.

Bahan Pengawet
Sebenarnya yang paling baik adalah tanpa pengawet, tetapi bahan pemeriksaan harus
disimpan dalam lemari es. Bila terpaksa misalnya karena pemeriksaan toksikologi tidak dapat
dilakukan dengan segera tetapi beberapa hari kemudian, maka dapat digunakan bahan
pengawet yaitu: (a) alkohol absolut; (b) larutan garam dapur jenuh; (c) laruran NaF 1%; (d)
NaF + Na sitrat (5 ml NaF + 50 ml Na sitrat untuk tiap 10 ml bahan); dan (e) Na benzoate +
fenil merkuri nitrat (hanya untuk urin). Volume pengawet sebaiknya minimal dua kali
volume bahan pemeriksaan. Penggunaan pengawet alkohol tidak dapat dibenarkan pada
keracunan alkohol dan sebaiknya juga tidak digunakan untuk racun yang mudah menguap.

Cara Pengiriman4
Apabila pemeriksaan toksikologi dilakukan di institusi lain, maka pengiriman bahan
toksikologi harus memenuhi kriteria berikut: satu tempat hanya berisi satu contoh bahan
pemeriksaan, contoh bahan pengawet harus disertakan dengan kontrol, dan tiap tempat yang
telah terisi disegel dan diberi label yang memuat keterangan mengenai tempat pengambilan
bahan, nama korban, bahan pengawet dan isinya. Hasil autopsi harus disertakan secara
singkat, jika mungkin sertakan pula anamnesis dan gejala-gejala klinik, surat permintaan
pemeriksaan dari penyidik harus disertakan dan memuat identitas korban dengan lengkap dan
dugaan racun apa yang menyebabkan intoksikasi.
Semua yang tersebut di atas dikemas dalam suatu kotak dan harus dijaga agar botol
tertutup rapat sehingga tidak ada kemungkinan tumpah atau pecah dalam pengiriman. Kotak
harus diikat dengan tali yang setiap persilangannya diikat mati serta diberi lak pengaman.
Penyegelan dilakukan oleh polisi yang juga harus membuat berita acara penyegelan dan

21
berita acara ini harus disertakan dalam pengiriman bahan pemeriksaan, demikian pula berita
acara penyegelan barang bukti seperti racun/obat. Dalam berita acara tersebut harus terdapat
contoh kertas pembungkus segel/meterai yang digunakan.
Jika jenazah diawetkan, maka pengambilan contoh bahan harus dilakukan sebelum
pengawetan jenazah. Tidak dibenarkan mengambil setelah pengawetan karena formalin yang
biasanya digunakan untuk mengawet jenazah dapat menyulitkan pemeriksaan dan kadang
kala malah merusak racun. Pada pengambilan contoh bahan dari korban hidup, alkohol tidak
dapat dipakai sebagai desinfektan lokal saat pengambilan darah, hal ini untuk menghilangkan
kesulitan dalam penarikan kesimpulan bila kasus menyangkut alkohol. Sebagai gantinya
dapat digunakan sublimat 1% atau merkuri klorida 1%.

Berbagai Macam Zat Penyebab Keracunan


Keracunan Karbon Monoksida4
Karbon monoksida (CO) merupakan racun yang tertua dalam sejarah manusia. Sejak
dikenal cara membuat api, manusia senantiasa terancam oleh asap yang mengandung CO.
Gas CO adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak merangsang selaput lendir, dan
bersifat sedikit lebih ringan dari udara sehingga mudah menyebar. Sumber gas CO berasal
dari hasil pembakaran tidak sempurna dari karbon dan bahan-bahan organik yang
mengandung karbon. Sumber terpenting adalah motor yang menggunakanm bensin sebagai
bahan bakar, karena campuran bahan yang terbakar mengandung bahan bakar lebih banyak
dari udara sehingga gas yang dikeluarkan mengandung 3-7% CO. Sumber lain gas CO adalah
gas arang batu yang mengandung sekitar 5% CO, alat pemanas berbahan bakar gas, lemari es
gas dan cerobong asap yang bekerja tidak baik. Gas alam jarang sekali mengandung CO,
akan tetapi pembakaran yang tidak sempurna tetap akan menghasilkan CO. Pada kebakaran
juga dapat terbentuk gas CO.

Farmakokinetik
CO hanya diserap ,melalui paru dan sebagian besar diikat oleh hemoglobin (Hb)
secara reversibel, membentuk karboksi-hemoglobin. Selebihnya mengikat diri dengan
mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskuler lain. CO bukan merupakan racun yang
kumulatif dan ikatannya dengan Hb tidaklah tetap (reversibel). Setelah CO dilepaskan oleh
Hb, sel darah merah tidak mengalami kerusakan. Absorpsi atau ekskresi CO ditentukan oleh

22
kadar CO dalam udara lingkungan, kadar COHb sebelum pemaparan, lamanya pemaparan
dan ventilasi paru.

Farmakodinamik
CO bereaksi dengan Fe dari porfirin dan karena itu CO bersaing dengan O2 dalam
mengikat protein heme yaitu Hb, mioglobin, sitokrom oksidase (sitokrom a, a3) dan sitokrom
P-450, peroksidase, dan katalase. Yang terpenting adalah reaksi CO dengan Hb dan sitokrom
a3. Dengan diikatnya Hb, menjadi COHb mengakibatkan Hb menjadi inaktif sehingga darah
berkurang kemampuannya untuk mengangkut O2 dan mengakibatkan terhambatnya disosiasi
Oksi-Hb. Dengan demikian jaringan akan mengalami hipoksia. Konsentrasi CO dalam udara
lingkungan dan lamanya inhalasi menentukan kecepatan timbulnya gejala-gejala ataru
kematian.

Tanda dan Gejala Keracunan


Gejala keracunan CO berkaitan dengan kadar COHb dalam darah. Berikut adalah
tabel yang menunjukkan kadar COHb beserta dengan gejala-gejala yang ditimbulkan.

Tabel 1. Kadar COHb dalam Darah dan Gejala-gejala yang Ditimbulkan4

% Saturasi COHb Gejala-gejala

10 Tidak ada
10-20 Rasa berat pada kening, mungkin sakit kepala ringan, pelebaran
pembuluh darah subkutan, dispnea, gangguan koordinasi.
20-30 Sakit kepala, berdenyut pada pelipis, emosional.
30-40 Sakit kepala keras, lemah, pusing, penglihatan buram, mual dan
muntah, kolaps.
40-50 Sama dengan yang tersebut di atas tetapi dengan kemungkinan besar
untuk kolaps atau sinkop. Pernafasan dan nadi bertambah cepat,
ataksia.
50-60 Sinkop, pernafasan dan nadi bertambah cepat, koma dengan kejang
intermiten, pernafasan Cheyne Stokes.
60-70 Koma dengan kejang, depresi jantung dan pernafasan, mungkin mati.
70-80 Nadi lemah, pernafasan lambat, gagal pernafasan dan mati.

23
Pemeriksaan Kedokteran Forensik
Diagnosis keracunan CO pada korban yang mati tidak lama setelah keracunan CO,
ditemukan lebam mayat berwarna merah muda terang (cherry pink color), yang tampak jelas
bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih. Pada analisa toksikologi darah akan ditemukan
adanya COHb. Kelainan yang dapat ditemukan adalah kelainan akibat hipoksemia dan
komplikasi yang timbul selama penderita dirawat.

Pemeriksaan Laboratorium
Penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji dilusi alkali, yaitu dengan cara
mengambil 2 tabung reaksi dan kemudian dimasukkan ke dalam tabung pertama 1-2 tetes
darah korban dan pada tabung kedua 1-2 tetes darah normal sebagai kontrol. Encerkan
masing-masing darah dengan menambah 10 mL air. Tambahkan pada masing-masing tabung
5 tetes NaOH 10-20% lalu dikocok. Darah normal segera berubah warna menjadi merah hijau
kecoklatan karena terbentuk hematin alkali, sedangkan darah yang mengandung COHb tidak
berubah warnanya oleh karena bersifat lebih resisten terhadap pengaruh alkali.
Perlu diperhatikan bahwa darah yang dapat digunakan sebagai kontrol dalam uji dilusi
alkali ini. Haruslah darah dengan Hb yang normal. Jangan gunakan darah fetus karena
dikatakan bahwa darah fetus juga bersifat resisten terhadap alkali. Pemeriksaan adanya
COHb dalam darah juga dapat melalui penentuan secara spektroskopis. Darah mayat adalah
darah yang tidak segar sehingga memberikan hasil yang tidak dapat dipercaya. Cara
kromatografi gas banyak dipakai untuk mengukur kadar CO dari sampel darah mayat dan
cukup dapat dipercaya.

Keracunan Sianida4
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik karena garam sianida dalam
takaran kecil sudah cukup untuk menimbulkan kematian pada seseorang dengan cepat
seperti bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa tokoh nazi. Kematian akibat CN biasanya
terjadi pada kasus bunuh diri dan pembunuhan. Akan tetapi, dapat juga terjadi pada
kecelakaan di laboratorium, pada fumigasi pertanian dan gudang-gudang kapal. Sumber CN
dapat berupa hidrogen sianida (HCN) merupakan cairan jernih yang bersifat asam, larut
dalam air, alkohol, dan eter. Garam sianida yang dipakai dalam pengerasan besi dan baja,

24
dalam proses penyepuhan emas dan perak serta dalam fotografi. Sianida juga didapat dari
biji tumbuh-tumbuhan genus Prunus, singkong liar, umbi-umbian liar, temulawak, cherry
liar, plum, aprikot, amigdalin liar, jetberry bush, dan sebagainya.

Farmakokinetik
Garam sianida cepat diabsorpsi melalui saluran pencernaan. Sianogen dan uap HCN
diabsorpsi melalui pernafasan. HCN cair akan cepat diabsorpsi melalui kulit tetapi gas HCN
lambat. CN dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut, inhalasi dan kulit. Setelah
diabsorbsi, masuk ke dalam sirkulasi darah sebagai CN bebas dan tidak berikatan dengan
hemoglobin, kecuali dalam bentuk methemoglobin akan terbentuk sianmethemoglobin. CN
dalam tubuh menginaktifkan beberapa enzim oksidatif jaringan, terutama sitokrom oksidase
dengan mengikat bagian ferric-heme group dan oksigen yang dibawa oleh darah.
Selain itu CN juga secara refleks merangsang pernapasan dengan bekerja pada ujung
saraf sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga pernapasan bertambah cepat dan menyebabkan
gas racun yang diinhalasi makin banyak. Dengan demikian proses oksidasi-reduksi dalam sel
tidak dapat berlangsung dan oksi-Hb tidak dapat berdisosiasi melepaskan O2 ke dalam
jaringan sehingga timbul anoksia jaringan. Takaran toksik peroral adalah 60-90 mg
sedangkan takaran toksik untuk KCN atau NaCN adalah 200 mg. Kadar gas CN dalam udara
lingkungan dan lama inhalasi menentukan kecepatan timbul gejala keracunan dan kematian.

Tanda dan Gejala Keracunan


Gas CN cepat menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian dapat timbul dalam
beberapa menit. Korban mengeluh terasa terbakar pada kerongkongan dan lidah, sesak nafas,
hipersalivasi, mual, muntah, sakit kepala, vertigo, fotofobia, tinitus, pusing dan kelelahan.
Dapat pula ditemukan sianosis pada muka, busa keluar dari mulut, nadi cepat dan lemah,
pernafasan cepat dan kadang-kadang tidak teratur, pupil dilatasi, dan refleks melambat.
Kemudian mayat berwarna merah terang dan bau amandel.

Pemeriksaan Kedokteran Forensik


Pada pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang patognomonik untuk
keracunan CN, dapat tercium dengan cara menekan dada mayat sehingga akan keluar gas
dari mulut dan hidung. Sianosis pada wajah dan bibir,busa keluar dari mulut, dan lebam
mayat berwarna merah terang, karena darah vena kaya akan oksi-Hb. Warna lebam yang
merah terang tidak selalu ditemukan pada kasus keracunan sianida, melainkan dapat juga

25
ditemukan warna lebam mayat yang berwarna biru-kemerahan, livid. Hal ini tergantung pada
keadaan dan derajat keracunan. Pada pemeriksaan bedah jenazah dapat ditemukan bau
amandel yang khas pada saat membuka rongga dada, perut, dan otak serta lambung. Darah,
otot, dan penampang organ tubuh dapat berwarna merah terang. Selanjutnya hanya
ditemukan tanda-tanda asfiksia pada organ-organ tubuh.

Pemeriksaan Laboratorium
Uji Kertas Saring
Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan asam pikrat jenuh, yang diteteskan satu
tetes isi lambung atau darah korban. Kemudian ditetesi Na2CO3 10% sebanyak 1 tetes. Uji
dikatakan positif bila terbentuk warna ungu.

Reaksi Schonbein-Pagenstecher
50 mg isi lambung atau jaringan dimasukkan ke dalam botol erlenmeyer. kertas saring
kemudian dicelupkan ke dalam larutan guajacol dalam alkohol, keringkan. Lalu celupkan ke
dalam larutan 0,1% CuSO4 dalam air dan kertas saring digantungkan di atas jaringan dalam
botol. Hasil reaksi dapat dikatakan positif apabila terbentuk warna biru-hijau pada kertas
saring. Reaksi ini tidak spesifik oleh karena hasil positif semu dapat ditemukan bila isi
lambung mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon. Reaksi ini hanya digunakan untuk
skrining.

Keracunan Arsen4
Arsen dahulu sering digunakan sebagai racun untuk membunuh orang lain, dan
tidaklah mustahil dapat ditemukan kasus peracunan dengan arsen di masa sekarang ini.
Disamping itu keracunan arsen kadang-kadang dapat terjadi karena kecelakaan dalam
industri dan pertanian akibat memakan/meminum makanan/minuman yang terkontaminasi
dengan arsen. Sumber arsen dapat ditemukan pada industri dan pertanian terdapat dalam
bahan yang digunakan untuk penyemprotan buah-buahan, insektisida, fungisida, rodentisida,
pembasmi tanaman liar, dan pembunuhan lalat. Kadang-kadang juga didapatkan dalam cat
dan kosmetika. Arsen juga terdapat dalam tanah, air minum yang terkontaminasi, bir,
kerang, tembakau, dan obat-obatan.

Farmakokinetik

26
Arsen dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut, inhalasi dan melalui kulit. Setelah
diabsorpsi melalui mukosa usus, arsen kemudian ditimbun dalam hati, ginjal, kulit, dan
tulang. Ekskresi terjadi dengan lambat melalui feses dan urin sehingga dapat terakumulasi di
dalam tubuh.

Farmakodinamik
Arsen menghambat sistim enzim sulfhidiril dalam sel sehingga metabolisme sel
dihambat. Pada orang dewasa kadar normal dalam urin 100 ug/L, rambut 0,5 mg/kg, dan
kuku 0,5 mg/kg. Kadar dalam rambut pada keracunan 0,75 mg/kg dan pada kuku 1 mg/kg
atau lebih.

Tanda dan Gejala Keracunan


Pada keracunan akut dapat timbul gejala gastrointestinal hebat. Mula-mula rasa
terbakar di daerah tenggorok dengan rasa logam pada mulut, diikuti mual dan muntah hebat.
Isi lambung dan bahkan isi duodenum dapat keluar, muntahan dapat mengandung bubuk
berwarna putih (As2O3), kadang-kadang sedikit berdarah. Kemudian terjadi nyeri
epigastrium yang cepat menjalar ke seluruh perut hingga nyeri pada perabaan, dan diare
hebat. Kematian terjadi akibat dehidrasi jaringan dan syok hipovolemik.

Pemeriksaan Kedokteran Forensik


Pada pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi. Pada pembedahan jenazah
ditemukan tanda-tanda iritasi lambung, mukosa berwarna merah, kadang-kadang dengan
perdarahan. Pada jantung ditemukan perdarahan sub-endokardium pada septum. Bila korban
cepat meninggal setelah menghirup arsen, akan terlihat tanda-tanda kegagalan
kardiorespirasi akut. Bila meninggalnya lambat dapat ditemukan ikterus dengan anemia
hemolitik, tanda-tanda kerusakan ginjal berupa degenerasi lemak dengan nekrosis lokal serta
nekrosis tubuli. Pada korban mati akibat keracunan kronik tampak keadaan gizi buruk, pada
kulit terdapat pigmentasi coklat,keratosis telapak tangan dan kaki. Kuku memperlihatkan
garis-garis putih pada bagian kuku yang tumbuh dan dasar kuku.

Pemeriksaan Laboratorium
Pada kasus keracunan arsen, kadar dalam darah, urin rambut dan kuku meningkat.
Pada rambut kepala normal = 0,5 mg/kg, curiga keracunan = 0,75 mg/kg, keracunan akut =
30 mg/kg dan kuku normal = sampai 1 mg/kg, curiga keracunan = 1 mg/kg dan keracunan

27
akut = 80 ug/kg (kuku normal). Selain itu, dapat dilakukan uji Reinsch, uji Gutzeit, uji
Marsh, pemeriksaan secara fisika, dan kromatografi gas.

Keracunan Alkohol4
Alkohol adalah senyawa yang banyak ditemukan dalam berbagai minuman dan sering
menimbulkan keracunan. Sumber alkohol meliputi minuman seperti whisky, brandy, rum,
vodka, gin, wines, beer, dan ale. Alkohol (etanol) sintetik seperti air tape, tuak, dan brem
dihasilkan dari peragian secara kimia dan fisiologik. Bau alkohol murni dapat tercium di
udara bila mencapai 4,5-10 ppm.

Farmakokinetik
Alkohol diabsorpsi dalam jumlah sedikit melalui mukosa mulut dan lambung.
Sebagian besar diabsorpsi di usus halus dan sisanya di kolon. 90% alkohol yang dikonsumsi
dimetabolisme oleh tubuh, terutama di hati oleh enzim alkohol dehidrogenase (ADH) dan
koenzim nikotinamid-adenin-dinukleotida (NAD) menjadi asetaldehida dan kemudian oleh
enzim aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah menjadi asam asetat. Piruvat, levulosa
(fruktosa), gliseraldehida (metabolit levulosa), dan alanina akan mempercepat metabolisme
alkohol. 10% alkohol yang dikonsumsi akan dikeluarkan dalam bentuk utuh melalui urin,
keringat, dan udara napas. Dari jumlah ini, sebagian besar (90%) dikeluarkan melalui urin.

Farmakodinamik
Alkohol menyebabkan presipitasi dan dehidrasi sitoplasma sel sehingga bersifat
sebagai astringent. Pada kulit alkohol menyebabkan penurunan temperatur akibat
penguapan, sedangkan pada mukosa akan menimbulkan iritasi dan lebih hebat lagi
mengakibatkan inflamasi. Alkohol sangat berpengaruh pada sistem saraf pusat (SSP). Efek
stimulasi alkohol pada SSP timbul akibat aktivitas berbagai bagian otak yang tidak
terkendalikan akibat penekanan mekanisme kontrol penghambat. Takaran alkohol untuk
menimbulkan gejala keracunan bervariasi tergantung dari kebiasaan minum dan sensitivitas
genetik dari orang tersebut.

Tanda dan Gejala Keracunan


Pada kadar yang rendah, 10-20 mg%, sudah menimbulkan gangguan berupa
penurunan keapikan keterampilan tangan dan perubahan tulisan tangan. Pada kadar 30-40

28
mg% telah timbul penciutan lapang pandangan, penurunan ketajaman penglihatan, dan
pemanjangan waktu reaksi. Pada kadar kurang lebih 80 mg% telah terjadi gangguan
penglihatan 3 dimensi, kedalaman pandangan, gangguan pendengaran, penurunan
kemampuan memusatkan perhatian, konsentrasi, asosiasi, dan analisa.
Pada kadar 30-50 mg% dapat menyebabkan penurunan keterampilan mengemudi dan
akan tampak lebih jelas pada kadar 150 mg%.
Alkohol dengan kadar dalam darah 200 mg% menimbulkan gejala banyak bicara,
ramai, refleks menurun, inkoordinasi otot-otot kecil, kadang-kadang nistagmus, dan sering
terdapat pelebaran pembuluh darah kulit.
Pada kadar 250-300 mg% menimbulkan gejala penglihatan kabur, tak dapat
mengenali warna, konjungtiva merah, dilatasi pupil (jarang konstriksi), diplopia, sukar
memusatkan pandangan/penglihatan dan nistagmus. Bila makin meningkat kadarnya dalam
darah dan otak akan timbul pembicaraan kacau, tremor tangan dan bibir, keterampilan
menurun, inkoodinasi otot dan tonus otot muka menghilang.
Dalam kadar 400-500 mg%, aktivitas motorik hilang sama sekali, stupor atau koma,
pernapasan perlahan dan dangkal, suhu tubuh menurun.

Pemeriksaan Kedokteran Forensik


Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas. Mungkin ditemukan gejala-
gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan, darah
lebih encer, berwarna merah gelap. Mukosa lambung menunjukkan tanda perbendungan,
kemerahan, dan tanda inflamasi, tetapi terkadang dapat tidak ada tanda kelainan.
Organ-organ termasuk otak dan darah berbau alkohol. Pada pemeriksaan histopatologi
dapat ditemukan edema dan pelebaran pembuluh darah otak dan selaput otak, degenerasi
bengkak keruh pada bagian parenkim otak dan inflamasi mukosa saluran cerna.
Pada kasus keracunan kronik yang meninggal, jantung dapat menunjukkan fibrosis
interstisial, hipertrofi serabut otot jantung, sel-sel radang kronik pada beberapa tempat,
gambaran seran lintang otot jantung menghilang, hialinisasi, edema, dan vakuolisasi serabut
oto jantung.

Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol
darah. Kadar alkohol dari udara ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai pemeriksaan pilihan

29
kedua. Untuk korban yang meninggal, sebagai pilihan kedua dapat diperiksa kadar alkohol
dalam otak, hati, atau organ lain atau cairan tubuh lain seperti cairan serebrospinal.
Penentuan kadar alkohol dalam lambung saja tanpa menentukan kadar alkohol darah
hanya menunjukkan bahwa orang tersebut telah meminum alkohol. Pada mayat, alkohol
dapat berdifusi dari lambung ke jaringan sekitar termasuk jantung. Untuk pemeriksaan
toksikologi pada mayat, diambil darah dari pembuluh darah vena perifer (kubiti atau
femoralis).

Sudden Death6,7
Pengertian kematian mendadak sebenarnya berasal dari kata sudden unexpected
natural death yang di dalamnya terkandung kriteria penyebab yaitu natural (alamiah, wajar).
Mendadak disini diartikan sebagai kematian yang datangnya tidak terduga dan tidak
diharapkan, dengan batasan waktu yang nisbi. Camps menyebutkan batasan kurang dari 48
jam sejak timbul gejala pertama. Definisi kematian mendadak menurut WHO yaitu kematian
dalam waktu 24 jam sejak gejala timbul, tapi beberapa dokter dan ahli patologi berpendapat
bahwa 1 jam terlalu lama, sehingga mereka hanya menyetujui jika kematian terjadi dalam
waktu 1 jam sejak timbulnya penyakit.
Terminologi kematian mendadak disini dibatasi pada suatu kematian alamiah yang
terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak, mensinonimkan kematian mendadak
dengan terminologi ”sudden natural unexpected death”. Deskripsi “sudden” atau
“unexpected” tidak selalu akurat, “unexplained” biasanya menjadi alasan dilakukan
investigasi medikolegal. Otopsi dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian,
meskipun setelah otopsi dilakukan, penyebab kematian tetap tidak diketahui.
Pada kematian mendadak, penyebab kematian hampir selalu ditemukan pada sistem
kardiovaskuler, meskipun lesi tidak terdapat di jantung atau pembuluh darah utama.
Perdarahan otak yang masif, perdarahan subarakhnoid, ruptur kehamilan ektopik, hemoptisis,
hematemesis, dan emboli pulmonal, sebagai contoh, bersama dengan penyakit jantung dan
aneurisma aorta mempunyai kontribusi pada sebagian besar penyebab kematian mendadak
dan “unexpected” akibat system vaskular. Tanpa autopsi, para dokter salah dalam
menentukan sebab kematian dari 25-50% kasus. Di banyak negara dengan banyak proporsi
autopsi medikolegal dan di Inggris dan Wales terdapat sekitar 80% autopsi koroner, sisanya
karena bunuh diri, kecelakaan, dan pembunuhan.

30
Lesi yang dapat menyebabkan kematian alamiah yang mendadak secara garis besar
terdiri dari 3 golongan, yaitu lesi yang diakibatkan oleh proses penyakit, terjadinya ruptur
pembuluh darah, dan infeksi laten. Grup terbesar adalah lesi yang diakibatkan oleh proses
penyakit yang berjalan perlahan atau insiden berulang yang merusak organ vital tanpa
menimbulkan suatu gejala renjatan akut sampai terjadi suatu penghentian fungsi organ vital
yang tiba-tiba. Salah satu contoh yang paling baik untuk golongan ini adalah kematian
mendadak akibat penyakit jantung koroner.
Terjadinya ruptur pembuluh darah yang mendadak dan tak terduga, yang diikuti
dengan perdarahan yang berakibat fatal. Contoh golongan ini adalah pecahnya aneurisma
aorta dengan perdarahan ke dalam pericardial sac atau pecahnya aneurisma pada sirkulus
Willisi yang menyebabkan perdarahan subdural. Golongan ketiga mencakup infeksi laten
atau infeksi hebat yang perjalanan penyakitnya berkembang tanpa menunjukkan gejala yang
nyata atau bermakna sampai terjadi kematian. Contohnya adalah endokarditis bakterial atau
obstruksi mendadak usus karena volvulus.
Pengenalan sebab kematian pada kasus kematian mendadak secara mendasar adalah
proses interpretasi yang mencakup deteksi perubahan patologis yang ditemukan secara
anatomis, patologi anatomi, bakteriologis dan kimiawi serta seleksi lesi yang ditemukan yang
dianggap mematikan bagi korban.
Berhadapan dengan kasus kematian mendadak, autopsi harus dilakukan dengan amat
teliti, pemeriksaan histopatologi merupakan suatu keharusan. Sampel diambil dari semua
organ yang dianggap terlibat dengan perjalanan penyakit hingga menyebabkan kematian,
juga kelainan pada organ yang tampak secara makroskopik, walau mungkin kelainan tersebut
tidak berhubungan langsung dengan penyebab kematian.
Sebaiknya setiap jenis organ dimasukkan pada wadahnya sendiri, menghindari bias
pembacaan mikroskopik. Eksisi sampel organ haruslah mencakup daerah yang normal dan
daerah yang kita curigai secara mikroskopik terjadi proses patologik. Informasi mengenai
temuan-temuan pada autopsi perlu disertakan dalam permintaan pemeriksaan histopatologi,
sehingga dokter ahli patologi dapat melakukan tugasnya dengan maksimal.
Pada autopsi kasus yang diduga kematian mendadak, hampir selalu pemeriksaan
toksikologi harus dilakukan. Tanpa pemeriksaan toksikologi, penegakan sebab mati menjadi
kurang tajam. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan toksikologi beragam sesuai dengan
kecurigaan jenis racun pada kasus secara individual.

31
Visum et Repertum
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik
yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati,
ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah
sumpah untuk kepentingan peradilan.8
Penegak hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat
dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan
tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.

Jenis Visum et Repertum


Ada beberapa jenis Visum et Repertum, yaitu:

1. Visum et Repertum Perlukaan atau Keracunan


2. Visum et Repertum Kejahatan Susila
3. Visum et Repertum Jenazah
4. Visum et Repertum Psikiatrik
Tiga jenis visum yang pertama adalah Visum et Repertum mengenai tubuh atau raga
manusia yang berstatus sebagai korban, sedangkan jenis keempat adalah mengenai mental
atau jiwa tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana. Visum et
Repertum perlukaan, kejahatan susila dan keracunan serta Visum et Repertum psikiatri
adalah visum untuk manusia yang masih hidup sedangkan Visum et Repertum jenazah adalah
untuk korban yang sudah meninggal. Keempat jenis visum tersebut dapat dibuat oleh dokter
yang mampu, namun sebaiknya untuk Visum et Repertum psikiatri dibuat oleh dokter
spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.8

Format Visum et Repertum

Meskipun tidak ada keseragaman format, namun pada umumnya Visum et Repertum
memuat hal-hal sebagai berikut:
Visum et Repertum terbagi dalam 5 bagian:8

1. Pembukaan: kata “Pro Justisia” artinya untuk peradilan, tidak dikenakan materai,
kerahasiaan.
2. Pendahuluan: berisi landasan operasional ialah obyektif administrasi: identitas
penyidik (peminta Visum et Repertum, minimal berpangkat Pembantu Letnan Dua,

32
identitas korban yang diperiksa, kasus dan barang bukti, identitas TKP dan saat/sifat
peristiwa, identitas pemeriksa (tim kedokteran forensik), identitas saat/waktu dan
tempat pemeriksaan.
3. Pelaporan/inti isi: dasarnya obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa, semua
pemeriksaan medis segala sesuatu/setiap bentuk kelainan yang terlihat dan diketahui
langsung ditulis apa adanya (A-Z).
4. Kesimpulan: landasannya subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai
dengan pengetahuannya) dan hasil pemeriksaan medis (poin 3), ilmu kedokteran
forensik, tanggung jawab medis.
5. Penutup: landasannya Undang-Undang/Peraturan yaitu UU no. 8 tahun 1981 dan LN
no. 350 tahun 1937 serta Sumpah Jabatan/Dokter yang berisi kesungguhan dan
kejujuran tentang apa yang diuraikan pemeriksa dalam Visum et Repertum tersebut.

Contoh Visum et Repertum

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jl. Salemba Raya 6 Telp. 3106197, Fax. 3154626, Jakarta 10430

Nomor : 1435-SK.III/VER/3-11 Jakarta,05 Desember 2015


Lamp : Satu sampul tersegel--------------------------------------------------------------------
Perihal : Hasil Pemeriksaan Pembedahan------------------------------------------------------
atas jenazah Tn. A----------------------------------------------------------------------

PROJUSTITIA
Visum et Repertum

Yang bertanda tangan di bawah ini, dr. Andi, dokter ahli kedokteran forensik pada
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta, menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Jakarta Barat
No. Pol: A/053/Ver/LK/X/2011 tertanggal dua puluh sembilan November dua ribu lima
belas, maka pada tanggal lima Desember tahun dua ribu lima belas, pukul sepuluh lewat tiga
puluh menit Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di ruang bedah jenazah Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana telah melakukan pemeriksaan atas
jenazah yang menurut surat permintaan tersebut adalah :

Nama : Budi
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Warga negara : Indonesia
Pekerjaan : Supir
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tanjung Duren 3 RT 10 No 05

33
Hasil Pemeriksaan
I. Pemeriksaan Luar
1. Mayat adalah seorang laki-laki bangsa Indonesia, umur kurang
lebih tiga puluh sembilan tahun, kulit berwarna sawo matang, gizi cukup, panjang
badan seratus enam puluh lima sentimeter dan berat badan tujuh puluh empat
kilogram dan zakar disunat. -----------------------------------------------------------
2. Mayat tidak
terbungkus----------------------------------------------------------------
3. Mayat berpakaian sebagai berikut: Kaos oblong berwarna putih
berukuran M. Celana
pendek.---------------------------------------------------------------------
4. Kaku mayat lengkap pada seluruh persendian korban, lebam
mayat ditemukan pada bagian punggung korban-------------------------------------------
5. Rambut hitam keriting. Wajah dan leher tidak ditemukan tanda
kekerasan tumpul maupun tajam
------------------------------------------------------------------
6. Kedua mata tertutup, tidak ada gambaran perbendungan mata
dan tidak ada bintik-bintik perdarahan pada komjungtiva bulbi dan
palpebra.-----------------
7. Hidung berbentuk normal dan kedua daun telinga berbentuk
normal.----------
8. Mulut tertutup. Kedua bibir tampak tebal. Gigi
lengkap--------------------------
9. Dari lubang hidung, telinga, mulut dan lubang tubuh lainnya
tidak keluar apa-
apa-----------------------------------------------------------------------------------
10. Dada : tidak ditemukan tanda kekerasan tumpul maupun
tajam.----------------
11. Perut : tidak ditemukan tanda kekerasan tumpul maupun
tajam.-----------------
12. Punggung : ditemukan beberapa memar berbentuk dua garis
sejajar -----------
13. Alat kelamin: tidak ditemukan tanda kekerasan tumpul maupun
tajam--------
14. Anggota gerak atas : tidak ditemukan tanda kekerasan tumpul
maupun tajam
15. Anggota gerak bawah : tidak ditemukan tanda kekerasan
tumpul maupun tajam

II. Pemeriksaan Dalam (Bedah Jenazah)


1. Kepala & leher : ------------------------------------------------------------------------------
2. Dada:---------------------------------------------------------------------------------------------
3. Perut :-------------------------------------------------------------------------------------

Kesimpulan
1. Korban seorang laki-laki, usia tiga puluh sembilan tahun, tinggi badan kurang lebih
seratus enam puluh lima sentimeter, berat badan tujuh puluh lima kilogram, keadaan gizi

34
baik, warna kulit sawo matang, rambut hitam keriting, panjang kurang lebih lima
sentimeter. ---------------------------------------------------------------
2. Pemeriksaan Luar : ---------------------------------------------------------------------------
Pemeriksaan Dalam: -------------------------------------------------------------------------

Demikian Visum et Repertum ini saya buat dengan mengingat sumpah waktu
menerima jabatan.

Dokter yang memeriksa,

dr. Andi, Sp.F

Interpretasi Hasil Temuan


Berdasarkan kasus yang dibahas di atas ditemukan pasutri meninggal dalam ruangan
tertutup dan terkunci dan tidak ada tanda perlawanan. Semua tampak rapi menurut
keterangan anak korban dan ketua RT yang menemukan jenazah kedua korban. Dari
pemeriksaan awal tidak ditemukan tanda-tanda memar pada korban dan diketahui bahwa
korban merupakan orang yang cukup sukses. Diketahui bahwa anak korban telah
menghubungi pihak asuransi terkait kejadian tersebut.
Informasi yang didapatkan pada kasus diatas belum dapat membantu untuk
menentukan waktu kematian, penyebab kematian, dan kurangnya informasi dari TKP.
Dengan informasi yang didapat dapat disimpulkan 2 jenis kemungkinan penyebab
kematian korban yakni keracunan dan sudden death. Oleh karena itu pemeriksaan fisik dan
informasi dari TKP sangat diperlukan seperti identitas korban, pekerjaan, riwayat sosial
(apakah ada masalah), keadaan finansial korban, apakah ada masalah dengan keluarga,
teman, ataupun rekan bisnis, riwayat penyakit korban dan gaya hidup korban. Pemeriksaan
jenazah korban pada TKP sangat diperlukan untuk mengetahui perkiraan waktu kematian
korban, pengecekan ciri fisik yang muncul pada jenazah pasien seperti tanda-tanda
kekerasan, lebam mayat, perubahan pupil, warna kulit seperti bibir, dan pengecekan sampel
darah, rambut, kuku, air liur, urin dan bila ada feses. Benda-benda disekitar pasien seperti
gelas minum, obat-obatan, insektisida dan tidak menutup kemungkinan apabila ini
pembunuhan berencana yang sangat rapi, meracuni dengan gas CO sangatlah mungkin baik
menggunakan kompresor AC yang selalu diletakkan di luar rumah sehingga apabila
diletakkan genset di samping kompresor AC udara CO dapat masuk ke dalam ruangan dan
dapat meracuni. Tetapi tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan dari korban di mana

35
pada saat sebelum tidur terjadi pemadaman sehingga korban menghidupkan genset dan
diletakkan di dalam rumah (akibat berbagai pertimbangan korban, hujan, takut dicuri, dll)
dengan berbagai pertimbangan dan udara CO dapat masuk ke kamar korban dan
meracuninya.
Anak korban yang telah menghubungi pihak asuransi membuat 2 asumsi yakni anak
korban memiliki niat untuk membereskan semua hutang-hutang orang tuanya apabila ada
atau memiliki niat membunuh. Anak korban sangat dekat dengan ayahnya yang terlihat pada
saat keterangan yang diberikan bahwa ayahnya biasa lari pagi tetapi pada suatu pagi tidak
melakukan kegiatannya. Pada kasus ini, kemungkinan disebabkan oleh karena terjadi sudden
death, hanya saja kejadian sudden death yang dialami oleh dua orang akibat penyakit secara
bersamaan sangatlah jarang ditemukan. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk kasus ini
dapat juga disebabkan oleh keracunan. Apabila kasus ini adalah keracunan, sang anak
memiliki kesempatan yang sangat besar untuk meletakkan racun baik dalam bentuk sianida di
minuman korban atau bisa juga dalam bentuk obat-obatan yang diberikan.

Kesimpulan
Kasus di atas belum dapat dipastikan penyebab dari kematian pasutri tersebut. Pada
kasus ini terdapat 2 asumsi, yakni kematian tersebut disebabkan oleh karena sudden death
atau tidak menutup kemungkinan disebabkan oleh keracunan. Pemeriksaan forensik seperti
pemeriksaan TKP, pemeriksaan luar jenazah, pemeriksaan bedah jenazah, dan pemeriksaan
lainnya seperti toksikologi forensik dan histopatologi forensik sangat dibutuhkan untuk
membantu menegakkan waktu kematian, penyebab kematian, dan kemungkingan cara
kematian pada kasus tersebut.

Daftar Pustaka
1. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses
penyidikan. Jakarta: Sagung Seto; 2008.
2. Wirasuta MAG. Analisis toksikologi forensik dan interpretasi temuan analisis.
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2008;1(1):47-55.
3. Safitry O. Kompilasi peraturan perundang-undangan terkait praktik kedokteran.
Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 2014. h. 14-5, 17-20.
4. Budiyanto A, Widiaktama W, Sudiono S, Hertian S, Sempurna B, dkk. Ilmu
kedokteran forensik. Edisi ke-1. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997. h.

36
3, 5, 8, 25-35, 44-8, 71-106, 113-8, 203-5.
5. James JP, Byard R, Corey T, Henderson C. Encyclopedia of forensic and legal
medicine. 1st ed. Vol. 1. Elsevier Publication; 2004. p.151.
6. Byard, Roger W. Sudden death in infancy childhood and adolescent. New York:
Cambrige University Press; 2004.
7. Dahlan, Sofwan. Ilmu kedokteran kehakiman. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro; 2008.
8. Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik FKUI; 2014. h. 2, 4, 6.

37

Anda mungkin juga menyukai