A. Latar Belakang
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak secara
optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini
tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat dirawat
di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak
menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut
merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa
stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan
anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan
melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya
(distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Tujuan
bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase
pertumbuhan dan perkembangan secara optimal, mengembangkan kreatifitas anak,
dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress. Bermain sangat penting bagi
mental, emosional, dan kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan
kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit
(Wong, 2009).
Bermain merupakan salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu alat
paling penting untuk menatalaksanakan stress karena hospitalisasi menimbulkan
krisis dalam kehidupan anak, dan karena kadang situasi tersebut sering disertai stress
berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa cemas yang
mereka alami sebagai alat koping dalam menghadapi stress (Wong, 2009).
0
dengan baik akan lebih menarik daripada alat permainan yang tidak didesain dengan
baik. Anak biasanya menyukai alat permainan dengan bentuk sederhana, tidak rumit
dan berwarna terang. Salah satu contoh permainan yang menarik yaitu permainan
puzzle, karena puzzle dapat meningkatkan daya piker anak dan konsentrasi anak.
Melalui puzzle anak akan daoat mempelajari sesuatu yang rumit serta anak akan
berfikir bagaimana puzzle ini dapat tersusun dengan rapi (Kaluas, 2015).
Puzzle game merupakan permainan yang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan,
tetapi juga dapat melatih kemampuan otak. Berdasarkan penelitian seorang ahli saraf
bernamaIan Robertson, puzzel dapat meningkatkan kemampuan mental. Selain itu,
permainan ini juga dapat mencegah penyakit Alzheimer dan hilang ingatan
(Supartini, 2012).
Melihat pentingnya bermain bagi seorang anak, maka kami akan mengadakan terapi
bermain dengan sasaran prasekolah usia anak 4-6 tahun yang berada di ruang rawat
Larat RSAB Harapan Kita. Pelaksanaan terapi bermain ini diharapkan dapat
mengurangi cemas pada anak akibat hospitalisasi.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembangkan
aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan mengurangi hospitalisasi
pada anak.
b. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti permainan selama 30 menit anak akan mampu:
a) Mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya
b) Mengekspresikan perasaannya selam menjalani perawatan.
c) Mengekspresikan rasa senangnya terhadap permainan
d) Beradaptasi dengan lingkungan
e) Mempererat hubungan antara perawat dan anak
1
BAB II
Deskripsi Kasus
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktikkan
keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan
diri untuk berperan dan berpilaku dewasa. (Aziz alimul, 2009).
2
d) Permainan harus sesuai dengan tahap tumbuh kembang pasien
e) Permainan melibatkan orang tua untuk melancarkan proses kegiatan
5
BAB III
Metodologi Bermain
A. Deskripsi Bermain
Waktu : 30 menit
B. Tujuan
a) Tujuan Intruksional Umum (TIU)
Setelah dilakukan Satuan Acara Bermain (SAB) Pada Anak Usia 4-6 tahun selama 1
x 30 menit diharapkan anak bisa merasa tenang selama perawatan dirumah sakit dan
tidak mengalami cemas akibat hospitalisasi.
b) Tujuan Intruksional khusus (TIK)
Adapun tujuan intruksional khusus dilakukannya Satuan Acara Bermain (SAB),
yaitu:
1) Mengurangi kecemasan akibat hospitalisasi pada anak.
2) Menstimulasi perkembangan motorik halus
3) Menstimulasi perkembangan kognitif
4) Menstimulasi perkembangan personal sosial
5) Anak menjadi kooperatif pada perawat dan tindakan keperawatan
6) Kebutuhan bermain anak dapat terpenuhi
7) Anak dapat merasakan suasana yang nyaman dan aman seperti dirumah Sebagai
alat komunikasi antara perawat – klien.
C. Sasaran
6
Anak yang dirawat di ruang anak yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
a) Usia anak 3-6 tahun
b) Kesadaran kompos mentis
c) Tanda – tanda vital stabil
d) Anak yang berada diruangan larat RSAB Harapan Kita
D. Media
Gambar yang belum diususun
E. Jenis Permainan
Menyusun potongan gambar dalam kertas puzzle
F. Waktu Pelaksanaan
a) Hari/tanggal : Kamis , 28 November 2019
b) Waktu : Kamis, 28 November 2019
c) Tempat : Ruang rawat jalan anak thalasemia RSAB Harapan Kita
G. Pengorganisasian
a) Co Leader : Adelia Safitri
b) Observer : Claudia Seipattiratu
c) Fasilitator : Indry Afisah dan Prissandi Jeri Chan
H. Susunan Kegiatan
7
anak saling berkenalan dengan temannya.
5. Kontrak waktu dengan anak
2. 20 Menit Kegiatan bermain : Mendengarkan
1. Co-Leader menjelaskan cara permainan Menjawab
2. Menanyakan pada anak, anak mau pertanyaan
bermain atau tidak
3. Menbagikan permainan Menerima
4. Co-leader, Observer dan Fasilitator permainan,
memotivasi anak Bermain,
5. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan
perasaan
I. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
8
a. Pengorganisasian terapi bermain dilakukan dua hari sebelumnya.
b. Kepanitiaan sudah menyiapkan SAK dan media yang akan digunakan.
c. Seluruh pasien anak-anak thalasemia (3-6 tahun) di Ruang Larat RS Anak
dan Bunda Harapan Kita,Jakarta Barat ikut terapi bermain.
d. Penyelenggaraan terapi bermain dilakukan di Ruang Larat RS Anak dan Bunda
Harapan Kita,Jakarta Barat
2. Evaluasi Proses
a. Para pasien anak-anak thalasemia (3-6 tahun) di Ruang Larat RS Anak dan
Bunda Harapan Kita Jakarta Barat.
b. Co-Leader dapat memimpin jalannya permainan, dilakukan dengan tertib dan
teratur
c. Fasilitator dapat memfasilitasi dan memotivasi anak dalam permainan
d. 80% Sasaran tidak meninggalkan tempat saat terapi bermain dilaksanakan
e. Mahasiswa Universitas Esa Unggul terlibat aktif dalam kegiatan terapi bermain
3. Evaluasi Hasil
a. Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menghasilkan satu puzzle
yang disusun sehingga berbentuk suatu gambar.
b. Anak merasa senang dan mengikuti kegiatan dengan baik
c. Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas bermai
9
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut, Salah satunya adalah
puzzel. Menurut Patmonodewo (Misbach, Muzamil, 2010) kata puzzle berasal dari
bahasa Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan
media sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang. Berdasarkan pengertian
tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwa media puzzle merupakan alat
permainan edukatif yang dapat merangsang kemampuan matematika anak, yang
dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan pasangannya.
B. Saran
a) Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar anak
dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi poin
penting dari stimulus yang akan didapat dari permainan tersebut. Faktor keamanan
dari permainan yang dipilih juga harus tetap diperhatikan.
b) Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat meminimalkan
trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan menyediakan ruangan
khusus untuk melakukan tindakan.
c) Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak
hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak.
Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat terus melanjutkan tumbuh
kembang anak walaupun dirumah sakit.
10
Daftar Pustaka
Alimul H, A. Aziz. 2009. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Perawat
Barokah. Ahmad. 2012. Pengaruh Terapi Bermain Puzzle Terhadap Perilaku Kooperatif Anak
Usia Prasekolah Selama Hospitalisasi Di RSUD Tugurejo Semarang. Semarang : Jurnal
Keperawatan.
Kaluas, et. al. Perbedaan terapi bermain puzzle dan bercerita terhadap kecemasan anak usia
prasekolah (3-5 tahun) selama hospitalisasi di Ruang Anak RS Tk. III. R. W.
Mongisidi Manado. eJurnal Keperawatan (e-Kp) 2015; 3 (2).
Mira. 2013. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta. EGC.
11