TINJAUAN PUSTAKA
Taksiran kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa adalah 500 mg. WHO
(1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari
(ekivalen dengan 2400 mg Natrium). Pembatasan ini dilakukan karena peranan
potensial natrium dalam menimbulkan tekanan darah tinggi (Almatsier, 2008).
Menurut National Research Council of the National Academy of Sciences
merekomendasikan konsumsi natrium per-hari sebanyak 1.100-3.300 mg. Jumlah
tersebut setara dengan ½ - 1½ sdt garam dapur perhari. Hampir seluruh natrium yang
dikonsumsi (3-7 gram sehari) diabsorbsi, terutama dalam usus halus. Jumlah NaCl
cairan yang dapat disediakan tubuh untuk diserap oleh usus adalah 44 gram bagi
orang dewasa. NaCl sebanyak ini berasal dari makanan dan sistem gastrointestinal
(Siagian, 1999). Natrium yang diabsorbsi dibawa oleh aliran darah ke ginjal. Di
dalam ginjal natrium disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang
cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan natrium 90-95%
yang dikonsumsi, dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran natrium diatur oleh hormone
aldosteron, yang dikeluarkan kelenjar adrenal jika kadar natrium darah menurun.
Aldosteron merangsang ginjal untuk mengabsorbsi kembali natrium. Dalam keadaan
normal natrium yang dikeluarkan melalui urin sejajar dengan jumlah natrium yang
dikonsumsi (Almatsier, 2001).
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium didalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik
keluar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan
ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah (Astawan, 2003).
Disamping itu, konsumsi garam dalam jumlah yang tinggi dapat mengecilkan
diameter arteri, sehingga jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong
volume darah yang meningkat melalui ruang yang semangkin sempit dan akibatnya
terjadi hipertensi (Hull, 1993).
Konsumsi kalium dalam jumlah yang tinggi dapat melindungi individu dari
hipertensi. Asupan kalium yang meningkat akan menurunkan tekanan darah sistolik
dan diastolic (Hull, 1993). Cara kerja kalium adalah kebalikan dari natrium.
Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya didalam cairan
interaseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan
menurunkan tekanan darah (Astawan, 2003). Oleh karena itu perbandingan antara
natrium dan kalium harus 1:1 untuk mencegah terjadinya hipertensi.
usianya, dimana terjadi kemunduran berbagai fungsi organ, seperti pada mata, telinga,
saluran pencernaan, dan sebagainya. Pada sistem kardiovaskuler, dapat terjadi
perubahan elastisitas dinding pembuluh darah, baik akibat aterosklerosis ataupun
akibat lainnya. Perubahan elastisitas ini secara langsung mempengaruhi timbulnya
gejala hipertensi (Jain, 2011).
Hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia, 56% pria dan
52% wanita yang berusia lebih dari 65 tahun menderita tekanan darah tinggi. Pada
usia lanjut peningkatan lebih terlihat pada tekanan sistolik dibandingkan diastolik.
Peningkatan tekanan sistolik (>160/80) terjadi pada 8% dari mereka yang berusia 60
sampai 69 tahun, 11% dari mereka yang berusia 70 sampai 79 tahun, dan 22% dari
mereka yang berusia diatas 80 tahun (Hayens, 2003).
b. Jenis kelamin
Pada umumnya kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi dari pada wanita.
Hal itu kemungkinan karena laki-laki banyak memiliki faktor pendorong terjadinya
hipertensi, seperti stres, kelelahan, dan makan tidak terkontrol. Adapun hipertensi
pada perempuan peningkatan risiko terjadi setelah menopause (Dalimartha, 2008).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukkan
prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin , yaitu pada laki-laki sebesar 31,3%
dan pada perempuan 31,9%.
c. Genetik (keturunan)
Sekitar 70-80 % penderita hipertensi essensial ditemukan riwayat hipertensi di
dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua maka
dugaan hipertensi essensial lebih besar. Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah
seorang anak akan lebih mendekati tekanan darah orangtuanya bila mereka memiliki
hubungan darah dibandingkan dengan anak adopsi. Hal ini menunjukkan bahwa gen
yang diturunkan, dan bukan hanya faktor lingkungan (seperti makanan atau status
sosial), juga berperan besar dalam menentukan tekanan darah (Palmer, 2005). Bahkan
dikatakan dalam satu hasil penelitian 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi
terbukti karena faktor keturunan. Tetapi faktor genetik ini tidak akan berpengaruh
kecuali mendapatkan dukungan dari situasi dan lingkungan. Dalam arti, bahwa faktor
genetik bisa menjadi ancaman jika berbagai faktor lain ada pada penderita seperti
gaya hidup, tingkat stres, pola makan terutama dalam hal konsumsi garam serta
kurangnya aktifitas fisik.
2. Faktor risiko yang dapat dikendalikan atau dikontrol
a. Konsumsi garam berlebihan
Asupan natrium (garam) dapat meningkatkan tekanan darah. Natrium yang
masuk ke dalam tubuh akan langsung diserap ke dalam pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan kadar natrium dalam darah meningkat. Natrium mempunyai sifat
menahan air, sehingga menyebabkan volume darah menjadi naik. Hal itu secara
otomatis membuat tekanan darah ikut naik (Khasanah, 2012).
Konsumsi makanan garam yang tinggi disebabkan karena memilih makanan
serba instan yang biasanya mengandung zat pengawet, seperti natrium benzoate dan
penyedap rasa seperti Mono Sodium Glutamate (MSG). Jenis makanan tersebut
mengandung natrium yang cukup tinggi. Jadi jika makanan instan dikonsumsi terus
menerus, tubuh menjadi kelebihan natrium. Kelebihan natrium akan menyebabkan
tekanan darah naik akibat adanya retensi cairan dan bertambahnya volume darah
(Budiarso, 2001).
b. Berat badan yang berlebihan (obesitas)
Berat badan dan indeks massa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan
tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Seseorang dikatakan obesitas jika
BMI lebih dari 30 kg/m2 (Palmer, 2005). Obesitas dapat memicu terjadinya hipertensi
karena penimbunan lemak berlebihan dalam tubuh. Sehingga dapat mengakibatkan
meningkatnya volume plasma, penyempitan pembuluh darah, dan memacu jantung
untuk bekerja lebih berat. Selain itu, sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan
hipertensi, lebih tinggi dari penderita hipertensi dengan berat badan normal (Tilong,
2014).
Adapun yang dimaksud dengan diet garam rendah adalah garam natrium
seperti yang terdapat di dalam garam dapur (NaCl), soda kue (NaHCO 3), baking
powder, natrium benzoate, dan vetsin (Almatsier, 2008).
Pembatasan asupan garam akan bermanfaat terhadap penurunan tekanan
darah, terutama bagi mereka yang sensitif terhadap natrium. Tujuan diet garam
rendah adalah untuk membantu menghilangkan retensi (penahan) air dalam jaringan
tubuh sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Namun yang penting diperhatikan
dalam melakukan diet ini adalah komposisi makanan harus tetap mengandung cukup
zat-zat gizi, baik kalori, protein, mineral, maupun vitamin yang seimbang (Almatsier,
2008). Diet ini mengandung cukup zat-zat gizi. Sesuai dengan keadaan penyakit
terdapat beberapa yaitu :
Tabel 2.3. Jenis Diet Garam Rendah
Sebelum anak berumur 6 bulan, anak Anda hanya membutuhkan garam yang
terkandung dalam ASI atau susu formula. Pembatasan ini dilakukan karena peranan
potensial natrium dalam menimbulkan tekanan darah tinggi (Almatsier, 2008)