Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Natrium Dalam Diet


Ion natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraselular tubuh yang
mempunyai fungsi menjaga keseimbangan cairan dan asam basa tubuh, serta berperan
dalam transmisi saraf dan kontraksi otot (Almatsier, 2008). Sebagai kation utama
dalam cairan ekstraseluler, natrium mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan
tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel. Secara normal tubuh dapat
menjaga keseimbangan antara natrium di luar sel dan kalium di dalam sel. Melalui
mekanisme keseimbangan, tubuh berusaha agar cairan di dalam tubuh setiap waktu
berada dalam jumlah yang tetap/konstan (Almatsier, 2001).
Dalam menjalankan peranannya tersebut Natrium berhubungan dengan
Kalium dan Klorida di dalam tubuh. Ion Na dan Cl merupakan elektrolit utama cairan
ekstraseluler dan ion kalium pada cairan intraseluler. Natrium dan Kalium bersama-
sama berfungsi dalam menjaga keseimbangan air dan elektrolit (asam-basa) di dalam
sel maupun cairan di dalam cairan ekstraseluler termasuk plasma darah (Siagian,
1999).
Menurut Bruckber dalam Siagian (1999), sebanyak 60-70% natrium berada di
dalam cairan tubuh ekstraseluler dan intraseluler dengan perbandingan 28:1, dan
sekitar 30-40% berada didalam tulang. Diperkirakan sebanyak 65% dari seluruh
kandungan natrium dalam tubuh mengalami pertukaran, dan hal ini tidak tampak
berbeda dengan bertambahnya usia atau perbedaan jenis kelamin pada orang dewasa
normal. Kandungan normal natrium dalam plasma darah adalah 132-144 mEq/liter
(300-335 mg/100 ml).
Sebagian besar natrium terdapat didalam plasma darah dan dalam cairan di
luar sel, beberapa diantaranya terdapat didalam tulang. Jumlah natrium didalam tubuh
manusia diperkirakan sekitar 100-110 gram (Winarno, 1991).
Natrium dapat diperoleh dari bahan pangan baik nabati maupun hewani.
Kebanyakan makanan alami mengandung 0,1-3,0 mmol natrium per 100 gr, akan
tetapi selama proses pemasakan banyak natrium ditambahkan dalam bentuk NaCl.
Natrium biasanya berhubungan dengan klorida baik sebagai bahan makanan maupun
fungsinya didalam sel (Siagian, 1999). Diantara makanan yang mengandung natrium
yang tinggi dalam makanan secara alami adalah :
Tabel 2.1. Daftar Kandungan natrium dalam 100 gram bahan makanan
Bahan Makanan mgNa Bahan Makanan mgNa
Corned Beef 1250 Margarin 950
Hati sapi 110 Susu kacang kedelai 15
Ginjal sapi 200 Roti cokelat 500
Telur bebek 191 Roti putih 530
Telur ayam 158 Kacang merah 19
Ikan ekor kuning 59 Kacang mende 26
Sardine 131 Jambu monyet, biji 26
Udang Segar 185 Selada 14
Teri Keriting 885 Pisang 18
Roti Bakar 700 The 50
Roti Cokelat 500 Cokelat manis 33
Mentega 987 Ragi 610
Sumber : Almatsier, 2001

Taksiran kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa adalah 500 mg. WHO
(1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari
(ekivalen dengan 2400 mg Natrium). Pembatasan ini dilakukan karena peranan
potensial natrium dalam menimbulkan tekanan darah tinggi (Almatsier, 2008).
Menurut National Research Council of the National Academy of Sciences
merekomendasikan konsumsi natrium per-hari sebanyak 1.100-3.300 mg. Jumlah
tersebut setara dengan ½ - 1½ sdt garam dapur perhari. Hampir seluruh natrium yang

dikonsumsi (3-7 gram sehari) diabsorbsi, terutama dalam usus halus. Jumlah NaCl
cairan yang dapat disediakan tubuh untuk diserap oleh usus adalah 44 gram bagi
orang dewasa. NaCl sebanyak ini berasal dari makanan dan sistem gastrointestinal
(Siagian, 1999). Natrium yang diabsorbsi dibawa oleh aliran darah ke ginjal. Di
dalam ginjal natrium disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang
cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan natrium 90-95%
yang dikonsumsi, dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran natrium diatur oleh hormone
aldosteron, yang dikeluarkan kelenjar adrenal jika kadar natrium darah menurun.
Aldosteron merangsang ginjal untuk mengabsorbsi kembali natrium. Dalam keadaan
normal natrium yang dikeluarkan melalui urin sejajar dengan jumlah natrium yang
dikonsumsi (Almatsier, 2001).
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium didalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik
keluar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan
ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah (Astawan, 2003).
Disamping itu, konsumsi garam dalam jumlah yang tinggi dapat mengecilkan
diameter arteri, sehingga jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong
volume darah yang meningkat melalui ruang yang semangkin sempit dan akibatnya
terjadi hipertensi (Hull, 1993).
Konsumsi kalium dalam jumlah yang tinggi dapat melindungi individu dari
hipertensi. Asupan kalium yang meningkat akan menurunkan tekanan darah sistolik
dan diastolic (Hull, 1993). Cara kerja kalium adalah kebalikan dari natrium.
Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya didalam cairan
interaseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan
menurunkan tekanan darah (Astawan, 2003). Oleh karena itu perbandingan antara
natrium dan kalium harus 1:1 untuk mencegah terjadinya hipertensi.

2.1.1. Efek Kelebihan Natrium


Keadaan hipertensi banyak ditemukan pada masyarakat yang mengkonsumsi
natrium dalam jumlah yang besar. Natrium yang terlalu banyak didalam tubuh
ditandai dengan pengembangan volume cairan ekstraseluler, yang menyebabkan
oedem (Siagian, 1999). Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan
volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat
(Khasanah, 2012).
2.1.2. Efek Kekurangan Natrium
Secara normal tubuh mampu mempertahankan diri dari ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit. Namun, ada kalanya tubuh tidak mampu mengatasinya.
Kekurangan natrium menyebabkan kejang, apatis, dan kehilangan nafsu makan.
Kekurangan natrium dapat terjadi sesudah muntah, diare, keringat berlebihan
(Almatsier, 2001). Bila terjadi kehilangan natrium yang banyak, maka cairan
ekstraseluler berkurang, akibatnya tekanan osmotic cairan tubuh menurun. Hal ini
menyebabkan air dari cairan ekstraseluler masuk ke dalam sel, sehingga tekanan
osmotic dari cairan ekstraseluler meningkat. Volume cairan termasuk darah akan
meningkat, mengakibatkan penurunan tekanan darah. Aldosteron hormone yang
terdapat pada korteks adrenal, membantu menahan natrium dengan cara menyerap
kembali natrium bersama air dalam ginjal. Dengan cara ini volume cairan
ekstraseluler dalam sirkulasi darah kembali normal (Winarno, 1991).
2.2. Hipertensi
Hipertensi adalah gejala peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan
suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat samapi ke jaringan
tubuh yang membutuhkan (Khasanah, 2012).
Tekanan darah dibagi menjadi dua yaitu tekanan darah sistolik dan diastolik.
Angka lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi disebut tekanan darah
sistolik. Angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi disebut
tekanan darah diastolik. Dikatakan tekanan darah tinggi jika tekanan sistolik
mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau
lebih, atau keduanya. Berdasarkan penelitian, pasien dengan tekanan sistolik tinggi
mempunyai resiko kematian 2,5 kali lebih tinggi dari pada pasien dengan tekanan
diastolik tinggi. Hal ini disebabkan karena, apabila tekanan sistolik tinggi, maka
aliran darah keseluruh tubuh termasuk organ-organ vital juga terganggu (Khasanah,
2012).
2.2.1. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi tekanan darah menurut ESH/ESC sebagaimana dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 2.2. Klasifikasi Tekanan Darah menurut ESH dan ESC Guildeness
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal ≤120 ≤80
Normal 120-129 80-84
Prehipertensi 130-139 85-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 160-179 100-109
Hipertensi derajat 3 ≥180 ≥110
Hipertensi isolasi sistolik ≥140 ≤90
Sumber: ESH/ESC, 2013

2.2.2. Faktor Risiko Hipertensi


Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat membuat lebih mudah terkena
tekanan darah tinggi. Faktor risiko hipertensi, beberapa diantaranya dapat
dikendalikan atau dikontrol dan tidak dapat dikontrol.
1. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan atau tidak dapat dikontrol
a. Umur
Tekanan darah biasanya meningkat seiring dengan bertambahnya usia
seseorang dan paling banyak ditemukan pada mereka yang berusia diatas 40 tahun.
Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah

usianya, dimana terjadi kemunduran berbagai fungsi organ, seperti pada mata, telinga,
saluran pencernaan, dan sebagainya. Pada sistem kardiovaskuler, dapat terjadi
perubahan elastisitas dinding pembuluh darah, baik akibat aterosklerosis ataupun
akibat lainnya. Perubahan elastisitas ini secara langsung mempengaruhi timbulnya
gejala hipertensi (Jain, 2011).
Hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia, 56% pria dan
52% wanita yang berusia lebih dari 65 tahun menderita tekanan darah tinggi. Pada
usia lanjut peningkatan lebih terlihat pada tekanan sistolik dibandingkan diastolik.
Peningkatan tekanan sistolik (>160/80) terjadi pada 8% dari mereka yang berusia 60
sampai 69 tahun, 11% dari mereka yang berusia 70 sampai 79 tahun, dan 22% dari
mereka yang berusia diatas 80 tahun (Hayens, 2003).
b. Jenis kelamin
Pada umumnya kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi dari pada wanita.
Hal itu kemungkinan karena laki-laki banyak memiliki faktor pendorong terjadinya
hipertensi, seperti stres, kelelahan, dan makan tidak terkontrol. Adapun hipertensi
pada perempuan peningkatan risiko terjadi setelah menopause (Dalimartha, 2008).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukkan
prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin , yaitu pada laki-laki sebesar 31,3%
dan pada perempuan 31,9%.
c. Genetik (keturunan)
Sekitar 70-80 % penderita hipertensi essensial ditemukan riwayat hipertensi di
dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua maka
dugaan hipertensi essensial lebih besar. Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah
seorang anak akan lebih mendekati tekanan darah orangtuanya bila mereka memiliki
hubungan darah dibandingkan dengan anak adopsi. Hal ini menunjukkan bahwa gen
yang diturunkan, dan bukan hanya faktor lingkungan (seperti makanan atau status
sosial), juga berperan besar dalam menentukan tekanan darah (Palmer, 2005). Bahkan
dikatakan dalam satu hasil penelitian 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi
terbukti karena faktor keturunan. Tetapi faktor genetik ini tidak akan berpengaruh

kecuali mendapatkan dukungan dari situasi dan lingkungan. Dalam arti, bahwa faktor
genetik bisa menjadi ancaman jika berbagai faktor lain ada pada penderita seperti
gaya hidup, tingkat stres, pola makan terutama dalam hal konsumsi garam serta
kurangnya aktifitas fisik.
2. Faktor risiko yang dapat dikendalikan atau dikontrol
a. Konsumsi garam berlebihan
Asupan natrium (garam) dapat meningkatkan tekanan darah. Natrium yang
masuk ke dalam tubuh akan langsung diserap ke dalam pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan kadar natrium dalam darah meningkat. Natrium mempunyai sifat
menahan air, sehingga menyebabkan volume darah menjadi naik. Hal itu secara
otomatis membuat tekanan darah ikut naik (Khasanah, 2012).
Konsumsi makanan garam yang tinggi disebabkan karena memilih makanan
serba instan yang biasanya mengandung zat pengawet, seperti natrium benzoate dan
penyedap rasa seperti Mono Sodium Glutamate (MSG). Jenis makanan tersebut
mengandung natrium yang cukup tinggi. Jadi jika makanan instan dikonsumsi terus
menerus, tubuh menjadi kelebihan natrium. Kelebihan natrium akan menyebabkan
tekanan darah naik akibat adanya retensi cairan dan bertambahnya volume darah
(Budiarso, 2001).
b. Berat badan yang berlebihan (obesitas)
Berat badan dan indeks massa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan
tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Seseorang dikatakan obesitas jika
BMI lebih dari 30 kg/m2 (Palmer, 2005). Obesitas dapat memicu terjadinya hipertensi
karena penimbunan lemak berlebihan dalam tubuh. Sehingga dapat mengakibatkan
meningkatnya volume plasma, penyempitan pembuluh darah, dan memacu jantung
untuk bekerja lebih berat. Selain itu, sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan
hipertensi, lebih tinggi dari penderita hipertensi dengan berat badan normal (Tilong,
2014).

c. Kurang aktivitas fisik (kurang olahraga)


Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan terhadap tekanan
darah tinggi. Sebab kurang gerak dapat meningkatkan resiko penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah. Kondisi ini pada akhirnya akan meningkatkan resiko
tekanan darah tinggi (Tilong, 2014). Melakukan olahraga yang teratur tidak hanya
menjaga bentuk tubuh dan berat badan, tetapi juga dapat menurunkan tekanan darah.
Olahraga yang bisa dilakukan selama 30 menit untuk penurunan tekanan darah seperti
jalan kaki, bersepeda, senam aerobik (Palmer, 2005). Menurut JNC VII, penurunan
tekanan darah rata-rata 4 sampai 6 mmHg karena program olahraga secara teratur.
d. Merokok
Rokok dapat merusak pembuluh darah, jantung, mengentalkan darah, dan
merusak sistem kerja jantung. Rokok menjadi sangat bahaya karena rokok
mengandung bahan kimia yang merusak jantung yaitu karbon monoksida dan nikotin.
Karbon monoksida ini akan menempel pada hemoglobin darah yang bertugas sebagai
pengangkut oksigen ke seleruh tubuh. Dan tugas karbon monoksida adalah
mengurangi oksigen ke jantung dan seluruh organ tubuh. Sedangkan nikotin, bertugas
merangsang produksi adrenalin dalam tubuh. Nikotin inilah yang menyebabkan
jantung berdetak lebih cepat dan meningkatkan tekanan darah (Tilong, 2014).
e. Minum alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menjadi faktor pendukung
meningkatnya tekanan darah, baik karena efek beracunnya atau karena menyebabkan
obesitas. Semangkin banyak alkohol yang diminum akan membuat tekanan darah
semangkin tinggi. Alkohol juga dapat meningkatkan jumlah lemak dalam tubuh
sehingga dapat mengakibatkan obesitas. Para dokter merekomendasikan pria untuk
mengkonsumsi alkohol tidak lebih dari 21 unit alkohol setiap minggu (Jain, 2011).
f. Konsumsi kopi
Kopi sebagai salah satu faktor yang dapat menyebabkan hipertensi. Kopi
mengandung kafein yang merupakan stimulan ringan yang dapat mengatasi
kelelahan, meningkatkan konsentrasi, dan menggembirakan suasana hati. Kopi
merupakan sumber kafein terbesar, konsumsi kafein yang terlalu banyak akan
membuat jantung berdegup lebih cepat dan tekanan darah meningkat. Kafein dalam
2-3 cangkir kopi (200-250 mg) terbukti dapat meningkatkan tekanan sistolik sebesar
3-14 mmHg dan tekanan diastolik sebesar 4-13 mmHg. Kafein bukan termasuk zat
gizi, tetapi secara nyata menyebabkan naiknya tekanan darah dalam waktu singkat
untuk kemudian kembali normal (Khomsan, 2004). Mengkonsumsi kopi pada
penderita hipertensi akan membahayakan karena meningkatkan risiko terjadinya
stroke dan meningkatkan ekskresi kalsium yang akan berakibat peningkatan tekanan
darah (Simon, 2002).
g. Stres emosional
Kondisi stres dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah karena memicu
keluarnya beberapa hormon yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah.
Sehingga mengakibatkan jantung memompa darah lebih cepat dan tekanan darah
meningkat (Tilong, 2014). Selain itu kondisi stress juga menyebabkan pengeluaran
cairan lambung yang berlebihan sehingga menyebabkan mual, muntah, mudah
kenyang dan sakit kepala. Saat seseorang merasa tertekan, tubuhnya akan melepaskan
adrenalin dan kortisol sehingga tekanan darah akan meningkat (Jain, 2011).
2.2.5. Pentalaksaan Diet Bagi Penderita Hipertensi
Penatalaksanaan diet bagi penderita hipertensi bertujuan untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi hipertensi. Penatalaksanaan hipertensi
dilakukan dengan terapi obat dan terapi nutrisi. Terapi nutrisi merupakan bagian
dari terapi non farmakologis pada kasus hipertensi selain mengubah gaya hidup.
Terapi nutrisi antara lain mengurangi konsumsi garam dan mengurangi konsumsi
kolesterol untuk mencegah komplikasi (Wirakusumah, 2001).
Diet garam rendah pada hakekatnya adalah diet dengan mengkonsumsi
makanan tanpa garam. Pemberian garam pada diet garam rendah harus
memperhitungkan jumlah garam yang ada dalam setiap bahan makanan. Jadi tidak
hanya terbatas pada garam dapur saja. Depkes (2006) merekomendasikan jumlah
garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi yaitu kurang dari 6 gram
atau 1 sendok teh per hari.

Adapun yang dimaksud dengan diet garam rendah adalah garam natrium
seperti yang terdapat di dalam garam dapur (NaCl), soda kue (NaHCO 3), baking
powder, natrium benzoate, dan vetsin (Almatsier, 2008).
Pembatasan asupan garam akan bermanfaat terhadap penurunan tekanan
darah, terutama bagi mereka yang sensitif terhadap natrium. Tujuan diet garam
rendah adalah untuk membantu menghilangkan retensi (penahan) air dalam jaringan
tubuh sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Namun yang penting diperhatikan
dalam melakukan diet ini adalah komposisi makanan harus tetap mengandung cukup
zat-zat gizi, baik kalori, protein, mineral, maupun vitamin yang seimbang (Almatsier,
2008). Diet ini mengandung cukup zat-zat gizi. Sesuai dengan keadaan penyakit
terdapat beberapa yaitu :
Tabel 2.3. Jenis Diet Garam Rendah

No. Diet Garam Rendah Keterangan

1. Diet Garam Rendah IDalam pengolahan makanan pada diet rendah

(200-400 mg garam I tidak ditambahkan garam dapur, dan


Natrium) Diet Garam Rendah I diberikan kepada
penderita hipertensi berat.

2. Diet Garam Rendah IIDalam pengolahan makanannya diperbolehkan

(600-800 mg menggunakan ½ sdt atau 2 gram garam


Natrium) dapur., Diet Garam Rendah II diberikan
kepada penderita hipertensi sedang.
3. Diet Garam Rendah IIIDalam pengolahan makanannya
dibolehkan
menggunakan 1 sdt atau 4 gram garam
(1000-1200 mg Natrium) dapur.
Diet Garam Rendah III diberikan kepada
penderita hipertensi ringan.
Sumber: (Almatsier, 2008)

Adapun makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan pada penderita


hipertensi menurut Instalasi Gizi Perjan RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi
Dietisien Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.4. Makanan yang Dianjurkan bagi Penderita Hipertensi
Bahan Makanan Makanan yang Dianjurkan
Sumber karbohidrat Beras, kentang, singkong, terigu, tapioca, hunkwe,
gula, makanan yang diolah dari bahan makanan
tersebut tanpa garam dapur dan soda
Sumber protein hewani Daging dan ikan maksimal 100 g sehari dan telur
maksimal 1 butir sehari.
Sumber protein nabati Semua kacang-kacangan dan hasilnya yang diolah dan
dimasak tanpa garam.
Sayuran Semua sayuran segar, sayuran yang diawet tanpa
garam dapur dan natrium benzoat.
Buah-Buahan Semua buah-buahan segar, buah yang diawet tanpa
garam dapur dan natrium benzoat.
Lemak Minyak goreng, margarin, dan mentega tanpa garam.
Bumbu Semua bumbu-bumbu ringan yang tidak mengandung
garam dapur dan ikatan natrium. Garam dapur sesuai
dengan Diet Garam II dan III.
Sumber: (Almatsier, 2008)

2.2.6 Standar Natrium setiap Usia


Berdasarkan Angka Kecukupan Mineral yang dianjurkan untuk orang
Indonesia,  kadar maksimum yang direkomendasikan dalam mengonsumsi garam
untuk anak dan dewasa adalah:
Tabel 2.5 Standar Konsumsi Natrium setiap Usia
Usia Standar konsumsi natrium/hari
6-12 bulan 200 mg sodium
1-3 tahun 1000 mg sodium
4-9 tahun 1200 mg sodium
11-17 tahun 1500 mg sodium
Dewasa 2400 mg sodium

Sebelum anak berumur 6 bulan, anak Anda hanya membutuhkan garam yang
terkandung dalam ASI atau susu formula. Pembatasan ini dilakukan karena peranan
potensial natrium dalam menimbulkan tekanan darah tinggi (Almatsier, 2008)

Anda mungkin juga menyukai