Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material
purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh
proses terinfeksi .
2. Epidemologi
1. Etiologi
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya Abses paru bervariasi
sesuai dengan peneliti dan teknik penelitian yang digunakan.
Finegolal dan fisliman mendapatkan bahwa organisme penyebab
abses paru lebih dari 89 % adalah kuman anaerob. Asher dan
Beandry mendapatkan bahwa pada anak-anak kuman penyebab
abses paru terbanyak adalah stapillococous aureus (1).
Aerobes
2. Insidens
Angka kejadian Abses Paru berdasarkan penelitian Asher et al tahun
1982 adalah 0,7 dari 100.000 penderita yang masuk rumah sakit
hampir sama dengan angka yang dimiliki oleh The Children’s Hospital
of eastern ontario Kanada sebesar 0,67 tiap 100.000 penderita anak-
anak yang MRS. Dengan rasio jenis kelamin laki-laki banding wanita
adalah 1,6 : 1 (1, 8).
Angka kematian yang disebabkan oleh Abses paru terjadi penurunan
dari 30 – 40 % pada era preantibiotika sampai 15 – 20 % pada era
sekarang (7).
3. Pathofisiologi
1. Pathologi
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian
proses supurasi dan nekrosis.
2. Pathofisiologi
4. Manifestasi Klinis
1. Gejala klinis :
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala
pneumonia pada umumnya yaitu:
Panas badan : Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru.
Kadang dijumpai dengan temperatur > 400C.
Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan
rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan
bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-75%).
Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai
berkisar 40 – 75% penderita abses paru.
Nyeri dada (50% kasus)
Batuk darah (25% kasus)
Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat
badan.
Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti
redup, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari
tabuh serta takikardi.
2. Gambaran Radiologis
Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda
konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan
ukuran 2 – 20 cm.
Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila
terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air
fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-
tanda konsolidasi (opasitas).
3. Pemeriksaan laboratorium
5. Diagnosa
Diagnosa abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan kumpulan
gejala seperti pneumonia dan pemeriksaan phisik saja.Diagnosa harus
ditegakkan berdasarkan :
5. Bronkoskopi
6. Penatalaksanaan
1. Medika Mentosa
2. Drainage
Empyema
Abses otak
cAtelektasis
Sepsis
2. Prognosa
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi
material purulent dan sel radang akibat proses nekrotik parenkim
paru oleh proses infeksi. Abses paru timbul karena faktor
predisposisi seperti gangguan fungsi imun karena obat-obatan,
gangguan kesadaran (anestesi, epilepsi), oral higine yang kurang
serta obstruksi dan aspirasi benda asing.
Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum
purulen dan berbau, disertai malaise, naspu makan dan berat badan
yang turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardia, tanda-
tanda konsolidasi. Pada pemeriksaan foto polos dada didapatkan
gambaran kavitas dengan air fluid level atau proses konsolidasi saja
bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga
dapat dilakukan terapi etiologis.
Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping terapi
bedah dan terapi suportif fisioterapi.
EPIEMA
1. DEFINISI EPIEMA
2. KLASIFIKASI
a. Empiema akut
Terjadi akibat infeksi sekunder dari tempat lain bukan primer dari
pleura. Gejala mirip dengan pneumonia yaitu panas tinggi, nyeri
pleuritik, apabila stadium ini dibiarkan dalam beberapa minggu akan
timbul toksemia, anemia, pada jaringan tubuh dan clubbing finger . Jika
nanah tidak segera dikeluarkan akantimbul fistel bronchopleura dan
empiema neccesitasis. Adanya fistel ditandai dengan batuk produktif,
bercampur nanah dan darah massif dan kadang menyebabkan
sufokasi(mati lemas). Empiema karena pneumothorak pneumonia,
timbul setelah cairan pneumonia membaik.
b. Empiema kronik
Batas yang tegas antara akut dan kronis sukar ditentukan disebut
kronis apabila terjadi lebih dari 3 bulan.Penderita mengelub badannya
lemah, kesehatan penderita tampak mundur, pucat pada jari tubuh,
dada datar, dan ditemukan adanya tanda cairan pleura.
3. ETIOLOGI
a. Berasal dari paru
Pneumonia
Infeksi paru seperti pneumonia dapat menyebar secaralangsung ke
pleura, penyebaran melalui sistem limfatik ataupenyebaran secara
hematogen.Penyebaran juga bisa terjadiakibat adanya nekrosis
jaringan akibat pneumoni.
Abses Paru
Abses akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmenposterior
lobus atas dan segmen apikal lobus bawah, dansering terjadi pada
paru kanan, karena bronkus utama kananlebih lurus dibanding
kiri.Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus, denganisinya di
ekspektorasikan keluar dengan meninggalkankavitas yang berisi air
dan udara, kadang-kadang absesruptur ke rongga pleura sehingga
terjadi empiema.
Adanya fistel pada paru
Bronkiektasis
TB
Infeksi fungidal paru
b. Infeksi Diluar Paru
Trauma dari tumor
Pembedahan
Pembedahan thorak yang tidak steril dapat mengakibatkanmasuknya
kuman ke rongga pleura sehingga terjadiperadangan di rongga
pleura yang dapat menimbulkanempiema. Akibat instrument bedah,
rupturnya esophagus,bocornya anatomis esophagus dan fistula
bronkopleural yangdiikuti dengan pneumonektomi
Thorakosentesis
Abses hati karena amoeba
c. Bakteri
Staphylococcus Aereus
Bakteri ini adalah bakteri gram positif dengan sifatnya yangdapat
menghemolisa darah dan mengkoagulasi plasma.Bakteri ini tumbuh
dalam keadaan aerob, bakteri ini dapatmemproduksi eksotoksin
yang dapat menghemolisis eritrosit,kemudian leukocidin yang dapat
membunuh leukosit, danmenyebabkan peradangan pada rongga
pleura
Streptococcus Pyogenic
Bakteri gram Negatif
Bakteri anaerob
4. PATOFISIOLOGI
Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan
timbulahperadangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat
serous. Dengan sel polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup maupun
yang mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh
dan kental. Adanya endapan – endapan fibrin akan membentuk kantung –
kantung yang melokalisasi nanah tersebut. Sekresi cairan menuju celah
pleura normalnya membentuk keseimbangan dengan drainase oleh
limfatik subpleura.Sistem limfatik pleura dapat mendrainase hampir 500
ml/hari.
Bila volume cairan pleura melebihi kemampuan limfatik untuk
mengalirkannya maka, efusi akan terbentuk. Efusi parapnemonia
merupakan sebab umum empiema. Pneumonia mencetuskan respon
inflamasi.Inflamasi yang terjadi dekat dengan pleura dapat meningkatkan
permeabilitas sel mesotelial, yang merupakan lapisan sel terluar dari
pleura.Sel mesotelial yang terkena meningkat permeabilitasnya terhadap
albumin dan protein lainnya. Hal ini mengapa suatu efusi pleura karena
infeksi kaya akan protein. Mediator kimia dari proses inflamasi
menstimulasi mesotelial untuk melepas kemokin, yang merekrut sel
inflamasi lain. Sel mesotelial memegang peranan penting untuk menarik
neutrofil ke celah pleura.Pada kondisi normal, neutrophil tidak ditemukan
pada cairan pleura.Neutrofil ditemukan pada cairan pleura hanya jika
direkrut sebagai bagian dari suau proses inflamasi. Netrofil, fagosit,
mononuklear, dan limfosit meningkatkan respon inflamasi dan
mengeleluarkan mediator untuk menarik sel-sel inflamator lainya ke dalam
pleura.Efusi pleura parapneumoni dibagi menjadi 3 tahap berdasarkan
patogenesisnya, yaitu efusi parapneumoni tanpa komplikasi, dengan
komplikasi dan empiema torakis.Efusi parapneumoni tanpa komplikasi
merupakan efusi eksudat predominan neutrofil yang terjadi saat cairan
interstisiil paru meningkat selama pneumonia. Efusi ini sembuh dengan
pengobatan antibiotik yang tepat untuk pneumonia. Efusi parapneumoni
komplikasi merupakan invasi bakteri pada celah pleura yang
mengakibatkan peningkatan jumlah neutrofil, asidosis cairan pleura dan
peningkatan konsentrasi LDH.Efusi ini sering bersifat steril karena bakteri
biasanya dibersihkan secara cepat dari celah pleura.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Gejala klinis :
Sering dijumpai demam
Malaise dan kehilangan berat badan pada empiema kronis
Penderita sering mengeluh adanya nyeri pleura (Pleuriticpain)
Dispnoe dapat disebabkan akibat kompresi atau penekananpada
paru-paru oleh cairan empiema
Batuk sering dijumpai dan adanya fistula bronkopleural yangdisertai
dengan sputum yang purulen yang dapat dibatukkan.
b. Pemeriksaan fisik :
Kualitas suara pernafasan yang dapat ditemukan adalah suara
pernapasan bronkial, normalnya didengar di trakea, yang pada auskultasi
inspirasi dan ekspirasi jelas terlihat.Suarapernafasan perifer lainnya yang
dapat terdengar adalah suara pernapasan vesikular, yakni rasio inspirasi
yang terdengar lebih panjang dari ekspirasi. Suara pernapasan bronkial
yang terdengar
pada paru perifer diperkirakan terjadi konsolidasi atau adanya efusi
pleura. Menurunnya suara pernafasan saat usaha bernapas merupakan
alasan yang cukup untuk mencurigai adanya atelektasis, konsolidasi lobaris
(pneumonia) atau efusi pleura.Temuan yang didapatkan dari pemeriksaan
fisik, dipadukan dengan inspeksi yang terlihat adanya deviasi trakea
dengan jantung, pergerakan dinding dada, perkusi, fremitus, suara
pernafasan, dan melemah sampai menghilangnya suara pernafasan, dapat
membantu menemukan patologi intratoraks.Pergerakan dada yang
asimetris dapat disebabkan oleh space-occupying lesion seperti efusi
pleura. Pada pemeriksaan pernapasan yang harus dinilai : keadaan umum,
laju pernapasan, warna, pernapasan cuping hidung, suara pernapasan yang
terdengar, dan usaha bernapas. Pernapasan didominasi oleh gerak
diafragma dengan sedikit bantuan dari otot otot dada. Selain melihat gerak
pernapasan, juga penting untuk menilai adakah retraksi ( chest indrawing )
yang merupakan indikator adanya penyakit paru pada bayi kurang dari 2
tahun oleh WHO. Tipe tipe retraksi : supraklavikular, interkosta, dan
subkosta. Perkusi tidak banyak membantu pemeriksaan karena pada bayi
memang hiperesonansi dan sulit untuk melacak abnormalitas dari
perkusi.Selanjutnya dilakukan auskultasi, telah dikatakan sebelumnya
bahwa suara akan diteruskan menjadi lebih keras dan lebih kasar daripada
pada dewasa. Selain itu, sulit untuk dibedakan dengan suara dari saluran
napas atas yang diteruskan ke dada.Untuk membedakannya terdapat
beberapa petunjuk yang berguna, suara napas dari saluran napas atas
cenderung kuat dan diteruskan simetris ke kedua dada dan semakin
menguat saat stetoskop digerakkan ke atas, biasanya saat inspirasi,
terdengar kasar. Suara pernapasan saluran napas bawah akan
terdengarlebih kuat pada daerah yang patologis dan sering asimetris,
sering terdengar saat fase ekspirasi.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
1) Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambarantumpul di
sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterioratau lateral.
2) Dijumpai gambaran yang homogen pada daerahposterolateral
dengan gambaran opak yang konveks padabagian anterior yang
disebut dengan D-shaped shadowyang mungkin disebabkan oleh
obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada gambaran
posteroanterior.
3) Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi
yangberlawanan dengan efusi.
4) Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai denganpneumotoraks,
fistula bronkopleural.