Anda di halaman 1dari 14

PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULER PADA ANAK

DISUSUN OLEH :

1. ADELIA SAFITRI 2015-33-007


2. DESY ARISANDY 2015-33-034
3. ROYANI 20160303027
4. ANUGRAH L 20160303029
5. INTAN MUSTIKA 20160303026
6. INDAH NUR F 20160303060
7. DIAN FIANY R 20160303079

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan
terimakasih kepada dosen mata kuliah KEPERAWATAN ANAK I karena telah membimbing
kami dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah
ini. Makalah ini kami susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “PEMERIKSAAN
FISIK KARDIOVASKULER PADA ANAK ” yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan selesainya
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Dan semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Akhir kata, kami selaku penulis mengucapkan terimakasih.

Jakarta, April 2018


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli


medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil
pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan
membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan
berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti
test neurologi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis
dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang
mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan
penyebab tersebut.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri dari penilaian kondisi pasien secara
umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan
suhu,denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian pemeriksaan fisik ?
2. Apa saja pemeriksaan fisik kardiovaskuler pada anak ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian pemeriksaan fisik
2. Mengetahui pemeriksaan fisik kardiovaskuler pada anak
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada
setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan
memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik
mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon  terhadap terapi
tersebut.(Potter dan Perry, 2005)
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya
bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan
komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan
merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)
Perlu ditegaskan bahwa pemeriksaan kardiologi anak merupakan bagian dari
pemeriksaan pediatrik umum secara menyeluruh, karenanya pemeriksaan fisis
pediatrik yang diteliti harus dilakukan sebaik –baiknya sebelum melangkah ke
pemeriksaan kardiologis yang khusus.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan tenang dan penuh kesabaran. Pada anak
antara umur 1- 3 tahun sering kali pemeriksaan dapat lebih baik dilakukan
dilakukan bila anak berada dalam pangkuan ibu. Segala cara harus dilakukan agar bayi
dan anak merasa tenang dan kooperatif, sebab anak yang gelisah, menangis atau
ketakutan akan sangat menyulitkan pemeriksaan, khususnya auskultasi jantung.

B. PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULER PADA ANAK


1. PENGKAJIAN UMUM
a. Keadaan Umum Pertama – tama tentu harus dinilai keadaan umum penderita,
termasuk kesadarannya, keadaan gizi dan apakah penderita dalam distress atau tidak.
Dalam menyatakan status gizi penderita lebih baik dinyatakan pada persentil berapa
dari baku berat atau tinggi badan.
b. Terdapatnya Kelainan Bawaan Lain
Beberapa kelainan jantung bawaan seringkali menyertai kelainan bawaan lain
seperti misalnya :
1) Sindrom down (trisomi 21) sering disertai oleh “endocardial cushion defect”
2) Trisomi 17-18 dan 13-15, bila disertai kelainan jantung biasanya berupa defek
septum ventrikel
3) Sindrom turner (XO) sering disertai koarktasio aorta, sedangkan sindrom
turner lelaki (XY) serta mozaik (XO/XY) sering disertai stenosis pulmonal.
4) Sindrom marfan dapat disertai kelainan jantung berupa insufisiensi aorta,
insufisiensi mitral, defek septum atrium dan penyakit miokardium
5) Sindrom holt - oram (anomali radius dan ibu jari tangan) berhubungan
dengan defek septum atrium atau “ endicardial cushion defect ”
6) Sindrom Ellis - Van Creveld (kondrodistrofi, polidaktili)dapat disertai atrium
tunggal atau anolai total drainase vena pulmonalis
7) g. Mukopolisakaridosis sering disertai kelainan katup aorta atau kelainan
miokardium
8) Sindrom rubela mencangkup sebagai kelainan bawaan termasuk defisiensi
mental, tuli dan katarak. Bila disertai kelainan jantung biasanya berupa duktus
arteriosus persisten, stenosis pulmonal atau stenosis cabang – cabang
Pulmonalis perifer
c. Malar Flush
Pada curah jantung yang berkurang dan berlangsung kronis terlihat gambaran pipi
kebiru – biruan akibat dilatasi kapiler dermis. Keadaan ini tampak pada stenosis
mitral dengan komplikasi hipertensi pulmonal.
d. Sianosis
Sianosis adalah warna kebiruan pada kulit dan selaput lendir yang disebabkan
oleh kadar “reduced hemoglobin” lebih dari 5 g % di kapiler kulit.
1) Sianosis tepi
Aliran darah yang melambat di darerah sianotik menyebabkan kontak darah
lebih lama dengan jaringan sehingga pengambilan oksigen lebih banyak dari
pada normal.
2) Sianosis sentral
Sianosis ini di sebabkan oleh kurangnya siturasi oksigen arteri sistemik.
Kedaan ini lebih jelas terlihat di mukosa bibir , lidah dan konjungtiva.
Sianosis sentral disebabkan oleh :
 Kelainan jantung dengan pirau (shunt) kanan ke kiri
 Penyakit paru dengan oksigenasi yang berkurang. Untuk membedakan dua
penyakit tersebut, penderita diberikan pernafasan dan dengan 100% oksigen.
Paa sianoss sentral yang disebabkan kelainan jantung sianotik yang
disebabkan kelainan paru, kelainan parsial O2 akan meningkat 100 - 150
mmHg atau lebih, sedangkan bila disebabkan oleh kelainan jantung sianotik
tidak akan terjadi kenaikan parsial O2 yang menyolok. Secara klinis juga
cara pembedaan yang lebih sederhana, terutama pada neonatus. Dengan
menangis maka sianosis akibat kelainan paru akan berkurang atau menghilang,
sedangkan pada kelainan jantung sianosis justru akan bertambah
3) Sianosis diferensial
Pada keadaan ini kepala dan ekstermitas atas tampak merah, sedangkan tubuh
bagian bawah/ekstermitas bawah tampak biru. Terdapat pada koarktasio aorta

2.INFEKSI DAN PALPASI


a. Denyut apeks dan aktivitas ventrikel
Denyut apeks, atau iktus kordis, biasanya sulit dilihat pada bayi dan anak kecil,
kecuali pada anak yang sangat kurus atau bila terdapat kardiomegali. Dengan palpasi,
iktus kordis dapat ditentukan, meskipun biasanya batasnya tidak sejelas pada anak
besar. Pada bayi dan anak kecil, oleh karena posisi jantung yang lebih horizontal, iktus
kordis dalam keadaan normal terdapat di sela iga ke-4 pada garis mid-clavicularis kiri
atau sedikit lateral. Pada anak usia 3 tahun ke atas, iktus kordis terdapat pada sela iga
ke-5, sedikit medial dari garis mid-clavicularis kiri. Iktus kordis paling baik diraba
dengan anak duduk, atau sedikit membungkuk.
Pada pembesaran ventrikel kiri, apeks jantung tergeser ke bawah dan lateral,
biasanya disertai dengan denyut apeks yang lebih kuat, yang menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas ventrikel kiri. Pada pembesaran ventrikel kanan, apeks jantung
tetap pada tempatnya yang normal tetapi teraba peningkatan aktivitas ventrikel kanan
di daerah parasternal kiri bawah serta di epigastrium.
b. Detak pulmonal
Dalam keadaan normal bunyi jantung II tidak teraba. Pada hipertensi pulmonal,
bunyi jantung II mengeras sehingga dapat diraba di sela iga ke-2 tepi kiri sternum.
Penyebab hipertensi pulmonal yang paling sering pada anak adalah penyakit jantung
bawaan dengan pirau kiri ke kanan yang besar (duktus arteriosus persisten, defek
septum ventrikel), stenosis mitral rematik, atau kor pulmonal.
c. Getaran bising (thrill)
Getaran bising adalah getaran pada dinding dada yang terjadi akibat bising jantung
yang keras. Perabaan dapat dilakukan dengan ujung-ujung jari II dan III atau telapak
tangan dengan palpasi ringan, meski kadang getaran tersebut teraba lebih baik dengan
palpasi yang agak keras. Getaran bising menandakan adanya bising jantung yang keras
(derajat 4/6 atau lebih).
Getaran bising dapat teraba pada fase sistolik maupun diastolik. Getaran bising
sistolik dapat teraba pada defek septum ventrikel, stenosis aorta, stenosis pulmonal,
tetralogi fallot, dan insufiensi mitral. Pada defek septum ventrikel, getaran bising
mungkin teraba di sela iga ke-3 atau ke-4 tepi kiri sternum dan daerah suprasternal.
Pada stenosis aorta getaran bising teraba di sela iga ke-2 tepi kanan sternum, atau sela
iga ke-2 tepi kiri sternum yang menjalar ke daerah suprasternal dan daerah karotis.
Pada insufisiensi mitral, getaran bising sistolik teraba di apeks. Insufisiensi trikuspid
sangat jarang menimbulkan getaran bising.
Getaran bising diastolik di apeks dapat teraba pada stenosis mitral; kadang
insufisiensi aorta atau pulomonal menimbulkan getaran bising diastolik dini. Pada
duktus arteriosus persisten, bising dapat disertai getaran bising sistolik dan diastolik.

3. PERKUSI
Pada anak besar perkusi dilakukan dari perifer ke tengah dan dapat memberikan
kesan besarnya jantung, terutama bila terdapat kardiomegali yang nyata. Tetapi pada
bayi dan anak kecil, perkusi untuk menentukan bentuk dan besar jantung ini sulit
dilakukan, bahkan dapat memberi informasi yang menyesatkan. Inspeksi dan palpasi
yang cermat untuk menentukan denyut apeks serta aktivitas ventrikel memberi
informasi yang lebih baik daripada perkusi untuk menentukan besar jantung. Saat ini
perkusi untuk menentukan besar dan konfigurasi jantung pada bayi dan anak kecil
cenderung untuk ditinggalkan.

4. AUSKULTASI
a. Bunyi jantung
Terdapat dua bunyi yang selalu terdengar yaitu bunyi jantung I dan bunyi jantung
II. Beberapa patokan untuk membantu penetuan bunyi jantung I dan II:
- Bunyi jantung I bersamaan dengan iktus kordis
- Bunyi jantung I bersamaan dengan denyut karotis (dianjurkan untuk selalu
meraba denyut karotis selama auskultasi)
- Bunyi jantung I terdengar paling jelas di apeks, sedangkan bunyi jantung II
paling jelas terdengar di sela iga ke-2 tepi kiri sternum.
- Bunyi jantung II normal terpecah pada inspirasi dan tunggal pada ekspirasi
b. Bunyi jantung I
Bunyi jantung I terjadi akibat bunyi penutupan katup atrioventrikular. Komponen
mitral bunyi jantung I disebut M1, sedangkan komponen trikuspid disebut T1.
Nilai intensitas bunyi jantung I (normal, melemah, mengeras, dan apakah terdapat
duplikasi/split). Bunyi jantung I mengeras pada defek septum atrium, stenosis
mitral, stenosis trikuspid. Bunyi jantung I melemah pada keadaan insufisiensi
mitral dan trikuspid, miokarditis, serta perikarditis dengan efusi perikardium.
c. Bunyi jantung II
Bunyi jantung II terjadi akibat penutupan katup semilunar (katup aorta dan
pulmonal). Komponen aorta disebut A2, dan komponen pulmonal disebut P2.
Pada bayi, anak, dan dewasa muda, bunyi jantung II split terdengar saat inspirasi
dan terdengar tunggal pada ekspirasi. Hal ini disebabkan pada saat inspirasi,
akibat tekanan negatif intratorakal yang makin menurun, aliran balik dari vena
kava superior dan inferior ke jantung kanan bertambah, sehingga pengisian atrium
kanan dan ventrikle kanan bertambah. Akibatnya waktu ejeksi ventrikel kanan
bertambah lama dan penutupan katup pulmonal lebh lambat. Dalam keadaan
normal harus terdengar bunyi jantung II yang terpecah pada saat inspirasi; bila
bunyi jantung II selalu terdengar tunggal, berarti katup semilunar hanya satu,
dapat terjadi pada ToF, atresia pulmonal, atresia aorta, atau malposisi arteri besar.
Bunyi jantung II terpecah lebar pada beberapa keadaan seperti RBBB, defek
septum atrium, stenosis pulmonal sedang, gagal jantung kanan berat, dilatasi
arteri pulmonal, insufisiensi mitral akut. Bunyi jantung II terpecah sempit pada
hipertensi pulmonal, biasanya disertai P2 yang keras. Pada beberapa keadaan, p2
terdengar lemah atau tidak terdengar sama sekali sehingga bunyi jantung II
terdengar tunggal pada seluruh siklus pernapasan, baik inspirasi maupun
ekspirasi. Keadaan ini dapat terjadi pada stenosis pulmonal berat, tetralogi fallot,
atresia pulmonal, atresia trsikuspid.
d. Bunyi jantung III
Bunyi jantung III dapat terdengar atau tidak pada anak normal. Bunyi jantung
III bernada rendah, terdengar 0,10 sampai 0,12 detik setelah bunyi jantung II.
Bunyi jantung III terdengar paling baik di daerah apeks atau parasternal kiri
bawah, dan akan lebih jelas apabila pasien miring ke kiri. Bunyi jantung III dapat
terdengar pada anak sampai dewasa muda normal. Bunyi jantung III mengeras
apabila pengisian ventrikel bertambah, misalnya pada dilatasi ventrikel.
e. Bunyi jantung IV
Bunyi jantung IV terjadi akibat deselerasi darah pada saat pengisian ventrikel
oleh atrium, oleh karena itu ia disebut juga sebagai bunyi atrium. Bunyi jantung
IV ini tidak terdengar pada bayi dan anak normal.
f. Irama derap (gallop rhytm)
Irama derap terjadi apabila bunyi III dan/atau IV terdengar keras disertai
dengan takikardia. Irama derap yang terdiri atas bunyi jantung I, II, III disebut
sebagai irama derap protodiastolik, sedangkan apabila terdiri atas bunyi jantung
IV, I, dan II disebut sebagai irama derap presistolik. Terdapatnya irama derap
selalu menunjukkan keadaan yang patologis.
g. Bising jantung (murmur)
Bising jantung dapat dibagi menjadi bising sistolik, diastolik, atau kedua nya.
Bising sistolik terdengar antara bunyi jantung I dan II, sedangkan bising diastolik
terdengar antara bunyi jantung II dan I.
1) Bising sistolik
- Bising holosistolik (pansistolik) : bising dimulai bersamaan dengan bunyi
jantung I, terdengar sepanjang fase sistolik dan berhenti bersamaan dengan
bunyi jantung II, terdapat pada defek septum ventrikel, insufisiensi
mitral,atau insufisiensi trikuspid.
- Bising sistolik dini : mulai terdengar bersamaan dengan bunyi jantung I,
deskresendo, dan berhenti sebelum bunyi jantung II; bising ini terdapat
pada defek septum ventrikel kecil, biasanya jenis muskular.
- Bising ejeksi sistolik: bising dimulai setelah bunyi jantung I, setelah
kontraksi isovolumetrik, bersifat kresendo-dekresendo, berhenti sebelum
bunyi jantung II; terdapat pada stenosis pulmonal, stenosis aorta, defek
septum atrium, atau tetralogi fallot.
- Bising sistolik akhir: mulai setelah pertengahan fase sistolik, kresendo,
dan berhenti bersamaan dengan bunyi jantung II; terdapat pada
insufisiensi mitral ringan.
2) Bising diastolik
- Bising diastolik dini : mulai bersamaan dengan bunyi jantung II,
dekresendo, dan berheti sebelum bunyi jantung I; terdapat pada
insufisiensi aorta atau isufisiensi pulmonal.
- Bising mid-diastolik: terjadi akibat aliran darah berlebih, misalnya pada
defek septum ventrikel besar, duktus arteriosus persisten besar, defek
septum atrium besar, insufisiensi mitral/trikuspid berat.
- Bising diastolik akhir : dimulai pada pertengahan fase diastolik, kresendo,
dan berakhir bersamaan dengan bunyi jantung I.
3) Bising diastolik dan sistolik
- Bising kontinu : bising ini dimulai setelah bunyi jantung I, bersifat
kresendo, mencapai puncak pada bunyi jantung II, kemudia dekresendo
dan berhenti sebelum bunyi jantung I berikutnya. Bising ini terdapat pada
duktus arteriosus persisten, fistula atrio-vena, fistula koroner.
- Bising to and fro : yakni kombinasi bising ejeksi sistolik dan bising
diastolik dini; terdapat pada kombinasi stenosis aorta dan insufisiensi
aorta, atau stenosis pulmonal dan insufisiensi pulmonal.
h. Derajat bising
Intensitas bising dinyatakan dalam 6 derajat:
- Derajat 1/6 : bising yang snagat lemah, hanya bisa terdengar oleh pemeriksa
yang berpengalaman di ruangan yang tenang
- Derajat 2/6 : bising yang lemah tetapi mudah terdengar, dengan penjalaran
minimal
- Derajat 3/6 : bising yang keras namun tidak disertai getaran bising, dengan
penjalaran sedang
- Derajat 4/6 : bising yang keras dan disertai dengan getaran bising, dengan
penjalaran luas
- Derajat 5/6 : bising yang sangat keras, yang tetap terdengar bila stetoskop
ditempelkan sebagian saja pada dinding dada, penjalarannya luas.
- Derajat 6/6 : bising yang paling keras, tetap terdengar meskipun stetoskop
diangkat dari dinding dada, penjalarannya sangat luas.
i. Pungtum maksimum bising
Pungtum maksimum adalah tempat terdengarnya bising yang paling keras.
Bising yang berasal dari katup mitral biasanya terdengar paling keras di apeks
jantung yaitu di sekitar sela iga ke-5 garis midklavikularis kiri, bising trikuspid
terdengar terbaik di sela iga ke-3 dan ke-4 garis parasternal kiri, bising pulmonal
di sela iga ke-2 tepi kiri sternum, sedangkan bising aorta di sela iga ke-2 tepi
kanan atau kiri sternum.
j. Penjalaran bising
Bising mitral biasanya menjalar baik ke arah lateral/aksila, sedangkan bising
pulmonal biasanya menjalar ke sepanjang tepi kiri sternum. Bising aorta dapat
menjalar ke apeks serta ke daerah karotis.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada
setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan
memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik
mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon  terhadap terapi
tersebut.(Potter dan Perry, 2005)
Pada pemeriksaan kardiologi anak merupakan bagian dari pemeriksaan pediatrik
umum secara menyeluruh, karenanya pemeriksaan fisis pediatrik yang diteliti
harus dilakukan sebaik –baiknya sebelum melangkah ke pemeriksaan kardiologis yang
khusus.

B. SARAN
Bagi mahasiswa makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran tentang
pemeriksaan fisik kardiovaskuler anak.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai