Anda di halaman 1dari 10

KAJIAN AKSIOLOGIS

Mata Kuliah : Filsafat Ilmu


Dosen : Dra. Neneng Munajah, MA

DISUSUN OLEH:
Daly Saputra 3120180025
Lala Fitriana 3120180018
Nur’fajrin diliyansah 3120180117

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai
ketuhanan, alam manusia, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang
bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia setelah mencapai
pengetahuan. Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah
polemik baru karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut
sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang
didasarkan pada keterikatan nilai. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas
pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai? Bagian dari filsafat
pengetahuan membicarakan tentang ontologis, epistomologis dan aksiologi, Pembahasan
aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Artinya pada tahap-tahap tertentu
kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat,
sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.

Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian aksiologi?
2. Ruang lingkup aksiologi ?
3. Nilai kegunaan ilmu ?

Tujuan
1. Untuk menjelaskan pengertian aksiologi
2. Untuk mengetahui fungsi aksiologi
3. Untuk mengetahui pendekatan-pendekatan dalam aksiologi

BAB II
KAJIAN AKSIOLOGI
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai
atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.
Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang
umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu
yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut sebagai kebenaran atau
kenyataan itu sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi kawasan, seperti kawasan
sosial, kawasan fisik materiil, dan kawasan simbolik yang masing-masing menunjukan
aspeknya sendiri-sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga menunjukan kaidah-kaidah apa yang
harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu kedalam praksis.
Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna
terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan, yang
menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik
material. Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi
aksiologi menurut para ahli :
 Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan
dari pengetahuan yang di peroleh.
 Menurut Wibisono aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan
moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
 Menurut Bramel, aksiologi terbagi tiga bagian, yaitu :
1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yaitu
etika
2. Estetic Expression, yaitu ekspresi keindahan.
3. Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat
sosial politik.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama
adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam
filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia,
maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma
kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku
manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu
suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai
tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan
fenomena di sekelilingnya. Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian
tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang
cara dan tujuan. Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk
perilaku etis.

A. Nilai Kegunaan Ilmu

Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu
sendiri.Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang
sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia
kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan
di jalan yang baik pula. Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu.
Ilmu tidak bebas nilai, Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan
dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu
tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan
bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana. Dalam aksiologi, ada dua
penilain yang umum digunakan yaitu;
1. Etika
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-
masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada perilaku, norma dan adat istiadat
manusia.Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua.Setidaknya ia telah menjadi
pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan
mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam
buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis,
sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari
pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-
norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika
tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah
pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui
dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Dalam perkembangan sejarah
etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu,
a. Hedonism
adalah pandangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan
kesenangan
b. Eudemonisme
menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia
itu sendiri adalah kebahagiaan.
c. Utiliterisme
Selanjutnya utilitarisme yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan
kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau
melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati.
d. Deontologi.
Selanjutnya deontologi, adalah pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel
Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak
baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan
manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.

2. Estetika
Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai
keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-
unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh
menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat
selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian. Sebenarnya
keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang senantiasa
bersangkutan dengan perasaan.Misalnya kita bengun pagi, matahari memancarkan
sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan.Meskipun
sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan
nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu,
artinya memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya
tetap merupakan perasaan.
Aksiologi berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama,
tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat
manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia. Berkaitan dengan hal ini,
menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa
“pengetahuan adalah kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru
malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan
oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena
ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi
pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan
tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat
ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal,yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia
pemikiran. Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide
yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau
sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya.
Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah
untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batu didepan pintu, setiap
keluar dari pintu itu kaki kita akan tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan
dijalani lebih enak bila masalah-masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara
menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila
cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara
tuntas. Penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang
berkembang dalam kehidupan manusia.
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika
nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu
gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran
tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas
fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi
penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian.Dengan demikian nilai subjektif
selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti
perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh
berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan
antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya.
Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang
bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan
topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan
bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya
berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat
pada nilai subjektif. Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia
sangat berhutang kepada ilmu dan teknologi, sains dan teknologi Kemudian bagaimana
dengan nilai dalam ilmu pengetahuan. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan
telah menciptakan berbagai bentuk kemudahan bagi manusia. Namun hal itu selalu
demikian. Bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan berkah dan penyelamat bagi
manusia, terbebas dari kutuk yang membawa malapetaka dan kesengsaraan. Memang
mempelajari teknologi seperti bom atom, manusia bisa memanfaatkan wujudnya sebagai
sumber energi bagi keselamatan umat manusia, tetapi dipihak lain hal ini bisa juga
berakibat sebaliknya, Menghadapi hal yang demikian, ilmu pengetahuan yang pada
esensinya mempelajari alam sebagaimana adanya, mulai dipertanyakan untuk apa
sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan?

Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang
bersifat merusak ini para ilmuan terbagi kedalam golongan pendapat yaitu:
1) golongan pertama yang menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap
nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologi. Sebaliknya golongan kedua bahwa
netralisasi terhadap nilai- nilai hanyalah terbatas pada metafisis keilmuan sedangkan
dalam penggunaanya ilmu berlandaskan pada moral.
2) Golongan kedua mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal yakni:
 Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang telah
dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi-
teknologi keilmuan.
 Ilmu telah berkembang pesat dan makin eksetoris sehingga ilmuan telah
mengetahui apa yang mungkin terjadi apabila adanya penyalahgunaan.
 Ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada
kasus revolusi genetika dan tehnik perubahan sosial.
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, tak dapat dibantah lagi bahwa ilmu itu sangat
bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah
dunia. Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun S.
Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah kekuasaan itu
merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi
malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu
merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk
mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal
baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.

Fungsi Aksiologi
Aksiologi ilmu pengetahuan sebagai strategi untuk mengantisipasi perkembangan dan
teknologi (IPTEK) tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja
aksiologi antara lain :
a. Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan menemukan kebenaran yang
hakiki.
b. Dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara etis, tidak mengubah
kodrat manusia, dan tidak merendahkan martabat manusia.
c. Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat meningkatkan taraf hidup
yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta memberikan
keseimbangan alam lewat pemanfaatan ilmu.
Pendekatan-Pendekatan dalam Aksiologi

Pendekatan-pendekatan dalam aksiologi dapat dijawab dengan tiga macam cara, yaitu :
1. Nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai-nilai
merupaka reaksi-reaksi yang diberkan oleh manusia sebagai pelaku dan
keberadaannya tergantung pada pengalaman-pengalaman mereka.
2. Nilai-Nilai merupakan kenyataan-kenyataan yang ditinjau dari segi ontologi namun
tidak terdapat dalam ruang dan waktu.

3. Nilai-Nilai merupakan unsur-unsur obyektif yang menyusun kenyataan.

Hubungan Aksiologi dengan Filsafat Ilmu

Kaitan Antara Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu adalah Nilai itu bersifat objektif, tapi
kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada
subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya,
bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran
pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi
subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi
tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai
pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada
suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Bagaimana dengan objektivitas ilmu?
Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus
bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan
anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai
atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.
Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang
umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
Kaitan Antara Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu adalah Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-
kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek
atau kesadaran yang menilai. Aksiologi memberikan jawaban untuk apa pengetahuan yang
berupa ilmu itu di pergunakan. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah nilai. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan
nilai. Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode
ilmiah dengan norma-norma nilai.

Anda mungkin juga menyukai