7 NHG - Uveitis Dan Glaucoma Jec SSM 2016 PDF
7 NHG - Uveitis Dan Glaucoma Jec SSM 2016 PDF
ABSTRAK
Uvea adalah struktur dari mata yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Jika uvea
terjadi inflamasi maka dapat terjadi uveitis. Di dunia, uveitis mencapai urutan ke-3 yang
dapat menyebabkan kebutaan. Di Indonesia, uveitis dapat terjadi akibat penyakit lain
seperti toksoplasmosis, CMV retinitis, TBC, herpes simplex, dan sifilis. Klasifikasi
uveitis dapat dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan anatomisnya. Pada kasus uveitis
dapat terjadi tekanan intra okular (TIO) yang meningkat dan disebut sebagai uveitis
glaukoma, dan dapat terjadi pada 10-20% pasien uveitis. Uveitis glaukoma tersebut
termasuk dalam glaukoma sekunder yang dapat didiagnosis dari perubahan awal TIO
tanpa adanya kerusakan papil saraf optik. Tatalaksana pada uveitis glaukoma mencakup
medikamentosa, terapi laser, dan terapi pembedahan.
ABSTRACT
Uvea is an ocular structure consists of iris, ciliary body, and choroid. If inflammation
occurs in the uvea, then uveitis will occur. Globally, uveitis placed in the third position
that can cause blindness. In Indonesia, other infection diseases such as toxoplasmosis,
CMV retinitis, tuberculosis, herpes simplex, and syphilis can be contributed to uveitis.
Classification of uveitis can be divided into 4 groups based on the anatomical structure.
Uveitis may increase intra ocular pressure (IOP) and so called as uveitic glaucoma, which
occurs in 10-20% of uveitis patients. Uveitic glaucoma is a part of secondary glaucoma
which can be diagnosed by early increase of IOP without optic nerve damage.
Management of uveitic glaucoma includes pharmacological therapy, laser therapy, and
operative surgery therapy.
Pendahuluan
Uveitis merupakan inflamasi yang terjadi di uvea. Uvea merupakan struktur
vaskuler pada mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Reaksi inflamasi yang
terjadi semakin memburuk karena etiologinya tidak hanya disebabkan agen infeksius
tetapi juga agen non infeksius seperti proses autoimun . 1
Uveitis glaukoma merupakan glaukoma sekunder yang berasal dari kasus uveitis.
Tekanan Intra Okular (TIO) pada pasien uveitis dapat normal, meningkat atau menurun.
Diagnosis glaukoma pada uveitis yaitu apabila TIO pada pasien uveitis diatas 21 mmHg
juga dapat menyebabkan perubahan anatomis maupun fisiologis seperti cupping saraf
optic progresif serta hilangnya lapisan serat saraf retinal. Seperti kasus glaukoma
sekunder lainnya, pada uveitis glaukoma diskus optikus dapat normal serta tidak
ditemukan gangguan lapang pandang atau bila berjalan berlangsung terus menerus dapat
menyebabkan kerusakan papil saraf optic dan kebutaan permanen. Penegakkan diagnosis
berbeda dengan glaukoma primer, glaucoma berawal dari naikknya TIO dahulu tanpa
disertai kerusakan papil saraf optic. Glaukoma muncul pada 10-20% pasien uveitis.
Glaukoma sekunder kronik lebih banyak ditemukan pada pasien uveitis dibandingkan
glaucoma akut. Karena itu penulisan ini dapat membantu teman sejawat dapat membantu
dalam menangani pasien tersebut
Epidemiologi
Walaupun kasus uveitis jarang ditemukan, namun uveitis menduduki urutan ke-3
dari penyebab kebutaan yang dapat dicegah di dunia. Sekitar 2 juta penduduk dunia
mengalami uveitis, dengan prevalensi 38-730 per 100.000. Penduduk.di Amerika Serikat,
terdapat 15 orang di dalam 100.000 orang penduduk yang terinfeksi uveitis. 3
Patogenesis
Proses peradangan yang terjadi di bilik mata depan melibatkan sel inflamasi,
protein, debris, or fibrin yang dikeluarkan dari rusaknya barrier darah akuos yang
menempel di anyaman trabecular meshwork. Proses mekanik timbul akibat lepasnya free
radikal oksidasi bebas O2 yang akan membenuk jaringan parut dan membuat sikatrik di
daerah anyaman trabecular meshwork. Secara umum klasifikasi uveitis adalah sebagai
berikut:
Di Indonesia
Uveitis yang paling banyak di temui adalah infeksi baru kemudian imun proses.
Sementera di RS Dr Cipto Mangunkusumo dari tahun 2006 sampai 2010 dari sebanyak
772 pasien dari 932 uveitis untuk infeksi adalah toksoplasmosis 219 (28.4%), CMV
retinitis 112 (14.5%), TBC 45 (5.8%), herpes simplex 20 (2.6%), dan sifilis 5 (0.6%).
Gambar 6. Uveitis kronis dengan iris bomber, soklusi pupil, bilik mata depan dangkat dan
sudut bilik mata depan tertutup.
Tatalaksana
a. Medikamentosa
Penatalaksaan pasien uveitis disertai TIO tinggi, tidak hanya menurunkan TIO dengan
pemberian tetes mata seperti:
1. Beta bloker 0,5%, brimonidin 0,3%, dorzalamid , namun pilokarpin kontra
indikasi
2. Steroid
3. Sulfas atropine 1%
Oral
1. Karbonik anhydrase inhibitor, hiper osmotic agent
2. Steroid oral
3. Imunosupresif. Demikian juga harus di lakukan pemeriksaan darah seperti darah
rutin, imunologi ANA, HLA, Rheumatic factor, Torch, ACA, serologi penyakit
sifilis, gonorhoe akibat glaukoma.4
4. Thorax foto
b. Laser
Terapi ini merupakan tindakan minimal invasif dibanding tindakan bedah, serta
hasil jangka panjang yang ditimbulkan yaitu penurunan terjadinya kerusakan akibat
glaukoma.4
c. Operative Surgery
Terapi pembedahan pada uveitis glaucoma dilakukan kasus peningkatan TIO
tidak terkontrol, setelah pemberian terapi medikamentosa secara maksimal, seperti pada
kasus pupillary-block angle-closure glaucoma.2 Merupakan tindakan yang rumit dan
menantang. Angka kegagalan lebih banyak ditemukan dibandingkan non-uveitis
glaucoma.5 tindakan bedah harus ditunda pada mata dengan inflamasi aktif.
Dahulu, deep sclerectomy(DS) tindakan bedah tanpa penetrasi didesain untuk
menurunkan insiden timbulnya komplikasi setelah trabekulektomi (TRAB) serta
inflamasi intraocular post operasi. 6 Tetapi karena DS merupakan tindakan non penetrasi,
lebih sulit untuk mengontrol TIO pada mata secara jangka panjang dalam mencegah
proses inflamasi pada anyaman trabekula. Pada sebuah penelitan oleh Dupas et al, 2010,
baik DS maupun TRAB memiliki angka keberhasilan serta komplikasi post operasi yang
tidak berbeda. DS dengan implant maupun TRAB dengan agen antiproliferasi efektif
untuk tatalaksana uveitis glaucoma. Memiliki control TIO serta komplikasi postoperasi
yang relatif rendah. Pada DS, inflamasi pada awal post-operasi jarang ditemukan, namun
memerlukan pengawasan ketat untuk penyesuaian yang tepat untuk menurunkan tekanan
seperti goniopuncture atau needling. TRAB menunjukkan insiden inflamasi post-operatif
yang lebih tinggi namun dapat langsung dilakukan penurunan TIO tanpa penyesuaian
yang rumit.
Kepustakaan
1. Intraocular inflamation and uveitis.American Academy of Ophtalmology.10:295-
98
2. Bodh SA, Kumar V, Raina UK, Ghosh B, Thakar M. inflamatory glaukoma.
Oman Journal of Ophthalmology, Vol. 4, No. 1, 2011
3. Rumelt s. Uveitic glaukoma. Glaucoma basic and clinical aspects. 16:359-62
4. Metzinger JL, ceron O, foster SC. Recent advances in uveitic glaucoma.
Glaucoma Now. No.3, 2013
5. Ceballos EM, Beck AD, Lynn MJ. Trabeculectomy with antiproliferative agents
in uveitic glaucoma. J Glaucoma 2002; 11: 189–196.
6. Ermoud A. Deep sclerectomy: surgical technique. J Fr Ophtalmol 1999; 22: 781–
786.