DENGAN TBC
DI RUANG IGD UKI JAKARTA
oleh :
TUMPAK SIAGIAN, S.Kep
NIM 190510075
2. Klasifikasi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2233), klasifikasi tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pembagian secara patologis:
1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis).
2) Tuberculosis post-primer ( adult tuberculosis)
b. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (Koch Pulmonum) aktif ,
non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1) Tuberculosis minimal, terdapat sebagian kecil infiltrate nonka-vitas pada satu
paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosis, ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4
cm. jumlah infiltrate bayangan halus tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
3) Far advanced tuberculosis, terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan
moderately advanced tuberculosis.
Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru
yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat:
a. Kategori 0: Tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative,
tes tuberculin negatif.
b. Kategori I: Terpajan tuberculosis, tetapi tidak terbukti ada infeksi disini riwayat
kontak positif, tes tuberculin negatif.
c. Kategori II: Terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuberculin positif,
radiologis dan sputum negatif.
d. Kategori III: Terinfeksi tuberculosis dan sakit.
Di Indonesia klasifikasi yang banyak di pakai adalah berdasarkan kelainan
klinis, dan mikro biologis:
a. Tuberculosis paru.
b. Bekas tuberculosis paru.
c. Tuberkulosis tersangka .
Tuberculosis tersangka terbagi menjadi tuberculosis tersangka yang diobati, disini
sputum BTA negatif, tetapi tanda-tanda lain positif. dan tuberculosis paru
tersangka yang tidak diobati, disini sputum BTA negatiaf, dan tanda-tanda lain
juga meragukan.
Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termaksuk TB
paru aktif atau bekas TB paru. Dalam klsifikasi ini perlu dicantumkan: status
biakan bakteriologi, mikriskopik sputum BTA, (langsung), biakan sputum BTA,
status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberculosis paru, dan status
kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkuosis.
WHO berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yaitu:
a. Kategori I, ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru
dengan bentuk TB berat.
b. Kategori II, ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum
BTA positif.
c. Kategori III ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan yang tidak
luas dan kasus TB ekstra paru selain yang disebutkan dalam kategori I
d. Kategori IV ditujikan kepada : TB kronik.
4. Etiologi
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis
dan Mycobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5 – 4 mikron x
0,3 – 0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular
atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri
dari lipoid (terutama asam mikolat).
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap
pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan
asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberculosis juga
tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan anaerob.
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100 0C selama 5 – 10 menit
atau pada pemanasan 60 oC selama 30 menit, dan dengan 70 – 95 % selama 15- 30
detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab
dan gelap (bisa berbulan-bulan), dapaat hidup bertahun-tahun di dalam lemari es,
hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dorman. Dari sifat dorman ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi, namun
tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan
bahwa untuk mendapatkan 90 % udara bersih dari kontaminasi bakteri
memerlukan 40 kali partukaran udara.
Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni di dalam
sitoplasma makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya
karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical paru – paru lebih
tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi
penyakit tuberculosis. (Widoyono, 2008: hal 15).
5. Patofisiologi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2232), proses perjalanan penyakit
tuberculosis Paru, yaitu :
a. Tuberkulosis primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana yang lembab
dan gelap kuman dapat tahan berhari - hari sampai berbulan – bulan. Bila partikel
infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau
jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofi, kemudian baru oleh
makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag
keluar dari percabangan trakeobronkial bersama dengan gerakan silia bersama
sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringn paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil
dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang (focus) ghon. Sarang
primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke
pleura, maka akan terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui
saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulait, terjadi limfedenopati
regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ
seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi
penjalaran ke seluaruh bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional =
kompleks primer (ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
Kompleks primer ini selanjutnya menjadi :
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
klasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pnemunia yang luasnya > 5 mm
dan ± 10 % diantaranya dapat terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.
3) Berkomplikasi dan menyebar secara: perkontinuitatum, yakini menyebar ke
sekitarnya. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya, kuman dapat juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga
menyebar ke usus. Secara limfogen ke organ tubuh lain- lainya. Secara hematogen
ke organ tubuh lainnya. Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan
tuberculosis primer.
b. Tuberculosis pasca primer (sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan mucul bertahun –
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa. Mayoritas
reinfeksi mencapai 90%. Tuberculosis sekunder terjadi karena imunitas menurun
seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal.
Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region
atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah
ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam
3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakini suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel histiosit dan sel datia-langerhans (sel besar dengan banyak inti) yang
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua tergantung dari jumlah kuman, virulensi nya dan imunitas
pasie, sarang dini ini dapat menjadi :
1) Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2) Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjdai keras, menimbulakan
perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukan
keluar maka akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-
lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar,
sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas
adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang
diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF nya.
Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic dissesminaate TB yang terjadi
pada immunodifisiensi dan usia lanjut.
Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak kavitas dapat
1) meluas kembali dan menimbulakan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini
masuk ke dalam peredaran darah arteri, maka akan teradi TB Milier. Dapat juga
masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk ke lambung dan selanjutnya ke
usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang
disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau
empiema bila rupture ke pleura .
2) Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma ini dapat
mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas
lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus
dan kemudian menjadi mycetoma .
3) Bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh
dengan membungkus diri menjadi kecil. kadang-kadang berkahir sebagai kavitas
yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.
Secara keseluruhan akan terdapat tiga macam sarang yakini :
1) Sarang yang sudah sembuh, sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.
2) Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan
sempurna.
3) Sarang yang berada diantara aktif dan sembuh , sarang bentuk ini dapat sembuh
spontan tetapi mengingat kemungkinan eksaserbasi kembali, sebaiknya di berikan
pengobatan yang sempurna juga.
PATHWAY
Invasi bakteri tuberculosis
sembuh
Infeksi primer
- Batuk produktif -
Kurang tidur
Anoreksia, mual, BB Lemah - Tidak
bisa tidur
Ketidakefektifan
Intoleransi Gangguan
bersihan jalan Ketidakseimbangan
aktifitas pola tidur
nafas nutrisi kurang dari
kebutuhan
6. Manifestasi Klinis
Menurut Sudoyo, dkk (2009: hal 2234), Tanda dan gejala tuberculosis Paru,
yaitu :
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza tetapi panas badan kadang-
kadang dapat mencapai 40-41 oC. serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang
timbulnya demam influsnza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari
serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
b. Batuk atau batuk darah
Gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-prosuk radang keluar. Karena
terlibatnya bronkus di setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada
setelah batuk berkembang dalam jaringan paru yakini setelah berminggu-minggu
atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
(non Produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis
terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
d. nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada tibul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat randang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa aneroksia, tidak ada nafsu maka, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur.
9. Komplikasi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada
klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening,
sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang
menuju ronggal pleura, iga atau columna vertebralis.
b. Efusi pleura
Kelaurnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan
selaput paru, yang disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga
pleura. Material mengandung bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi
inflamasi dan exudat pleura yang kaya akan protein.
c. Empiema
Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga
pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium
tuberculosis (pleuritis tuberculosis).
d. Laryngitis
Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis
tuberculosis.
e. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)
Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam saluran
pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya
lemah, dan dapat menyebat melalaui pembuluh darah atau kelenjar getah bening,
oleh karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi seluruh
organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan saluran pencernaan.
f. Keruskan parennkim paru berat
Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru,
sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada
parenkim yang terinfeksi.
g. Sindrom gagal napas (ARDS)
Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan
gagal napas atau ketidak mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh
jaringan tubuh.
10. Prognosis.
Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total dengan pemberian obat
antituberculosis (OAT) yang di konsumsi selama ± 6 bulan secara rutin. (Sylvia,
1995 : hal 759)
11. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi
mycobacterium tuberkuloisi adalah sebagai berikut :
a. Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan
membuang dahak tidak di sembatang tempat (di dalam larutan disinfektan).
b. Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi
c. Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki ventilasi, sirkulasi
udara, dan penyinaran matahari di rumah.
d. Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor
(polusi).
e. Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pada konsep dasar asuhan keperawatan ini akan dibahas tentang pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi,implementasi, evaluasi dan perencanaan pulang.
1. Pengakajian
Pengkajian menurut 11 pola Gordon yaitu:
a. Pola pemeliharaan kesehatan
1) Adanya riwayat keluarga yang mengidap penyakit tuberculosis paru
2) Kebiasaan merokok atau minum alcohol
3) Lingkungan yang kurang sehat, pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang.
b. Pola nutrisi metabolic
1) Nafsu atau selera makan menurun
2) Mual
3) Penurunan berat badan
4) Turgor kulit buruk,kering, kulit bersisik
c. Pola eliminasi
1) Adanya gangguan pada BAB seperti konstipasi
2) Warna urin berubah menjadi agak pekat karena efek samping dari obat
tuberculosis paru
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Kelemahan umum/ anggota gerak
2) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terganggu.
e. Pola tidur dan istirahat
1) Kesulitan tidur pada malam hari
2) Mimpi buruk
3) Berkeringat pada malam hari
f. Pola persepsi kognitif
Nyeri dada meningkat karena batuk
g. Pola persepsi dan konsep diri
1) Perasaan isolasi/ penolakan karena panyakit menular
2) Perasaan tidak berdaya
h. Pola peran hubungan dengan sesama
1) Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
2) Frekuensi ineraksi antara sesame jadi kurang.
i. Pola reproduksi seksualitas
Gangguan pemenuhan kkebutuhan biologis dengan pasangan
j. Pola meknisme koping dan toleransi terhadap stress
1) Menyangkal (khususnya selama hidup ini)
2) Ansietas
3) Perasaan tidak berdaya
k. Pola sistem kepercayaan
Kegiatan beribadah terganggu
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan kelemahan,
sering batuk/ produksi sputum, dispnea dan anorexia.
Tujuan : meningkatkan perubahan / perilaku pola makan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
Kriteria hasil: menunjukan peningkatan berat badan dan bebas
dari tanda-tanda malnutrisi.
Rencana Tindakan :
1) Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan
intervensi yang tepat.
2) Kaji pola diet yang disukai / tidak disukai
Rasional: membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus.
Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
3) Monitor intake dan output secara periodik
Rasional: berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4) Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering dengan makan tinggi protein
karbohidrat.
Rasional: Memaksimalakan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang
perlu/kebutuhan energi dari makanan yang banyak menurunkan iritasi gaster.
5) Rujuk keahli diet untuk menentukan komposisi diet
Rasional: memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat
untuk kebutuhan metabolic
6) Berikan obat penetralisir asam lambung sesuai indikasi
Rasional : dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehingga
dengan obat atau efek pengobatan pernapasan perut yang penuh.
7) Berikan terapi parenteral sesuai indikasi
Rasional: membantu terpenuhinya kebutuhan cairan dan pengobatan parenteral.
e. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan
dengan kurang informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan
tak akurat / tak lengkap informasi yang ada.
Tujuan : menunjukan perubahan perilaku untuk memperbaiki
kesehatan
Kriteria Hasil : Klien menyatakan pemahaman proses penyakit/
prognosis kebuthan pengobatan.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien.
Rasional :Menentukan tingkat pengetahuan pasien.
2) Kaji kemampuan belajar pasien
Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan
pada tahap individu.
3) Beri penyuluah tentang penyakit TB Paru ( pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
Rasional : Agar pasien dapat mengerti tentang penyakit yang di TB Paru
( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi,
dan pencegahan).
4) beri kesempatan untuk bertanya dan jawab pertanyaan pasien.
Rasional :Meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.
5) Evaluasi kembali tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru
( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi,
dan pencegahan).
Rasional :Mengetahui tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru
(( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi,
dan pencegahan).
6) Anjurkan pada pasien untuk mengunjungai petugas kesehatan bila ada keluhan.
Rasional : agar petugas kesehatan dapat mengatasi masalah kesehatan yang
terdapat pada pasien.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan di susun dan dilanjutkan pada nursing orders untuk membantu klien
tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang memperngaruhi masalah
kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pecegahan
penyakit, pemuliahan kesehatan dan memanifestasi koping. Perencanaan tindakan
keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai
keinginan untuk beradapatasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama
tahap pelaksanaan, perawat harus melakukan pengumpulan data dan memilih
tinakan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. Semua tindakan
keperwatan di catat dalam format yang telah ditetapkan oleh semua institusi.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberkulosis
Paru yang perlu diperhatikan adalah memperhatikan jalan napas, pencegahan
tahap penularan karena penyakit ini sangat berpotensi untuk menularkan kepada
orang lain melalui udara ( born I nfection), bebas dari geala distress pernapasan,
nyeri berkurang / hilang, mempertahan kan berat badan ideal dan menunjukan
prubaha perilau dalam meningkatkan kesehatan.
Dalam memberikan asuhan keperwatan, perawat harus mampu bekerja sama
dengan klien, keluarga, serta anggota tim kesehatan yang lain sehingga asuhan
yang diberikan dapat optimal dan komprehensif. (Nursalam, 2001: hal 63).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat
untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan dan pelaksanaan tindakan.
Evaluasi yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evaluasi proses
(formatting) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi proses adalah yang
dilaksanakan secara terus-menerus terhadap tindakan yang telah dilakukan .
sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk
menilai keberhasilan tindakan yang dilakukan dan menggambarkan
perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Adapun evaluasi yang diharapkan pada penyakit Tuberkulosis Paru
berdasarkan diagnosa yang muncul adalah mempertahankan jalan napas,
mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi, bebas dari distress pernapasan,
nyeri berkurang / hilang , bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan berat badan
menjadi ideal, melakukan perubahan perilaku dan pola hidup untuk meningkatkan
kesehatan dan menurunkan resiko pengaktifan ulang penyakit Tuberculosis Paru.
(Nursalam, 2001 : hal 71)
DAFTAR PUSTAKA
Amril, Y., 2002. Keberhasilan Directly Observed Therapy (DOT) Pada Pengobatan
TB Paru Kasus Baru di BP4 Surakarta. Tesis. Jakarta : Bagian Pulmonologi
dan Kedokteran Respirasi FKUI
Arikunto, S., 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Proses. Rineka Cipta:
Jakarta.
Bahar, A., 2000. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor
Soeparman . jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI hal. 715 - 727
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta, 2010. Data Kasus TB Paru
2008-2009. Surakarta: BBKPM
Carlos, J., Anandi, M., and Francoise P., 2007. MODS Assay for The Diagnosis of
Tuberculosis. New England Journal of Medicine 356:188-189
Jakarta : EGC
Gitawati, R., & Nani S., 2002. Study Kasus Hasil Pengobatan Tuberkulosis Paru di
Sepuluh Puskesmas di DKI Jakarta 1996 – 1999 . Cermin Dunia Kedokteran.
137 : 1-20
Intang, B., 2004. Evaluasi Faktor Penentu Kepatuhan Minum Obat Anti
Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Maluku Tenggara. Tesis. Yogyakarta :
Universitas Gajah Mada
Kaplan & Sadock, 1997. Hubungan Dokter-Pasien dan Teknik Dalam Wawancara.
Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku (Terjemahan). Jakarta :
Binarupa Aksara
Kharisma, E.S., 2010. Hubungan Jarak Rumah, Tingkat Pendidikan, dan Lama
Pengobatan Dengan Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru Di
RSUD dr.Moewardi. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Lamsai D.K., Lewis O.D., Smith S., Jha N., 2009. Factors Related to Defaulters and
Treatment Failure of Tuberculosis in The DOTS Program in The Sunsari,
Nepal. SAARC J. Tuberc: Lung Disease. Vol.6(1) : 25-30