Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN TBC
DI RUANG IGD UKI JAKARTA

oleh :
TUMPAK SIAGIAN, S.Kep
NIM 190510075

PROGAM STUDI NERS


STIKES ABDI NUSANTARA KOTA BEKASI
TAHUN 2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERCULOSIS PARU (TBC)

A.    Konsep Dasar Medik


1.   Definisi
Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Mansjoer,
2009: hal 472).
Tuberkulosis (TB) penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis yang mampu menginfeksi secara laten maupun progresif. (Elin,
2009: hal 918).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis dan biasanya menjangkiti paru. (Esther, 2010: hal
193).

2.   Klasifikasi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2233), klasifikasi tuberculosis Paru, yaitu :
a.    Pembagian secara patologis:
1)   Tuberculosis primer (childhood tuberculosis).
2)   Tuberculosis post-primer ( adult tuberculosis)
b.   Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (Koch Pulmonum) aktif ,
non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
c.    Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1)   Tuberculosis minimal, terdapat sebagian kecil infiltrate nonka-vitas pada satu
paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2)   Moderately advanced tuberculosis, ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4
cm. jumlah infiltrate bayangan halus tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
3)   Far advanced tuberculosis, terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan
moderately advanced tuberculosis.
Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru
yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat:
a.    Kategori 0: Tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative,
tes tuberculin negatif.
b.   Kategori I: Terpajan tuberculosis, tetapi tidak terbukti ada infeksi disini riwayat
kontak positif, tes tuberculin negatif.
c.    Kategori II: Terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuberculin positif,
radiologis dan sputum negatif.
d.   Kategori III: Terinfeksi tuberculosis dan sakit.
Di Indonesia klasifikasi yang banyak di pakai adalah berdasarkan kelainan
klinis, dan mikro biologis:
a.    Tuberculosis paru.
b.   Bekas tuberculosis paru.
c.    Tuberkulosis tersangka .
Tuberculosis tersangka terbagi menjadi tuberculosis tersangka yang diobati, disini
sputum BTA negatif, tetapi tanda-tanda lain positif. dan tuberculosis paru
tersangka yang tidak diobati, disini sputum BTA negatiaf, dan tanda-tanda lain
juga meragukan.
Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termaksuk TB
paru aktif atau bekas TB paru. Dalam klsifikasi ini perlu dicantumkan: status
biakan bakteriologi, mikriskopik sputum BTA, (langsung), biakan sputum BTA,
status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberculosis paru, dan status
kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkuosis.
WHO berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yaitu:
a.    Kategori I, ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru
dengan bentuk TB berat.
b.   Kategori II, ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum
BTA positif.
c.    Kategori III ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan yang tidak
luas dan kasus TB ekstra paru selain yang disebutkan dalam kategori I
d.   Kategori IV ditujikan kepada : TB kronik.
 
4.   Etiologi
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis
dan Mycobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5 – 4 mikron x
0,3 – 0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular
atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri
dari lipoid (terutama asam mikolat).
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap
pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan
asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberculosis juga
tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan anaerob.
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100 0C selama 5 – 10 menit
atau pada pemanasan 60 oC selama 30 menit, dan dengan 70 – 95 % selama 15- 30
detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab
dan gelap (bisa berbulan-bulan), dapaat hidup bertahun-tahun di dalam lemari es,
hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dorman. Dari sifat dorman ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi, namun
tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan
bahwa untuk mendapatkan 90 % udara bersih dari kontaminasi bakteri
memerlukan 40 kali partukaran udara.
Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni di dalam
sitoplasma makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya
karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical paru – paru lebih
tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi
penyakit tuberculosis. (Widoyono, 2008: hal 15).

5.   Patofisiologi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2232), proses perjalanan penyakit
tuberculosis Paru, yaitu :
a.    Tuberkulosis primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana yang lembab
dan gelap kuman dapat tahan berhari - hari sampai berbulan – bulan. Bila partikel
infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau
jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofi, kemudian baru oleh
makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag
keluar dari percabangan trakeobronkial bersama dengan gerakan silia bersama
sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringn paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil
dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang (focus) ghon. Sarang
primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke
pleura, maka akan terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui
saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulait, terjadi limfedenopati
regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ
seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi
penjalaran ke seluaruh bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional =
kompleks primer (ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
Kompleks primer ini selanjutnya menjadi :
1)      Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
2)      Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
klasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pnemunia yang luasnya > 5 mm
dan ± 10 % diantaranya dapat terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.
3)      Berkomplikasi dan menyebar secara: perkontinuitatum, yakini menyebar ke
sekitarnya. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya, kuman dapat juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga
menyebar ke usus. Secara limfogen ke organ tubuh lain- lainya. Secara hematogen
ke organ tubuh lainnya. Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan
tuberculosis primer.
b.   Tuberculosis pasca primer (sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan mucul bertahun –
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa. Mayoritas
reinfeksi mencapai 90%. Tuberculosis sekunder terjadi karena imunitas menurun
seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal.
Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region
atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah
ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam
3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakini suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel histiosit dan sel datia-langerhans (sel besar dengan banyak inti) yang
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua tergantung dari jumlah kuman, virulensi nya dan imunitas
pasie, sarang dini ini dapat menjadi :
1)      Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2)      Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjdai keras, menimbulakan
perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukan
keluar maka akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-
lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar,
sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas
adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang
diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF nya.
Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic dissesminaate TB yang terjadi
pada immunodifisiensi dan usia lanjut.
Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak kavitas dapat
1)      meluas kembali dan menimbulakan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini
masuk ke dalam peredaran darah arteri, maka akan teradi TB Milier. Dapat juga
masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk ke lambung dan selanjutnya ke
usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang
disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau
empiema bila rupture ke pleura .
2)      Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma ini dapat
mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas
lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus
dan kemudian menjadi mycetoma .
3)      Bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh
dengan membungkus diri menjadi kecil. kadang-kadang berkahir sebagai kavitas
yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.
Secara keseluruhan akan terdapat tiga macam sarang yakini :
1)      Sarang yang sudah sembuh, sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.
2)   Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan
sempurna.
3)      Sarang yang berada diantara aktif dan sembuh , sarang bentuk ini dapat sembuh
spontan tetapi mengingat kemungkinan eksaserbasi kembali, sebaiknya di berikan
pengobatan yang sempurna juga.
PATHWAY
Invasi bakteri tuberculosis

sembuh
Infeksi primer

Sembuh dengan focus ghon

Infeksi pasca primer


(reaktivitas)fibrotik
Bakteri dorman

Bakteri muncul berapa


sembuh dengan
tahun kemudian fibrotik

Reaksi infeksi/inflamsi, kavitas


dan merusak parenkim paru

- Produksi secret Reaksi sistematis


Ansietas

- Batuk produktif -
Kurang tidur
Anoreksia, mual, BB Lemah - Tidak
bisa tidur

Ketidakefektifan
Intoleransi Gangguan
bersihan jalan Ketidakseimbangan
aktifitas pola tidur
nafas nutrisi kurang dari
kebutuhan
6.   Manifestasi Klinis
Menurut Sudoyo, dkk (2009: hal 2234), Tanda dan gejala tuberculosis Paru,
yaitu :
a.       Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza tetapi panas badan kadang-
kadang dapat mencapai 40-41 oC. serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang
timbulnya demam influsnza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari
serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
b.      Batuk atau batuk darah
Gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-prosuk radang keluar. Karena
terlibatnya bronkus di setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada
setelah batuk berkembang dalam jaringan paru yakini setelah berminggu-minggu
atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
(non Produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis
terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c.       Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
d.      nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada tibul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya.
e.       Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat randang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa aneroksia, tidak ada nafsu maka, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur.

7.   Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Mansjoer, dkk (1999 : hal 472), pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a.       Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis.
b.      Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostik TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30 – 70 % pasien yang dapat
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
c.       Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
d.      Tes Mantoux / Tuberkulin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
e.       Tehnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya
satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
f.       Becton Dickinson diagnostic instrument Sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh mikobakterium tuberculosis.
g.      MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu
alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai
memakai warna sisir akan berubah.
h.      Pemeriksaan radiology : Rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :
1)      Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus bawah
2)      Bayangan berwarna ( patchy ) atau bercak ( nodular )
3)      Adanya kavitas, tunggal atau ganda
4)      Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
5)      Adanya klasifikasi
6)      Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
7)      Bayangan millier
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2235), pemeriksaan diagnostic
yang dapat dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a.       Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)
Lokasi lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen apical lobus
atas atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah
(bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada
tuberculosis endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,
gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas
yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat
berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma .
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.
lama-lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis
terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada klasifikasi bayangannya tambak
sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat
seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau
satu lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran tuberculosis millier terlihat berupa bercak-bercak halus yang
umumnya tersebar merata pada seluruh lapang paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah
penebalan pleura (pleuritis), massa cairan dibagian bawah paru (efusi
pleura/empiema), bayangan hitam radioulsen di pinggir paru/pleura
(pnemothorax)
Pada satu foto dada sering di dapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-garis
fibrotik, klasivikasi kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan
emfisema.
b.      Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak
dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT-
Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan dengan radiologis biasa.
Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat
transversal.
c.       Magnetic Resonsnce Imaging ( MRI )
Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat mengevalusai
proses-proses dekat apek paru, tulang belakang, perbatasan dada perut. Sayatan
dapat dibuat transversal, segital dan koronal.
d.      Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik. Pada saat tuberculosis baru
mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah
mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali normal
dan jumlah limfosit masih tinggi, laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.
e.       Sputum (BTA)
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam
1 ml sputum.
f.       Tes tuberculin/ tes mantoux
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan
diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes
mantoux yakini dengan menyuntikan 0,1 cc tuberculin P.P.D (purified protein
derivative).
Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau 2
T.U ( first strength). kadang-kadang bila dengan 5 T.U masih memberikan hasil
negative, berarti tuberculosis dapat disingkirkan , umumnya tes mantoux dengan 5
T.U. Sudah cukup berarti. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seorang
individu sedang atau pernah terserang Mycobacterium tuberculosis,
mycobacterium bovis.
Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu :
1)      Indurasi 0-5 mm (diameternya ) mantoux negative = golongan non sensitivity.
2)      Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran
antibody normal masih menonjol.
3)      Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity disini peran
antibody selular paling menonjol.

8.   Penatalaksanaan Medik


a.       Pengobatan
Menurut (Widuyono, 2008: hal 18), pengobatan yang dapat diberikan pada
klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
1)      Kategori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TBC baru.
2)      Kategori II (2 HRZES / HRZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan (pasien yang
pengobatan kategori 1 nya gagal).
3)      Kategori III (2 HR/ 4H3R3) untuk pasien yang baru dengan BTA negative RO
positif
4)      Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila ada pemeriksaan akhir tahap
intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemuukan BTA
positif. Obat diminum sekaligus 1 jam sebelum sarapan pagi.
Dosis pemberian obat kategori 1:
a)      Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE) :
1)      INH (H) : 300 mg – 1 tablet.
2)      Rimfapisin (R) : 450 mg - 1 kaplet
3)      Pirazinamid (P) :1500 mg - 3 kaplet @ 500 mg
4)      Ethambutol (E) : 750 mg – 3 kaplet @250 mg
Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali regimen ini di
sebut kombipak II
b)      Tahap lanjutan diberikan tiga kali dalam semingggu selan 4 bulan (4 H3R3) :
1)      INH (H) : 600 mg – 2 tablet @ 300 mg
2)      Rimfapisin (R) : 450 mg – 1 kaplet
Obat tersebut diminum 3 kali dalam seminggu (intermiten) sebanyak 54 kali
regimen ini disebut kombipak III.
Ta
b.      Menurut Mansjoer (2000 : hal 474 ), pembedahan pada TB Paru.
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkembang.
Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relative.
1)      Indikasi mutlak pembedahan adalah:
a)      semua pasien yang telah mendapat OAT tetapi sputum tetap posoitif.
b)      Pasien batuk darah masih tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c)      Pasien dengan fisula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif.
2)      Indikasi relative pembedahan adalah:
1.      Pasien denga sputum negative dan batuk-batuk darah perulang
2.      Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan
3.      Sisa kavitas yang menetap.

9.      Komplikasi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada
klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a.       Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening,
sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang
menuju ronggal pleura, iga atau columna vertebralis.
b.      Efusi pleura
Kelaurnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan
selaput paru, yang disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga
pleura. Material mengandung bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi
inflamasi dan exudat pleura yang kaya akan protein.
c.       Empiema
Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga
pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium
tuberculosis (pleuritis tuberculosis).
d.      Laryngitis
Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis
tuberculosis.
e.       TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)
Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam saluran
pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya
lemah, dan dapat menyebat melalaui pembuluh darah atau kelenjar getah bening,
oleh karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi seluruh
organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan saluran pencernaan.
f.       Keruskan parennkim paru berat
Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru,
sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada
parenkim yang terinfeksi.
g.      Sindrom gagal napas (ARDS)
Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan
gagal napas atau ketidak mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh
jaringan tubuh.

10.     Prognosis.
Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total dengan pemberian obat
antituberculosis (OAT) yang di konsumsi selama ± 6 bulan secara rutin. (Sylvia,
1995 : hal 759)
 
 11.     Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi
mycobacterium tuberkuloisi adalah sebagai berikut :
a.       Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan
membuang dahak tidak di sembatang tempat (di dalam larutan disinfektan).
b.      Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi
c.       Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki ventilasi, sirkulasi
udara, dan penyinaran matahari di rumah.
d.      Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor
(polusi).
e.       Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.
 
B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pada konsep dasar asuhan keperawatan ini akan dibahas tentang pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi,implementasi, evaluasi dan perencanaan pulang.
1.      Pengakajian
Pengkajian menurut 11 pola Gordon yaitu:
a.       Pola pemeliharaan kesehatan
1)      Adanya riwayat keluarga yang mengidap penyakit tuberculosis paru
2)      Kebiasaan merokok atau minum alcohol
3)      Lingkungan yang kurang sehat, pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang.
b.      Pola nutrisi metabolic
1)      Nafsu atau selera makan menurun
2)      Mual
3)      Penurunan berat badan
4)      Turgor kulit buruk,kering, kulit bersisik
c.       Pola eliminasi
1)      Adanya gangguan pada BAB seperti konstipasi
2)      Warna urin berubah menjadi agak pekat karena efek samping dari obat
tuberculosis paru
d.      Pola aktivitas dan latihan
1)      Kelemahan umum/ anggota gerak
2)      Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terganggu.
e.       Pola tidur dan istirahat
1)      Kesulitan tidur pada malam hari
2)      Mimpi buruk
3)      Berkeringat pada malam hari
f.       Pola persepsi kognitif
Nyeri dada meningkat karena batuk
g.      Pola persepsi dan konsep diri
1)      Perasaan isolasi/ penolakan karena panyakit menular
2)      Perasaan tidak berdaya
h.      Pola peran hubungan dengan sesama
1)      Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
2)      Frekuensi ineraksi antara sesame jadi kurang.
i.        Pola reproduksi seksualitas
Gangguan pemenuhan kkebutuhan biologis dengan pasangan
j.        Pola meknisme koping dan toleransi terhadap stress
1)      Menyangkal (khususnya selama hidup ini)
2)      Ansietas
3)      Perasaan tidak berdaya
k.      Pola sistem kepercayaan
Kegiatan beribadah terganggu

2.      Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau
masalah kesehatan aktual dan potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi :
pertama adanyanya masalah actual berdasarkan respon klien terhadap masalah
atau penyakit. Kedua faktor-faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya
masalah. Ketiga kemampuan klien untuk mencegah atau menghilangkan masalah.
Menurut Donges, (1999: hal 241), diagnosa yang sering muncul pada kasus
tuberculosis paru adalah:
a.       Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret kental, atau
secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/ faringeal.
b.      Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan
jaringan/ tambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk
menghindari pemajanan pathogen.
c.       Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan
secret kental, tebal.
d.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan kelemahan,
sering batuk/ produksi sputum, dispnea dan anorexia.
e.       Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan
dengan kurang informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan
tak akurat / tak lengkap informasi yang ada.
3.      Intervensi Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perncanaan
keperawatan atau intervensi keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk
mengurangi, menghilangkan dan mencegah maslah keperawatan klien. Tahap
perencanaan adalah penentuan prioritas diagnosa, penetapan sasaran (goal) dan
tujuan , penetapan tujuan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi
keperawatan.(Nursalam, 2001: hal 53)
Setelah menyusun prioritas perencanaan di atas maka langkah selanjutnya
adalah penyusunan rencana tindakan. Adapun rencana tindakan dari diagnosa
keperawatan yang muncul pada Tuberkulosis Paru adalah sebagai berikut :
(Doenges , 1999 : hal 244).
a.       Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret kental, atau
secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/ faringeal.
Tujuan : Mempertahankan jalan napas
Kriteria Hasil : mengelaurkan secret tanpa bantuan, menunjukan
perilaku mempertahankan jalan napas.
Rencana Tindakan:
1)      Kaji pungsi pernapasan seperti bunyai napas, irama, kedalaman.
Rasiainal : Penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis, ronchi
menunjukan akumulasi secret.
2)      Catat kemampua untuk mengeluarkan dahak dan batuk efektif.
Rasional :Pengeluaran secret sulit jika secret kental, sputum berdarah,
diakibatkan oleh kerusakan paru-paru.
3)      Ajarkan pasien tekhnik napas dalam dan cara melakkukan batuk efektif.
Rasional :Batuk efektif membantu pengeluaran sputum, napas dalam mambantu
ventilasi maksimal meningkatkan gerkan secret
4)      Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih 2000-2500 cc.
Rasional :Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan secret.
5)      Berikan pasien posisi yang nyaman, posisi semifowler.
Rasional : semifoweler membantu memaksimalkan ekpansi paru dan
meminimalkan upaya pernapasan
6)      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian agen mucolitik, brochodialator,
kortikosteroid.
Rasional : Menurunkan kekentalan dan merangsang pengelauran secret.
b.      Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan
jaringan/ tambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk
menghindari pemajanan pathogen.
Tujuan : dapat menentukan intervensi mencegah / menurunkan
resiko penyebaran infeksi
Kriteria hasil : melakukan perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.
Rencana Tindakan :
1)      Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan.
Rasional : Mengurangi resiko kontaminasi silang.
2)      Berikan ruangan yang bersih dan berventilasi baik.
Rasional : Mengurangi pathogen pada system imun dan mengurangi
kemkungkinan pasien mengalami infeksi nosokomial.
3)      Pantau tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah, frekunesi pernapasan).
Rasional : Memberikan informasi data dasar awitan/ peningkatan suhu secara
berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukan bahwa bereaksi pada
proses infeksi yang tidak dapat disembuhkan.
4)      Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan , perhatikan batuk spasmodik kering pada
inspirasi dalam perubahan karakteristik sputum, dan adanya mengi / ronchi .
lakukan isolasi pernapasan bila etiolgi batuk produktif tidak diketahui.
Rasional: Kongesti atau distress pernapasan dapat mengidentifikasi
perkembangan PCP penyakit yang paling sering terjadi meskipun demikian , TB
mengalami peningkatan an infeksi jamaur lainnya.
5)      Periksa adanya luka/ lokasi alat infasif, perhatikan tanda-tanda infeksi/ inflamasi.
Rasional :Identifikasi / perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah
terjadinya sepsis.
6)      Anjurkan pasien untuk batuk dan bersin menggunakan tissue dan membuang
pada tempat, anjurkan buang dahak pada wadah cairan disinfektan.
Rasional :Mencegah terjadinya penularan nosokomial dari pasien keperawatan
atau orang lain.
7)      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic, antijamur, anti agen
mikroba.
Rasional :Menghambat proses infeksi beberapa obat di targetkan untuk
organsime tertentu ( sistem perusak).
c.       Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan
secret kental, tebal.

Tujuan : bebas dari distress pernapasan


Kriteria Hasil : perbaikan ventilasi dan perbaikan oksigenasi jaringan adekuat
dengan gas darah dalam rentang normal.
Rencana Tindakan :
1)      Kaji disepnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, meningkatnya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan fatique.
Rasional : TB paru menyebabkann efek luas pada paru dan bagian kecil
bronkopnemonia sampai inflasmasi, difusi luas, nekrosis, effusi pleura, dan
fibrosis luas. Efek pernapasan dapat ringan sampai dispnea berat sampai distress
penapasan.
2)      Evaluasi perubahan tingakat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan
kulit, selaput mukosa dan warna kuku .
Rasional : akumulasi secret dapat mempengaruhi oksigenasi oragan vital
3)      Demonstrasikan atau anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan,
khususnya dengan pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional : membantu tahanan melawan udara luar untk mencegah kolaps atau
penyempitan jalan napas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru
dan menghilangkan/menurunkan napas pendek.
4)      Ajnurkan untuk bed rest / mengurangi aktivitas.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama periode penurunan
pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.
5)      Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan
Rasional : alat dalam perbaikan hipokalesemia yang dapat terjadi sekunder
terhadap ventilasi / menurunnya permukaan alveolar paru.

d.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan kelemahan,
sering batuk/ produksi sputum, dispnea dan anorexia.
Tujuan : meningkatkan perubahan / perilaku pola makan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
Kriteria hasil: menunjukan peningkatan berat badan dan bebas
dari tanda-tanda malnutrisi.
Rencana Tindakan :
1)      Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan
intervensi yang tepat.
2)      Kaji pola diet yang disukai / tidak disukai
Rasional: membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus.
Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
3)      Monitor intake dan output secara periodik
Rasional: berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4)      Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering dengan makan tinggi protein
karbohidrat.
Rasional: Memaksimalakan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang
perlu/kebutuhan energi dari makanan yang banyak menurunkan iritasi gaster.
5)      Rujuk keahli diet untuk menentukan komposisi diet
Rasional: memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat
untuk kebutuhan metabolic
6)      Berikan obat penetralisir asam lambung sesuai indikasi
Rasional : dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehingga
dengan obat atau efek pengobatan pernapasan perut yang penuh.
7)      Berikan terapi parenteral sesuai indikasi
Rasional: membantu terpenuhinya kebutuhan cairan dan pengobatan parenteral.
e.       Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan
dengan kurang informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan
tak akurat / tak lengkap informasi yang ada.
Tujuan : menunjukan perubahan perilaku untuk memperbaiki
kesehatan
Kriteria Hasil : Klien menyatakan pemahaman proses penyakit/
prognosis kebuthan pengobatan.
Rencana Tindakan :
1)      Kaji tingkat pengetahuan pasien.
Rasional :Menentukan tingkat pengetahuan pasien.
2)      Kaji kemampuan belajar pasien
Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan
pada tahap individu.
3)      Beri penyuluah tentang penyakit TB Paru ( pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
Rasional : Agar pasien dapat mengerti tentang penyakit yang di TB Paru
( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi,
dan pencegahan).
4)      beri kesempatan untuk bertanya dan jawab pertanyaan pasien.
Rasional :Meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.
5)      Evaluasi kembali tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru
( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi,
dan pencegahan).
Rasional :Mengetahui tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru
(( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi,
dan pencegahan).
6)      Anjurkan pada pasien untuk mengunjungai petugas kesehatan bila ada keluhan.
Rasional : agar petugas kesehatan dapat mengatasi masalah kesehatan yang
terdapat pada pasien.
4.      Implementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan di susun dan dilanjutkan pada nursing orders untuk membantu klien
tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang memperngaruhi masalah
kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pecegahan
penyakit, pemuliahan kesehatan dan memanifestasi koping. Perencanaan tindakan
keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai
keinginan untuk beradapatasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama
tahap pelaksanaan, perawat harus melakukan pengumpulan data dan memilih
tinakan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. Semua tindakan
keperwatan di catat dalam format yang telah ditetapkan oleh semua institusi.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberkulosis
Paru yang perlu diperhatikan adalah memperhatikan jalan napas, pencegahan
tahap penularan karena penyakit ini sangat berpotensi untuk menularkan kepada
orang lain melalui udara ( born I nfection), bebas dari geala distress pernapasan,
nyeri berkurang / hilang, mempertahan kan berat badan ideal dan menunjukan
prubaha perilau dalam meningkatkan kesehatan.
Dalam memberikan asuhan keperwatan, perawat harus mampu bekerja sama
dengan klien, keluarga, serta anggota tim kesehatan yang lain sehingga asuhan
yang diberikan dapat optimal dan komprehensif. (Nursalam, 2001: hal 63).
 
5.      Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat
untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan dan pelaksanaan tindakan.
Evaluasi yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evaluasi proses
(formatting) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi proses adalah yang
dilaksanakan secara terus-menerus terhadap tindakan yang telah dilakukan .
sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk
menilai keberhasilan tindakan yang dilakukan dan menggambarkan
perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Adapun evaluasi yang diharapkan pada penyakit Tuberkulosis Paru
berdasarkan diagnosa yang muncul adalah mempertahankan jalan napas,
mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi, bebas dari distress pernapasan,
nyeri berkurang / hilang , bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan berat badan
menjadi ideal, melakukan perubahan perilaku dan pola hidup untuk meningkatkan
kesehatan dan menurunkan resiko pengaktifan ulang penyakit Tuberculosis Paru.
(Nursalam, 2001 : hal 71)
DAFTAR PUSTAKA

Amril, Y., 2002. Keberhasilan Directly Observed Therapy (DOT) Pada Pengobatan
TB Paru Kasus Baru di BP4 Surakarta. Tesis. Jakarta : Bagian Pulmonologi
dan Kedokteran Respirasi FKUI

Arikunto, S., 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Proses. Rineka Cipta:

Jakarta.

Aris, M., 2000. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penularan Tuberkulosis Paru di


Kabupaten Tabalong Propinsi Kalimantan Selatan. Tesis. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada

Bahar, A., 2000. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor
Soeparman . jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI hal. 715 - 727

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta, 2010. Data Kasus TB Paru
2008-2009. Surakarta: BBKPM

Carlos, J., Anandi, M., and Francoise P., 2007. MODS Assay for The Diagnosis of
Tuberculosis. New England Journal of Medicine 356:188-189

Fordiastiko, 1995. Penatalaksanaan TB Paru Pada Penderita Diabetes Melitus.

Jakarta : EGC

Gitawati, R., & Nani S., 2002. Study Kasus Hasil Pengobatan Tuberkulosis Paru di
Sepuluh Puskesmas di DKI Jakarta 1996 – 1999 . Cermin Dunia Kedokteran.
137 : 1-20

Hadi, S., 2005. Metodologi Research 2. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas


Psikologi Universitas Gajah Mada. 158
Hasmi, 2006. Hubungan Lingkungan Perumahan, Pengetahuan, dan Perilaku
Penderita TB Paru dengan Kasus Baru TB Paru dalam Rumah di Kabupaten
Kebumen. Tesis. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada

Herryanto, 2002. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Penderita


Tuberkulosis Paru di Kabupaten Tangerang. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.2
2003. 3 : 282-289

Intang, B., 2004. Evaluasi Faktor Penentu Kepatuhan Minum Obat Anti
Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Maluku Tenggara. Tesis. Yogyakarta :
Universitas Gajah Mada

Kaplan & Sadock, 1997. Hubungan Dokter-Pasien dan Teknik Dalam Wawancara.
Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku (Terjemahan). Jakarta :
Binarupa Aksara

Kharisma, E.S., 2010. Hubungan Jarak Rumah, Tingkat Pendidikan, dan Lama
Pengobatan Dengan Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru Di
RSUD dr.Moewardi. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Lamsai D.K., Lewis O.D., Smith S., Jha N., 2009. Factors Related to Defaulters and
Treatment Failure of Tuberculosis in The DOTS Program in The Sunsari,
Nepal. SAARC J. Tuberc: Lung Disease. Vol.6(1) : 25-30

Anda mungkin juga menyukai