Anda di halaman 1dari 8

RESUME

PENENTUAN FENOM
SUATU BAHASA

OLE

Nama : ELSA INDRIANI

Stambuk : A 111 19 169


Fonemik
Kajian fonetik adalah bunyi bahasa atau font sedangkan kajian objek fonemik adalah fonem. Lalu,
persoalannya bedanya font dan fonem, sebab keduanya sama-sama bunyi bahasa disebutkan juga bahwa fonetik
mengkaji bunyi-bunyi bahasa dengan tidak memperhatikan status bunyi itu bisa membedakan makna kata atau tidak,
semantara fonemik dikatakan mengkaji bunyi bahasa dengan memperhatikan statusnya sebagai pembeda makna.
Bunyi-bunyi bahasa yang sudah dibicarakan pada bab yang lalu, baik yang disebut vocal maupun konsonan
jumlahnya sangat banyak. Bunyi-bunyi tersebut meskipun merakan representasi dalam pertuturan, ternyata yang
satu dengan yang lain dapat bergabung dalam satu kesatuan yang statusnya lebih tinggi yaitu sebuah fonem,
sehingga dapat membedakan makna kata. Jadi, fonem merupakan abstraksi dari satu atau sejumlah font, entah vokal
maupun konsonan.
Memanag banyak versi mengenai definisi atau konsep fonem. Namun intinya adalah satu kesatuan bunyi terkecil
yang dapat membedakan makna kata. Bagaimana kita tahu sebuah bunyi adalah fonem atau bukan fonem banyak
cara dan prosedur telah dikemukakan berbagai pakar namun intinya adalah kalau kita ingin mengetahui sebua bunyi
adalah fonem atau bukan kita harus mencari yang disebut pasangan minimal atau minimal pair, yaitu dua buah
bentuk yang bunyinya mirip dan hanya sedikit berbeda, umpanmanya kita ingin mengetahui bunyi [p] fonem atau
bukan maka kita cari misalnya pasangan kata paku dan baku kedua kata ini mirip sekali. Masing-masing terdir dari
empat buah buah bunyi. Kata paku terdiri dari bunyi [p], [a], [k], [u] dan bunyi [u] sedangkan kata baku terdiri dari
bunyi [b], [a], [k] dan [u] jadi pasangan paku dan baku terdapat tiga buah bunyi yang sama yaitu bunyi kedua,
ketiga, dan keempat. Yang berbeda hanya bunyi pertama yaitu bunyi [p]pada kata paku dan bunyi [b] pada kata
baku.

p A K u

b A K u

Dengan demikian kita sudah dapat membuktikan bahwa bunyi [p] dalam bahasa Indonesia adalah sebuah fonem .
Mengapa? Karena kalau posisinya diganti oleh bunyi [b], maka maknanya akan berbeda. Untuk membuktikan
sebuah bunyi adalah fonem atau bukan dapat juga digunakan pasangan minimal yang salah satu anggota nya
“rumpang” artinya ,jumlah bunyi pada anggota pasangan yang rumpang itu kekurangan satu bunyi dari anggota
yang utuh. misalnya ,untuk membuktikan bunyi [h] adalah fonem atau bukan kita dapat mengambil pasangan (tuah)
dan (tua). Bentuk (tuah) memiliki 4 buah bunyi ,sedangkan bentuk (tua) hanya memiliki tiga buah bunyi. Maka
,kalau bunyi [h] itu ditanggalkan ,makna kata itu akan berbeda. Oleh karena itu, dapat di simpulkan bunyi itu [h]
adalah sebuah fonem [h].
t U A h

t U A -           

c. Fonem Struktur

Struktur pada bunyi vokal adalah jarak antara lidah dengan langit-langit keras (palatum). Maka,

berdasarkan strikturnya bunyi vokal dapat dibedakan menjadi:

 Vokal tertutup (close vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat setinggi mungkin

mendekati langit-langit. Vokal tertutup antara lain [i], [u].

 Vokal semi tertutup (half-close) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian

sepertiga di bawah tertutup atau dua per tiga di atas vokal terbuka. Vokal semi tertutup antara lain [e],

[∂], dan [o].

 Vokal semi terbuka (half-open) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian

sepertiga di atas terbuka atau dua per tiga di bawah vokal tertutup. Vokal semi terbuka antara lain [ɛ]

dan [‫]ﬤ‬.

 Vokal terbuka (open vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah dalam posisi serendah mungkin.

Vokal terbuka adalah [a].

d. Bentuk mulut

Berdasarkan bentuk mulut sewaktu bunyi vokal itu diproduksi dapat dibedakan:

 Vokal bundar, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut membundar. Dalam hal ini ada yang

bundar terbuka seperti bunyi [‫]ﬤ‬, dan yang bundar tertutup seperti bunyi [o] dan bunyi [u].

 Vokal tak bundar, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut tidak membundar, melainkan

terbentang melebar, seperti bunyi [i], bunyi [e], dan bunyi [ɛ].
 Vokal netral, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut tidak bundar dan tidak melebar, seperti

bunyi

b. Maju mundurnya lidahBerdasarkan maju mundurnya lidah bunyi vokal dapat dibedakan atas:

 vokal depan, seperti bunyi [i], [e], dan [a]

 vokal tengah, seperti bunyi [∂]

 vokal belakang, seperti bunyi [u] dan [o]

Berkenaan dengan penentuan bunyi vokal berdasarkan posisi lidah ada konsep yang disebut vokal kardinal

(Jones 1958:18), yang berguna untuk membandingkan vokal-vokal suatu bahasa di antara bahasa-bahasa lain.

Konsep vokal kardinal ini menjelaskan adanya posisi lidah tertinggi, terendah, dan terdepan dalam memproduksi

bunyi vokal itu. Bunyi vokal [i] diucapkan dengan meninggikan lidah depan setinggi mungkin tanpa menyebabkan

terjadinya konsonan geseran. Vokal [a] diucapkan dengan merendahkan pangkal lidah sebawah mungkin. Vokal [u]

diucapkan dengan menaikkan pangkal lidah setinggi mungkin.

C. Dasar-Dasar Analisis Fonem

Dasar-dasar analisis fonem adalah pokok-pokok pikiran yang dipakai sebagai pegangan untuk menganalisis

fonem-fonem suatu bahasa. Pokok-pokok pikiran ini bisa juga disebut dengan premis-premis. Pokok-pokok pikiran

atau premis-premis yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Bunyi-bunyi suatu bahasa cenderung dipengaruhi oleh lingkungannya.

2. Sistem bunyi suatu bahasa berkecenderungan bersifat simetris.

3. Bunyi-bunyi suatu bahasa cenderung berfluktuasi.

2. Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis digolongkan tidak berkontras apabila berdistribusi

komplementer dan/atau bervariasi bebas.

3. Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis digolongkan ke dalam fonem yang berbeda apabila

berontras dalam lingkungan yang sama atau mirip.

Fonem konsonan dapat digolongkan berdasarkan 4 kriteria yakni:


1. Tempat artikulasi, yaitu tempat terjadinya bunyi konsonan, atau tempat bertemunya artikulator aktif dan

artikulator pasif. Tempat artikulasi disebut juga titik artikulasi. Sebagai contoh bunyi [p] terjadi pada kedua

belah bibir (bibir atas dan bibir bawah), sehingga tempat artikulasinya disebut bilabial. Contoh lain bunyi

[d] artikulator aktifnya adalah ujung lidah (apeksi) dan artikulator pasifnya adalah gigi atas (dentum),

sehingga tempat artikulasinya disebut apikondental.

2. Cara artikulasi yaitu bagaimana tindakan atau perlakuan terhadap arus udara yang baru keluar dari glotis

dalam menghasilkan bunyi konsonan itu. Misalnya, bunyi [p] dengan cara mula-mula arus udara dihambat

pada kedua belah bibir, lalu tiba-tiba diletupkan dengan keras. Maka bunyi [p] itu disebut bunyi hambat

atau bunyi letup. Contoh lain bunyi [h] dihasilkan dengan cara arus udara digeserkn di laring (tempat

artikulasinya). Maka, bunyi [h] disebut bunyi geseran atau frikatif.

3. Bergetar tidaknya pita suara, yaitu jika pita suara dalam proses pembunyian itu turut bergetar atau tidak.

Bila pita suara itu turut bergetar maka disebut bunyi bersuara. Jika pita suara tidak turut bergetar, maka

bunyi itu disebut bunyi tak bersuara. Bergetarnya pita suara adalah karena glotis (celah pita suara) terbuka

sedikit, dan tidak bergetarnya pita suara karena glotis terbuka agak lebar.

4. Striktur, yaitu hubungan posisi antara artikulator aktif dan artikulator pasif. Umpamanya dalam

memproduksi bunyi [p] hubungan artikulator aktif dan artikulator pasif, mula-mula rapat lalu secar tiba-tiba

dilepas. Dalam memproduksi bunyi [w] artikulator aktif dan artikulator pasif hubungannya renggang dan

melebar.

D. Prosedur Analisis Fonem

Berikut ini adalah prosedur yang banyak dilakukan para linguis dalam analisis fonem terhadap bahasa yang

diteliti, yaitu :

1. Mencatat korpus data setepat mungkin dalam transkripsi fonetis.

2. Mencatat bunyi yang ada dalam korpus data ke dalam peta bunyi.

3. Memasangkan bunyi-bunyi yang dicurigai karena mempunyai kesamaan fonetis.

4. Mencatat bunyi-bunyi selebihnya karena tidak mempunyai kesamaan fonetis.

5. Mencatat bunyi-bunyi yang berdistribusi komplemeter.


2. Mencatat bunyi-bunyi yang bervariasi bebas.

3. Mencatat bunyi-bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang sama (identis).

4. Mencatat bunyi-bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang mirip (analogis).

5. Mencatat bunyi-bunyi yang berubah karena lingkungan.

6. Mencatat bunyi-bunyi dalam inventori fonetis dan fonemis, condong menyebar secara simetris.

7. Mencatat bunyi-bunyi yang berfluktuasi.

8. Mencatat bunyi-bunyi yang selebihnya sebagai fonem tersendiri.

2. Fonem Diftong

Fonem diftong yang ada dalam bahasa Indonesia adalah fonem diftong /ay/, diftong /aw/, dan diftong /oy/.

Ketiganya dapat dibuktikan dengan pasangan minimal.

/ay/ gulai x gula (gulay x gula)

/aw/ pulau x pula (pulaw x pula)

/oi/ sekoi x seka (s∂koy x seka)

Adapun klasifikasi diftong adalah sebagai berikut:

a. Diftong naik, terjadi jika vokal yang kedua diucapkan dengan posisi lidah menjadi lebih tinggi

daripada yang pertama.

Contoh:

[ai]                  

[au]                 

[oi]                  

[∂i]                  

b. Diftong turun, terjadi bila vokal kedua diucapkan dengan posisi lebih rendah daripada yang pertama.

Dalam bahasa Jawa ada diftong turun contohnya:

[ua] pada kata ‘sangat puas’


[uo] pada kata ‘sangat sakit’

[uɛ] pada kata ‘sangat jelek’

c. Diftong memusat, terjadi bila vokal kedua diacu oleh sebuah atau lebih vokal yang lebih tinggi, dan juga

diacu oleh sebuah atau lebih vokal yang lebih rendah. Dalam bahasa Inggris ada diftong [oα] seperti pada kata

dan kata . Ucapan kata adalah [mo∂] dan ucapan kata adalah [flo∂].

d. Fonem Konsonan

Nama-nama fonem konsonan bahasa Indonesia adalah

/b/ konsonan bilabial, hambat, bersuara

/p/ konsonan bilabial, hambat, tak bersuara

/m/ konsonan bilabial, nasal

/w/ konsonan bilabial, semi vokal

/f/ konsonan labiodentals, geseran, tak bersuara

/d/ konaonan apikoalveolar, hambat, bersuara

/t/ konsonan apikoaveolar, hambat, tak bersuara

/n/ konsonan apikoaveolar, nasal

/t/ konsonan apikoaveolar, sampingan

/r/ konsonan apikoaveolar, getar

/z/ konsonan laminoalveolar, geseran, bersuara

/s/ konsonan laminoalveolar, geseran, tak bersuara

/∫/ konsonan laminopalatal, geseran, bersuara

/ñ/ konsonan laminopalatal, nasal

/j/ konsonan laminopalatal, paduan, bersuara

/c/ konsonan laminopalatal, paduan, tak bersuara

/y/ konsonan laminopalatal, semivokal

/g/ konsonan dorsevelar, hambat, bersuara

/k/ konsonan dorsevelar, hambat, tak bersuara

/ŋ/ konsonan dorsevelar, nasal


/x/ konsonan dorsevelar, geseran, bersuara

/h/ konsonan laringal, geseran, bersuara

/?/ konsonan glotal, hambat

Menurut Bahasa Daerah

Anda mungkin juga menyukai