Disusun Oleh :
dr. Hilman Triyadi Kusumah
Dokter Pendamping :
dr. Lilis Halim, MARS
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat
dan Karunia-Nya, sehingga saya dapat menyusun laporan presentasi kasus ini
Saya menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan waktu. Oleh karena itu, kritik
dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan proses penyelesaian tugas
bermanfaat khsusunya bagi penulis dan bagi semua pihak yang membacanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halama
n
KATA PENGANTAR : ........................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................7
3.1 HIV................................................................................................................................11
3.1.1 DEFINISI..............................................................................................................11
3.1.2 EPIDEMIOLOGI.................................................................................................11
3.1.3 FAKTOR RISIKO...............................................................................................12
3.1.4 MANIFESTASI KLINIS.....................................................................................12
3.1.5 DIAGNOSIS.........................................................................................................15
3.1.6 PENATALAKSANAAN......................................................................................21
3.2 HIV PADA IBU HAMIL.............................................................................................31
3.3 HIV PADA BAYI DAN ANAK..................................................................................35
3.4 TERAPI GIZI PADA HIV..........................................................................................38
BAB IV ANALISA KASUS...................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................44
iii
2
BAB I
PENDAHULUAN
seseorang.1,2 Data yang tercatat di WHO pada tahun 2018, sebanyak 37,9 juta
orang di seluruh dunia terinfeksi HIV. Angka ini didominasi oleh beberapa negara
signifikan sejak tahun 2004. Jumlah orang yang menerima perawatan, dukungan
dan pengobatan terus meningkat dari tahun ke tahun namun masih banyak
hambatan bagi orang yang terinfeksi HIV untuk mendapatkan akses perawatan
kesehatan saja namun harus pula melibatkan sektor lain dan masyarakat atau
komunitas terutama populasi kunci. Pelibatan ini mulai dari upaya pencegahan di
rumah sakit. Pedoman tatalaksana HIV dan pengobatan antiretroviral telah lama
kebutuhan akan adanya akses layanan yang menyebar secara luas sehingga semua
orang dengan HIV dapat dengan mudah memulai ARV di dekat lingkungan
propinsi seperti DKI, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Papua dan Papua Barat
dalam melaksanakan program pengendalian dan layanan HIV AIDS dan PIMS
dengan baik.
panjang (seumur hidup) untuk mengobati perempuan hamil HIV positif dan
IDENTITAS PASIEN
I. Identitas Pasien
• Nama pasien : Ny. J
• Jenis kelamin : Perempuan
• Usia : 27 tahun
• Alamat : Dusun Ciangir
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
• Pendidikan : SMP
• Status Perkawinan : Menikah
• Tanggal Kunjungan : 12 Februari 2019
Identitas Suami
II. Anamnesa
3
4
tahun sejak tahun 2013. Pada tahun 2018, pasien pindah tempat tinggal ke
bulan Mei dan tidak mendapatkan pengobatan HIV dan kontrol kehamilan
dari jalan lahir, keluar lencdir bercapur darah dari jalan lahir.
Riwayat Pernikahan :
Pasien sudah menikah 2 kali. Suami pertama pasien meninggal
karena batuk lama dan berdarah, berat badan turun drastis dan terlihat
Riwayat Obstetri
Tahun BB Umur Jenis Tempat
No JK Penolong Penyulit Ket
Lahir Lahir Kehamilan Persalinan Bersalin
RSUD 45
1. 2013 LK 3400 9 Bulan SC Dokter CVD Hidup
Kuningan
2. Hamil sekarang
Riwayat HAID
Siklus haid : Teratur 28 hari
Lama haid : 7 hari
Banyaknya darah : 2 kali ganti pembalut
Nyeri haid : tidak nyeri
Menarche usia : 14 tahun
HPHT : 7 Mei 2019
Taksiraan Persalinan : 14 Maret 2020
Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi apapun.
Riwayat Pre Natal Care
Pasien kontrol kehamilan hanya ke dukun beranak di Jambi dan
kehamilan disangkal.
Status Obstetri
Inspeksi : Cembung, Striae gravidarum (+), Linea Alba (-), Linea Nigra (+),
Luka bekas SC (+)
TFU 34 cm
HIS (-)
DJJ: 148 x/menit
Palpasi:
Leopold 1 : Teraba bagian lunak,bundar, kesan bokong
Leopold 2 : Teraba bagian-bagian terkecil janin sebelah kiri
Teraba bagian terbesar dari janin yang memanjang sebelah
kanan, kesan punggung
Leopold 3 : Teraba bagian keras, bundar, melenting, kesan kepala
7
Leopold 4 : Konvergen
- Pemeriksaan EKG
Kategori Kesan
Irama Sinus Rhytm
Regularitas Regular
Rate 75 bpm
Axis Normoaxis
P-R Interval Normal (0,16 s)
P-wave Normal
QRS complex Normal
Q patologis Tidak ada
ST Segmen Isoelektrik
T-wave Normal
Gelombang U Tidak ada
Kesimpulan EKG dalam batas normal
V. Resume
9
Wanita, 27 tahun, G2P1A0 hamil cukup bulan dengan HIV tidak minum
obat 1 tahun SMRS. Selama hamil pasien tidak mendapatkan ARV. Taksiran
persalinan 14 Maret 2020. Keluhan tidak ada.
Pemeriksaan Fisik
TTV : Dalam batas normal
Head to Toe : Dalam batas normal
Status Obstetri
Inspeksi : Cembung, Striae gravidarum (+), Linea Alba (-), Linea Nigra (+),
Luka bekas SC (+)
TFU 34 cm
HIS (-)
DJJ: 148 x/menit
Palpasi:
Leopold 1 : Teraba bagian lunak,bundar, kesan bokong
Leopold 2 : Teraba bagian-bagian terkecil janin sebelah kiri
Teraba bagian terbesar dari janin yang memanjang sebelah
kanan, kesan punggung
Leopold 3 : Teraba bagian keras, bundar, melenting, kesan kepala
Leopold 4 : Konvergen
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : Kesan Anemia normokrom normositer
EKG : dalam batas normal
VIII. Tatalaksana
10
VIII. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1HIV
3.1.1 DEFINISI
Human Immunodeficiency Virus yang selanjutnya disingkat HIV adalah
disebabkan oleh masuknya virus HIV dalam tubuh seseorang. Orang dengan HIV
dan AIDS yang selanjutnya disingkat ODHA adalah orang yang telah terinfeksi
3.1.2 EPIDEMIOLOGI
Data yang tercatat di WHO pada tahun 2018, sebanyak 37,9 juta orang di
seluruh dunia terinfeksi HIV. Angka ini didominasi oleh beberapa negara
berkembang di seluruh dunia.3
11
3.1.3 FAKTOR RISIKO
a. Wanita Pekerja Seks (WPS) 8,96%
c. Waria 1,85%
h. Faktor lainnya 47,21% (seperti ibu hamil, melahirkan atau menyusui pada
Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut dan yang harus
diperhatikan adalah Window Periode. Periode ini merupakan waktu sejak tubuh
terinfeksi HIV sampai mulai timbulnya antibodi yang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan. Antibodi mulai terbentuk pada 4-8 minggu setelah infeksi. Setelah
dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu dirujuk untuk menjalankan serangkaian
layanan yang meliputi penilaian stadium klinis, penilaian imunologis dan penilaian
antiretroviral;
12
13
• Kriteria Mayor :
– Penurunan BB ≥ 10%
• Kriteria Minor :
– Candidiasis orofaring
– Generalized lymphadenopathy
AIDS
• (+) IO atau CD4 < 350 sel/mm3
14
3.1.5 DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan gejala atau keluhan tertentu.
Pasien datang dapat dengan keluhan demam (suhu >37,5 0C) terus menerus atau
intermiten lebih dari satu bulan, diare yang terus menerus atau intermiten lebih dari
satu bulan, keluhan disertai kehilangan berat badan (BB) >10% dari berat badan
dasar, keluhan lain bergantung dari penyakit yang menyertainya, serta tanyakan juga
b. Pemeriksaan Fisik
• Keadaan Umum : berat badan turun dan demam
• Kulit : tanda-tanda masalah kulit terkait HIV misalnya kulit kering dan
c. Pemeriksaan Pennunjang
Sebelum melakukan tes HIV perlu dilakukan konseling sebelumnya. Terdapat
Testing).
• Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan (TIPK – PITC =
dilakukan pada :
Ibu hamil
Pasien TB
Pasien berisiko
Pasien IMS
Tes diagnostik HIV merupakan bagian dari proses klinis untuk menentukan
• Tes serologi
Rapid Test
Tes cepat dengan reagen yang sudah dievaluasi oleh institusi yang ditunjuk
HIV-2. Tes cepat dapat dijalankan pada jumlah sampel yang lebih sedikit dan waktu
tunggu untuk mengetahui hasil kurang dari 20 menit bergantung pada jenis tesnya
Tes ini mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan HIV-2. Reaksi antigen-antibodi
Tes ini merupakan tes antibodi untuk konfirmasi pada kasus yang sulit.2
18 bulan. Tes virologis yang dianjurkan: HIV DNA kualitatif dari darah lengkap atau
Dried Blood Spot (DBS), dan HIV RNA kuantitatif dengan menggunakan plasma
darah. Bayi yang diketahui terpajan HIV sejak lahir dianjurkan untuk diperiksa
dengan tes virologis paling awal pada umur 6 minggu. Pada kasus bayi dengan
pemeriksaan virologis pertama hasilnya positif, maka terapi ARV harus segera
19
dimulai; pada saat yang sama dilakukan pengambilan sampel darah kedua untuk
Tes ini mendeteksi keberadaan virus dan tidak bergantung pada keberadaan
Tes ini untuk memeriksa jumlah virus di dalam darah, dan dapat digunakan
untuk pemantauan terapi ARV pada dewasa dan diagnosis pada bayi jika HIV DNA
tidak tersedia.2
yang berlaku pada saat ini, yaitu dengan menggunakan strategi 3 dan selalu didahului
dengan konseling pra tes atau informasi singkat. Ketiga tes tersebut dapat
menggunakan reagen tes cepat atau dengan ELISA. Untuk pemeriksaan pertama (A1)
harus digunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang untuk
pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes dengan spesifisitas tinggi
(>99%).
Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu 2 minggu hingga 3 bulan
setelah terinfeksi HIV yang disebut masa jendela. Bila tes HIV yang dilakukan dalam
masa jendela menunjukkan hasil ”negatif”, maka perlu dilakukan tes ulang, terutama
• Pemeriksaan CD4
Jumlah CD4 adalah cara untuk menilai status imunitas ODHA. Pemeriksaan
pengobatan profilaksis IO dan terapi ARV. Rata rata penurunan CD4 adalah sekitar
3
70-100 sel/mm /tahun, dengan peningkatan setelah pemberian ARV antara 50 – 100
3
sel/mm /tahun. Jumlah limfosit total (TLC) tidak dapat menggantikan pemeriksaan
CD4.
3.1.6 PENATALAKSANAAN
a. Persiapan Pemberian ARV
ketiganya harus terserap dan berada dalam dosis terapeutik dalam darah, dikenal
22
Untuk ODHA yang akan memulai terapi ARV dalam keadaan jumlah CD4 di
3
bawah 200 sel/mm maka dianjurkan untuk memberikan Kotrimoksasol (1x960mg
sebagai pencegahan IO) 2 minggu sebelum terapi ARV. Hal ini dimaksudkan untuk:
efek samping tumpang tindih antara kotrimoksasol dan obat ARV, mengingat bahwa
banyak obat ARV mempunyai efek samping yang sama dengan efek samping
kotrimoksasol.
ART lini pertama untuk anak usia 5 tahun ke atas dan dewasa, termasuk ibu
hamil dan menyusui, ODHA koinfeksi hepatitis B, dan ODHA dengan TB.
2 NRTI + 1 NNRTI
25
Jika kegagalan terapi terjadi dengan paduan NNRTI atau 3TC, hampir pasti
terjadi resistansi terhadap seluruh NNRTI dan 3TC. Penggunaan ARV menggunakan
kedua untuk dewasa dengan paduan berbasis NNRTI yang digunakan sebagai lini
pertama.2
g. Dosis ARV
Tabel Daftar Golongan Obat ARV
29
ODHA yang bergejala (stadium klinis 2, 3, atau 4) termasuk perempuan hamil dan
kongenital, tetapi karena risiko yang mengancam jiwa pada ibu hamil dengan jumlah
CD4 yang rendah (<200) atau gejala klinis supresi imun (stadium klinis 2, 3 atau 4),
3
ODHA dengan jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm (apabila tersedia pemeriksaan
panjang (seumur hidup) untuk mengobati perempuan hamil HIV positif dan
• Diagnosis :
– Pada daerah dengan epidemi rendah, tes ini diberikan pada ibu hamil
yang memiliki riwayat/ sedang menderita penyakit menular seksual atau TB.
• Tatalaksana umum :
• Tatalaksana khusus :
Berikan ARV segera tanpa mengetahui nilai CD4 maupun stadium klinis dari
Semua bayi lahir dari ibu HIV harus diberi ARV Profilaksis (Zidovudin) sejak
Pemberian kotrimoksasol profilaksis bagi bayi yang lahir dari ibu dengan HIV
dimulai pada usia enam minggu, dilanjutkan hingga diagnosis HIV dapat
Semua bayi lahir dari ibu HIV harus dirujuk ke rumah sakit terdekat untuk
pada anak. Semua vaksinasi tetap diberikan seperti pada bayi lainnya, termasuk
vaksin hidup (BCG, Polio oral, campak), kecuali bila terdapat gejala klinis
infeksi HIV .
Persalinan untuk ibu dengan HIV dapat berupa persalinan per vaginam maupun
seksio sesarea. Persalinan seksio sesarea berisiko lebih kecil untuk penularan
terhadap bayi, namun perlu dipertimbangkan risiko lainnya. Persalinan per vaginam
dapat dipilih jika ibu sudah mendapat pengobatan ARV dengan teratur selama
setidaknya enam bulan dan/atau viral load kurang dari 1.000 kopi/mm3 pada minggu
ke-36. Persalinan per vaginam maupun seksio sesarea tersebut dapat dilakukan
di semua fasilitas kesehatan yang mampu tanpa memerlukan alat pelindung diri
Bayi dan anak umur usia kurang dari 18 bulan terpajan HIV yang tampak sehat
dan belum dilakukan tes virologis, dianjurkan untuk dilakukan tes serologis pada
umur 9 bulan (saat bayi dan anak mendapatkan imunisasi dasar terakhir). Bila hasil
tes tersebut:
b. Non reaktif harus diulang bila masih mendapatkan ASI. Pemeriksaan ulang
dilakukan paling cepat 6 minggu sesudah bayi dan anak berhenti menyusu.
c. Jika tes serologis reaktif dan tes virologis belum tersedia, perlu dilakukan
pemantauan klinis ketat dan tes serologis diulang pada usia 18 bulan
Bayi dan anak umur kurang dari 18 bulan dengan gejala dan tanda diduga
disebabkan oleh infeksi HIV harus menjalani tes serologis dan jika hasil tes tersebut:
b. Non reaktif tetap harus diulang dengan pemeriksaan tes serologis pada usia 18
bulan.
Pada bayi dan anak umur kurang dari 18 bulan yang sakit dan diduga
disebabkan oleh infeksi HIV tetapi tes virologis tidak dapat dilakukan, diagnosis
ditegakkan menggunakan diagnosis presumtif. Pada bayi dan anak umur kurang dari
18 bulan yang masih mendapat ASI, prosedur diagnostik awal dilakukan tanpa perlu
menghentikan pemberian ASI. Anak yang berumur di atas 18 bulan menjalani tes
Diagnosis HIV pada bayi dapat dilakukan dengan cara tes virologis, tes
1. Diagnosis HIV pada bayi berumur kurang dari 18 bulan, idealnya dilakukan
pengulangan uji virologis HIV pada spesimen yang berbeda untuk informasi
2. Diagnosis presumtif infeksi HIV pada bayi dan anak umur kurang dari 18 bulan.
Bila ada bayi dan anak berumur kurang dari 18 bulan dan dipikirkan terinfeksi
HIV, tetapi perangkat laboratorium untuk HIV DNA kualitatif tidak tersedia, tenaga
kesehatan diharapkan mampu menegakkan diagnosis dengan cara diagnosis
presumtif.
Bila ada 1 kriteria berikut atau Minimal 2 gejala berikut
· Pneumonia · Oral thrush (Kandidiasis oral)
Pneumocystis (PCP), meningitis · Pneumonia berat
kriptokokus, kandidiasis esofagus · Sepsis berat
· Toksoplasmosis · Kematian ibu yang berkaitan
· Malnutrisi berat yang tidak membaik dengan HIV atau penyakit HIV
dengan pengobatan standar yang lanjut pada ibu
· Jumlah persentase CD4 < 20%
Pemberian ARV pencegahan pada bayi. Semua bayi lahir dari ibu dengan HIV,
baik yang diberi ASI eksklusif maupun susu formula, diberi Zidovudin dalam 12 jam
pertama selama enam minggu. Dosis zidovudin pada bayi baru lahir,s elengkapnya
Dosis Zidovudin
Bayi cukup bulan Zidovudin 4 mg/kg BB/12 jam selama 6
minggu, atau dengan dosis
disederhanakan:
· Berat lahir 2000-2499 g = 10 mg 2x
sehari
· Berat lahir ≥ 2500 g = 15 mg 2x sehari
bayi dengan berat < 2000 g harus
mendapat dosis mg/kg, disarankan
dengan dosis awal 2 mg/kg sekali sehari
Hubungan antara HIV, status gizi, dan fungsi imun mempunyai keterkaitan
yang sulit dipisahkan. Infeksi HIV dalam tubuh ODHA mempunyai 2 dampak :
badan, muscle wasting and weakness, dan hal ini dapat dipantau dengan penilaian
status gizi sejak pertama ODHA datang dan diikuti terus. Dapat dilakukan
kegagalan metabolisme, akibat dari kerusakan sistem imun tubuh, sehingga tidak
saluran cerna, TB, influenza, sehingga mempercepat progres menjadi AIDS dan
diperberat dengan kebutuhan zat-zat gizi yang meningkat karena adanya malabsorpsi
dan asupan yang sangat berkurang. Hal ini menjadikan lingkaran setan yang akan
intake energi, yang berujung pada penurunan berat badan dan wasting. Gangguan
metabolisme, penurunan nafsu makan dan diare juga memperparah intake dan
absorpsi zat-zat gizi, terlebih faktor ekonomi rendah dan higiene makanan. IMT
rendah pada dewasa (<18,5 kg/m2), penurunan berat badan dan wasting pada anak
merupakan faktor risiko independen progresi morbiditas dan mortalitas terkait HIV.
39
Kebutuhan Protein
Kira-kira 1-1,4 g/kg berat badan untuk pemeliharaan dan 1,5-2 g/kg berat
badan untuk requirements repletion
Retriksi protein diindikasikan untuk penyakit hati dan ginjal berat.
Kebutuhan Lemak
Bervariasi setiap individu. Individu yang mengalami malabsorpsi atau diare
menggunakan diet rendah lemak
Lemak yang digunakan terutama MCT Fish oil (omega-3 fatty acids), jika
diberikan dengan minyak MCT mungkin dapat memperbaiki fungsi imun.
40
Kebutuhan Cairan
Pada individu yang terinfeksi HIV sebanyak 30-35mL/kg (8-12 mL untuk
dewasa) per hari
Penggantian kehilangan elektrolit (Na, K, Cl) dilakukan pada keadaan diare
dan muntah.
Kebutuhan Mikronutrien
Diberikan multivitamin per hari dan suplemen vitamin B-kompleks
disesuaikan dengan Recommended Dietary Allowances (RDAs)
Suplementasi multi zat gizi mikro terutama yang mengandung vitamin
B12, B6, A, E, dan mineral Zn, Se dan Cu
Pemberian Fe dianjurkan pada ODHA dengan anemia. Pada ODHA yang
mengalami infeksi oportunistik, pemberian Fe dilakukan 2 minggu setelah
pengobatan infeksi
Khusus pada pasien anak, suplemen vitamin A untuk anak usia 6-59 bulan
secara periodik setiap 4-6 bulan (100.000 IU untuk usia 6-12 bulan dan
200.000 IU untuk anak >12 bulan)
41
BAB IV
ANALISIS KASUS
sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan
tubuh akibat masuknya virus HIV dalam tubuh seseorang. Data yang tercatat di WHO
pada tahun 2018, sebanyak 37,9 juta orang di seluruh dunia terinfeksi HIV. Angka ini
pertama kali ditemukan di Provinsi Bali PADA TAHUN 1987. Hingga saat ini
Jawa Barat menempati urutan ke 4 penderita HIV terbanyak, setelah DKI Jakarta,
Jawa Timur, dan Papua. Berdasarkan kelompok usia, rentang usia 20-29 tahun
memiliki prevalensi kasus terbanyak. Pasien berusia 27 tahun, dan masuk kedalam
kelompok usia risiko tinggi. Menurut kelompok usia jenis kelamin, lebih banyak
terjadi pada kelompok laki-laki (54%) atau hampir 2 kali lipat dibandingkan pada
paling banyak dari kelompok ibu rumah tangga diikuti wiraswasta dan tenaga non-
profesional (karwayan). Pasien sudah menikah 2 kali dan bekerja sebagai Ibu Rumah
42
Tangga. Tidak ada faktor risiko pada pasien, seperti berhubungan seksual peranal,
menggunakan jarum suntik bersamaan dan bergantian, atau pekerjaan lain yang
(2,4%). Dari hasil anamnesis, dicurigai penularan HIV terhadap pasien berasal dari
suami pertama. Menurut pasien, suami pertama pasien meninggal karena batuk lama
dan berdarah, berat badan turun drastis dan terlihat sangat kurus. Suaminya pernah
mengidap penyakit HIV, TBC, dan gagal ginjal. Tidak diketahui darimana Almarhum
suaminya mendapatkan penyakit HIV, karena saat terdiagnosis, suaminya tidak lama
meninggal.
Pasien diberikan terapi HIV dari RSUD 45 Kuningan, selama 5 tahun dengan
pengobatan yang rutin dan teratur. Namun, 1 tahun SMRS pasien tidak mendapatkan
obat ARV dan selama hamil pasien tidak berobat HIV. Berdasarkan kajian teori,
(seumur hidup) untuk mengobati perempuan hamil HIV positif dan mencegah
Pasien tidak menunjukan gejala apapun, sehingga berada pada stadium I. Pasien
ibu hamil dengan CD4 berapapun nilainya segera diberikan ARV. Cotrimoksasol
(1x960mg sebagai pencegahan IO) 2 minggu sebelum terapi ARV. Hal ini
43
obat ARV, mengingat bahwa banyak obat ARV mempunyai efek samping yang sama
dengan efek samping kotrimoksasol. Namun, ODHA yang bergejala (stadium klinis
mengancam jiwa pada ibu hamil, maka perempuan yang memerlukan kotrimoksasol
Tenofovir 1x1, Hiviral 2x1, Neviral 2x1, dan di rencanakan untuk persalinan SC
karena pasien tidak mendapatkan obat ARV selama kehamilan. Persalinan untuk ibu
dengan HIV dapat berupa persalinan per vaginam maupun seksio sesarea. Persalinan
seksio sesarea berisiko lebih kecil untuk penularan terhadap bayi, namun perlu
dipertimbangkan risiko lainnya. Persalinan per vaginam dapat dipilih jika ibu sudah
mendapat pengobatan ARV dengan teratur selama setidaknya enam bulan dan/atau
DAFTAR PUSTAKA
Penyakit Dalam Edisi ke-VI. Setiati, dkk (eds). 2014. Jakarta Pusat : Interna
Publishing. P887-87