STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 37 tahun
Alamat : Jatiseeng
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Status : Sudah Menikah
Tanggal pemeriksaan : 19 Juli 2017
II. ANAMNESIS
- Keluhan Utama : Mules mules
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon pada
tanggal 19 Juli 2017 pukul 07.00 WIB, G3P2A0 merasa hamil 9 bulan dan
mengeluhkan mules mules dari jam 03.00 tadi subuh mules dirasakan mulai sering
dan teratur, lalu gerak janin (+), keluar air air (+) dari jam 04.00, warna jernih tidak
kehijauan atau kemerahan. Anak yang pertama lahir normal ditolong bidan dengan
berat 3,8 kg sekarang sudah berusia 11 tahun, untuk anak ke 2 lahir normal
ditolong bidan dengan berat 3,2 kg sekarang sudah berusia 4 tahun. Pasien
mengaku BAB (-) BAK (+) seperti biasa, Keluhan ini tidak disertai dengan
demam, pusing, mual maupun muntah. .
Pasien mengaku sering memeriksakan kehamilan ke puskesmas, dan pernah
di USG 2 minggu yang lalu sebanyak satu kali untuk hasilnya sungsang. Pasien
mengaku pernah diimunisasi satu kali dan mengaku terdapat riwayat penggunaan
kb suntik selama 3 tahun.
- Riwayat Penyakit Ibu :
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit Hepar : disangkal
Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
Riwayat Penyakit Paru : disangkal
Riwayat Penyakit DM : disangkal
Riwayat Penyakit Hipertensi: disangkal
- Riwayat Operasi
Pasien menyangkal pernah melakukan operasi apapun
- Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus Haid : Teratur
Panjang Siklus : 28 hari
Lama : 6-7 hari
Dismenorhea : tidak ada
Banyak : 2 pembalut/hari
HPHT : 14 - 10 - 2016
HPL : 21 – 7 - 17
- Riwayat Obstetri
1. P1 : Anak yang pertama lahir normal spontan, ditolong bidan dengan berat
3800 gr sekarang sudah berusia 11 tahun,
2. P2 : Anak ke 2 lahir normal ditolong bidan dengan berat 3,200 gr sekarang
sudah berusia 4 tahun
- Riwayat ANC
Setiap bulan ibu selalu kontrol kehamilan di puskesmas setempat.
Riwayat imunisasi TT pada kehamilan ini sudah di dapatkan sebanyak 1x di
PKM
Pasien juga mengaku sudah di USG di dr. Haris, Sp.OG pada usia kehamilan
9 bulan kurang 2 minggu dengan hasil USG letak kepala diatas, letak bagian
bawah bokong janin,
- Riwayat KB
Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan.
- Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah, pasien menikah 1 kali.
- Riwayat Ginekologi
Riwayat kanker, kista ovarium, mioma uteri, perdarahan pervaginam diluar
menstruasi disangkal.
Status Generalis
-Kepala : normocephal, rambut berwarna hitam dan tidak mudah rontok
-Mata : simetris, ca -/-, sl -/-
-Hidung : deviasi (-) sekret (-) darah (-)
-Telinga : simetris, darah (-) sekret (-)
-Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), karies (-) gusi berdarah (-)
-Leher : KGB membesar (-), JVP meningkat (-)
- Thorak : Pulmo : VBS +/+ Rh -/- Wh -/-
Cor : BJ I = BJ II reguler, M(-), G(-)
- Abdomen : cembung, BU (+), nyeri tekan (-), striae (+), jejas (-)
- Ekstremitas : akral hangat (+), CRT < 2detik,
edema - -
- -
Status Obstetrikus
- Pemeriksaan fisik luar :
o TFU : 33 cm
o DJJ : 150 x/menit, reguler
o His : 2x10”x25
o Palpasi :
Leopold I : teraba bagian bulat, keras, mudah digerakkan,
melenting (kepala) TFU : 36 cm
Tafsiran berat janin:
Leopold II : teraba bagian memanjang, keras, datar seperti papan di
punggung kanan (punggung janin) dan teraba bagian lunak, bagian
yang kecil kecil, bagian ekstremitas dipunggung kiri (ekstremitas
janin)
Leopold III : teraba bagian lunak, tidak mudah digerakan) dan tidak
melenting (bokong
Leopold IV : teraba bagian terbawah janin sudah masuk PAP
(divergen)
- Pemeriksaan fisik dalam :
o V/V : tidak ada kelainan, tenang
o VT : dinding vagina licin, portio tebal lunak, arah anterior, pembukaan 5
cm, ketuban (-) sisa jernih, presentasi bokong, di H-II
-
IV. RESUME
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon pada tanggal 19
Juli 2017 pukul 07.00 WIB, G3P2A0 merasa hamil 9 bulan dan mengeluhkan mules
mules dari jam 03.00 tadi subuh mules dirasakan mulai sering dan teratur, lalu gerak
janin (+), keluar air air (+) dari jam 04.00, warna jernih tidak kehijauan atau
kemerahan. Anak yang pertama lahir normal ditolong bidan dengan berat 3,8 kg
sekarang sudah berusia 11 tahun, untuk anak ke 2 lahir normal ditolong bidan dengan
berat 3,2 kg sekarang sudah berusia 4 tahun. Pasien mengaku BAB (-) BAK (+) seperti
biasa, Keluhan ini tidak disertai dengan demam, pusing, mual maupun muntah. .
Pasien mengaku sering memeriksakan kehamilan ke puskesmas, dan pernah di USG 2
minggu yang lalu sebanyak satu kali untuk hasilnya sungsang.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
composmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi 20 x/menit,
suhu 36,4 °C. Pada pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan
obstetrik di pemeriksaan luar didapatkan TFU 33 cm, DJJ 150 x/menit reguler, his
2x10”x25. Pada pemeriksaan leopold I teraba bagian bulat keras, mudah digerakkan,
dan melenting TFU : 33 cm, leopold II teraba bagian kecil di kiri dan teraba bagian
tahanan dan memanjang di kanan, leopold III teraba bagian lunak tidak bisa
digerakkan, leopold IV bagian terbawah janin sudah masuk PAP (divergen). Pada
pemeriksaan dalam ditemukan V/V tidak ada kelainan, VT ditemukan portio tebal
lunak, pembukaan 5 cm, ketuban (-) sisa ketuban jernih, presentasi bokong, di H II.
VI. DIAGNOSIS
Ny. S umur 57 tahun G3P2A0 parturient aterm kala I fase laten ,janin tunggal hidup,
intrauterin + dengan persentasi bokong.
VII. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 500 cc/8jam
- Observasi KU, TTV, his, pembukaan, DJJ, jumlah pengeluaran urin, kemajuan
persalinan.
- Tunggu pembukaan lengkap, rencana partus pervaginam.
VIII. PROGNOSIS
- Kehamilan : ad bonam
- Persalinan : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
5
Gambar 1. Klasifikasi Presentasi Bokong
5
2.2 Insiden
Letak sungsang terjadi pada 3-4% dari seluruh persalinan. Kejadian letak
sungsang berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan. Letak sungsang
pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu sebesar 25%, pada kehamilan 32
4
minggu 7% dan, 13% pada kehamilan aterm.
2.3 Etiologi
6
2.4 Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu,
jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin
bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri
6
dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang.
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah
air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat
lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang
yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih
kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa
pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi,
sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan
6
dalam presentasi kepala.
2.5 Diagnosis
7
bokong di segmen bawah rahim. Apabila diagnosis letak sungsang dengan
pemeriksaan luar belum dapat dibuat, karena misalnya dinding perut tebal,
uterus mudah berkontraksi dan banyaknya air ketuban maka diagnosis
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dalam. Dari pemeriksaan dalam akan
teraba bokong atau dengan kaki disampingnya. Disini akan teraba os sakrum,
kedua tuberosis iskii dan anus. Pemeriksaan penunjang juga dapat digunakan
1,8
untuk menegakkan diagnosis seperti ultrasonografik atau rontgen
Gambar 2. Presentasi bokong kaki ganda pada persalinan dengan selaput ketuban
1
utuh
8
hambatan serta mulut dan tulang pipi membentuk segitiga. Sedangkan dengan
1,8
USG atau rontgen sangatlah dapat dibedakan.
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Dalam Kehamilan
9
Kontraindikasi lain untuk melakukan versi luar ialah: 1) panggul sempit,
2) perdarahan antepartum; 3) hipertensi; 4) hamil kembar; 5) plasenta previa.
Pada panggul sempit tidak ada gunanya melakukan versi luar, karena
meskipun berhasil menjadi presentasi kepala, akhirnya perlu dilakukan seksio
sesarea. Tetapi bila kesempitan panggul hanya ringan, versi luar harus
diusahakan karena kalau berhasil akan memungkinkan dilakukan partus
percobaan. Versi luar pada perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan,
6
karena dapat menambah perdarahan akibat lepasnya plasenta. Pada penderita
hipertensi, usaha versi luar dapat menyebabkan solusio plasenta; sedangkan
pada kehamilan kembar, selain janin yang lain dapat menghalangi usaha versi
luar tersebut, yang lebih berbahaya ialah bila janin berada dalam satu kantong
6
amnion kemungkinan tali pusat kedua janin akan saling melilit.
Kalau versi luar gagal karena penderita menegangkan otot-otot dinding
perut, penggunaan narkosis dapat dipertimbangkan. Kerugian penggunaan
narkosis untuk versi luar antara lain: narkosis harus dalam, sebab dengan
narkosis ringan versi laur jauh lebih sulit dibandingkan bila penderita tetap
dalam keadaan sadar. Disamping itu, karena penderita tidak merasakan sakit
ada bahaya kemungkinan digunakan tenaga berlebihan dan dapat
mengakibatkan lepasnya plasenta. Mengingat bahayanya, sebaiknya tidak
1,6
melakukan versi luar dengan menggunakan narkosis.
1
Gambar 3. Versi Sefalik Luar
10
Keberhasilan versi luar 3586 % (rata-rata 58 %). Peningkatan
keberhasilan terjadi pada multiparitas, usia kehamilan, frank breech, letak
lintang. Newman membuat prediksi keberhasilan versi luar berdasarkan
penilaian seperti Bhisop skor (Bhisop-like score).
1
Table 1. Bishop Like Skore
Artinya: Keberhasilan 0% jika nilai <2 dan 100 % jika nilai >9.
11
ALARM (Advanced in Labour and Risk Management) International
memberikan kriteria seleksi untuk partus pervaginam yaitu jenis letak
sungsang adalah frank atau bokong komplit, kepala fetus tidak hiperekstensi
dan taksiran berat janin 25003600 gram serta tindakan augmentasi dan
induksi persalinan diperbolehkan pada janin letak sungsang.
10
Table 2. Skor Zachtuchni Andros
6,11,12,13,14
1. Persalinan Pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam,
persalinan pervaginam dibagi menjadi 3 yaitu:
a) Persalinan spontan; janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga
ibu sendiri. Cara ini disebut Bracht.
b) Manual aid (partial breech extraction); janin dilahirkan sebagian
dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga
penolong.
c) Ektraksi sungsang (total breech extraction); janin dilahirkan
seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.
6,11,12,13,14
2. Persalinan perabdominan (sectio caesaria).
12
a. Prosedur Pertolongan Persalinan
1,6,12
Sungsang Tahapan Persalinan Spontan
1. Tahap pertama: fase lambat, yaitu mulai lahirnya bokong sampai pusat
(skapula depan ).disebut fase lambat karena fase ini hanya untuk
melahirkan bokong, yaitu bagian yang tidak begitu berbahaya.
2. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusar sampai
lahirnya mulut. Disebut fase cepat karena pada fase ini kepala janin
mulai masuk pintu atas panggul, sehingga kemungkinan tali pusat
terjepit. Oleh karena itu fase ini harus segera diselesaikan dan tali pusat
segera dilonggarkan. Bila mulut sudah lahir, janin dapat bernafas lewat
mulut.
3. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh
kepala lahir. Disebut fase lambat karena kepala akan keluar dari
ruangan yang bertekanan tinggi (uterus), ke dunia luar yang tekanannya
lebih rendah, sehingga kepala harus dilahirkan secara perlahan-lahan
untuk menghindari terjadinya perdarahan intra kranial (adanya ruptur
tentorium serebelli).
Teknik
a) Sebelum melakukan persalinan, penolong harus memperhatikan sekali
lagi persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan
kelahiran janin harus selalu disediakan cunam Piper.
b) Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berdiri di depan vulva.
Ketika timbul his ibu disuruh mengejan dengan merangkul kedua
pangkal paha. Pada waktu bokong mulai membuka vulva (crowning)
disuntikkan 2-5 unit oksitosin intra muskulus. Pemberian oksitosin ini
adalah untuk merangsang kontraksi rahim sehingga fase cepat dapat
diselesaikan dalam 2 his berikutnya.
c) Episiotomi dikerjakan pada saat bokong membuka vulva. Segera setelah
bokong lahir, bokong dicengkram secara Bracht, yaitu kedua
13
ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain
memegang panggul.
d) Pada setiap his ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan
tampak sangat tegang,tali pusat dikendorkan lebih dahulu.
e) Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada badan janin guna
mengikuti gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke
perut ibu. Penolong hanya mengikuti gerakan ini tanpa melakukan
tarikan sehingga gerakan tersebut hanya disesuaikan dengan gaya berat
badan janin. Bersamaan dengan dimulainya gerakan hiperlordosis ini,
seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller pada fundus uterus,
sesuai dengan sumbu panggul. Maksud ekspresi Kristeller ini adalah:
a.Agar tenaga mengejan lebih kuat, sehingga fase cepat dapat segera
diselesaikan. b. Menjaga agar posisi kepala janin tetap dalam posisi
fleksi. c. Menghindari terjadinya ruang kosong antara fundus uterus
dengan kepala janin sehingga tidak terjadi lengan menjungkit.
14
h) Keuntungan
a) Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir, sehingga
mengurangi bahaya infeksi.
b) Cara ini adalah cara yang paling mendekati persalinan fisiologik,
sehingga mengurangi trauma pada janin.
i) Kerugian
a) 510% persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, sehingga
tidak semua persalinan letak sungsang dapat dipimpin dengan cara
Bracht.
b) Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan terutama dalam
keadaan panggul sempit, janin besar, jalan lahir kaku misalnya pada
primigravida, adanya lengan menjungkit atau menunjuk.
1,6,12
b. Prosedur Manual aid
Indikasi
1. Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, misalnya bila terjadi
kemacetan baik pada waktu melahirkan bahu atau kepala.
2. Dari semula memang hendak melakukan pertolongan secara manual
aid. Negara Amerika sebagian besar ahli kebidanan cenderung untuk
melahirkan letak sungsang secara manual aid, karena mereka
menganggap bahwa sejak pusar lahir adalah fase yang sangat berbahaya
bagi janin, karena pada saat itulah kepala masuk ke dalam pintu atas
panggul, dan kemungkinan besar tali pusat terjepit diantara kepala janin
dan pintu atas panggul.
Tahapan
1. Tahap pertama, lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan
tenaga ibu sendiri.
2. Tahap kedua, lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong.
Cara atau teknik untuk melahirkan bahu dan lengan adalah secara:
a) Klasik ( Deventer )
15
b) Mueller
c) Louvset
3. Tahap ketiga, lahirnya kepala. Kepala dapat dilahirkan dengan cara:
a) Mauriceau
b) Najouks
c) Wigan Martin-Winckel
d) Prague terbalik
e) Cunam Piper
Teknik
Tahap pertama persalinan secara bracht sampai pusat lahir. Tahap kedua
melahirkan bahu dan lengan oleh penolong.
1. Cara Klasik
Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini melahirkan lengan
belakang lebih dulu karena lengan belakang berada di ruang yang luas
(sacrum), kemudian melahirkan lengan depan yang berada di bawah
simpisis. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong pada
pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh mungkin sehingga
perut janin mendekati perut ibu. Bersamaan dengan itu tangan kiri
penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari tengah dan
telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fossa kubiti kemudian
lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah
mengusap muka janin.
16
Untuk melahirkan lengan depan, pergelangan kaki janin diganti dengan
tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung
janin mendekati punggung ibu. Dengan cara yang sama lengan depan
dilahirkan. Keuntungan cara klasik adalah pada umumnya dapat
dilakukan pada semua persalinan letak sungsang tetapi kerugiannya
lengan janin relative tinggi didalam panggul sehingga jari penolong
harus masuk ke dalam jalan lahir yang dapat manimbulkan infeksi.
2. Cara Mueller
17
3. Cara lovset
4. Cara Bickhenbach
1. Cara Mauriceau
18
Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil
seorang asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama
dilakukan oleh penolong yang mencengkeram leher janin dari arah
punggung. Bila suboksiput tampak dibawah simpisis, kepala dielevasi
keatas dengan suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut
lahir dagu, mulut, hidung, mata dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya
lahirnya seluruh kepala janin.
2. Cara Naujoks
Teknik ini dilakukan apabila kepala masih tinggi sehingga jari penolong
tidak dimasukkan ke dalam mulut janin. Kedua tangan penolong yang
mencengkeram leher janin menarik bahu curam kebawah dan bersamaan
dengan itu seorang asisten mendorong kepala janin kearah bawah. Cara
ini tidak dianjurkan lagi karena menimbulkan trauma yang berat.
19
Gambar 9. Melahirkan kepala dengan cara Prague terbalik
Seorang asisten memegang badan janin pada kedua kaki dan kedua
lengan janin diletakkan dipunggung janin. Kemudian badan janin
dielevasi ke atas sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.
Pemasangan cunam piper sama prinsipnya dengan pemasangan pada
letak belakang kepala. Hanya saja cunam dimasukkan dari arah bawah
sejajar dengan pelipatan paha belakang. Setelah oksiput tampak dibawah
simpisis, cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai
hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya
seluruh kepala lahir.
20
abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi fleksi.
Tangan yang dikuar mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah kaki
bawah fleksi pergelangan kaki dipegang oleh jari kedua dan jari ketiga
dan dituntun keluar dari vagina sampai batas lutut. Kedua tangan
memegang betis janin, kaki ditarik curam kebawah sampai pangkal paha
lahir. Pangkal paha dipegang kemudian tarik curam ke bawah trokhanter
depan lahir. Kemudian pangkal paha dengan pegangan yang sama
dielevasi keatas sehingga trokhanter belakang lahir dan bokong pun
lahir. Setelah bokong lahir maka untuk melahirkan janin selanjutnya
dipakai teknik pegangan femuro-pelviks, badan janin ditarik curam
kebawah sampai pusat lahir. Selanjutnya untuk melahirkan badan janin
yang lainnya dilakukan cara persalinan yang sama seperti pada manual
aid.
Dilakukan pada letak bokong murni (frank breech) dan bokong sudah
berada di dasar panggul sehingga sukar menurunkan kaki. Jari telunjuk
tangan penolong yang searah bagian kecil janin dimasukkan ke dalam
jalan lahir dan diletakkan di pelipatan paha depan. Dengan jari telunjuk
ini pelipatan paha dikait dan ditarik curam kebawah, sehingga trokhanter
tampak dibawah simpisis, maka jari telunjuk penolong yang lain segera
mengait pelipatan paha ditarik curam kebawah sampai bokong lahir.
21
Setelah bokong lahir, bokong dipegang secara femuro-pelviks kemudian
janin dapat dilahirkan dengan cara manual aid.
22
2. Asfiksia fetalis.
Selain akibat mengecilnya uterus pada waktu badan janin lahir, yang
menimbulkan anoksia, maka anoksia ini diperberat lagi, dengan bahaya
terjepitnya tali pusat pada waktu kepala masuk panggul (fase cepat).
23
2.9 Komplikasi pada Persalinan Pervaginam
24
Frekuensi prolaps tali pusat meningkat apabila fetus berukuran kecil atau
bila sungsang tidak dalam posisi bokong murni. Dalam laporan Collea dan
kawan- kawan (1978), insiden pada posisi frank breech sekitar 0,5%, yang
sesuai dengan 0,4% pada presentasi kepala (Barrett,1991). Sedangkan, insiden
prolaps tali pusat pada presentasi kaki adalah 15%, dan 5% pada letak bokong
murni.
Soernes dan Bakke (1986) pada pengamatan awal menyatakan bahwa
panjang tali pusat umbilikus lebih pendek pada letak sungsang dari keterliban
letak kepala secara signifikan. Lebih lanjut, keterlibatan tali pusat yang
melingkar-lingkar pada fetus lebih umum pada letak sungsang (Spellacy and
associates,1996). Abnormalitas tali pusat ini sepertinya memainkan peran
dalam perkembangan janin letak sungsang seperti insiden yang relatif tinggi
pola denyut jantung janin yang mencemaskan pada persalinan. Sebagai
contoh, Flannagan dan kawan-kawan (1987) menyeleksi 244 wanita dengan
letak sungsung yang bervariasi (72% adalah frank brech) untuk percobaan
persalinan, didapatkan 4% kejadian prolaps tali pusat. Fetal distres bukan
karena prolaps tali pusat didiagnosa pada 5% wanita lainnya yang dipilih
untuk persalinan pervaginam. Keseluruhan, 10% dari wanita yang dikenali
untuk persalinan pervaginam mengalami persalinan sesarean karena berisiko
dalam persalinan.
Apgar skor, khususnya pada 1 menit, pada persalinan pervaginam letak
sungsang secara umum lebih rendah dari bila dilakukan persalinan sesarean
secara elektif (Flanagan dan kawan-kawan,1987). Dengan cara yang sama,
nilai asam basa darah tali pusat secara signifikan berbeda untuk persalinan
pervaginam. Christian dan Brady (1991) melaporkan bahwa pH darah arteri
umbilikus rendah, PCO2 tinggi, dan HCO3 lebih rendah dibandingkan
persalinan letak kepala. Socol dan kawan-kawan (1988) menyimpulkan,
bagaimanapun persalinan sesarean meningkatkan Apgar skor tetapi tidak
status asam basa. Flanagan dan kawankawan (1987) menekankan bahwa
kelahiran bayi pada persalinan sungsang tidak diperburuk oleh perbedaan yang
signifikan dari Apgar skor atau status asam basa pada kelahiran.
25
2.10 Prognosis
Baik ibu maupun janin dengan letak sungsang memiliki risiko yang lebih
besar dibandingkan dengan letak kepala. Pada persalinan sungsang yang sulit
terdapat peningkatan risiko maternal. Manipulasi secara manual dalam jalan
lahir akan memperbesar risiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri,
khususnya dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau persalinan
after coming head lewat serviks yang belum berdilatasi lengkap, dapat
mengakibatkan ruptura uteri, laserasi serviks ataupun keduanya. Tindakan
manipulasi tersebut dapat pula menyebabkan pelebaran luka episiotomi dan
robekan perineum yang dalam. Anestesi yang memadai untuk menimbulkan
relaksasi uterus yang nyata dapat pula mengakibatkan atonia uteri yang
selanjutnya diikuti oleh perdarahan postpartum dari tempat implantasi
plasenta.
Meskipun demikian, secara umum prognosis bagi ibu yang bayinya
dilahirkan dengan ekstraksi bokong bagaimanapun juga lebih baik bila
dibandingkan pada tindakan seksio sesarea. Bagi janin, prognosisnya kurang
menguntungkan dan akan semakin serius dengan semakin tingginya bagian
presentasi pada awal dilakukannya ekstraksi bokong. Di samping peningkatan
risiko terjadinya ruptura tentorium dan perdarahan intraserebral, yang
menyertai persalinan sungsang, angka mortalitas perinatal juga meningkat
akibat semakin besarnya kemungkinan terjadinya trauma lain pada saat
dilakukan ekstraksi. Lebih lanjut, prolapsus funikuli pada presentasi bokong
tak lengkap jauh lebih sering dijumpai bila dibandingkan pada presentasi
verteks, dan komplikasi ini selanjutnya akan memperburuk prognosis bagi
bayi.
Fraktur humerus dan klavikula tidak selalu dapat dihindari ketika
dilakukan pembebasan lengan, dan fraktur femur dapat terjadi dalam
pelaksanaan ekstraksi bokong pada persalinan frank breech yang sulit.
Hematom otot sternokleidomastoideus kadang kala terjadi setelah tindakan
ekstraksi, meskipun keadaan ini akan hilang spontan. Tetapi, beberapa
26
permasalahan yang lebih serius dapat mengikuti separasi epifisis pada tulang
skapula, humerus atau femur. Paralisis lengan merupakan peristiwa yang bisa
terjadi akibat tekanan oleh jari tangan operator pada pleksus brakialis ketika
melakukan traksi, tetapi lebih sering lagi disebabkan oleh peregangan leher
secara berlebihan ketika dilakukan pembebasan lengan bayi. Kalau bayi
ditarik keluar secara paksa lewat panggul yang sempit, fraktur kompresi
berbentuk sendok atau fraktur tengkorak yang sebenarnya, dengan akibat yang
umumnya fatal, bisa saja terjadi. Kadang-kadang leher bayi sendiri dapat
1,6
patah kalau pada waktu ekstraksi digunakan tenaga yang besar.
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan letak kepala. Di RS Karjadi Semarang, RS Umum Dr.
Pringadi Medan dan RS Hasan Sadikin Bandung didapatkan angka kematian
perinatal masing-masing 38,5%, 29,4% dan 16,8%. Eastmen melaporkan
angka kematian perinatal antara 1214%. Sebab kematian perinatal yang
terpenting akibat terjepitnya tali pusat antara kepala dan panggul pada waktu
kepala memasuki rongga panggul serta akibat retraksi uterus yang dapat
menyebabkan lepasnya plasenta sebelum kepala lahir. Kelahiran kepala janin
yang lebih lama dari 8 menit umbilikus dilahirkan akan membahayakan
kehidupan janin. Selain itu bila janin bernafas sebelum hidung dan mulut lahir
dapat membahayakan karena mucus yang terhisap dapat menyumbat jalan
nafas. Bahaya asfiksia janin juga terjadi akibat tali pusat menumbung, hal ini
sering dijumpai pada presentasi bokong kaki sempurna atau bokong kaki tidak
1,12
sempurna, tetapi jarang dijumpai pada presentasi bokong.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JH, Wenstrom
KD. Breech Presentation and Delivery in William Obstetrics, 21st edition.
New York: Mc Graw Hill Company, 2001;509535.
2. Distosia (Patologi Persalinan) dalam Obstetri Patologi Bagian Obstetri dan
Ginekologi, edisi 1979. Bandung: Elstar Offset: 169185.
3. DiLeo GM. Fetal Anatomi. http://www.ahealthyme.com/fa/ahealth.csd,
last update december 10, 1999. accesssed june 20, 2011.
4. Fischer R. Breech Presentation. http://www.emedicine.com/bp/emed.css,
last update May 5, 2005. Accessed june 20, 2011.
5. Saputra RG dkk. Presentasi Bokong. Tinjauan Pustaka. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto. 2009.
6. Wiknjosastro H. Patologi Persalinan dan Penanganannya dalam Ilmu
Kebidanan, edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2002; 607622.
7. Alan H, Cherney D, Nathan L, Goodwin TM. Current Obstetric and
Gynecologic Diagnosis and Treatment. McGraw-Hill Medical USA, 2006;
45.
8. Giuliani A, Scholl WMJ, Basver A, Tamussino KF. Mode of Delivery and
Outcome of 699 Term Singleton Breeech Deliveries at a Single Center.
Am J Obstet Gynecol 2002; 187:16941698.
9. Zhang J, Bowes WA, Fortney JA. Efficacy of External Cephalic Version,
Including Safety, Cost Benefits Analysis, and The Impact on The Cesarean
Delivery Rate. Obstet Gynecol 1993; 82:306.
10. Setjalilakusuma L. Induksi Persalinan, dalam Ilmu Bedah Kebidanan,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 2000.
11. Wiknjosastro H. Distosia Pada Kelainan Letak Serta Bentuk Janin. Ilmu
Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2005.
12. Wiknjosastro H. Persalinan Sungsang. Ilmu Bedah Kebidanan, edisi ke-4.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002
13. Saifuddin A. B. Persalinan Sungsang. Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, edisi ke-1. Yayasan Bina Pustaka,
Jakarta 2002.
42
14. Mochtar R. Persalinan Sungsang. Sinopsis Obstetri, edisi ke-2. EGC,
Jakarta 1998.
15. Nugroho K. Persalinan Sungsang. Tersedia pada
http//:www.geocities.com/Yosemite/rapids/ck obpt9.html. Accessed june
20, 2011.
16. Ballas S, et al. Deflexion of The Fetal Head in Breech Presentation.
Incidence, Management, and Outcome. Obstetrics and Gynecology.
Diakses dari http://www.greenjournal.org/. Juli, 2011.
17. Jenis A. Pregnancy, Breech Delivery. Diakses dari
http://www.emedicine.com/. Juli, 2011.
18. Westgren, et al. Hyperextension of The Fetal Head in Breech Presentation.
A Study with Long-Term Follow-up. Diakses dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. Juli, 2011.
19. Caterini, et al. Fetal Risk in Hyperextension of The Fetal Head in Breech
Presentation. Diakses dari http://www.greenjournal.org/. Juli, 2011.
20. Schiara J, et al. Breech Presentation. Gynecology and Obstetric 6th
edition, Lippincot-Raven Publisher, Chicago 1997.
43