Anda di halaman 1dari 32

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 37 tahun
Alamat : Jatiseeng
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Status : Sudah Menikah
Tanggal pemeriksaan : 19 Juli 2017

Nama Suami : Tn. K


Umur : 46 tahun
Alamat : Jatiseeng
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Status : Sudah Menikah

II. ANAMNESIS
- Keluhan Utama : Mules mules
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon pada
tanggal 19 Juli 2017 pukul 07.00 WIB, G3P2A0 merasa hamil 9 bulan dan
mengeluhkan mules mules dari jam 03.00 tadi subuh mules dirasakan mulai sering
dan teratur, lalu gerak janin (+), keluar air air (+) dari jam 04.00, warna jernih tidak
kehijauan atau kemerahan. Anak yang pertama lahir normal ditolong bidan dengan
berat 3,8 kg sekarang sudah berusia 11 tahun, untuk anak ke 2 lahir normal
ditolong bidan dengan berat 3,2 kg sekarang sudah berusia 4 tahun. Pasien
mengaku BAB (-) BAK (+) seperti biasa, Keluhan ini tidak disertai dengan
demam, pusing, mual maupun muntah. .
Pasien mengaku sering memeriksakan kehamilan ke puskesmas, dan pernah
di USG 2 minggu yang lalu sebanyak satu kali untuk hasilnya sungsang. Pasien
mengaku pernah diimunisasi satu kali dan mengaku terdapat riwayat penggunaan
kb suntik selama 3 tahun.
- Riwayat Penyakit Ibu :
 Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
 Riwayat Penyakit Hepar : disangkal
 Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
 Riwayat Penyakit Paru : disangkal
 Riwayat Penyakit DM : disangkal
 Riwayat Penyakit Hipertensi: disangkal

- Riwayat Operasi
Pasien menyangkal pernah melakukan operasi apapun

- Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus Haid : Teratur
Panjang Siklus : 28 hari
Lama : 6-7 hari
Dismenorhea : tidak ada
Banyak : 2 pembalut/hari
HPHT : 14 - 10 - 2016
HPL : 21 – 7 - 17

- Riwayat Obstetri
1. P1 : Anak yang pertama lahir normal spontan, ditolong bidan dengan berat
3800 gr sekarang sudah berusia 11 tahun,
2. P2 : Anak ke 2 lahir normal ditolong bidan dengan berat 3,200 gr sekarang
sudah berusia 4 tahun
- Riwayat ANC
 Setiap bulan ibu selalu kontrol kehamilan di puskesmas setempat.
 Riwayat imunisasi TT pada kehamilan ini sudah di dapatkan sebanyak 1x di
PKM
 Pasien juga mengaku sudah di USG di dr. Haris, Sp.OG pada usia kehamilan
9 bulan kurang 2 minggu dengan hasil USG letak kepala diatas, letak bagian
bawah bokong janin,

- Riwayat KB
Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan.

- Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah, pasien menikah 1 kali.

- Riwayat Ginekologi
Riwayat kanker, kista ovarium, mioma uteri, perdarahan pervaginam diluar
menstruasi disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


- Keadaan Umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : composmentis
- Tinggi badan : 159 cm
- Berat badan : 78 kg
- Tanda-tanda vital : T : 120/80 mmHg
R : 20 x/menit
P : 80 x/menit
S : 36,4 ° C

Status Generalis
-Kepala : normocephal, rambut berwarna hitam dan tidak mudah rontok
-Mata : simetris, ca -/-, sl -/-
-Hidung : deviasi (-) sekret (-) darah (-)
-Telinga : simetris, darah (-) sekret (-)
-Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), karies (-) gusi berdarah (-)
-Leher : KGB membesar (-), JVP meningkat (-)
- Thorak : Pulmo : VBS +/+ Rh -/- Wh -/-
Cor : BJ I = BJ II reguler, M(-), G(-)
- Abdomen : cembung, BU (+), nyeri tekan (-), striae (+), jejas (-)
- Ekstremitas : akral hangat (+), CRT < 2detik,
edema - -
- -
Status Obstetrikus
- Pemeriksaan fisik luar :
o TFU : 33 cm
o DJJ : 150 x/menit, reguler
o His : 2x10”x25
o Palpasi :
 Leopold I : teraba bagian bulat, keras, mudah digerakkan,
melenting (kepala) TFU : 36 cm
Tafsiran berat janin:
 Leopold II : teraba bagian memanjang, keras, datar seperti papan di
punggung kanan (punggung janin) dan teraba bagian lunak, bagian
yang kecil kecil, bagian ekstremitas dipunggung kiri (ekstremitas
janin)
 Leopold III : teraba bagian lunak, tidak mudah digerakan) dan tidak
melenting (bokong
 Leopold IV : teraba bagian terbawah janin sudah masuk PAP
(divergen)
- Pemeriksaan fisik dalam :
o V/V : tidak ada kelainan, tenang
o VT : dinding vagina licin, portio tebal lunak, arah anterior, pembukaan 5
cm, ketuban (-) sisa jernih, presentasi bokong, di H-II
-
IV. RESUME
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon pada tanggal 19
Juli 2017 pukul 07.00 WIB, G3P2A0 merasa hamil 9 bulan dan mengeluhkan mules
mules dari jam 03.00 tadi subuh mules dirasakan mulai sering dan teratur, lalu gerak
janin (+), keluar air air (+) dari jam 04.00, warna jernih tidak kehijauan atau
kemerahan. Anak yang pertama lahir normal ditolong bidan dengan berat 3,8 kg
sekarang sudah berusia 11 tahun, untuk anak ke 2 lahir normal ditolong bidan dengan
berat 3,2 kg sekarang sudah berusia 4 tahun. Pasien mengaku BAB (-) BAK (+) seperti
biasa, Keluhan ini tidak disertai dengan demam, pusing, mual maupun muntah. .
Pasien mengaku sering memeriksakan kehamilan ke puskesmas, dan pernah di USG 2
minggu yang lalu sebanyak satu kali untuk hasilnya sungsang.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
composmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi 20 x/menit,
suhu 36,4 °C. Pada pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan
obstetrik di pemeriksaan luar didapatkan TFU 33 cm, DJJ 150 x/menit reguler, his
2x10”x25. Pada pemeriksaan leopold I teraba bagian bulat keras, mudah digerakkan,
dan melenting TFU : 33 cm, leopold II teraba bagian kecil di kiri dan teraba bagian
tahanan dan memanjang di kanan, leopold III teraba bagian lunak tidak bisa
digerakkan, leopold IV bagian terbawah janin sudah masuk PAP (divergen). Pada
pemeriksaan dalam ditemukan V/V tidak ada kelainan, VT ditemukan portio tebal
lunak, pembukaan 5 cm, ketuban (-) sisa ketuban jernih, presentasi bokong, di H II.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG USULAN


- Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hematologi
Hemoglobin 12,4 g/dL 11,7-15,5
Hematokrit 32,80 % 35-47
Eritrosit 4,25 /uL 4,2-5,6
Lekosit 7,7 /uL 3,6-11,0
Hitung jenis
Netrofil 67,4 % 50.0-70,0
Limfosit 26,5 % 25,0-40,0
Monosit 5,1 % 2,0-8,0
Eosinofil 0,7 % 2-4
Basofil 0,3 % 0-1
Trombosit 126 Ml 150-400
MCV 77,2 fL 80-100
MCH 26,8 Pg 26-34
MCHC 34,8 % 32-36
Kimia klinik
GDS 115 mg/dL 70-115
Ureum 14,3 mg/dL 17,0-43,0
Creatinin 0,5 mg/dL 0,5-0,8
Natrium 133,0 mmol/L 135,0-147,0
Kalium 3,70 mmol/L 3,50-5,0
Calsium 1,27 mmol/L 1,12-1,32

VI. DIAGNOSIS
Ny. S umur 57 tahun G3P2A0 parturient aterm kala I fase laten ,janin tunggal hidup,
intrauterin + dengan persentasi bokong.

VII. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 500 cc/8jam
- Observasi KU, TTV, his, pembukaan, DJJ, jumlah pengeluaran urin, kemajuan
persalinan.
- Tunggu pembukaan lengkap, rencana partus pervaginam.

VIII. PROGNOSIS
- Kehamilan : ad bonam
- Persalinan : Dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Persalinan sungsang adalah persalinan untuk melahirkan janin yang


membujur dalam uterus dengan bokong atau kaki pada bagian bawah dimana
bokong atau kaki akan dilahirkan terlebih dahulu daripada anggota badan
1,2,3
lainnya. Terdapat tiga tipe letak sungsang yaitu: Frank breech (5070%)
yaitu kedua tungkai fleksi ; Complete breech (510%) yaitu tungkai atas lurus
keatas, tungkai bawah ekstensi ; Footling (1030%) yaitu satu atau kedua
1
tungkai atas ekstensi, presentasi kaki.

5
Gambar 1. Klasifikasi Presentasi Bokong

5
2.2 Insiden

Letak sungsang terjadi pada 3-4% dari seluruh persalinan. Kejadian letak
sungsang berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan. Letak sungsang
pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu sebesar 25%, pada kehamilan 32
4
minggu 7% dan, 13% pada kehamilan aterm.

2.3 Etiologi

Ada beberapa penyebab yang memegang peranan dalam terjadinya letak


4
sungsang diantaranya adalah:
1. Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong, air ketuban
masih banyak dan kepala anak relatif besar
2. Hidramnion karena anak mudah bergerak.
3. Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas
panggul.
4. Panggul sempit
5. Kelainan bentuk kepala: hidrocephalus, anencephalus, karena kepala
kurang sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.

Faktor lain yang menjadi predisposisi terjadinya letak sungsang selain


umur kehamilan termasuk diantaranya relaksasi uterus berkaitan dengan
multiparitas, multi fetus, persalinan sungsang sebelumnya, kelainan uterus dan
tumor pelvis. Plasenta yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula
menyebabkan letak sungsang, karena plasenta mengurangi luas ruangan di
6
daerah fundus.
Fianu dan Vaclavinkova (1978) menemukan prevalensi lebih tinggi pada
implantasi plasenta di daerah kornual-fundal pada letak lintang (7%) dari
presentasi vertex (5%) dengan sonografi. Frekuensi terjadinya letak sungsang
juga meningkat dengan adanya plesenta previa, tetapi hanya sejumlah kecil
letak sungsang yang berhubungan dengan plasenta previa. Tidak ada hubungan
yang kuat antara letak sungsang dengan pelvis yang menyempit (panggul
1
sempit).

6
2.4 Patofisiologi

Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu,
jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin
bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri
6
dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang.
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah
air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat
lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang
yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih
kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa
pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi,
sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan
6
dalam presentasi kepala.

2.5 Diagnosis

Diagnosis letak sungsang dapat ditentukan dengan persepsi gerakan janin


oleh ibu, pemeriksaan Leopold, auskultasi denyut jantung janin di atas
1
umbilikus, pemeriksaan dalam, USG dan Foto sinar-X.
Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Pada pemeriksaan
luar, di bagian bawah uterus tidak dapat diraba bagian yang keras dan bulat,
yakni kepala, dan kepala teraba di fundus uteri. Kadang-kadang bokong janin
teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak
dapat digerakkan semudah kepala. Seringkali wanita tersebut menyatakan
bahwa kehamilannya terasa lain daripada kehamilannya yang terdahulu,
karena terasa penuh di bagian atas dan gerakan terasa lebih banyak di bagian
bawah. Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit
6,7
lebih tinggi daripada umbilikus.
Sedangkan dari pemeriksaan fisik Leopold akan ditemukan dari Leopold I
difundus akan teraba bagian bulat dan keras yakni kepala, Leopold II teraba
punggung dan bagian kecil pada sisi samping perut ibu, Leopold III-IV teraba

7
bokong di segmen bawah rahim. Apabila diagnosis letak sungsang dengan
pemeriksaan luar belum dapat dibuat, karena misalnya dinding perut tebal,
uterus mudah berkontraksi dan banyaknya air ketuban maka diagnosis
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dalam. Dari pemeriksaan dalam akan
teraba bokong atau dengan kaki disampingnya. Disini akan teraba os sakrum,
kedua tuberosis iskii dan anus. Pemeriksaan penunjang juga dapat digunakan
1,8
untuk menegakkan diagnosis seperti ultrasonografik atau rontgen

Gambar 2. Presentasi bokong kaki ganda pada persalinan dengan selaput ketuban
1
utuh

2.6 Diagnosis Banding

Kehamilan dengan letak sungsang dapat didiagnosis dengan kehamilan


dengan letak muka. Pada pemeriksaan fisik dengan palpasi Leopold masih
ditemukan kemiripan. Ini dibedakan dari pemeriksaan dalam yakni pada letak
sungsang akan didapatkan jari yang dimasukkan ke dalam anus mengalami
rintangan otot dan anus dengan tuberosis iskii sesuai garis lurus. Pada letak
muka, jari masuk mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa

8
hambatan serta mulut dan tulang pipi membentuk segitiga. Sedangkan dengan
1,8
USG atau rontgen sangatlah dapat dibedakan.

2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Dalam Kehamilan

Mengingat bahaya-bahayanya, sebaiknya persalinan dalam letak


sungsang dihindarkan. Untuk itu bila pada waktu pemeriksaan antenatal
dijumpai letak sungsang, terutama pada primigravida, hendaknya diusahakan
melakukan versi luar menjadi presentasi kepala. Versi luar sebaiknya
dilakukan pada kehamilan antara 34 dan 38 minggu. Pada umumnya versi luar
sebelum minggu ke-34 belum perlu dilakukan, karena kemungkinan besar
janin masih dapat memutar sendiri, sedangkan setelah minggu ke-38 versi luar
sulit untuk berhasil karena janin sudah besar dan jumlah air ketuban relatif
6
berkurang.
Sebelum melakukan versi luar, diagnosis letak janin harus pasti,
sedangkan denyut jantung janin harus baik. Apabila bokong sudah turun,
bokong harus dikeluarkan lebih dahulu dari rongga panggul, tindakan ini
dilakukan dengan meletakkan jari-jari kedua tangan penolong pada perut ibu
bagian bawah untuk mengangkat bokong janin. Kalau bokong tidak dapat
dikeluarkan dari panggul, usaha untuk melakukan versi luar tidak ada
gunanya. Setelah bokong keluar dari panggul, bokong ditahan dengan satu
tangan, sedang tangan yang lain mendorong kepala ke bawah sedemikian
6
rupa, sehingga fleksi tubuh bertambah.
Selanjutnya kedua tangan bekerjasama untuk melaksanakan putaran janin
untuk menjadi presentasi kepala. Selama versi dilakukan dan setelah versi
berhasil denyut jantung janin harus selalu diawasi. Sesudah janin berada
keadaan presentasi kepala, kepala didorong masuk ke rongga panggul. Versi
luar hendaknya dilakukan dengan kekuatan yang ringan tanpa mengadakan
paksaan. Versi luar tidak ada gunanya dicoba bila air ketuban terlalu sedikit,
6
karena usaha tersebut tidak akan berhasil.

9
Kontraindikasi lain untuk melakukan versi luar ialah: 1) panggul sempit,
2) perdarahan antepartum; 3) hipertensi; 4) hamil kembar; 5) plasenta previa.
Pada panggul sempit tidak ada gunanya melakukan versi luar, karena
meskipun berhasil menjadi presentasi kepala, akhirnya perlu dilakukan seksio
sesarea. Tetapi bila kesempitan panggul hanya ringan, versi luar harus
diusahakan karena kalau berhasil akan memungkinkan dilakukan partus
percobaan. Versi luar pada perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan,
6
karena dapat menambah perdarahan akibat lepasnya plasenta. Pada penderita
hipertensi, usaha versi luar dapat menyebabkan solusio plasenta; sedangkan
pada kehamilan kembar, selain janin yang lain dapat menghalangi usaha versi
luar tersebut, yang lebih berbahaya ialah bila janin berada dalam satu kantong
6
amnion kemungkinan tali pusat kedua janin akan saling melilit.
Kalau versi luar gagal karena penderita menegangkan otot-otot dinding
perut, penggunaan narkosis dapat dipertimbangkan. Kerugian penggunaan
narkosis untuk versi luar antara lain: narkosis harus dalam, sebab dengan
narkosis ringan versi laur jauh lebih sulit dibandingkan bila penderita tetap
dalam keadaan sadar. Disamping itu, karena penderita tidak merasakan sakit
ada bahaya kemungkinan digunakan tenaga berlebihan dan dapat
mengakibatkan lepasnya plasenta. Mengingat bahayanya, sebaiknya tidak
1,6
melakukan versi luar dengan menggunakan narkosis.

1
Gambar 3. Versi Sefalik Luar

10
Keberhasilan versi luar 3586 % (rata-rata 58 %). Peningkatan
keberhasilan terjadi pada multiparitas, usia kehamilan, frank breech, letak
lintang. Newman membuat prediksi keberhasilan versi luar berdasarkan
penilaian seperti Bhisop skor (Bhisop-like score).
1
Table 1. Bishop Like Skore

Artinya: Keberhasilan 0% jika nilai <2 dan 100 % jika nilai >9.

Zhang dkk meninjau 25 laporan terpilih mengenai versi sefalik eksternal


yang diterbitkan antara tahun 1980 dan 1991. Beberapa point yang dihasilkan
9
patut dipertimbangkan yaitu:
1. Versi sefalik eksternal berhasil pada 65% pasien.
2. Jika versi sefalik berhasil, hampir semua janin tetap pada presentasi
kepala dan sebakliknya.

2.7.2 Dalam Persalinan


2.7.2.1 Jenis Persalinan

Untuk memilih jenis persalinan pada letak sungsang Zachtuchni dan


Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai apakah
persalinan dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominan. Jika nilai kurang
atau sama dengan 3 dilakukan persalinan perabdominan, jika nilai 4 dilakukan
evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin; bila nilai tetap
dapat dilahirkan pervaginam, dan jika nilai lebih dari 5 dilahirkan
10
pervaginam.

11
ALARM (Advanced in Labour and Risk Management) International
memberikan kriteria seleksi untuk partus pervaginam yaitu jenis letak
sungsang adalah frank atau bokong komplit, kepala fetus tidak hiperekstensi
dan taksiran berat janin 25003600 gram serta tindakan augmentasi dan
induksi persalinan diperbolehkan pada janin letak sungsang.
10
Table 2. Skor Zachtuchni Andros

2.7.2.2 Prinsip Dasar Persalinan Sungsang

6,11,12,13,14
1. Persalinan Pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam,
persalinan pervaginam dibagi menjadi 3 yaitu:
a) Persalinan spontan; janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga
ibu sendiri. Cara ini disebut Bracht.
b) Manual aid (partial breech extraction); janin dilahirkan sebagian
dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga
penolong.
c) Ektraksi sungsang (total breech extraction); janin dilahirkan
seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.
6,11,12,13,14
2. Persalinan perabdominan (sectio caesaria).

12
a. Prosedur Pertolongan Persalinan
1,6,12
Sungsang Tahapan Persalinan Spontan
1. Tahap pertama: fase lambat, yaitu mulai lahirnya bokong sampai pusat
(skapula depan ).disebut fase lambat karena fase ini hanya untuk
melahirkan bokong, yaitu bagian yang tidak begitu berbahaya.
2. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusar sampai
lahirnya mulut. Disebut fase cepat karena pada fase ini kepala janin
mulai masuk pintu atas panggul, sehingga kemungkinan tali pusat
terjepit. Oleh karena itu fase ini harus segera diselesaikan dan tali pusat
segera dilonggarkan. Bila mulut sudah lahir, janin dapat bernafas lewat
mulut.
3. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh
kepala lahir. Disebut fase lambat karena kepala akan keluar dari
ruangan yang bertekanan tinggi (uterus), ke dunia luar yang tekanannya
lebih rendah, sehingga kepala harus dilahirkan secara perlahan-lahan
untuk menghindari terjadinya perdarahan intra kranial (adanya ruptur
tentorium serebelli).

Teknik
a) Sebelum melakukan persalinan, penolong harus memperhatikan sekali
lagi persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan
kelahiran janin harus selalu disediakan cunam Piper.
b) Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berdiri di depan vulva.
Ketika timbul his ibu disuruh mengejan dengan merangkul kedua
pangkal paha. Pada waktu bokong mulai membuka vulva (crowning)
disuntikkan 2-5 unit oksitosin intra muskulus. Pemberian oksitosin ini
adalah untuk merangsang kontraksi rahim sehingga fase cepat dapat
diselesaikan dalam 2 his berikutnya.
c) Episiotomi dikerjakan pada saat bokong membuka vulva. Segera setelah
bokong lahir, bokong dicengkram secara Bracht, yaitu kedua

13
ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain
memegang panggul.
d) Pada setiap his ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan
tampak sangat tegang,tali pusat dikendorkan lebih dahulu.
e) Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada badan janin guna
mengikuti gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke
perut ibu. Penolong hanya mengikuti gerakan ini tanpa melakukan
tarikan sehingga gerakan tersebut hanya disesuaikan dengan gaya berat
badan janin. Bersamaan dengan dimulainya gerakan hiperlordosis ini,
seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller pada fundus uterus,
sesuai dengan sumbu panggul. Maksud ekspresi Kristeller ini adalah:
a.Agar tenaga mengejan lebih kuat, sehingga fase cepat dapat segera
diselesaikan. b. Menjaga agar posisi kepala janin tetap dalam posisi
fleksi. c. Menghindari terjadinya ruang kosong antara fundus uterus
dengan kepala janin sehingga tidak terjadi lengan menjungkit.

Gambar 4. Teknik hiperlordosis punggung bayi pada perasat


15
Bracht
f) Dengan melakukan gerakan hiperlordosis ini berturut-turut lahir tali
pusat, perut, bahu dan lengan, dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.
g) Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu. Seorang asisten segera
menghisap lendir dan bersamaan dengan itu penolong memotong tali
pusat.

14
h) Keuntungan
a) Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir, sehingga
mengurangi bahaya infeksi.
b) Cara ini adalah cara yang paling mendekati persalinan fisiologik,
sehingga mengurangi trauma pada janin.
i) Kerugian
a) 510% persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, sehingga
tidak semua persalinan letak sungsang dapat dipimpin dengan cara
Bracht.
b) Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan terutama dalam
keadaan panggul sempit, janin besar, jalan lahir kaku misalnya pada
primigravida, adanya lengan menjungkit atau menunjuk.

1,6,12
b. Prosedur Manual aid
Indikasi
1. Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, misalnya bila terjadi
kemacetan baik pada waktu melahirkan bahu atau kepala.
2. Dari semula memang hendak melakukan pertolongan secara manual
aid. Negara Amerika sebagian besar ahli kebidanan cenderung untuk
melahirkan letak sungsang secara manual aid, karena mereka
menganggap bahwa sejak pusar lahir adalah fase yang sangat berbahaya
bagi janin, karena pada saat itulah kepala masuk ke dalam pintu atas
panggul, dan kemungkinan besar tali pusat terjepit diantara kepala janin
dan pintu atas panggul.

Tahapan
1. Tahap pertama, lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan
tenaga ibu sendiri.
2. Tahap kedua, lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong.
Cara atau teknik untuk melahirkan bahu dan lengan adalah secara:
a) Klasik ( Deventer )

15
b) Mueller
c) Louvset
3. Tahap ketiga, lahirnya kepala. Kepala dapat dilahirkan dengan cara:
a) Mauriceau
b) Najouks
c) Wigan Martin-Winckel
d) Prague terbalik
e) Cunam Piper

Teknik
Tahap pertama persalinan secara bracht sampai pusat lahir. Tahap kedua
melahirkan bahu dan lengan oleh penolong.
1. Cara Klasik
Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini melahirkan lengan
belakang lebih dulu karena lengan belakang berada di ruang yang luas
(sacrum), kemudian melahirkan lengan depan yang berada di bawah
simpisis. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong pada
pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh mungkin sehingga
perut janin mendekati perut ibu. Bersamaan dengan itu tangan kiri
penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari tengah dan
telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fossa kubiti kemudian
lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah
mengusap muka janin.

Gambar 5. Melahirkan bahu dan lengan dengan cara Klasik/Deventer

16
Untuk melahirkan lengan depan, pergelangan kaki janin diganti dengan
tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung
janin mendekati punggung ibu. Dengan cara yang sama lengan depan
dilahirkan. Keuntungan cara klasik adalah pada umumnya dapat
dilakukan pada semua persalinan letak sungsang tetapi kerugiannya
lengan janin relative tinggi didalam panggul sehingga jari penolong
harus masuk ke dalam jalan lahir yang dapat manimbulkan infeksi.

2. Cara Mueller

Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara Mueller ialah melahirkan


bahu dan lengan depan lebih dulu dengan ekstraksi, baru kemudian
melahirkan bahu dan lengan belakang. Bokong janin dipegang dengan
femuro-pelvik yaitu kedua ibu jari penolong diletakkan sejajar spina
sakralis media dan jari telunjuk pada Krista iliaka dan jari-jari lain
mencengkram bagian depan. Kemudian badan ditarik ke curam ke
bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak di bawah simpisis
dan lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan bawahnya. Setelah
bahu depan dan lengan lahir, tarik badan janin ke atas sampai bahu
belakang lahir. Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir
sehingga mengurangi infeksi.

Gambar 6. Melahirkan bahu dan lengan dengan cara Mueller

17
3. Cara lovset

Prinsip melahirkan persalinan secara Lovset ialah memutar badan janin


dalam setengah lingkaran bolak-balik sambil dilakukan traksi curam ke
bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada di belakang akhirnya
lahir dibawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan. Keuntungannya
yaitu sederhana dan jarang gagal, dapat dilakukan pada semua letak
sungsang, minimal bahaya infeksi. Cara lovset tidak dianjurkan
dilakukan pada sungsang dengan primigravida, janin besar, panggul
sempit.

Gambar 7. Melahirkan bahu dan lengan dengan cara Lovset

4. Cara Bickhenbach

Prinsip melahirkan ini merupakan kombinasi antara cara Mueller dengan


cara klasik.

Tahap ketiga : melahirkan kepala yang menyusul (after coming head)

1. Cara Mauriceau

Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam


jalan lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan
jari keempat mencengkeram fossa kanina, sedang jari lain
mencengkeram leher. Badan anak diletakkan diatas lengan bawah
penolong seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari
ketiga penolong yang lain mencengkeram leher janin dari punggung.

18
Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil
seorang asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama
dilakukan oleh penolong yang mencengkeram leher janin dari arah
punggung. Bila suboksiput tampak dibawah simpisis, kepala dielevasi
keatas dengan suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut
lahir dagu, mulut, hidung, mata dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya
lahirnya seluruh kepala janin.

Gambar 8. Melahirkan kepala dengan cara Mauriceau

2. Cara Naujoks

Teknik ini dilakukan apabila kepala masih tinggi sehingga jari penolong
tidak dimasukkan ke dalam mulut janin. Kedua tangan penolong yang
mencengkeram leher janin menarik bahu curam kebawah dan bersamaan
dengan itu seorang asisten mendorong kepala janin kearah bawah. Cara
ini tidak dianjurkan lagi karena menimbulkan trauma yang berat.

3.Cara Prague Terbalik

Teknik ini dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun kecil berada di


belakang dekat sacrum dan muka janin menghadap simpisis. Satu tangan
penolong mencengkeram leher dari bawah dan punggung janin
diletakkan pada telapak tangan penolong. Tangan penolong yang lain
memegang kedua pergelangan kaki, kemudian ditarik keatas bersamaan
dengan tarikan pada bahu janin sehingga perut janin mendekati perut
ibu. Dengan laring sebagai hipomoklion, kepala janin dapat dilahirkan.

19
Gambar 9. Melahirkan kepala dengan cara Prague terbalik

4.Cara Cunam Piper

Seorang asisten memegang badan janin pada kedua kaki dan kedua
lengan janin diletakkan dipunggung janin. Kemudian badan janin
dielevasi ke atas sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.
Pemasangan cunam piper sama prinsipnya dengan pemasangan pada
letak belakang kepala. Hanya saja cunam dimasukkan dari arah bawah
sejajar dengan pelipatan paha belakang. Setelah oksiput tampak dibawah
simpisis, cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai
hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya
seluruh kepala lahir.

Gambar 10. Melahirkan kepala dengan cara Cunam Piper

c. Prosedur Ekstraksi Sungsang


1.Teknik ekstraksi kaki

Tangan dimasukkan ke dalam jalan lahir mencari kaki depan dengan


menelusuri bokong, pangkal paha sampai lutut, kemudian melakukan

20
abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi fleksi.
Tangan yang dikuar mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah kaki
bawah fleksi pergelangan kaki dipegang oleh jari kedua dan jari ketiga
dan dituntun keluar dari vagina sampai batas lutut. Kedua tangan
memegang betis janin, kaki ditarik curam kebawah sampai pangkal paha
lahir. Pangkal paha dipegang kemudian tarik curam ke bawah trokhanter
depan lahir. Kemudian pangkal paha dengan pegangan yang sama
dielevasi keatas sehingga trokhanter belakang lahir dan bokong pun
lahir. Setelah bokong lahir maka untuk melahirkan janin selanjutnya
dipakai teknik pegangan femuro-pelviks, badan janin ditarik curam
kebawah sampai pusat lahir. Selanjutnya untuk melahirkan badan janin
yang lainnya dilakukan cara persalinan yang sama seperti pada manual
aid.

Gambar 11. Teknik ekstraksi kaki

2.Teknik ekstraksi bokong

Dilakukan pada letak bokong murni (frank breech) dan bokong sudah
berada di dasar panggul sehingga sukar menurunkan kaki. Jari telunjuk
tangan penolong yang searah bagian kecil janin dimasukkan ke dalam
jalan lahir dan diletakkan di pelipatan paha depan. Dengan jari telunjuk
ini pelipatan paha dikait dan ditarik curam kebawah, sehingga trokhanter
tampak dibawah simpisis, maka jari telunjuk penolong yang lain segera
mengait pelipatan paha ditarik curam kebawah sampai bokong lahir.

21
Setelah bokong lahir, bokong dipegang secara femuro-pelviks kemudian
janin dapat dilahirkan dengan cara manual aid.

2. Persalinan Sungsang Perabdominam

Persalinan letak sungsang dengan seksio sesaria sudah tentu merupakan


yang terbaik ditinjau dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa persalinan
letak sungsang pervaginam memberi trauma yang sangat berarti bagi janin.
Namun hal ini tidak berarti bahwa semua letak sungsang harus dilahirkan
perabdominam. Persalinan diakhiri dengan seksio sesaria bila:
1. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya (disproporsi
feto pelvic atau skor Zachtuchni Andros ≤ 3).
2. Tali pusat menumbung pada primi/multigravida.
3. Didapatkan distosia
4. Umur kehamilan:
a) Prematur (EFBW=2000 gram)
b) Post date (umur kehamilan ≥ 42 minggu)
5. Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan) Riwayat persalinan yang lalu:
riwayat persalinan buruk, milai sosial janin tinggi.
6. Komplikasi kehamilan dan persalinan:
a) Hipertensi dalam persalinan
b) Ketuban pecah dini

2.8 Penyulit persalinan pervaginam


1. Sufokasi.
Bila sebagian besar badan janin telah lahir, terjadilah pengecilan rahim,
sehingga terjadi gangguan sirkulasi plasenta dan menimbulkan anoksia janin.
Keadaan ini merangsang janin untuk bernapas. Akibatnya darah, mukus,
cairan amnion dan mekonium akan diaspirasi, yang dapat menimbulkan
sufokasi. Badan janin yang sebagian sudah berada diluar rahim, juga
merupakan rangsangan yang kuat untuk janin bernapas.

22
2. Asfiksia fetalis.
Selain akibat mengecilnya uterus pada waktu badan janin lahir, yang
menimbulkan anoksia, maka anoksia ini diperberat lagi, dengan bahaya
terjepitnya tali pusat pada waktu kepala masuk panggul (fase cepat).

3. Kerusakan jaringan otak.


Trauma pada otak janin dapat terjadi, khususnya pada panggul sempit atau
adanya diproporsi sefalo-pelvik, serviks yang belum terbuka lengkap, atau
kepala janin yang dilahirkan secara mendadak, sehingga timbul dekompresi.

4. Fraktur pada tulang-tulang janin.


Kerusakkan pada tulang janin dapat berupa:
a) Fraktur tulang-tulang kepala.
b) Fraktur humerus ketika hendak melahirkan lengan yang menjungkit
(extended).
c) Fraktur klavikula ketika melahirkan bahu yang lebar.
d) Paralisis brakialis
e) Fraktur femur.
f) Dislokasi bahu.
g) Dislokasi panggul terutama pada waktu melahirkan tungkai yang
sangat ekstensi (fleksi maksimal).
h) Hematoma otot-otot.

Mengingat penyulit pada janin akibat persalinan pervaginam cukup


berat, maka perlu dilakukan evaluasi obstetrik dengan teliti, sebelum
memutuskan untuk melahirkan janin secara pervaginam. Bila sudah
diputuskan melahirkan janin pervaginam, maka penolong dituntut untuk
menguasai teknik persalinannya secara terampil. Cara persalinan secara
ekstraksi total (total extraction) merupakan cara persalinan dengan penyulit
janin yang sangat buruk, yaitu kematian janin 3 kali lebih banyak dibanding
persalinan spontan. Oleh karena itu cara persalinan ini sekarang sudah tidak
dianjurkan lagi pada janin hidup. Kematian perinatal pada letak sungsang
1,12
dibanding dengan letak belakang kepala rata-rata 5 kali lebih banyak.

23
2.9 Komplikasi pada Persalinan Pervaginam

Persalinan sungsang dengan tarikan sampai pada lahirnya umbilikus dan


tali pusat menyentuh pelvis, akan menekan tali pusat. Oleh karena itu, sekali
letak sungsang melewati introitus vagina, abdomen, thoraks, lengan dan
kepala harus lahir secara tepat. Ini melibatkan persalinan yang sedikit cepat
dapat menekan bagian-bagian janin. Pada kehamilan aterm, beberapa
pergerakan kepala mungkin sukses melewati jalan lahir. Pada keadaan yang
tidak menguntungkan ini, pilihan persalinan pervaginam keduanya tidak
memuaskan:
a) Persalinan mungkin tertunda beberapa menit ketika melahirkan kepala
yang menyusul melewati pelvis ibu, tetapi hipoksia dan asidemia
bertambah berat; atau
b) Persalinan mungkin dipaksakan, menyebabkan trauma dari penekanan,
tarikan atau keduanya.
Pada fetus preterm, perbedaan antara ukuran kepala dan bokong biasanya
lebih besar daripada fetus yang lebih tua. Saat itu, bokong dan ekstremitas
bawah fetus preterm akan melewati serviks dan dilahirkan, dan serviks belum
berdilatasi cukup untuk melahirkan kepala tanpa trauma. Pada keadaan ini,
insisi Duhrssen pada serviks mugkin dapat dilakukan. Walaupun demikian,
trauma pada fetus dan ibu mungkin dapat dinilai, dan fetal hipoksia mungkin
berbahaya. Robertson dan kawan-kawan (1995-1996) mengamati tidak ada
perbedaan yang bermakna pada kejadian kepala terperangkap pada persalinan
sungsang umur kehamilan 28-36 mingggu atau 24-27 minggu. Mereka juga
menemukan tidak ada hubungan kelahiran neonatus yang tidak diinginkan
setelah kepala terperangkap. Masalah lain pada mekanisme letak sungsang
adalah terperangkapnya lengan di belakang leher. Komplikasi lengan
menunjuk (nuchal arm) sampai 6 persen dari persalinan sungsang pervaginam
dan dihubungkan dengan peningkatan mortalitas neonatal (Cheng and Hanah,
1993).

24
Frekuensi prolaps tali pusat meningkat apabila fetus berukuran kecil atau
bila sungsang tidak dalam posisi bokong murni. Dalam laporan Collea dan
kawan- kawan (1978), insiden pada posisi frank breech sekitar 0,5%, yang
sesuai dengan 0,4% pada presentasi kepala (Barrett,1991). Sedangkan, insiden
prolaps tali pusat pada presentasi kaki adalah 15%, dan 5% pada letak bokong
murni.
Soernes dan Bakke (1986) pada pengamatan awal menyatakan bahwa
panjang tali pusat umbilikus lebih pendek pada letak sungsang dari keterliban
letak kepala secara signifikan. Lebih lanjut, keterlibatan tali pusat yang
melingkar-lingkar pada fetus lebih umum pada letak sungsang (Spellacy and
associates,1996). Abnormalitas tali pusat ini sepertinya memainkan peran
dalam perkembangan janin letak sungsang seperti insiden yang relatif tinggi
pola denyut jantung janin yang mencemaskan pada persalinan. Sebagai
contoh, Flannagan dan kawan-kawan (1987) menyeleksi 244 wanita dengan
letak sungsung yang bervariasi (72% adalah frank brech) untuk percobaan
persalinan, didapatkan 4% kejadian prolaps tali pusat. Fetal distres bukan
karena prolaps tali pusat didiagnosa pada 5% wanita lainnya yang dipilih
untuk persalinan pervaginam. Keseluruhan, 10% dari wanita yang dikenali
untuk persalinan pervaginam mengalami persalinan sesarean karena berisiko
dalam persalinan.
Apgar skor, khususnya pada 1 menit, pada persalinan pervaginam letak
sungsang secara umum lebih rendah dari bila dilakukan persalinan sesarean
secara elektif (Flanagan dan kawan-kawan,1987). Dengan cara yang sama,
nilai asam basa darah tali pusat secara signifikan berbeda untuk persalinan
pervaginam. Christian dan Brady (1991) melaporkan bahwa pH darah arteri
umbilikus rendah, PCO2 tinggi, dan HCO3 lebih rendah dibandingkan
persalinan letak kepala. Socol dan kawan-kawan (1988) menyimpulkan,
bagaimanapun persalinan sesarean meningkatkan Apgar skor tetapi tidak
status asam basa. Flanagan dan kawankawan (1987) menekankan bahwa
kelahiran bayi pada persalinan sungsang tidak diperburuk oleh perbedaan yang
signifikan dari Apgar skor atau status asam basa pada kelahiran.

25
2.10 Prognosis

Baik ibu maupun janin dengan letak sungsang memiliki risiko yang lebih
besar dibandingkan dengan letak kepala. Pada persalinan sungsang yang sulit
terdapat peningkatan risiko maternal. Manipulasi secara manual dalam jalan
lahir akan memperbesar risiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri,
khususnya dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau persalinan
after coming head lewat serviks yang belum berdilatasi lengkap, dapat
mengakibatkan ruptura uteri, laserasi serviks ataupun keduanya. Tindakan
manipulasi tersebut dapat pula menyebabkan pelebaran luka episiotomi dan
robekan perineum yang dalam. Anestesi yang memadai untuk menimbulkan
relaksasi uterus yang nyata dapat pula mengakibatkan atonia uteri yang
selanjutnya diikuti oleh perdarahan postpartum dari tempat implantasi
plasenta.
Meskipun demikian, secara umum prognosis bagi ibu yang bayinya
dilahirkan dengan ekstraksi bokong bagaimanapun juga lebih baik bila
dibandingkan pada tindakan seksio sesarea. Bagi janin, prognosisnya kurang
menguntungkan dan akan semakin serius dengan semakin tingginya bagian
presentasi pada awal dilakukannya ekstraksi bokong. Di samping peningkatan
risiko terjadinya ruptura tentorium dan perdarahan intraserebral, yang
menyertai persalinan sungsang, angka mortalitas perinatal juga meningkat
akibat semakin besarnya kemungkinan terjadinya trauma lain pada saat
dilakukan ekstraksi. Lebih lanjut, prolapsus funikuli pada presentasi bokong
tak lengkap jauh lebih sering dijumpai bila dibandingkan pada presentasi
verteks, dan komplikasi ini selanjutnya akan memperburuk prognosis bagi
bayi.
Fraktur humerus dan klavikula tidak selalu dapat dihindari ketika
dilakukan pembebasan lengan, dan fraktur femur dapat terjadi dalam
pelaksanaan ekstraksi bokong pada persalinan frank breech yang sulit.
Hematom otot sternokleidomastoideus kadang kala terjadi setelah tindakan
ekstraksi, meskipun keadaan ini akan hilang spontan. Tetapi, beberapa

26
permasalahan yang lebih serius dapat mengikuti separasi epifisis pada tulang
skapula, humerus atau femur. Paralisis lengan merupakan peristiwa yang bisa
terjadi akibat tekanan oleh jari tangan operator pada pleksus brakialis ketika
melakukan traksi, tetapi lebih sering lagi disebabkan oleh peregangan leher
secara berlebihan ketika dilakukan pembebasan lengan bayi. Kalau bayi
ditarik keluar secara paksa lewat panggul yang sempit, fraktur kompresi
berbentuk sendok atau fraktur tengkorak yang sebenarnya, dengan akibat yang
umumnya fatal, bisa saja terjadi. Kadang-kadang leher bayi sendiri dapat
1,6
patah kalau pada waktu ekstraksi digunakan tenaga yang besar.
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan letak kepala. Di RS Karjadi Semarang, RS Umum Dr.
Pringadi Medan dan RS Hasan Sadikin Bandung didapatkan angka kematian
perinatal masing-masing 38,5%, 29,4% dan 16,8%. Eastmen melaporkan
angka kematian perinatal antara 1214%. Sebab kematian perinatal yang
terpenting akibat terjepitnya tali pusat antara kepala dan panggul pada waktu
kepala memasuki rongga panggul serta akibat retraksi uterus yang dapat
menyebabkan lepasnya plasenta sebelum kepala lahir. Kelahiran kepala janin
yang lebih lama dari 8 menit umbilikus dilahirkan akan membahayakan
kehidupan janin. Selain itu bila janin bernafas sebelum hidung dan mulut lahir
dapat membahayakan karena mucus yang terhisap dapat menyumbat jalan
nafas. Bahaya asfiksia janin juga terjadi akibat tali pusat menumbung, hal ini
sering dijumpai pada presentasi bokong kaki sempurna atau bokong kaki tidak
1,12
sempurna, tetapi jarang dijumpai pada presentasi bokong.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JH, Wenstrom
KD. Breech Presentation and Delivery in William Obstetrics, 21st edition.
New York: Mc Graw Hill Company, 2001;509535.
2. Distosia (Patologi Persalinan) dalam Obstetri Patologi Bagian Obstetri dan
Ginekologi, edisi 1979. Bandung: Elstar Offset: 169185.
3. DiLeo GM. Fetal Anatomi. http://www.ahealthyme.com/fa/ahealth.csd,
last update december 10, 1999. accesssed june 20, 2011.
4. Fischer R. Breech Presentation. http://www.emedicine.com/bp/emed.css,
last update May 5, 2005. Accessed june 20, 2011.
5. Saputra RG dkk. Presentasi Bokong. Tinjauan Pustaka. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto. 2009.
6. Wiknjosastro H. Patologi Persalinan dan Penanganannya dalam Ilmu
Kebidanan, edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2002; 607622.
7. Alan H, Cherney D, Nathan L, Goodwin TM. Current Obstetric and
Gynecologic Diagnosis and Treatment. McGraw-Hill Medical USA, 2006;
45.
8. Giuliani A, Scholl WMJ, Basver A, Tamussino KF. Mode of Delivery and
Outcome of 699 Term Singleton Breeech Deliveries at a Single Center.
Am J Obstet Gynecol 2002; 187:16941698.
9. Zhang J, Bowes WA, Fortney JA. Efficacy of External Cephalic Version,
Including Safety, Cost Benefits Analysis, and The Impact on The Cesarean
Delivery Rate. Obstet Gynecol 1993; 82:306.
10. Setjalilakusuma L. Induksi Persalinan, dalam Ilmu Bedah Kebidanan,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 2000.
11. Wiknjosastro H. Distosia Pada Kelainan Letak Serta Bentuk Janin. Ilmu
Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2005.
12. Wiknjosastro H. Persalinan Sungsang. Ilmu Bedah Kebidanan, edisi ke-4.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002
13. Saifuddin A. B. Persalinan Sungsang. Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, edisi ke-1. Yayasan Bina Pustaka,
Jakarta 2002.

42
14. Mochtar R. Persalinan Sungsang. Sinopsis Obstetri, edisi ke-2. EGC,
Jakarta 1998.
15. Nugroho K. Persalinan Sungsang. Tersedia pada
http//:www.geocities.com/Yosemite/rapids/ck obpt9.html. Accessed june
20, 2011.
16. Ballas S, et al. Deflexion of The Fetal Head in Breech Presentation.
Incidence, Management, and Outcome. Obstetrics and Gynecology.
Diakses dari http://www.greenjournal.org/. Juli, 2011.
17. Jenis A. Pregnancy, Breech Delivery. Diakses dari
http://www.emedicine.com/. Juli, 2011.
18. Westgren, et al. Hyperextension of The Fetal Head in Breech Presentation.
A Study with Long-Term Follow-up. Diakses dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. Juli, 2011.
19. Caterini, et al. Fetal Risk in Hyperextension of The Fetal Head in Breech
Presentation. Diakses dari http://www.greenjournal.org/. Juli, 2011.
20. Schiara J, et al. Breech Presentation. Gynecology and Obstetric 6th
edition, Lippincot-Raven Publisher, Chicago 1997.

43

Anda mungkin juga menyukai