Anda di halaman 1dari 11

ASPEK KLINIS DAN FUNGSIONAL KESEIMBANGAN TUBUH PADA ORANG

LANSIA DENGAN VERTIGO POSISIONAL PAROKSISMAL BENIGNA

ABSTRAK
Vertigo posisional paroksismal benigna (BPPV) dapat mempengaruhi keseimbangan pada
lansia.
Tujuan: Untuk mengetahui efek manuver Epley pada subyek lansai dengan BPPV dan
menilai aspek klinis dan fungsional keseimbangan tubuh.
Metode: Ini merupakan penelitian klinis prospektif. Pasien yang didiagnosis dengan BPPV
(tes Dix-Hallpike) diperintahkan melakukan Tes Bangun dan Berjalan (TUG), Tes Klinis
Interaksi Sensoris dan Keseimbangan (CTSIB), dan tes anggota gerak bawah sebelum dan
sesudah direposisi dengan manuver Epley yang dimodifikasi.
Hasil: Kebanyakan subyek adalah perempuan dan usia rata-rata grup adalah 70,10 tahun (SD
= 7,00). Semua pasien menderita canalithiasis kanalis posterior. Gejala berikut membaik
setelah manuver: ketidakstabilan posisi tubuh (p = 0,006), mual dan muntah (p = 0,021), dan
berdenging (p = 0,003). Subyek mengalami perbaikan waktu secara signifikan pada tes TUG
dan anggota gerak bawah setelah manuver Epley (p < 0,001). Pasien melakukan CTSIB
dengan lebih baik setelah manuver Epley pada kondisi 2 (p < 0,003), kondisi 3 (p < 0,001),
kondisi 4 (p < 0,001), kondisi 5 (p < 0,001), dan kondisi 6 (p < 0,001).
Kesimpulan: Aspek klinis dan fungsional keseimbangan tubuh pada lansia dengan BPPV
membaik setelah diterapi dengan manuver Epley yang dimodifikasi.

PENDAHULUAN
Pusing merupakan gejala yang sering terjadi pada lansia dan dianggap sebagai suatu
sindrom geriatri1. Seiring dengan perubahan keseimbangan tubuh, terhitung 5% hingga 10%
dari mereka yang mengunjungi klinik kesehatan setiap tahun dan melibatkan 40% orang
berusia 40 tahun keatas2.
Vertigo posisional paroksismal benigna (BPPV) merupakan penyebab vertigo yang
paling sering. BPPV terjadi pada 64/100.000 orang, dengan tingkat prevalensi yang lebih
tinggi pada lansia. Diperkirakan bahwa 25% orang yang mengalami pusing pada usia 70
tahun keatas menderita BPPV. Kebanyakan bertahan hidup dengan kondisinya ini selama
lebih dari setahun sebelum kemudian mencari perawatan3. Patofisiologi yang mendasari yang
diterima secara luas adalah dimulai dengan lepasnya statoconia dari makula utrikuler yang
dapat melekat ke cupula (cupulolithiasis) atau bersirkulasi dengan bebas didalam endolimfa
pada duktus kanalis semisirkularis (canalithiasis)4,5.
BPPV dicirikan sebagai pusing berputar subyektif atau obyektif yang intens, biasanya
bertahan selama beberapa detik dengan serangan sporadis yang dipicu oleh gerakan kepala,
khususnya ketika hiperekstensi leher, memiringkan badan ke depan, bangun dan merebahkan
badan ke kasur, atau merubah posisi di kasur. Pasien cenderung menahan diri untuk
melakukan gerakan tersebut untuk menghindari episode vertigo, tapi dapat berkembang
menjadi gangguan posisi tubuh6, keseimbangan tubuh dan gangguan kapasitas fungsional,
akibatnya terjadi penurunan kualitas hidup mereka. Pusing vestibular menghambat kontrol
posisi tubuh, sehingga membahayakan stabilitas dan kesejajaran tubuh dan mengarah ke
gangguan keseimbangan dan peningkatan risiko jatuh7. Episode vertigo biasanya disertai
dengan mual, muntah, nyeri kepala, ketidakseimbangan, dan jatuh.
Manuver reposisi Epley8, diusulkan dan dijelaskan pada 1992 dan dimodifikasi oleh
Herdman et al.9 pada 1993, dianggap oleh kebanyakan orang menjadi manuver yang paling
efektif digunakan untuk mengobati BPPV. Telah diindikasikan untuk pasien dengan BPPV
dan canalithiasis di kanalis anterior dan posterior, dengan tingkat keefektifan yang dilaporkan
sebsesar 70% hingga 100%10,11.
Banyak penelitian dilakukan untuk menganalisis manuver Epley yang dimodifikasi
dan keefektifannya dalam memperbaiki gejala pasien, kualitas hidup, dan kontrol posisi
tubuh, tapi belum ada yang mencoba menghubungkan manuver Epley yang dimodifikasi
dengan Tes fungsional yang meniru situasi yang dialami oleh lansia di kehidupannya sehari-
hari7,12.
Kurangnya penelitian yang menilai keseimbangan tubuh melalui Tes fungsional
sebelum dan sesudah terapi BPPV menggunakan manuver Epley yang dimodifikasi
memotivasi ditulisnya laporan ini. Penelitian ini bertujuan untuk menilai karakteristik klinis
dan fungsional keseimbangan tubuh pada lansia dengan BPPV sebelum dan sesudah
dilakukan manuver Epley yang dimodifikasi.

METODE
Penelitian deskriptif analitik longitudinal ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian
institusi dan mendapat izin 104/10. Sampel meliputi pasien laki-laki dan perempuan dengan
BPPV berusia 60 tahun keatas. Subyek yang dimasukkan dalam penelitian membubuhkan
tanda tangan dan memperoleh persetujuan. Kriteria eksklusi mencakup hal berikut: subyek
dengan keterbatasan fisik dan sensoris seperti tidak merespons terhadap perintah verbal
sederhana dan ketidakmampuan untuk meniru gerakan yang menghalangi mereka melakukan
Tes keseimbangan, individu dengan kekurangan dalam ketajaman auditorik dan visual
bahkan setelah dibantu dengan lensa dan alat bantu dengar, pasien dengan keterbatasan
gerakan atau perubahan keseimbangan ketika dalam posisi ortostatik karena amputasi
anggota gerak bawah diatas sendi metatarsofalangeal, subyek dengan perubahan
keseimbangan posisi tubuh karena menggunakan prostetik anggota gerak bawah atau atas,
individu yang tak mampu berjalan secara independen, subyek dengan kursi roda.
Subyek yang mendapat rehabilitasi keseimbangan tubuh hingga enam bulan sebelum
dimulainya penelitian, individu yang mendapat terapi vertigo selama penelitian, dan pasien
dengan gangguan leher yang menghalangi mereka melakukan manuver juga dieksklusikan.
Pengumpulan data dilakukan antara Juli 2010 dan Juli 2011. Sampel awal sebanyak 42
subyek, tetapi setelah diterapkan kriteria eksklusi dan beberapa yang keluar, sampel final
terdapat 30 pasien. Usia subyek berkisar antara 60 hingga 91 tahun (rata-rata = 70,10 tahun;
standar deviasi = 7,00 tahun; median = 69 tahun). Dua puluh delapan pasien (93,3%) adalah
perempuan.

Gambar 1. Distribusi 30 pasien berdasarkan rentang usia.

Gambar 1 menampilkan distribusi rentang usia pasien.


Subyek dinilai dengan ENT dari klinik dan diagnosis BPPV berdasarkan Tes Dix &
Hallpike13 dan Roll14. Data otoneurologis yang didapat meliputi diagnosis klinis dan
topografi dari gangguan vestibular, kanalis yang terkena, dasar pastofisiologi, kekambuhan,
faktor pemicu pusing, waktu sejak mulainya serangan pusing, tipe pusing, durasi serangan
pusing, periodisitas serangan pusing, gejala yang berhubungan, apakah subyek melakukan
kegiatan fisik apapun, dan jumlah manuver yang diperlukan sampai gejala dan nistagmus
menghilang.
Seminggu setelah pemeriksaan kesehatan, pasien dinilai aspek fungsional
keseimbangan tubuh dengan Tes Waktunya Bangun dan Berjalan (TUG)15, Tes Klinis
Interaksi dan Keseimbangan Sensoris (CTSIB)16, dan tes anggota gerak bawah17.
Tes TUG menilai seberapa cepat subyek dapat bangun dari kursi, berjalan sejauh 3
meter dari kursi, berjalan kembali ke kursi, dan duduk. Kecepatan dianalisis dengan
mempertimbangkan mobilitas dan keseimbangan tubuh yang tampak oleh individu yang
melakukan tugas. Kecepatan yang dilakukan pasien dalam tes tersebut berhubungan dengan
risiko mereka jatuh. Tes ini didesain dan diadaptasi dari Tes Bangun dan Berjalan18.
Sebuah kursi, perekat warna merah untuk menandai jarak di lantai, dan stopwatch
digunakan dalam tes ini. Penguji menjelaskan dan menunjukkan kepada pasien apa yang
diperlukan dari tes tersebut sebelum meminta mereka melakukan tugas. Pengujian dimulai
setelah penguji mengatakan kepada pasien untuk memulai lewat perintah verbal dan gerakan
visual (mengangkat tangan).
CTSIB digunakan untuk menguji secara sistematis pengaruh visual, somatosensoris,
dan stimulus vestibular pada kapasitas individu dalam menjaga keseimbangan statis,
selanjutnya untuk memperbaiki readaptasi dan proses belajar pasien. Tes ini dilakukan oleh
pasien dalam posisi statis dan meliputi input visual dan berubah ke permukaan penyangga
untuk memanipulasi respons sensoris subyek dan memberikan penglihatan ke pengaruh aksi
sensoris pada kontrol posisi tubuh.
Pada tes yang asli, pasien diminta untuk berdiri pada permukaan yang dibawa oleh
penguji. Area permukaan dikurangi sehingga pasien harus berdiri dengan kaki bersama
(posisi Romberg). Posisi kaki ini meningkatkan sensitivitas analisis keseimbangan dan
berhubungan lebih baik dengan permukaan penyangga yang digunakan pada Test Organisasi
Sensoris (SOT)19.
Untuk menghindari pengaruh belajar terhadap hasil tes, enam kondisi CTSIB
dilakukan secara acak pada subyek dan mereka diberi kesempatan satu kali pada setiap
kondisi. Kondisi pada permukaan yang kokoh dinomori sebagai berikut: kondisi 1 (mata
terbuka), kondisi 2 (mata tertutup), dan kondisi 3 (kubah penghalang mata menghalangi
pandangan mata). Kondisi pada permukaan yang goyah (busa) dinamai sebagai berikut:
kondisi 4 (mata terbuka), kondisi 5 (mata tertutup), dan kondisi 6 (kubah penghalang mata).
Ketebalan busa yang digunakan pada tes interaksi sensoris adalah 33 mm. Kubah penghalang
mata berukuran diameter 40 cm dan tinggi 40 cm. Pasien diminta untuk meletakkannya pada
kepala mereka untuk menghalangi pandangan mata dan menimbulkan halangan visual.
Kubah ini adalah alat statis tanpa jenis kilauan khusus. Hasil tes normal ditugaskan pada
pasien yang mampu berdiri selama 30 detik pada setiap kondisi.
Tes anggota gerak bawah didesain untuk menguji apakah pasien memiliki kekuatan
otot yang diperlukan untuk melakukan aktivitas harian seperti bangun dari kursi atau duduk
di toilet17,20. Skor yang lebih rendah dapat berhubungan dengan jatuh pada subyek lansia.
Pada tes anggota gerak bawah pertama-tama subyek diminta untuk menyilangkan lengan
mereka didada dan bangun dan duduk lima kali dari kursi. Pasien yang dapat melakukan
tugas dalam 11,19 detik atau kurang tidak berisiko jatuh; waktu antara 11,20 dan 13,69 detik
berhubungan dengan penurunan ringan kekuatan anggota gerak bawah; rentang waktu dari
13,70 hingga 16,69 detik mengindikasikan derajat sedang; dan waktu diatas 16,70 detik
berhubungan dengan risiko jatuh21.
Manuver Epley yang dimodifikasi dipilih sebagai pilihan terapi untuk pasien dengan
BPPV kanalis vertikal (restriksi posisi tubuh dan vibrator konduksi tulang tidak digunakan).
Pasien mendapat sesi terapi mingguan hingga vertigo dan nistagmus terkait posisi
menghilang14. Ketika gejala berkurang, subyek dirujuk untuk pemeriksaan kesehatan dan
dijadwalkan untuk penilaian fungsional pada minggu berikutnya, untuk menjalani tes
fungsional yang sama yang dilakukan sebelum terapi. Sebelum dan sesudah terapi dilakukan
evaluasi oleh petugas kesehatan yang berbeda yang tidak mengetahui hasil tes sebelumnya.
Semua variabel awalnya dikumpulkan untuk analisis statistik deskriptif. Variabel
kuantitatif dicari untuk nilai minimal, maksimal, dan rata-rata, standar deviasi (SD), dan
median. Frekuensi absolut dan relatif dihitung untuk variabel kualitatif.
Uji Wilcoxon signed-rank digunakan untuk membandingkan periode sebelum dan
sesudah terapi, sebagaimana normalitas data yang diduga telah ditolak. Uji McNemar
digunakan untuk menguji perubahan rasio. Level signifikansi 5% dinilai pada semua tes.
Variabel berikut dibandingkan secara statistik:
 Ada/tidaknya gejala: uji Chi-square atau uji Fisher’s exact digunakan untuk
menganalisis hubungan antara frekuensi sampel dengan dua kategori, sebelum dan
sesudah terapi.
 Waktu tes TUG (sebelum dan sesudah terapi): uji Wilcoxon signed-rank.
 Waktu yang dihabiskan pada enam kondisi CTSIB (sebelum dan sesudah terapi):
uji WIlcoxon signed-rank.
 Waktu yang dihabiskan pada tes anggota gerak bawah (sebelum dan sesudah
terapi): uji Wilcoxon signed-rank.
Dua tingkatan dimana pasien dianalisis disebut penilaian dan penilaian ulang.

HASIL
Dari diagnosis klinis dan topografi, 30 (100%) pasien menderita canalithiasis pada
kanalis semisirkularis posterior sebagai patofisiologi yang mendasari.
Untuk pusing, 17 (52,0%) pasien menderita serangan pusing selama lebih dari lima
tahun, dua (6,0%) selama tiga hingga empat tahun, tujuh (21,0%) selama tiga hingga enam
bulan, dan empat (12,0%) selama satu hingga dua tahun.
Untuk keluhan klinis pada BPPV, 27 (83,33%) subyek menderita pusing berputar dan
tiga (16,66%) menderita kedua tipe pusing (berputar dan tidak berputar). Tujuh belas
(38,88%) pasien menderita pusing berputar subyektif, enam (22,22%) menderita pusing
obyektif, dan tujuh (38,88%) menderita dua jenis pusing (subyektif dan obyektif).
Ketika dihitung durasi serangan pusing, dilaporkan pada 22 (55,55%) subyek
serangan bertahan beberapa detik, lima (27,77%) mengeluhkan durasi harian, dua (11,1%)
mengatakan bertahan beberapa menit, dan satu pasien (5,55%) mengalami serangan yang
bertahan selama berjam-jam.
Untuk periodisitas serangan, 21 (70,00%) mengalami serangan pusing sporadis,
delapan (26,66%) mengalami serangan harian, dan satu (3,33%) mengalami episode bulanan.
Empat belas (46,66%) pasien melaporkan bahwa bangun atau merebahkan diri ke
kasur memicu serangan pusing; 11 (36,66%) mengalami serangan karena dipicu putaran
kepala; sembilan (30,00%) ketika memutar baik saat duduk atau ebrdiri; 10 (33,33%) ketika
bangun dari posisi duduk; sembilan (30,00%) ketika berjalan; 12 (40,00%) ketika cemas; 12
(40,00%) ketika kepala mereka bertahan pada posisi spesifik; dua (6,66%) ketika duduk atau
berdiri; 13 (43,33%) ketika berubah posisi di kasur; delapan (26,66%) ketika melakukan
latihan fisik; dan 11 (36,66%) ketika merebah di kasur pada satu sisi tubuh spesifik.
Pasien membaik dari gejalanya setelah terapi dengan rata-rata 2,17 kali melakukan
manuver Epley yang dimodifikasi. Jumlah manuver yang diperlukan untuk mengeliminasi
gejala berkisar dari satu hingga enam (Tabel 1).
Perbedaan yang signifikan yang ditemukan pada gejala otoneurologis sebelum dan
setelah terapi dengan manuver Epley yang dimodifikasi adalah sebagai berikut:
ketidakstabilan posisi tubuh (p = 0,006), mual dan muntah (p = 0,021), dan berdenging (p =
0,003) (Tabel 2).
Tabel 1. Jumlah manuver Epley yang dimodifikasi yang diperlukan untuk mengatasi gejala dan nistagmus
posisional.

Tabel 2. Munculnya gejala otoneurologis berkaitan dengan BPPV pada 30 pasien sebelum dan sesduah terapi
dengan manuver Epley yang dimodifikasi.

*Level probabilitas deskriptif uji McNemar.

Tabel 3. Nilai deskriptif tes TUG dan anggota gerak bawah selama penilaian dan penilaian ulang pasien.

*Level probabilitas deskriptif uji t Student berpasangan.

Waktu yang diperlukan untuk melakukan tes TUG dan skor tes anggota gerak bawah
secara signifikan menurun setelah terapi dengan manuver Epley yang dimodifikasi (Tabel 3).
Perbedaan yang signifikan tampak setelah terapi dengan manuver Epley yang
dimodifikasi pada CTSIB kondisi 2 (p = 0,003), kondisi 3 (p = <0,001), kondisi 4 (p <
0,001), kondisi 5 (p < 0,001), dan kondisi 6 (p = 0,001). Hanya kondisi 1 yang tidak
menghasilkan perbedaan yang signifikan secara statistik (p = 0,080) (Tabel 4).
Tabel 4. Nilai deskriptif dari enam kondisi pada Tes Klinis Interaksi Sensoris dan Keseimbangan (CTSIB) pada
penilaian dan penilaian ulang lansia dengan BPPV sebelum dan sesduah terapi dengan manuver Epley yang
dimodifikasi.

*Level probabilitas deskriptif uji Wilcoxon signed-rank.

Tidak ada pasien yang mengalami kesulitan pada CTSIB kondisi 1 (berdiri pada
posisi ortostatik di permukaan yang kokoh dengan mata terbuka). Subyek mengalami
beberapa kesulitan melakukan kondisi 2 (mata tertutup pada permukaan yang kokoh), ketika
sistem somatosensoris dan proprioseptif yang diprioritaskan. Sebelum terapi dengan manuver
Epley yang dimodifikasi, tes dihentikan dengan rata-rata 25,71 detik. Setelah terapi dengan
manuver, waktu penghentian mencapai rata-rata 30 detik (p = 0,003).
Pada kondisi 3, pasien diposisikan pada permukaan yang kokoh dengan memasang
kubah penghalang visual untuk memprioritaskan sistem vestibular dan proprioseptif ketika
mempertahankan keseimbangan. Tes dihentikan setelah rata-rata 23,70 detik. Setelah terapi
dengan manuver Epley yang dimodifikasi rata-rata waktu untuk penghentian mencapai 30
detik (p < 0,001).
Pada kondisi 4, subyek dinilai dengan mata terbuka dan berdiri pada permukaan yang
goyah. Akurasi somatosensori mereka disingkirkan dan mereka bergantung pada integritas
vestibular mereka dan sistem visual untuk mempertahankan keseimbangan. Sebelum terapi
dengan manuver Epley yang dimodifikasi dihentikan setelah rata-rata 22,50 detik. Setelah
terapi, rata-rata waktu penghentian mencapai 30 detik (p < 0,001).
Pada kondisi 5, individu diuji dengan mata tertutup dan berdiri pada permukaan yang
goyah, jadi mereka dapat mengerahkan sepenuhnya pada sistem vestibular mereka. Setelah
terapi dengan manuver rata-rata waktu untuk penghentian tes adalah 30 detik (p < 0,001).
Pada kondisi 6, dilakukan halangan visual dan somatosensoris dimana pasien diminta
untuk meletakkan kubah dan ebrdiri pada permukaan yang goyah. Waktu rata-rata untuk
penghentian tes adalah 18,15 detik sebelum etrapi dan 29,45 setelah terapi dengan manuver
(p < 0,001).

PEMBAHASAN
Rata-rata usia subyek yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah 70,10 tahun.
Berdasarkan Parnes et al.22, BPPV lebih sering muncul pada individu berusia 60 tahun keatas,
yang juga muncul komorbid lainnya. Lebih banyak subyek wanita yang diinklusikan dalam
penelitian ini, begitu juga yang dilaporkan dari literatur, kemungkinan karena faktor yang
berhubungan dengan hormon23.
Kasus canalithiasis pada kanalis semisirkularis posterior juga ditemukan oleh peneliti
lain3. Gananca et al.24 melaporkan prevalensi dari patofisiologi yang mendasari ini dan
menyebutkan bahwa statoconia kebanyakan berakumulasi di lokasi ini sebagai akibat gaya
gravitasi dan posisi canalithiasis di kanalis semisirkularis posterior, seperti juga yang
disampaikan oleh Bhattacharyya et al.14. Labirin kiri lebih sering terkena, dengan rata-rata
1,33. Hanya satu pasien yang kedua kanalisnya terkena. Von Breven et al.25 menjelaskan
lebih banyak kasus yang melibatkan labirin kanan (1,44 kali lebih sering daripada sebelah
kiri), yang diperjelas dengan posisi pasien saat tidur. Pada penelitian ini, pasien tidak ditanya
mengenai posisi saat mereka tidur.
Penggunaan manuver Epley yang dimodifikasi telah dijelaskan di literatur sebagai
metode yang efektif dan reposisi yang mudah untuk dilakukan, khususnya pada pasien
dengan BPPV kanalis posterior14,26. Semua subyek menderita BPPV kanalis posterior dan
pulih dari gejalanya setelah dua atau tiga kali terapi dengan manuver Epley yang
dimodifikasi, serupa dengan yang dilaporkan oleh Dorigueto et al. dan Cohen3,27. Individu
yang mendapat terapi manuver Epley yang dimodifikasi merasa kurang nyaman dengan
induksi gejala. Tidak ada subyek yang menderita gangguan spinal servikal dan manuver
dapat dilakukan tanpa restriksi gerakan atau perlakuan khusus.
Pusing, ketidakseimbangan, ketidakstabilan posisi tubuh, dan jatuh merupakan
keluhan yang paling sering muncul pada lansia dengan BPPV. Berdenging, hipersensitivitas
terhadap suara, keterlibatan memori, dan gangguan tidur dapat menyertai manifestasi
tersebut28. Pada penelitian ini, sembilan belas pasien mengeluhkan berdenging, 21 gangguan
tidur, 14 gangguan memori, dan 20 hipersensitivitas terhadap suara. Berdasarkan Costa et
al.29, keluhan yang paling sering muncul pada pasien dengan BPPV meliputi gangguan
keseimbangan yang ebrtahan selama berjam-jam atau berhari-hari, sensasi pusing atau
vertigo ketika mencondongkan badan ke depan, melihat ke atas, atau merubah posisi ketika
merebahkan diri.
Setelah terapi dengan manuver Epley yang dimodifikasi, subyek pulih dari gejala
berikut: ketidakstabilan posisi tubuh (p = 0,006), mual dan muntah (p = 0,021), dan
berdenging (p = 0,003). Gejala tersebut secara langsung berkaitan dengan BPPV, tetapi
pemulihan dari berdenging belum cukup baik. Nyeri kepala, sensasi mati rasa, kecemasan,
pingsan, gangguan tidur, hilang pendengaran, sensasi tekanan pada telinga, gangguan
memori, hipersensitivitas pada suara, berkeringat, dan osilopsia dapat berkaitan dengan
penyakit vestibular lain yang melibatkan koklea dan organ lain, dan tidak terpengaruh dengan
terapi.
Pasien dengan BPPV mengalami ketidakseimbangan tubuh30,31, sebagaimana
dikonfirmasi oleh hasil tes TUG. Setelah terapi dengan manuver Epley yang dimodifikasi, 12
dari pasien tersebut memiliki waktu dibawah 11 detik, mengindikasikan perbaikan pada
keseimbangan dinamis.
Tes anggota gerak bawah menilai kekuatan otot dan keseimbangan tubuh17. BPPV
membuat pasien tidak stabil dan mempengaruhi terjadinya penurunan ketika melakukan tes
anggota gerak bawah. Setelah manuver, pasien mengalami perbaikan keseimbangan tubuh
dan melakukan tes dengan lebih baik.
Hasil tes menunjukkan bahwa keseimbangan tubuh mengalami gangguan ketika
pasien dinilai pada situasi dimana fungsi visual dan somatosensoris mereka tidak akurat atau
hilang. Konsekuensi utamanya adalah tubuh menjadi goyah dan keseimbangan tidak stabil.
Ricci et al.32 menjelaskan bahwa ketidakstabilan adalah masalah utama yang mempengaruhi
lansia. Setelah terapi dengan manuver Epley yang dimodifikasi, subyek pulih dari gejalanya.
Hasil tes interaksi sensoris33 menunjukkan bahwa lansia dengan BPPV mengalami
gangguan pada fungsi kontrol posisi tubuh statis. Gejala berkurang setelah terapi dengan
manuver Epley yang dimodifikasi dan kontrol keseimbangan posisi tubuh kembali pulih pada
kondisi halangan somatosensoris dan visual dan interaksi visual-vestibular. Peneliti pada
penelitian ini mengulas publikasi tentang posturografi statis dan dinamis, dimana tidak ada
penelitian tentang keseimbangan tubuh dari subyek dengan BPPV yang menggunakan tes
yang disebutkan disini, dan menemukan kesesuaian yang umum dalam hubungannya dengan
keefektifan manuver Epley yang dimodifikasi34.
Posturografi mempelajari hasil perubahan pada keseimbangan dinamis35 dan statis34,36
pada pasien BPPV berdasarkan perubahan pada refleks vestibulo-okuler (VOR) dan refleks
vestibulospinal (VSR), khususnya dengan memberi halangan pada sistem vestibular,
somatosensory, dan visual dan menghasilkan gejala yang tidak nyaman dari gerakan kepala
sendiri yang dapat menghambat melakukan aktivitas sehari-hari37.
Perubahan yang sama ditemukan pada tes dinamis dan statis yang dilakukan pada
penelitian ini, mengonfirmasi bahwa BPPV merubah kontrol posisi tubuh pada pasien yang
tidak diterapi dan meningkatkan risiko jatuh, ketidakstabilan tubuh, dan membatasi aktivitas
sehari-hari.
Pemulihan fungsional yang signifikan tampak setelah terapi dengan manuver Epley
yang dimodifikasi yang didukung dengan hasil tes keseimbangan tubuh. Manuver Epley
untuk mereposisi statoconia yang bertujuan untuk menghilangkan gejala, mengurangi
ketidakstabilan tubuh dan risiko jatuh, dan mengembalikan pasien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari secepat mungkin38,39.
Tes CTSIB, TUG, dan anggota gerak bawah dapat digunakan untuk mempermudah
dalam menilai keseimbangan statis dan dinamis pada subyek lansia dengan BPPV. Tes
tersebut dapat dilakukan menggunakan alat yang sederhana dan tanpa peralatan berteknologi
tinggi. Pasien dengan tidak pulih setelah tes harus dicurigai mengalami penyakit vestibular
lain atau ketidakstabilan tubuh yang muncul akibat terapi yang kurang sesuai.

KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien lansia dengan BPPV mengalami gangguan
fungsional yang berkaitan dengan keseimbangan tubuh. Manuver Epley yang dimodifikasi
dapat mengatasi gejala klinis secara efektif dan mengembalikan aspek fungsional
keseimbangan tubuh.

Anda mungkin juga menyukai