Anda di halaman 1dari 19

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Refarat

Fakultas Kedokteran Oktober 2019

Universitas Halu Oleo

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Oleh :

Dimitra Liany, S.Ked

K1A1 14 013

PEMBIMBING :

dr. Sari Yuniar, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :
Nama : Dimitra Liany
Stambuk : K1A1 14 013
Judul Referat : Hipertensi dalam Kehamilan

Telah menyelesaikan tugas refarat dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari, Oktober 2019


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Sari Yuniar, Sp.PD


A. PENDAHULUAN
Kasus hipertensi sebagai komplikasi kehamilan sering dijumpai dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab terpenting mortalitas dan morbiditas dalam
kehamilan disamping penyakit infeksi dan perdarahan. Hipertensi pada wanita hamil
mengenai 10-15% primigravida dan 2-5% wanita multipara. Dapat menyebabkan
morbiditas/ kesakitan pada ibu (termasuk kejang eklampsia, perdarahan otak, edema
paru (cairan di dalam paru), gagal ginjal akut, dan penggumpalan/ pengentalan darah
di dalam pembuluh darah) serta morbiditas pada janin (termasuk pertumbuhan janin
terhambat di dalam rahim, kematian janin di dalam rahim, solusio plasenta/ plasenta
terlepas dari tempat melekatnya di rahim, dan kelahiran prematur). Selain itu,
hipertensi pada kehamilan juga masih merupakan sumber utama penyebab kematian
pada ibu.
Dalam keadaan fisiologis, sirkulasi darah ibu dipengaruhi oleh adanya
sirkulasi ke plasenta uterus yang membesar dengan pembuluh-pembuluh darah yang
membesar juga. Volume darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologik
dengan adanya pencairan darah yang disebut hidremia, sehingga tekanan darah wanita
akan lebih rendah dibandingkan dengan sebelum hamil ( saat mulai kehamilan sampai
trimester 2) kemudian akan meningkat kembali pada trimester ketiga, volume darah
akan bertambah banyak kira-kira 25% dengan puncak kehamilan 32 minggu diikuti
dengan cardiac output yang meningkat 30%.

B. DEFINISI
Hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan kardiovaskular yang terjadi
sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas.
Hipertensi dalam kehamilan adalah tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
yang diketahui untuk pertama kali selama kehamilan. Tetapi belum mengalami
proteinuria dan tekanan darah telah kembali ke normal dalam 12 minggu post partum.
Dapat disimpulkan, bahwa hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan
kardiovaskular berupa kenaikan tekanan darah tinggi sebesar 140/90 mmHg yang
diketahui pertama kali selama kehamilan dan kembali normal dalam 12 minggu post
partum dengan protein urine negatif.
C. KLASIFIKASI
Terdapat lima tipe hipertensi yang menjadi komplikasi dari kehamilan, yaitu
(Report on the National High Blood Pressure Education Program Working Group on
High Blood Pressure in Pregnancy, 2000):
a. Hipertensi gestasional : Desakan darah  140/90 mmHg untuk pertama kalinya
pada kehamilan >20 minggu tidak disertai proteinuria dan desakan darah kembali
normal < 12 minggu sebelum persalinan.
b. Preeklampsia : Kriteria minimum desakan darah  140/90 mmHg setelah umur
kehamilan 20 minggu, disertai dengan proteinuria  300 mg/24 jam atau dipstick 
1+.
c. Eklampsia : Kejang-kejang pada preeklampsia disertai koma.
d. Preeklampsia yang superimposed terhadap hipertensi kronis : Timbulnya
proteinuria  300 mg/24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami hipertensi
sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu.
e. Hipertensi kronis : Timbulnya desakan darah  140/90 mmHg, sebelum kehamilan
atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu
pasca persalinan.
Hal yang penting dari klasifikasi ini adalah membedakan preeklampsia dengan
gangguan hipertensi dalam kehamilan lainnya karena dapat menimbulkan dampak
yang lebih buruk.

D. EPIDEMIOLOGI
Penyebab kematian ibu yang utama di Indonesia adalah pendarahan, hipertensi
pada kehamilan dan infeksi, secara klinis yang paling sering adalah hipertensi pada
ibu hamil dan juga merupakan salah satu tanda dari penyakit pre-eklampsia.
Hipertensi pada kehamilan masih merupakan penyebab utama kematian maternal dan
perinatal terutama di negara berkembang diperkirakan 15–40% kematian maternal
berhubungan langsung dengan hipertensi pada kehamilan dan sampai 30% janin
meninggal khususnya eklampsia.
Survei kesehatan rumah tangga 2008, telah diadakan pemeriksaan kesehatan
terhadap setiap ibu yang sedang hamil dan diperiksa tercatat 4,6% dengan hipertensi
90% mmHg) dan 3,7% dengan(diastolic sistolic 140 mmHg atau lebih, diantaranya
901,9 adalah dengan tekanan diastolic 140 mmHg  mmHg dan sistolic. Ditemukan
pula bahwa insidensi hipertensi ibu hamil terlihat agak tinggi pada golongan umur 30
tahun keatas. Hipertensi di Indonesia merupakan sebab utama tingginya kematian
maternal dan perinatal yaitu 20.000 ibu hamil meninggal akibat komplikasi obstetri
90% di sebabakan oleh trias klasik yaitu pendarahan 40-60%, hipertensi 21-30%,
infeksi 20-30%. Di Makassar penyebab kematian maternal adalah pendarahan 42,4%,
hipertensi 33,3% dan infeksi 18% oleh karena itu diagnosa dini dan penanganan
hipertensi perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian maternal dan
perinatal.

E. PATOFISIOLOGI
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan
jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relative mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan
iskemia plasenta.

Gambar 1. Perbandingan implantasi plasenta pada kehamilan normal dan preeklampsia


Cunningham FG et all . Williams obstetrics, 23th ed. Mc Graw Hill E book. 2010
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi
dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat
plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia
akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal
bebas adalah senyawa penerima electron atau atom/molekul yang mempunyai
electron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan
plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya 
terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi  oksidan
pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan
untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah, maka dulu
hipertensi dalam kehamian disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan
merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh
menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane
sel, juga akan merusak nucleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan
(radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan
produksi anti oksidan.
b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin
E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relative tinggi. Peroksidan lemak sebagai
oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar diseluruh tubuh
dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel
endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena
letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap
oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
c. Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut disfungsi
endotel.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke
dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi
lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor. Artinya daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor
hilang sehinggapembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan
vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester I
(pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi
dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta
ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
5. Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian yang penting
yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada
preeklampsia  beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia ke II. Suasana
serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan
kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan
bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeclampsia.
6. Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan
normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi
juga msih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada
preeklampsia, dimana ada preeklampsia terjadi peningkatan stresoksidatif,
sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin
banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda,
maka reaksi stress oksidatif kan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris
trofobls juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi
dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamsi pada
kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktifasi sel endotel, dan sel-sel
makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik
inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala pada preeklampsia pada ibu.
Konsep dasar terjadinya gestosis EHP (edema, hipertensi, proteinuria) adalah
sebagai berikut. Iskemia region uteroplasenter menimbulkan dikeluarkannya hasil
metabolisme PO2 radikal bebas. Radikal bebas dapat merusak membran, khususnya sel
endotel pembuluh darah sehingga akan mengubah metabolisme sel. Akibat perubahan
metabolisme terjadi penurunan reproduksi prostatglandin yang dikeluarkan plasenta.
Perubahan keseimbangan prostatglandin yang menjurus pada peningkatan tromboksan
yang merupakan vasokonstriktor yang kuat, penurunan produksi prostatsiklin sebagai
vasodilator, penurunan produksi angiotensin I-III yang mengakibatkan makin
meningkatnya sensitivitas otot pembuluh darah terhadap vasopresor.
Perubahan ini mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah sehingga
terjadi kerusakan, nekrosis pembuluh darah, dan mengakibatkan permeabilitas
pembuluh darah meningkat serta meningkatkan tekanan darah. Kerusakan dinding
pembuluh darah menimbulkan dan memudahkan trombosit mengadakan agregasi dan
adhesi serta akhirnya mempersempit lumen dan makin mengganggu aliran darah ke
organ vital. Mekanisme yang terjadi untuk mengatasi timbunan trombosis adalah lisis,
sehingga dapat menurunkan jumlah trombosit darah serta memudahkan tejadinya
perdarahan.
Kerusakan membran endotel pembuluh darah, timbunan trombosit dan
vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan gangguan perfusi dan metabolisme
endrogen atau organ vital dalam bentuk ekstravasasi cairan menuju ekstravaskuler yang
menimbulkan oedema lokal tibia atau anasarka, penurunan volume darah yang
menimbulkan hipovolemia, dan terjadi hemokonsentrasi darah.
Gambar 2. Patofisiologi hipertensi dalam kehamilan

F. GAMBARAN KLINIS
1. Hipertensi, kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik 30 mmHg atau 15
mmHg. Tekanan darah absolut 140/90 mmHg atau 160/110 mmHg yang diambil
selang 6 jam dalam keadaan istirahat.
2. Edema, merupakan penimbunan cairan tubuh yang tampak atau tidak tampak.
Perhitungan kenaikan berat badan melebihi ¾-1 kg/minggu dianggap patologis.
Edema dijumpai di tibia, wajah atau tangan bahkan seluruh tubuh (anasarka).
3. Proteinuria, menunjukkan komplikasi lanjut hipertensi dalam kehamilan dengan
kerusakan ginjal sehingga beberapa bentuk protein lolos dalam urine. Protein
dalam urine normalnya tidak lebih dari 0,3 gram dalam 24 jam. Proteinuria
menunjukkan komplikasi hipertensi dalam kehamilan lanjut sehingga memerlukan
perhatian khusus.
4. Kejang (konvulsi) menunjukkan kelanjutan komplikasi menjadi eklampsia yang
menyebabkan terjadi AKI tinggi dan dapat diikuti AKP (Angka Kematian
Perinatal) yang tinggi pula. Kejang menunjukkan telah terjadi kemungkinan
perdarahan nekrosis dalam edema.
5. Koma, kelanjutan kejang pada otak dapat diikuti koma sebagai manifestasi dari
edema serebrovaskular (stroke) dengan menimbulkan perdarahan nekrosis
sehingga terjadi koma.
Hipertensi karena kehamilan dan preeklampsia ringan sering ditemukan tanpa
gejala, kecuali meningkatnya tekanan darah. Prognosis menjadi lebih buruk dengan
terdapatnya proteinuria. Edema tidak lagi menjadi tanda yang sahih untuk
preeklampsia. Namun, perlu diketahui bahwa wanita dengan hipertensi dalam
kehamilan dapat memperlihatkan tanda tanda lain yang berkaitan dengan
preeklampsia, misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium, atau trombositopenia yang
mempengaruhi penatalaksanaan. Selain itu, nyeri kepala (tidak hilang dengan
analgetik biasa), penglihatan kabur, bengkak pada wajah, dan ekstermitas serta nyeri
perut bagian atas sering berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan.

G. DIAGNOSIS
a. Kriteria minimum:
a) Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu
b) Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ +1 dipstick
b. Preeklamspsia Ringan
a) Definisi : Sindroma spesifik kehamilan dengan penurunan perfusi pada organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel.
b) Kriteria diagnostik :
- Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sampai ≤ 160/110 mmHg. Kenaikan
desakan sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan desakan diastolic ≥ 15 mmHg
tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik preeklampsia tetapi perlu
observasi yang cermat.
- Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam jumlah urine atau dipstick ≥ 1+
- Edema local pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik
kecuali edema anasarka.
c. Preeklampsia berat ialah preeclampsia dengan salah satu atau lebih gejala dan
tanda di bawah ini :
a) Tekanan darah : pasien dalam keadaan istahat tekanan sistolik >160 mmHg
dan tekanan diastolik > 90 mmHg
b) Proteinuria ≥ 5 gr selama 24 jam atau dipstick 4+
c) Oliguria: produksi urine < 400-500 cc/ 24 jam
d) Kreatinin serum > 1,2 mg% disertai oliguri (< 400 ml/24 jam)
e) Trombosit < 100.000/mm3.
f) Edema paru dan sianosis
g) Nyeri epigastrium dan nyeri kuadaran atas kanan abdomen disebabkan
teregangnya kapsula glisone. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar
h) Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata, dan
pandangan kabur.
i) Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino transferase
j) Hemolisis mikroangiopatik
k) Sindroma HELLP

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan dasar dari penatalaksanaan dari komplikasi kehamilan dari
preeklampsia adalah mencegah terjadinya eklampsia, kelahiran anak dengan
kemungkinan hidup yang besar, persalinan dengan trauma yang seminimal mungkin
dengan upaya menghindari kesulitan untuk persalinan berikutnya dan mencegah
hipertensi yang menetap.
Penatalaksanaan tergantung dari tekanan darah, umur kehamilan dan ada atau
tidaknya faktor resiko maternal dan fetal yang terkait. Sebagian besar wanita dengan
hipertensi yang telah ada sebelumnya, saat hamil mempunyai hipertensi ringan
sampai sedang (140-160/90-109 mmHg) dan beresiko rendah terjadinya komplikasi
kardiovaskuler dalam suatu  periode singkat semasa hamil. Wanita dengan hipertensi
esensial  dan fungsi ginjal yang normal merupakan kandidat terapi non-farmakologis
karena tidak ada bukti bahwa dengan pemberian obat membawa hasil lebih baik untuk
neonatus.
a. Preeklampsia Ringan
Rawat jalan:
- Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya
- Diet reguler: tidak perlu diet khusus
- Tidak perlu restriksi konsumsi garam
- Tidak perlu pemberian diuretik, anti hipertensi dan sedativum
- Kunjungan ulang setiap 1 minggu
Rawat inap:
Indikasi preeklampsia ringan dirawat inap:
- Hipertensi menetap selama > 2 minggu
- Proteinuria menetap selama > 2 minggu
- Adanya gejala atau tanda satu atau lebih preeklamsia berat
Pemeriksaan dan monitoring pada ibu:
- Pengukuran desakan darah tiap 4 jam kecuali ibu tidur
- Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen
- Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk RS dan penimbangan
dilakukan setiap hari.
- Pengamatan dengan cermat gejala preeklampsia dengan impending
eklampsia: nyeri kepala frontal atau oksipital, gangguan visus, nyeri kuadran
kanan atas perut dan nyeri epigastrium.
Pemeriksaan laboratorium:
- Proteinuria
- Hematokrit dan trombosit
- Tes fungsi hepar
- Tes fungsi ginjal
- Pengukuran produksi urin tiap 3 jam
Pemeriksaan kesejahteraan janin:
- Pengamatan gerakan janin setiap hari
- NST 2 kali seminggu
- Profil Biofisik janin bila NST non reaktif
- Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG setiap 3-4 minggu
- Ultrasound Doppler arteri umbilicalis dan arteri uterina

b. Preeklampsia Berat
Dasar pengobatan adalah istirahat, diet, sedatif, obat anti hipertensi, dan
induksi persalinan. Penderita dapat ditangani secara konservatif maupun aktif.
Pada perawatan konservatif, kehamilan dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan medisinal. Sedangkan pada pengobatan aktif, kehamilan
segera diinduksi dengan pemberian pengobatan medisinal.
Pengelolaan Preeklampsia Berat:
Rawat bersama dengan bagian yang terkait ( Penyakit dalam, Penyakit saraf,
Mata, Anestesi , dll ).
1. Perawatan Aktif
a. Indikasi
Bila didapatkan satu/ lebih keadaan dibawah ini :
- Ibu : Kehamilan > 37 minggu dan adanya gejala impending eklampsi
- Janin : adanya tanda–tanda gawat janin dan adanya tanda–tanda PJT
yang disertai hipoksia.
- Laboratorik : Adanya HELLP syndrome: kenaikan SGOT, SGPT,
LDH, Trombositopenia ≥ 150.000/ml.
b. Pengobatan medisinal
- Infus larutan Ringer Laktat
- Pemberian MgSO4
Cara pemberian MgSO4 :
- Pemberian melalui intravena secara kontinyu (dengan menggunakan
infusion pump)
Dosis awal :
- 4 gram ( 20 cc MgSO4 20 % ) dilarutkan kedalam 100 cc ringer laktat,
diberikan selama 15 – 20 menit
Dosis pemeliharaan :
- 10 gram ( 50cc MgSO4 20% ) dalam 500 cc cairan RL, diberikan
dengan kecepatan 1 – 2 gram/jam ( 20 – 30 tetes per menit )
Pemberian melalui intramuskuler secara berkala
Dosis awal :
- 4 gram MgSO4 ( 20 cc MgSO4 20% ) diberikan secara i.v. dengan
kecepatan 1 gram/ menit
Dosis pemeliharaan
- Selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram ( 10 cc MgSO4 40% ) i.m.
setiap 4 jam tambahkan 1 cc lidokain 2% pada setiap pemberian i.m.
untuk mengurangi perasaan nyeri dan panas.
Syarat – syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10 % (1
gram dalam 10 cc) diberikan i.v. dalam waktu 3 – 5 menit
- Refleks patella ( + ) kuat
- Frekuensi pernafasan ≥ 16 kali per menit
- Produksi urin ≥ 30 cc dalam 1 jam sebelumnya ( 0,5 cc/Kg bb/jam )
Sulfas magnesikus dihentikan bila :
- Ada tanda–tanda intoksikasi
- Setelah 24 jam pasca salin
- Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan darah
(normotensi)
c. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada :
- Edem paru
- Payah jantung kongestif
- Edema anasarka
d. Anti Hipertensi diberikan bila :
- Tekanan darah : Bila tensi ≥ 180/110 atau MAP ≥ 126.
- Obat – obat antihipertensi:
Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5mg i.v pelan-pelan
selama 5 menit. Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20 menit sampai
tercapai tekanan darah yang diinginkan. Apabila hidralazin tidak
tersedia, dapat diberikan:
 Nifedipin: 10mg dan dapat diulangi setiap 30 menit (max
120mg/24 jam) sampai terjadi penurunan tekanan darah.
 Labetalol 10mg i.v. Apabila belum terjadi penurunan tekanan
darah, maka dapat diulangi pemberian 20mg setelah 10 menit,
40mg pada 10 menit berikutnya, diulangi 40mg setelah 10 menit
kemudian dan sampai 80mg pada 10 menit berikutnya. Bila tidak
tersedia, maka dapat diberikan Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam
10cc larutan garam faal atau air untuk suntikan. Disuntikkan mula-
mula 5cc iv perlahan-lahan selama 5 menit. 5 menit kemudian
tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan
lagi sisanya 5 cc iv selama 5 menit. Kemudian diikuti dengan
pemberian secara tetes sebanyak 7 ampul dalam 500 cc dextrose
5% atau martos 10%. Jumlah tetesan dititrasi untuk mencapai
tekanan darah yang diinginkan, yaitu penurunan MAP sebanyak
20% dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10
menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian
setiap jam sampai tekanan darah stabil.
e. Kardiotonika
Indikasi pemberian kardiotonika yaitu adanya tanda-tanda payah jantung.
Jenis kardiotonik yang diberikan cedilanid-D. Perawatan dilakukan dengan
subbagian penyakit jantung.
f. Lain-lain
- Obat-obat antipiretik: Diberikan bila suhu rektal > 38,5ºC. Dapat
dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol.
- Antibiotika : Diberikan atas indikasi.
- Anti nyeri bila pasien karena kontraksi rahim dapat diberikan 50-75
mg 1 kali saja.
c. Pengelolaan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan :
Belum Inpartu :
1. Induksi persalinan: amniotomi+tetes oksitosin dengan syarat skor
bishop ≥ 6.
2. Sectio Caesaria dilakukan jika: tetes oksitosin tidak dipenuhi atau
adanya kontra indikasi tetes oksitosin dan 8 jam sejak dimulainya tetes
oksitosin belum masuk fase aktif.
Sudah Inpartu
Kala I
Fase Laten : Amniotomi + tetes oksitosin dengans yarat skor bishop ≥ 6
Fase Aktif :
- Amnoiotomi
- Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin
- Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap,
pertimbangkan sectio caesaria.
Kala II
Pada persalinan pervaginam diselesaikan dengan partus buatan.
1. Pengelolaan Konservatif
a. Indikasi : Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-
tanda impending eklampsi dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal
pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan
iv cukup im saja (MgSO4 40% 8 gram im). Pemberian MgSO4
dihentikan bila sudah mencapai tanda-tanda preelamsi ringan,
selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
c. Pengelolaan Obstetrik
a) Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi
sama seperti perawatan aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa
kontraksi dan USG untuk mamantau kesejahteraan janin.
b) Bila setelah 2 x 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini
dianggap sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus
diterminasi. Cara terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif.
a. Penatalaksanaan Non-farmakologis dan pencegahan
Termasuk pengawasan ketat, pembatasan aktivitas dan istirahat dengan posisi
miring ke kiri. Penanganan ini harus dipertimbangkan untuk pasien dengan
tekanan darah sistolik 140-150 mmHg dan atau diastolik 90-99mmHg.
b. Penatalaksanaan Farmakologis
Obat pilihan pertama untuk hipertensi pada kehamilan adalah alfa metildopa
dan Calcium Channel blocker seperti nifedipin (oral) atau isradipine adalah obat
pilihan kedua untuk terapi hipertensi. Obat-obatan golongan diatas dapat
digunakan pada hipertensi emergensi atau hipertensi akibat pre-eklampsia. Potensi
sinergis dengan magnesium sulfat dapat menginduksi hipertensi maternal dan
hipoksia janin. Magnesium sulfat iv merupakan obat yang dipilih untuk mengatasi
kejang dan mencegah eklamspsia. Penggunaan diuretik harus dihindari karena
menurunkan aliran darah ke plasenta dan tidak direkomendasikan untuk diberikan
pada kasus pre-eklampsia. Penggunaan ACE inhibitor, ARB dan inhibitor renin
langsung merupakan kontraindikasi saat kehamilan karena bersifat toksik terhadap
fetus terutama pada trimester kedua dan ketiga. Jika tidak sengaja meminumnya
pada saat trimester pertama maka ganti dengan obat yang lain dan dianjurkan
monitoring ketat termasuk dengan usg janin.
Tekanan darah sistole ≥ 170mmHg atau diastole ≥ 110mmHg pada wanita
hamil merupakan keadaan emergensi dan indikasi untuk rawat inap.
Penatalaksanaan farmakologis dapat dengan labetolol iv atau methyldopa oral atau
nifedipine.
Anti-trombotik dapat diberikan dalam mengurangi insiden terjadinya
preeclampsia. Obat yang dapat diberikan adallah aspirin , dengan dosis 50-150 mg
perhari. Aspirin efektif dalam menghambat agregasi tromboksan A2 dan
mengurangi produksi prostaksilklin.
I. KOMPLIKASI
Maternal
a. Eklampsia adalah kejang grand mal akibat spasme serebrovaskular. Kematian
disebabkan oleh hipoksia dan komplikasi dari penyakit berat yang menyertai.
b. Perdarahan serebrovaskular Perdarahan serebrovaskular terjadi karena kegagalan
autoregulasi aliran darah otak pada MAP (Mean Arterial Pressure) diatas 140
mmHg.
c. Masalah liver dan koagulasi: HELLP Syndrome (hemolysis, Elevated Liver
Enzyme, Low Platelets Count). Preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya
hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopenia.
d. Gagal ginjal Diperlukan hemodialisis pada kasus yang berat.
e. Edema Paru
f. Kematian materna

Munculnya satu atau lebih dari komplikasi tersebut dan muncul secara bersamaan,
merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan berapapun umur gestasi.

Fetal
Kematian perinatal dan morbiditas fetus meningkat. Pada usia kehamilan 36
minggu, masalah utama adalah IUGR. IUGR terjadi karena plasenta iskemi yang
terdiri dari area infark. Kelahiran prematur juga sering terjadi At-term, preeklampsia
mempengaruhi berat lahir bayi dengan penigkatan risiko kematian dan morbiditas
bayi. Pada semua umur gestasi terjadi peningkatan risiko abrupsi plasenta.

J. PROGNOSIS
Tekanan darah biasanya meningkat selama 5 hari pertama masa nifas,
hipertensi postpartum sering dijumpai. Hindari penggunaan metildopa karena resiko
depresi postpartum.
Wanita yang mengalami hipertensi pada kehamilan pertama dengan onset
yang lebih cepat akan meningkatkan rekurensi  terjadinya hipertensi pada kehamilan
berikutnya. Wanita dengan hipertensi gestasional dan pre-eklampsia pada umumnya
meningkatkan resiko terjadinya hipertensi, stroke dan penyakit jantung koroner pada
masa tuanya. Pada pasien dengan pre-eklampsia, resiko relatif berkembang menjadi
penyakit jantung koroner adalah 2x lipat dan hipertensi hampir 4x lipat lebih besar
jika dibandingkan pada wanita hamil yang normal. Modifikasi gaya hidup merupakan
indikasi primer untuk menurunkan resiko kardiovaskuler dikemudian hari.
Direkomendasikan kontrol teratur ke dokter untuk pemeriksaan tekanan darah dan
faktor metabolik tiap tahun.
DAFTAR PUSTAKA

Harijanto, P.N., Nugroho, A., Gunawan, C.A. 2012. Malaria Dari Molekuler Ke Klinis.
EGC. Jakarta.
Sarwono prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo d/a Bagian Kebidanan dan Kandungan. Fakultas Universitas
Indonesia. Jakarta:2008
Michael P Carson, MD. 2012. Hypertension in Pregnancy.
Vera Regitz-Zagrosek, et al. 2011. ESC Guidelines on the Management of Cardiovascular
Diseases during Pregnancy. European Heart Journal doi:10.1093/eurheartj/ehr218
Krisnadi.S.R., dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
dr. Hasan Sadikin. Edisi pertama. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD/RS.
Dr. Hasan Sadikin. Bandung, 2005.
Sastrawinata sulaiman et all. Obstetri Patologi. Penerbit bagian obstetri dan ginekologi.
Fakultas kedokteran universitas padjadjaran. Bandung. Hal 89-108.
Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C, et al. Pregnancy
Hypertension. William Obstetrics, edisi ke-24. New York: McGraw-Hill, 2010 :
706-756
Sibai, MD. Evaluation and management of severe preeclampsia before 34 weeks
gestation, SMFM in American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2014.
Andrea L., Mark A. Brown, Gerda G. Zeeman, Gustaaf Dekker, Baha M. Sibai. The
definition of severe and early-onset preeclampsia. Statements from the
International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP).
Hypertension Pregnancy. 2013;Volume 3, Issue 1, Pages 44-47.
Noroyono Wibowo, Rima Irwinda, Edwina Frisdiantiny. Panduan Nasional Pelayanan
Kedokteran Tentang Preeklampsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia Himpunan Kedokteran Fetomaternal. 2010

Anda mungkin juga menyukai