ِ ان َو ْا
َو َبي ََّن َل َنا َوأَرْ َشدَ َنا ْاألَ ْخاَل َق ْال َك ِر ْي َم َة َو ْاألَعْ َما َل الصَّال َِح َة،ِلع ِقيْدَ ة ِ ُعلُ ْو ِم ال ِّدي
َ ْن َو ْا
Marilah pada siang hari ini kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
kita kepada Allah SWT dengan menjalankan semua perintah-perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Dan hendaknya kita selalu bersyukur
kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita semua
dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara ini.
Salah satu nikmat dan rahmat yang diberikan Allah kepada manusia adalah nikmat
Kemerdekaan. Hal ini merupakan nikmat yang tidak bisa diukur dengan harta benda.
Banyak orang bersedia mengorbankan apapun demi mendapatkan hak untuk
merdeka.
Merupakan fakta sejarah yang tidak dapat dipungkiri bahwa peran dan kontribusi
para ulama, dan para pahlawan muslim begitu besar dan menentukan dalam
perjuangan melawan penjajah, meraih kemerdekaan. Kontribusi mereka yang
sangat bernilai di mata bangsa ini harus dijadikan semangat mengukir prestasi.
Kemerdekaan Indonesia telah berumur 70 tahun, tentu ini bukan umur yang muda
dalam bentangan sejarah. Tetapi patut disayangkan, kemerdekaan yang diraih dari
penjajahan Belanda selama 350 tahun ditambah 3,5 tahun oleh Jepang dahulu, Kini
masih sebatas baru dikenang, belum sepenuhnya disyukuri oleh mayoritas anak
bangsa.
70 tahun Indonesia merdeka bukanlah waktu yang pendek, sesuai umur rata-rata
manusia. Namun kemerdekaan hakiki bangsa ini masih belum menjadi bukti.
Memperingati kemerdekaan bukan sekadar perayaan seremonial saja, juga bukan
sekadar semarak warna-warni bendera dan umbul-umbul, juga tidak sekadar aneka
lomba yang kurang mendidik.
Oleh karena itu, kita harus tetap mengawasi dan juga mengisi kemerdekaan ini
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang telah Allah syari’atkan dan
perjuangan dalam mengisi kemerdekaan belum pernah berhenti. Karena kita telah
keluar dari penjajah satu, kita akan menghadapi penjajah yang lain. Bung Karno
pernah mengatakan “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi
perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
ِين ٰ َج َه ُدو ْا فِي َنا لَ َن ْه ِد َي َّنهُم ُس ُبلَ َنا َوإِنَّ ٱهَّلل َ لَ َم َع ٱلمـُحْ سِ ِني َْن
َ َوٱلَّذ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-
benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 70)
Betapa tidak, dahulu para pahlawan kita hanyalah menghadapi penjajahan militer.
Tetapi sekarang, bangsa Indonesia menghadapi multi penjajahan, dari penjajahan
ekonomi, budaya, moral, sampai pemikiran.
Bahkan bentuk penjajahan seperti ini lebih besar bahayanya daripada penjajahan
militer, karena bahaya yang ditimbulkan jauh lebih komplek dan berdaya rusak
tinggi. Bukan fisik yang dirusak, tetapi pola pikir. Itulah yang dinamakan ghazwul fikri
(perang pemikiran).
Dalam masalah ekonomi, sampai hari ini kita belum bisa melepaskan krisis dan
ketergantungan kepada utang luar negeri. Bidang budaya, identitas keislaman dan
ketimuran bangsa Indonesia terlebur dengan budaya Barat.
اِصْ ِبر ُْوا َفإِ َّن ُه اَل َيأْتِيْ َعلَ ْي ُك ْم َز َمانٌ إِاَّل الَّذِيْ َبعْ َدهُ َشرٌّ ِم ْن ُه َح َّتى َتلَ َّق ْوا َر َّب ُك ْم
“Bersabarlah kalian, maka sesungguhnya tidak akan datang kepada kalian sebuah
zaman, kecuali zaman tersebut lebih rusak dari sebelumnya, sampai kalian
menemui Tuhan kalian.”(HR. Bukhari).
Kemerdekaan adalah kenikmatan dari Allah. Setiap nikmat itu menjadi pembuka
atau penutup pintu nikmat lainnya. Kita sering menginginkan nikmat, padahal
rahasia yang bisa mengundang nikmat adalah syukur atas nikmat yang ada. Kalau
sekadar mengenang, hanya membuat kita terlena dengan romantisme sejarah,
sedang bersyukur merupakan gairah pengundang kenikmatan yang lebih besar.
“Jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (kenikmatan tersebut) kepada
kalian.” (Ibrahim: 7)
Maka menjadi pilihan bagi kita, apakah kita akan mengikuti zaman dengan warna
kemaksiatan dan menjadi budak zaman? Atau justru mewarnai zaman dengan
warna keshalihan dan menjadi manusia merdeka yang terbebas dari nafsu dunia,
yang hanya menghambakan kepada Allah Taala? Itulah sejatinya tugas manusia
sebagai khalifah di muka bumi ini, untuk mewarisi bumi dan memakmurkannya
dengan aturan dan celupan Allah
“Celupan (agama) Allah. Siapa yang lebih baik celupannya daripada Allah? Dan
kepada–Nya kami menyembah.” (Al-Baqarah: 138)
Perjuangan panjang para pendahulu bangsa ini yang notabene mayoritas kaum
muslimin, berjuang melawan penjajah, di bawah teriakan takbir mereka melawan
kaum kafir, di bawah bendera Laa Ilaaha Illallah mereka berkorban jiwa dan raga,
banyak dari mereka yang menjadi syuhada’. Sehingga Allah SWT memberikan
nikmat kemerdekaan kepada bangsa ini.
Dengan tegas Allah SWT telah memberi arahan kepada bangsa ini bagaimana
seharusnya mengisi kemerdekaan dan mensyukuri nikmat kepemimpinan. Allah
SWT berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 41:
ُ ٰ
َ
ِ ٱلز َك ٰو َة َوأ َمرُو ْا ِبٱلمعرُوفِ َو َن َهو ْا َع ِن ٱلمُن َك ِر َوهَّلِل ِ ٰ َعقِ َب ُة ٱألم
ُور َّ صلَ ٰو َة َو َءا َتوُ ْا ِ َِين إِنْ َّم َّك َّنهُم فِي ٱأل
َّ رض أَ َقامُو ْا ٱل َ ٱلَّذ
”(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan.”
Kalimat ”Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi” bisa berarti suatu
bentuk kemerdekaan dari penjajahan. Ada empat strategi yang harus dilaksanakan
dalam mengisi kemerdekaan ini:
Suatu bangsa atau institusi akan dapat langgeng ketika memiliki moralitas dan
kredibilitas yang tinggi. Kunci membangun moralitas terletak pada pelaksanaan
ibadah shalat, dan ketaatan kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT.
Agama Allah tidaklah hanya mengurusi masalah rohani dan akhirat saja, namun juga sangat
memperhatikan keseimbangan kehidupan sosial bermasyarakat. Itu dibuktikan dengan anjuran
di banyak tempat di Al Qur’an, penyebutan perintah shalat selalu diiringi dengan perintah
berzakat.
Zakat, atau mengeluarkan harta yang kita punya untuk diberikan kepada orang yang berhak
menerimanya adalah dalam rangka membersihkan harta kita dari yang tidak halal atau yang
masih samar-samar. Zakat juga sebagai upaya untuk mengerem nafsu bakhil dalam diri
seseorang, karena kecendrungan seseorang itu cinta terhadap harta dan dunia. Zakat juga
sebagai symbol sosial kepedulian seseorang kepada sesama.
Ketiga, Amar makruf nahi munkar, jaminan kepastian dan penegakan hukum
Tingkatan amar makruf dan nahi mungkar sudah diatur dalam agama. Yaitu dengan pendekatan
kekuasaan atau tangan, bagi yang berwenang. Dengan lisan atau nasihat bagi siapa pun yang
bisa mampu memberikan nasihat. Jika keduanya tidak bisa dilakukan, maka dengan
pengingkaran dalam hati. Inilah selemah-lemah iman seseorang.
Dalam konteks jaminan kepastian dan penegakan hukum, pernah ditegaskan Rasulullah saw,
ketika ada usaha dari para sahabat untuk minta keringanan hukuman bagi seorang wanita
bangsawan yang berzina. Namun dengan tegas Rasul menolak dan mengatakan, ”Ketahuilah,
penyebab kehancuran umat terdahulu, adalah karena ketika orang kaya mencuri, maka tidak
ditegakkan hukuman. Namun kalau yang mencuri itu rakyat kecil, seketika itu hukuman
ditegakkan dengan seberat-beratnya. Ketahuilah, seandainya Fatimah putri Muhammad
mencuri, pasti aku sendiri yang akan memotong tangannya.” Seseorang sama di mata hukum.
Hukum tidak bisa dibeli dan digadaikan.
Ketika usaha untuk membangun moralitas dan akhlakul karimah lewat pelaksanaan
ibadah shalat. Dan menumbuhkan kepedulian sosial yang dibuktikan dengan
mengeluarkan zakat. Serta proses amar makruf dan nahi munkar sudah dijalankan
dengan seimbang, maka selebihnya kita serahkan urusan kehidupan kepada
kehendak Allah SWT. Karena Dia-lah yang akan mengatur urusan seluruh manusia.
Dan Allah SWT pasti menepati janji–Nya, yaitu akan menolong orang yang
mengikuti kehendak–Nya. Allah SWT berfirman:
هللا ُيحِبُّ ْال ُم َت َو ِّكلِي َْن َ اورْ ُه ْم فِي ْاألَمْ ِر َفإِ َذا َع َز ْم
َ َّت َف َت َو َّك ْل َعلَى هِللا إِن ِ َو َش
”Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu
telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakal kepada–Nya.” (Ali Imran: 15)
Kesyukuran yang tertinggi bagi kita bukan hanya bangsa ini telah
meraih kemerdekaan, tetapi kesyukuran kita selaku umat Islam adalah bahwa kita
tidak sekadar menjadi penonton di dalam mengisi kemerdekaan ini, tapi semampu
mungkin menjadi pemain dan ikut ambil bagian sesuai dengan bidangnya masing-
masing.
ْ أَقُ ْو ُل َق ْولِيْ َه َذا َوأَ ْس َت ْغفِ ُر هللاَ لِي.ت َوال ِّذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم ِ َو َن َف َعنِيْ َوإِيَّا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه م َِن ْاآل َي ا،آن ْال َعظِ ي ِْم
ِ ْك هللاُ لِيْ َولَ ُك ْم فِي ْالقُر
َ ار
َ َب
ْ ْ
َولَ ُك ْم َولِلمُسْ لِ ِمي َْن َفاسْ َت ْغفِر ُْوهُ إِ َّن ُه ه َُو ال َغفُ ْو ُر الرَّ ِح ْي ُم