Anda di halaman 1dari 6

ْ‫ َوأَ ْف َه َم َن ا ِمن‬،ِ‫إل ْس اَل ِم َو ْااِل ْس ِتقْاَل ِل أَ ِو ْالحُرِّ َّية‬ ِ ‫اَ ْل َحمْ ُد هّلِل ِ الَّ ِذيْ أَ ْن َع َم َن ا ِنعْ َم َة ْاإِل ْي َم‬

ِ ‫ان َو ْا‬
‫ َو َبي ََّن َل َنا َوأَرْ َشدَ َنا ْاألَ ْخاَل َق ْال َك ِر ْي َم َة َو ْاألَعْ َما َل الصَّال َِح َة‬،ِ‫لع ِقيْدَ ة‬ ِ ‫ُعلُ ْو ِم ال ِّدي‬
َ ‫ْن َو ْا‬

ِ ‫ْك َل ُه َش َهادَ ًة ُت ْن ِج ْي َنا ِب َها ِمنْ أَهْ َو‬


.ِ‫ال َي ْو ِم ْال ِق َيا َم ة‬ َ ‫أَ ْش َه ُد أَنْ اَل إِل َه إِالَّ هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِري‬
‫َوأَ ْش َه ُد أَنَّ م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه َشا ِف ُع ْاأل ُ َّم ِة َو َخ ْي ُر ْال َب ِر َّي ِة‬
‫ت‬
ِ ‫الص ال َِحا‬ َّ ‫اركْ َع َلى م َُح َّم ٍد َو َع َلى آلِ ِه َوأَصْ َح ِاب ِه الَّ ِذي َْن َيعْ َملُ ْو َن‬ ِ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َو َب‬َ ‫اَللّ ُه َّم‬
:‫ أَمَّا َبعْ ُد‬.ِ‫َو َيجْ َت ِنب ُْو َن ْا َلم ْن ِهيَّات‬
َ ‫هللا َو َط‬
:‫ َف َق ا َل هللاُ َت َع ا َلى‬.‫اع ِت ِه َل َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُح ْو َن‬ ِ ‫هللا ! أ ُ ْوصِ ْي ُك ْم َو َن ْفسِ يْ ِب َت ْق َوى‬
ِ َ‫َف َيا عِ َباد‬
‫هللا َح َّق ُت َقا ِت ِه َوالَ َتم ُْو ُتنَّ إِالَّ َوأَن ُت ْم مُّسْ لِم ُْو َن‬
َ ‫َياأَيُّها َ الَّ ِذي َْن َءا َم ُنوا ا َّتقُوا‬

Hadirin Jama’ah Jum’ah Yang Dirahmati Allah

Marilah pada siang hari ini kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
kita kepada Allah SWT dengan menjalankan semua perintah-perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Dan hendaknya kita selalu bersyukur
kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita semua
dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara ini.

Salah satu nikmat dan rahmat yang diberikan Allah kepada manusia adalah nikmat
Kemerdekaan. Hal ini merupakan nikmat yang tidak bisa diukur dengan harta benda.
Banyak orang bersedia mengorbankan apapun demi mendapatkan hak untuk
merdeka.

Merupakan fakta sejarah yang tidak dapat dipungkiri bahwa peran dan kontribusi
para ulama, dan para pahlawan muslim begitu besar dan menentukan dalam
perjuangan melawan penjajah, meraih kemerdekaan. Kontribusi mereka yang
sangat bernilai di mata bangsa ini harus dijadikan semangat mengukir prestasi.

Saatnya kita menjadikan momentum kemerdekaan ini untuk meneladani perjuangan


para ulama dan pahlawan negeri ini, meneruskan perjuangan mereka dan
membawa kemerdekaan ini menuju kemerdekaan yang totalitas dalam segala arti
dan bentuknya.

70 tahun yang lalu bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, ini semua


merupakan nikmat serta berkah dari Allah SWT, yang harus disyukuri. Sebagaimana
ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi; “Atas
berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan didorong oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan
ini kemerdekaannya”. Jadi jelas, bahwa kemerdekaan yang hingga saat ini kita
rasakan dan beberapa hari yang lalu kita peringati, adalah berkat Rahmat Allah
Kemerdekaan adalah nikmat yang sangat besar yang diberikan Allah kepada
Negara kita. Karena dengan adanya kemerdekaan, kita masih bisa menghirup udara
segar sampai saat ini. Andaikan belum merdeka, entah apakah kita masih hidup
atau sudah mati terkena lemparan granat atau tembakan para penjajah.
Dengan kemerdekaan pula kita bisa beribadah dengan tenang dengan khusyuk
tanpa rasa khawatir akan adanya bombardir pesawat penjajah.
Dengan kemerdekaan pula kita bisa bercengkerama dengan keluarga, dengan istri
ataupun anak-anak kita. Sungguh, kemerdekaan adalah nikmat yang luar biasa yang
diberikan Allah kepada Negara kita. Ini Bukan pemberian Belanda atau pun Jepang.

Hadirin jamaah jum’ah rahimakumullah

Kemerdekaan Indonesia telah berumur 70 tahun, tentu ini bukan umur yang muda
dalam bentangan sejarah. Tetapi patut disayangkan, kemerdekaan yang diraih dari
penjajahan Belanda selama 350 tahun ditambah 3,5 tahun oleh Jepang dahulu, Kini
masih sebatas baru dikenang, belum sepenuhnya disyukuri oleh mayoritas anak
bangsa.

70 tahun Indonesia merdeka bukanlah waktu yang pendek, sesuai umur rata-rata
manusia. Namun kemerdekaan hakiki bangsa ini masih belum menjadi bukti.
Memperingati kemerdekaan bukan sekadar perayaan seremonial saja, juga bukan
sekadar semarak warna-warni bendera dan umbul-umbul, juga tidak sekadar aneka
lomba yang kurang mendidik.

Kita bisa lihat, banyak masyarakat, khususnya kaum muda yang


memaknai kemerdekaan hanya sebatas penciptaan suasana ramai, meriah, dan
gebyar dengan hura-hura dan foya-foya. Sebaliknya, semangat juang yang
terkandung di dalamnya nyaris terlupakan.

Oleh karena itu, kita harus tetap mengawasi dan juga mengisi kemerdekaan ini
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang telah Allah syari’atkan dan
perjuangan dalam mengisi kemerdekaan belum pernah berhenti. Karena kita telah
keluar dari penjajah satu, kita akan menghadapi penjajah yang lain. Bung Karno
pernah mengatakan “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi
perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Hari kemerdekaan Indonesia ke-70 menarik untuk kita renungkan.


Sebuah kemerdekaan tidak mungkin diraih tanpa adanya kemenangan,
kemenangan mustahil didapat tanpa adanya perjuangan, perjuangan tidak akan
berarti tanpa adanya kebersamaan dan persaudaraan, persaudaraan tidak mungkin
tercapai tanpa ketulusan, dan ketulusan tidak akan berfaedah tanpa didasari ilmu.
Allah SWT berfirman:

‫ِين ٰ َج َه ُدو ْا فِي َنا لَ َن ْه ِد َي َّنهُم ُس ُبلَ َنا َوإِنَّ ٱهَّلل َ لَ َم َع ٱلمـُحْ سِ ِني َْن‬
َ ‫َوٱلَّذ‬

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-
benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 70)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah


Kemerdekaan Indonesia yang begitu susah payah diraih, ternyata sering dimaknai
sebatas romantisme sejarah semata. Karena hari ini kita lihat dan rasakan, 70 tahun
hanyalah peralihan dari satu penjajahan kepada berbagai penjajahan lainnya.

Betapa tidak, dahulu para pahlawan kita hanyalah menghadapi penjajahan militer.
Tetapi sekarang, bangsa Indonesia menghadapi multi penjajahan, dari penjajahan
ekonomi, budaya, moral, sampai pemikiran.

Bahkan bentuk penjajahan seperti ini lebih besar bahayanya daripada penjajahan
militer, karena bahaya yang ditimbulkan jauh lebih komplek dan berdaya rusak
tinggi. Bukan fisik yang dirusak, tetapi pola pikir. Itulah yang dinamakan ghazwul fikri
(perang pemikiran).

Dalam masalah ekonomi, sampai hari ini kita belum bisa melepaskan krisis dan
ketergantungan kepada utang luar negeri. Bidang budaya, identitas keislaman dan
ketimuran bangsa Indonesia terlebur dengan budaya Barat.

Dalam bidang moral, mulai anak TK sampai mahasiswa, masyarakat sampai


pejabat, tidak jarang kita saksikan pemandangan biasa dari tradisi tawuran korupsi,
pornografi, pornoaksi, bahkan bangga menjadi lesbi, waria, dan wanita tuna susila.
Maka benarlah apa yang disabdakan Rasulullah SAW:

‫اِصْ ِبر ُْوا َفإِ َّن ُه اَل َيأْتِيْ َعلَ ْي ُك ْم َز َمانٌ إِاَّل الَّذِيْ َبعْ َدهُ َشرٌّ ِم ْن ُه َح َّتى َتلَ َّق ْوا َر َّب ُك ْم‬

“Bersabarlah kalian, maka sesungguhnya tidak akan datang kepada kalian sebuah
zaman, kecuali zaman tersebut lebih rusak dari sebelumnya, sampai kalian
menemui Tuhan kalian.”(HR. Bukhari).

Dalam memaknai kemerdekaan ini, marilah kita memposisikan diri sebagai hamba


Allah yang taat dan beradab, bersuka ria tanpa harus lupa dari
semangat kemerdekaan hakiki. Oleh karena itu, sejatinya seorang muslim
seharusnya mensyukuri nikmat kemerdekaan bukan sekadar
mengenang kemerdekaan.

Kemerdekaan adalah kenikmatan dari Allah. Setiap nikmat itu menjadi pembuka
atau penutup pintu nikmat lainnya. Kita sering menginginkan nikmat, padahal
rahasia yang bisa mengundang nikmat adalah syukur atas nikmat yang ada. Kalau
sekadar mengenang, hanya membuat kita terlena dengan romantisme sejarah,
sedang bersyukur merupakan gairah pengundang kenikmatan yang lebih besar.

‫لئن شكرتم ألزيدنكم‬

“Jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (kenikmatan tersebut) kepada
kalian.” (Ibrahim: 7)

Maka menjadi pilihan bagi kita, apakah kita akan mengikuti zaman dengan warna
kemaksiatan dan menjadi budak zaman? Atau justru mewarnai zaman dengan
warna keshalihan dan menjadi manusia merdeka yang terbebas dari nafsu dunia,
yang hanya menghambakan kepada Allah Taala? Itulah sejatinya tugas manusia
sebagai khalifah di muka bumi ini, untuk mewarisi bumi dan memakmurkannya
dengan aturan dan celupan Allah

‫صبغة هللا ومن أحسن من هللا صبغة ونحن له عابدون‬

“Celupan (agama) Allah. Siapa yang lebih baik celupannya daripada Allah? Dan
kepada–Nya kami menyembah.” (Al-Baqarah: 138)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Perjuangan panjang para pendahulu bangsa ini yang notabene mayoritas kaum
muslimin, berjuang melawan penjajah, di bawah teriakan takbir mereka melawan
kaum kafir, di bawah bendera Laa Ilaaha Illallah mereka berkorban jiwa dan raga,
banyak dari mereka yang menjadi syuhada’. Sehingga Allah SWT memberikan
nikmat kemerdekaan kepada bangsa ini.

Umat Islam yang berjumlah mayoritas di negeri ini sudah seharusnya


mengisi kemerdekaan dengan sebaik-baiknya. Mensyukuri kedaulatan dengan
pembangunan dan persatuan. Ini menjadi bukti penghargaan kepada para
pendahulu bangsa ini, sekaligus agar Allah SWT menambah nikmat-nikmatnya
kepada bangsa ini. Bukankah Allah SWT pasti menambah nikmat-Nya bagi siapa
saja yang bersyukur?

Dengan tegas Allah SWT telah memberi arahan kepada bangsa ini bagaimana
seharusnya mengisi kemerdekaan dan mensyukuri nikmat kepemimpinan. Allah
SWT berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 41:

ُ ٰ
َ
ِ ‫ٱلز َك ٰو َة َوأ َمرُو ْا ِبٱلمعرُوفِ َو َن َهو ْا َع ِن ٱلمُن َك ِر َوهَّلِل ِ ٰ َعقِ َب ُة ٱألم‬
‫ُور‬ َّ ‫صلَ ٰو َة َو َءا َتوُ ْا‬ ِ َ‫ِين إِنْ َّم َّك َّنهُم فِي ٱأل‬
َّ ‫رض أَ َقامُو ْا ٱل‬ َ ‫ٱلَّذ‬

”(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan.”

Kalimat ”Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi” bisa berarti suatu
bentuk kemerdekaan dari penjajahan. Ada empat strategi yang harus dilaksanakan
dalam mengisi kemerdekaan ini:

Pertama, iqamatus shalah (mendirikan shalat)

Mendirikan shalat dalam rangka membangun moralitas dan akhlaq mulia.

Suatu bangsa atau institusi akan dapat langgeng ketika memiliki moralitas dan
kredibilitas yang tinggi. Kunci membangun moralitas terletak pada pelaksanaan
ibadah shalat, dan ketaatan kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT.

‫صاَل َة َت ْنهَى عَ ِن ْال َفحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر‬


َّ ‫إِنَّ ال‬
”Sesungguhnya shalat mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. (Al Ankabut: 45)

Kedua, itauz zakah, menunaikan zakat sebagai bentuk kepedulian sosial

Agama Allah tidaklah hanya mengurusi masalah rohani dan akhirat saja, namun juga sangat
memperhatikan keseimbangan kehidupan sosial bermasyarakat. Itu dibuktikan dengan anjuran
di banyak tempat di Al Qur’an, penyebutan perintah shalat selalu diiringi dengan perintah
berzakat.

Zakat, atau mengeluarkan harta yang kita punya untuk diberikan kepada orang yang berhak
menerimanya adalah dalam rangka membersihkan harta kita dari yang tidak halal atau yang
masih samar-samar. Zakat juga sebagai upaya untuk mengerem nafsu bakhil dalam diri
seseorang, karena kecendrungan seseorang itu cinta terhadap harta dan dunia. Zakat juga
sebagai symbol sosial kepedulian seseorang kepada sesama.

Ketiga, Amar makruf nahi munkar, jaminan kepastian dan penegakan hukum

Jabatan dan kekuasaan mendorong seseorang untuk menyimpang dan menyalahgunakan


jabatan. Banyak contoh dalam sejarah, Firaun misalkan yang berupaya untuk melanggengkan
kekuasaannya dengan segala cara, karena tidak ada perimbangan kontrol dari masyarakatnya.

Tingkatan amar makruf dan nahi mungkar sudah diatur dalam agama. Yaitu dengan pendekatan
kekuasaan atau tangan, bagi yang berwenang. Dengan lisan atau nasihat bagi siapa pun yang
bisa mampu memberikan nasihat. Jika keduanya tidak bisa dilakukan, maka dengan
pengingkaran dalam hati. Inilah selemah-lemah iman seseorang.

Dalam konteks jaminan kepastian dan penegakan hukum, pernah ditegaskan Rasulullah saw,
ketika ada usaha dari para sahabat untuk minta keringanan hukuman bagi seorang wanita
bangsawan yang berzina. Namun dengan tegas Rasul menolak dan mengatakan, ”Ketahuilah,
penyebab kehancuran umat terdahulu, adalah karena ketika orang kaya mencuri, maka tidak
ditegakkan hukuman. Namun kalau yang mencuri itu rakyat kecil, seketika itu hukuman
ditegakkan dengan seberat-beratnya. Ketahuilah, seandainya Fatimah putri Muhammad
mencuri, pasti aku sendiri yang akan memotong tangannya.” Seseorang sama di mata hukum.
Hukum tidak bisa dibeli dan digadaikan.

Keempat, Mengembalikan urusan kepada Allah semata

Ketika usaha untuk membangun moralitas dan akhlakul karimah lewat pelaksanaan
ibadah shalat. Dan menumbuhkan kepedulian sosial yang dibuktikan dengan
mengeluarkan zakat. Serta proses amar makruf dan nahi munkar sudah dijalankan
dengan seimbang, maka selebihnya kita serahkan urusan kehidupan kepada
kehendak Allah SWT. Karena Dia-lah yang akan mengatur urusan seluruh manusia.
Dan Allah SWT pasti menepati janji–Nya, yaitu akan menolong orang yang
mengikuti kehendak–Nya. Allah SWT berfirman:

‫هللا ُيحِبُّ ْال ُم َت َو ِّكلِي َْن‬ َ ‫اورْ ُه ْم فِي ْاألَمْ ِر َفإِ َذا َع َز ْم‬
َ َّ‫ت َف َت َو َّك ْل َعلَى هِللا إِن‬ ِ ‫َو َش‬

”Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu
telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakal kepada–Nya.” (Ali Imran: 15)

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah


Sesungguhnya Islam lahir membawa misi kemerdekaan dan kebebasan serta ingin
mengantarkan segenap manusia kembali kepada fitrah mereka yang suci.
Misi kemerdekaan dan kebebasan yang diperjuangkan oleh Islam merupakan inti
dari ideologi yang benar yaitu “Tahrirul ‘Ibad Min ‘Ibaadatil ‘Ibaad ilaa ‘Ibaadati
Rabbil ‘Ibad “, membebaskan manusia dari penghambaan, belenggu, dari
ketergantungan kepada sesama manusia menuju penghambaan dan pengabdian
yang totalitas kepada Tuhan sang pencipta makhluk sealam jagad ini.

Kesyukuran yang tertinggi bagi kita bukan hanya bangsa ini telah
meraih kemerdekaan, tetapi kesyukuran kita selaku umat Islam adalah bahwa kita
tidak sekadar menjadi penonton di dalam mengisi kemerdekaan ini, tapi semampu
mungkin menjadi pemain dan ikut ambil bagian sesuai dengan bidangnya masing-
masing.

Sesuai dengan segmentasi masing-masing untuk menjadi orang-orang yang bisa


menorehkan tinta emas dan menuliskan sejarah kegemilangan bangsa ini di masa
yang akan datang, sehingga kita akan dikenang sebagai sebuah kebaikan yang
Insya Allah jika itu diteruskan oleh generasi yang akan datang, maka kita akan
meraih pahala yang tidak putus-putus meskipun kita sudah menghadap Allah kelak.

Dengan semangat kemerdekaan, marilah kita menyukuri kemerdekaan ini dengan


mempertahankan keutuhan jati diri dan bangsa ini dengan nilai-nilai akhlaq yang
luhur dan nilai-nilai Islam yang tinggi, hanya dengan itu, kita bisa meraih kejayaan di
masa yang akan datang. Mudah-mudahan Allah SWT berkenan meneruskan sejarah
bangsa ini sehingga bangsa ini akan menjadi sebuah “Baldatun Thayyibatun
Warabbun Ghafuur“ sebuah negara dan bangsa yang meraih maghfirah Allah SWT
dalam waktu yang bersamaan juga meraih kesejahteraan dan kedamaian selama-
lamanya.

ْ‫ أَقُ ْو ُل َق ْولِيْ َه َذا َوأَ ْس َت ْغفِ ُر هللاَ لِي‬.‫ت َوال ِّذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‬ ِ ‫ َو َن َف َعنِيْ َوإِيَّا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه م َِن ْاآل َي ا‬،‫آن ْال َعظِ ي ِْم‬
ِ ْ‫ك هللاُ لِيْ َولَ ُك ْم فِي ْالقُر‬
َ ‫ار‬
َ ‫َب‬
ْ ْ
‫َولَ ُك ْم َولِلمُسْ لِ ِمي َْن َفاسْ َت ْغفِر ُْوهُ إِ َّن ُه ه َُو ال َغفُ ْو ُر الرَّ ِح ْي ُم‬

Anda mungkin juga menyukai