PENDAHULUAN
1
hidup yang tidak sehat, mengkonsumsi makanan asin, yang mengandung natrium
(makanan olahan, makanan kalengan dan fast food) sehingga sekitar 80% dari penyakit
tidak menular ini justru terjadi pada negara-negara dengan pendapatan rendah atau
yang sering disebut sebagai low and middle income countries . Salah satu jenis
penyakit kronis yang ternyata menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi
adalah hipertensi (Mirza, 2008).
Penggunaan obat yang rasional pada pasien hipertensi merupakan salah satu
elemen penting dalam tercapainya kualitas pelayanan serta perawatan medis bagi
pasien sesuai standar yang diharapkan. Penggunaan obat yang tidak rasional dapat
menyebabkan timbulnya reaksi obat yang tidak diinginkan, serta dapat memperparah
penyakit hingga menyebabkan kematian (WHO 2003). Masalah yang memprihatinkan
adalah banyak hasil penelitian yang menunjukkan ketidaktepatan peresepan terjadi di
berbagai negara, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia (Hogerzeil
et al 1993).
Menurut Farida dan Pristia (2018) pada penelitian yang dilakukan di RSUD
Mardi Waluyo Blitar dengan judul pola penggunaan obat antihipertensi pada pasien
hipertensi diketahui bahwa antihipertensi yang paling sering digunakan adalah
golongan ARB sebanyak 64 (21,55%) dari total obat secara keseluruhan yaitu
sebanyak 297 obat. Obat antihipertensi yang termasuk dalam golongan ARB yaitu
2
candesartan, irbesartan, Valsartan dan telmisartan. Sedangkan dari penelitian yang
dilakukan oleh Hapsari dan Herma (2017), diketahui bahwa antihipertensi yang paling
sering digunakan adalah golongan penghambat kanal kalsium yaitu sebesar 35,38%.
1. Untuk mengetahui pola penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap
di RSUD Sabu Raijua pada tahun 2019.
2. Untuk mengetahui obat antihipertensi apa saja yang paling sering digunakan di
RSUD Sabu Raijua pada tahun 2019.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan kepada peneliti mengenai pola penggunaan obat
antihipertensi di rumah sakit .
2. Bagi Instansi
Menambah konstribusi bahan bacaan kepada peneliti lain yang ingin
melakukan penelitian lebih lanjut terkait pola penggunaan obat antihipertensi.
3. Bagi Institusi
Menambah pustaka bagi mahasiswa program studi sarjana farmasi
untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HIPERTENSI
Tabel 2.1
4
dan penderita hipertensi lain dari kelompok populasi dengan persentase yang
rendah mempunyai penyebab khusus yang dikenal sebagai hipertensi sekunder
(non essential). Banyak faktor yang dapat mepenyebab hipertensi sekunder,
serperti faktor endogen maupun estrogen. Bila penyebab penderita hipertensi
sekunder dapat diidentifikasi maka kemungkinan dapat disembuhkan secara
potensial (Depkes RI, 2006).
5
asupan kalium dan kalsium, meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan
meningkatnya produksi angiotensin II dan aldosterone, dan defisiensi vasodilator
seperti prostasiklin, nitrik oksida (NO), dan peptida natriuretik (Depkes RI,
2006).
6
Hipertensi dewasa ≥18 tahun
Target tekanan darah Target tekanan darah Target tekanan darah Target tekanan darah
TDS ‹150 mmHg TDS ‹140 mmHg TDS ‹140 mmHg TDS ‹140 mmHg
TDD ‹90 mmHg TDD ‹90 mmHg TDD ‹90 mmHg TDD ‹90 mmHg
Gambar 2.2 Algoritma dan target tekanan darah pengobatan hipertensi (James,
dkk., 2014)
7
dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat. Yang harus
diperhatikan adalah risiko untuk hipotensi ortostatik, terutama pada pasien-
pasien dengan diabetes, disfungsi autonomik, dan lansia (Depkes RI,2006).
2.4.1 Diuretika
Diuretik dapat digunakan sebagai terapi obat lini pertama untuk
hipertensi, kecuali jika terdapat alasan yang memaksa pemilihan agen terapi lain.
Diuretik adalah obat antihipertensi yang bekerja dengan meningkatkan
pengeluaran urin (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Diuretik
dibagi menjadi lima golongan obat yaitu:
1. Diuretik tiazid, yaitu obat lini pertama untuk mengobati hipertensi tanpa
komplikasi. Semua obat diuretik oral efektif dalam mengobati
hipertensi, tetapi tiazid ternyata paling luas digunakan. Diuretik ini bekerja
+ -
dengan cara menghambat reabsorpsi ion Na dan Cl di tubulus distal.
Efeknya lebih lemah dan lambat tetapi lebih lama dibanding diuretik kuat.
Obat-obat dari golongan ini adalah klorotiazid, klortalidon, hidroklortiazid,
indapamin dan metolazon.
2. Diuretik lengkungan (loop diuretic) bekerja segera, bahkan pada pasien
dengan fungsi ginjal yang buruk atau tidak merespon terhadap tiazid atau
diuretik lainnya. Diuretik lengkungan dapat menyebabkan penurunan
resistensi vaskuler ginjal dan peningkatan aliran darah. Golongan obat ini
+ + -
bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi ion Na , K dan Cl di ansa
-
Henle dan tubulus distal, mempengaruhi sistem co-transport ion Cl yang
menyebabkan meningkatnya ekskresi air. Obat-obat dari golongan ini
adalah bumetanid, asam etakrinat, furosemid dan torsemid.
8
3. Diuretik hemat kalium, diuretik ini dibagi dua berdasarkan mekanisme
kerjanya yaitu diuretik penghambat aldosteron dan penghambat saluran ion
natrium. Aldosteron menstimulasi reabsorpsi natrium dan eksresi kalium.
Proses ini dihambat oleh diuretik penghambat aldosteron, yaitu:
spironolakton dan eplerenon. Ketika direabsorpsi, natrium akan masuk
melalui kanal natrium tetapi hal ini dihambat oleh penghambat saluran
natrium, yaitu: triamteren dan amilorid. Obat-obat dari golongan ini adalah
amilorid, eplerenon, spironolakton dan triamteren.
4. Diuretik osmotik, yaitu obat yang bekerja pada tiga tempat di nefron
ginjal, yakni tubuli proksimal, ansa henle dan duktus koligentes. Golongan
obat ini bekerja dengan menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya
osmotiknya. Obat-obat dari golongan ini adalah manitol dan urea
5. Diuretik penghambat enzim karbonik anhidrase, golongan obat ini bekerja
pada tubuli proksimal dengan menghambat reabsopsi bikarbonat melalui
penghambatan enzim karbonik anhidrase. Enzim ini berfungsi meningkatkan
ion hidrogen pada tubulus proksimal yang akan bertukar dengan ion
natrium di lumen. Penghambatan enzim ini akan meningkatkan ekskresi
natrium, kalium, bikarbonat dan air. Obat dari golongan ini adalah
asetazolamid (Harvey, 2009)
2.4.2 Agen-Agen Penghambat Adrenoseptor-Β
9
lebih aman daripada penyekat β yang nonselektif seperti propanolol pada pasien
asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), penyakit arteri perifer, dan
diabetes (Hervey, 2009).
Rekam medik adalah sejarah ringkas, jelas dan akurat dari kehidupan
dan penyakit pasien, ditulis dari sudut pandang medik. Setiap rumah sakit
dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam medik yang memadai
dari setiap pesien, baik untuk pesien rawat inap maupun pesien rawat jalan.
Rekam medik harus secara akurat didokumentasikan, segera tersedia, dapat
digunakan, mudah ditelusuri kembali, dan informasinya lengkap (Siregar
& Amalia 2003).
12
Berdasarkan PERMENKES RI Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 isi
dari rekam medik untuk pasien rawat jalan, rawat inap, serta pasien gawat
darurat antara lain :
13
dengan menggunakan data dalam rekam medik, bagian keuangan dapat
menetapkan besarnya biaya pengobatan seorang pesien (Siregar & Amalia, 2003)
14
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Dalam
penelitian ini yang dijadikan populasi adalah semua data rekam medik pasien
yang terdiagnosa hipertensi di RSUD Sabu Raijua tahun 2019.
2. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Pengukuran sampel merupakan suatu langkah untuk menentukan
besarnya sampel yang di ambil dalam melaksanakan penelitian suatu objek
(Sugiyono, 2016).
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pasien
hipertensi yang dirawat inap di RSUD Sabu Raijua bulan Januari-Agustus yang
memenuhi kriteria inklusi yaitu :
1) Pasien yang terdiagnosa hipertensi
2) Pasien usia ≥ 40 tahun
3) Pasien tidak dalam kondisi hamil
3. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling.
Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel
tersebut sama dengan populasi. Alasan dari mengambil teknik ini karena
menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh
populasi semuanya dijadikan sampel penelitian. Sampel yang diambil dari
penelitian ini adalah 35 orang.
15
3.3 VARIABEL PENELITIAN
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Variabel dalam
penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu pola penggunaan obat antihipertensi
pada pasien hipertensi di RSUD Sabu Raijua pada tahun 2019.
16
3.4 INSTRUMEN PENELITIAN
Jalannya penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dapat dilihat pada
skema berikut:
Pengambilan sampel
Pengambilan data
Analisis data
Kesimpulan
Gambar 3.2
17
3.6 JADWAL PENELITIAN
Jadwal penelitian dari proposal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Prosedur yang akan dilakukan peneliti dalam penelitian ini dapat dilihat
pada gambar berikut:
Analisis data
Pengolahan data
Kesimpulan
Gambar 3.3
19
DAFTAR PUSTAKA
Chobanian. Aram V. Bakris. George L. Henry R. Black. William C. Cushman. dan Lee
A. Green. 2003. Join National Committee on Prevention Detection. Evaluation. dan
Treatment of High Pressure VII. USA: Dapertemen of Health and Human Services
Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care untuk Hipertensi. Dapertemen Kesehatan RI.
Jakarta
Dipiro. Joseph T. Talbert. Robert L. 2008. The 7th edition of The Benchmark Evidence-
Based Pharmacotherapy. McGraw-Hill Companies Inc.USA.
Dapertemen Kesehatan RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta : Depkes RI
Jakarta.
Fauci. 2008. Harrison’s : Principles of Internal Medicine. 17th Edition. USA : The
McGraw-Hill Companies. p. 2275-2299.
Gunawan. Sulistia Gan. Setiabudy. Rianto. Nafrialdi. Elysabeth. 2007. Farmakologi dan
Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.
Greene RJ. Harris ND. Goodyer LI. 2007. Pathology and Therapeutics for Pharmacists A
Basis for Clinical Pharmacy Practice 2nd Edition. Departement of Pharmacy
King’s College London. London Universit y. UK.
Harvey R.A. Champe P.C. 2009. Pharmacology 4th ed. China: Lippincott William &
Wilkins.p.249-60.
Hogerzeil H. 1993. Field Test For Rational Drug Use in Twelve Developing Countries.
The Lancet : 1408-1410.
20
James PA. (2014). Report from the panel members appointed to the eighth joint national
committe (jnc 8) 2014 evidence-based guideline for the management of high blood
pressure in adults. JAMA.2014; 311(5):507-520
Kemenkes RI. 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional. Bina Pelayanan Kefarmasian.
Jakarta.
L, Tao & Kendali, K. 2013. Sinopsis Organ System Kardiovaskular. Tanggeran Selatan:
Karisma Publishing Group.
Mirza. M. 2008. Mengenal Diabetes Melitus. Kata Hati. Yogyakarta dalam Rapository
Universitas Sumatera Utara .
NIH (National Institute of Mental Health) Senior Health. Anxiety Disorders: Risk Factor
and Diagnosis.
http://nihseniorhealth.gov/anxietydisorders/riskfactorsandcauses/01.html .
Palmer. A. dan Williams. B. 2007. Simple Guides Tekanan Darah Tinggi. EGC. Jakarta
Siregar. C. J. P. Amalia. L. 2003. Farmasi Rumah Sakit. Teori dan Penerapan. 91-95,
101-105. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
21
WHO. 2013. A Global Brief On Hypertension: Silent Killer. Global Public Health Crises
(World Health Day 2013). Geneva: WHO. 2013.
Zunilda. (2011). Penggunaan Obat yang Rasional. Dalam: Gunawan. S.G (Ed).
Farmakologi dan terapi. aEdisi Kelima. Jakarta: FKUI. Halaman 48-48.57
22
23